Dengan cepat Noel berlari melewati kolam renang dan keluar dari gerbang terluar kastil kecilnya itu. Dia melihat ke kanan dan ke kirinya mencoba mencari istrinya. “Bianca, kamu kemana?” tanyanya dalam hati dengan kerisauan yang tak pernah ada dalam hatinya. Angin mulai bertiup lebih kencang, dan matahari mulai kemerahan turun di ujung laut. Noel mencoba peruntungannya dan menuju ke kiri kastil dan menyusuri pinggir pantai. Langkahnya terasa berat, karena tiba-tiba ada ketakutan yang muncul dalam hatinya yang Noel tidak tahu asalnya dari mana. “Bianca!” teriaknya mencari sosok istrinya sampai akhirnya dia seperti melihat sosok bidadari yang sedang bermain air di pinggir pantai. Wanita itu tersenyum sambil menendang-nendang ombak kecil di kakinya. Hatinya bergetar melihat pemandangan indah di hadapannya. Wanita itu begitu cantik, dia begitu polos dan seperti anak kecil yang bisa tertawa gembira karena bermain dengan ombak.Dia mendekat dan emosi di dalam hatinya meluap-luap antar
Emily mencari Andi yang kini bebas tanpa ada nenek sihir yang harus dia layani 24 jam. Setelah memastikan pengantin baru itu berbaikan dan menuju kamar mereka, Emily mencari pria tampan miliknya di seluruh ruangan kastil kecil itu. Betapa senang hatinya ketika ternyata pria itu tidak ikut, dia malah berdiri memandangi foto-foto yang ada di dinding kastil. Dengan cepat, Emily memeluk pria itu dari belakang. “Oh Andi hari ini Noel dan Bianca merepotkan sekali, belum juga si Karen itu, tadinya mau perpanjang inapnya, tapi begitu dapat kabar suaminya mau mengadakan pameran dia segera riang gembira seperti kutu loncat dan kabur dari pulau ini. Sekarang aku bebas, ayo kita bermain di gubukku, aku punya lingerie baru lho,” ucap Emily dengan suara yang semakin mendesah pada akhir kalimat. Tapi sesaat dia baru menyadarinya, aroma tubuh pria ini berbeda, apakah Andi mengganti sabun dan parfumnya?Emily segera memekik kaget saat pria jangkung itu berbalik dan menatapnya dengan senyuman menggo
“Apanya yang keluar?”Tiba-tiba Bianca mendengar suara pria yang dia cintai itu dari seberang tempat tidur. Ternyata pria itu tidak meninggalkan dirinya sendiri, dia bekerja di mejanya, dan kini memandangnya dengan tatapan yang aneh.“Um … itu, cairan dari kamu, harusnya tak keluar. Aku harus hamil, kalau keluar bagaimana aku bisa hamil?” erang wanita berambut kecoklatan itu sambil memandang inti dirinya tanpa malu. Wajah Noel terasa panas mendengar kata-kata Bianca yang vulgar, apalagi menatap apa yang istrinya lakukan sekarang. Wanita itu mengangkat kakinya agar dirinya dapat melihat inti dirinya sendiri. Tanpa Noel kehendaki, adik kecil miliknya segera bereaksi.“Bianca, hentikan itu, dan bersihkan dirimu,” hardik Noel kasar, walau dia tak ada maksud untuk berkata kasar. Bianca tersentak dan segera menurunkan kakinya. Dengan kikuk, dia berjalan dengan tubuh polosnya ke kamar mandi, matanya melirik pria yang sudah menjadi suaminya itu. Wajah pria itu terlihat marah, hatinya langsu
Karena suaminya sendiri hanya diam saja jadi Bianca hanya mengikuti mereka ke ruang makan. Makan malam sudah tersedia dengan apik, lagi-lagi dengan tatanan menu yang aneh. Bianca awalnya mau duduk di posisi awal saat sebelum mama Karen datang, tapi ketika dia mau mengarah kesana, suaminya segera menarik tangannya dan mendudukkannya di samping pria itu persis.Bianca menatap wajah tegang suaminya lalu duduk di sebelahnya segera. Noah tertawa sambil menepuk tangannya begitu melihat menu yang disajikan. “Waaah, sepertinya ibu tiriku benar-benar tak mau buang-buang waktu ya, makanan yang sangat terjamin untuk membuat anak!” Pria itu duduk segera di seberang Noel. “Tiram … alpukat, ini … gingseng? Astaga kakakku, bagaimana bisa kamu nggak berhasrat melihat kecantikan Bianca?” tanya Noah dengan nada mengejek. Wajah Bianca memanas karena malu. “Pria itu nggak tahu aja, betapa panasnya percintaan kami tadi,” dengus wanita itu dalam hati.“Aku sangat iri padamu, andai aku punya istri sepe
Melihat cara pandang Noah terhadap Bianca membangunkan sebuah perasaan baru di hati Noel. Dia tak suka dan dia tak mau istrinya dipandangi seperti itu oleh orang lain. Terutama dengan orang yang mengaku-ngaku sebagai adiknya. Dia hanyalah adik siluman, Noel tak pernah punya adik, walau dia mengaku-ngaku, Noel tak bisa segera menerimanya. Semua harus diperiksa ulang dan pastinya tak boleh di hadapan Bianca. Tadi pikirannya hanya tertuju untuk menjauhkan Bianca dari Noah, tapi kini ketika mereka berdua berada sendirian dalam kamar, Noel merasa kikuk sendiri. “Umm … aku ke kamar mandi dulu, mau ganti baju,” ucap wanita itu sambil memandang Noel. “Ya udah pergi saja, kenapa harus laporan?” ujar Noel dalam hatinya sambil menatap istrinya dengan heran. Namun wanita itu malah diam saja sambil memandang Noel. “Ya udah, ganti aja sana,” ucap Noel sambil mengerutkan keningnya. “Ini …” desah Bianca sambil menurunkan pandangannya kepada tangan Noel yang masih memegangnya. Pria itu denga
Jantung Noel seakan terhenti begitu melihat wanita itu lewat di hadapannya. Gaun tidurnya sama sekali tak bisa dibilang gaun tidur. Yang wanita itu kenakan bisa lebih dikatakan kain bolong-bolong yang diikat-ikat jadi satu untuk menutupi yang seharusnya terbuka. Sedangkan yang seharusnya tertutup malah dapat Noel lihat dengan jelas.Pria itu segera mengalihkan pandangannya dan kembali memfokuskan mata dan pikirannya pada buku yang ada di hadapannya. Tapi jemarinya tak mau bergerak, tak ada kata- kata yang dapat Noel tulis, pikirannya terasa kosong dan hanya berisi betapa seksi dan cantiknya Bianca. Wanita itu bukannya segera masuk ke dalam selimut malah berdiri di tengah kamar. Pria itu menolak untuk menoleh tapi entah bagaimana, dari sudut matanya pria itu bisa memperhatikan keindahan lekuk tubuh Bianca.“Sial! Sial! Sial!” maki Noel dalam hati membanting bolpoin yang dia pegang. “Bian! Kenapa kamu nggak ke tempat tidur? Ngapain kamu berdiri-berdiri di situ? Ganggu aja!” bentak Noe
Jantung Bianca berdebar kencang. Mama Alice hampir menemukan mozaik foto mamanya. Karena sangat merindukan mamanya, dan telah kehilangan foto mama kandungnya, gadis cilik itu membuat mozaik foto mamanya dengan menggunakan ingatannya saja. Fotonya hampir jadi, jangan sampai mama tirinya menemukan mozaik itu. Bianca menyembunyikannya di lantai loteng yang terbuka, tempat mamanya sering mengurungnya kalau Bianca melakukan suatu kesalahan. Mozaik itu adalah harta karunnya, satu-satunya yang Bianca miliki untuk mengenang mendiang mamanya. Untung saja mamanya tak ambil pusing dengan kayu loteng yang sudah lapuk itudi, wanita itu hanya melewatinya dengan acuh dan kembali mengurung Bianca dalam loteng itu. Dia sangat lapar, seharusnya dia tidak makan kue coklat itu. Mama Alice memang sudah mengatakan kalau kue coklat itu terlarang, kue itu hanya boleh dilihat tapi tak boleh di sentuh. Namun Bianca kecil sangat ingin makan coklat, sudah lama sekali dia tak makan coklat. Hanya segigit kecil s
“Ada sesuatu di masa kecil Bianca, atau setidaknya ada sesuatu yang terjadi pada wanita itu,” pikir Noel dalam hati. Pria itu memeluk Bianca sambil terus menenangkannya. Sesekali ada kecupan kasih yang total bukan karena hasrat, tapi karena rasa sayang Noel pada istrinya itu. Perasaan pria itu kembali tergugah karena merasa senasib dengan istrinya. Rasa hangat yang nyaman, membuat Noel mulai mengantuk dan akhirnya juga jatuh tertidur. Wanita itu terbangun dalam pelukan suaminya. Lagi-lagi hatinya terasa lumer, Bianca tak bisa lagi mengatakan kalau Noel tak berarti apa pun padanya dengan apa yang terjadi beberapa hari ini, jelas Noel berulang kali menggetarkan hatinya.Bianca sebenarnya sangat takut dengan hatinya yang bergejolak ini. Dia sudah sekali dikhianati pria yang mengatakan sangat mencintai dirinya, apalagi dengan pria yang jelas-jelas mengatakan kalau tak mau ada hubungan apa-apa dengannya? Noel tak pernah mengatakan apa-apa, Bianca tidak akan pernah berharap akan ada peru
Bianca menahan mual yang kembali melanda dirinya. Mobil Kevin jauh dari kata bersih, bukan hanya karena mobil Kevin adalah sedan tua yang penuh sampah, tapi karena mobil ini juga sangat pengap. Tidak ada AC sedangkan jendela mobil itu tidak dapat dibuka karena macet. Bianca melirik ke arah Kevin mantan kekasihnya yang terlihat sangat marah dengan takut-takut. Tapi sebenarnya bukan itu saja yang membuat Bianca takut, kata-kata Kevin tadi, Noel melihat mereka. Itu adalah satu-satunya penjelasan kenapa rekeningnya tak bisa diakses, siapa lagi yang dapat memblokir rekeningnya kalau bukan Noel? Apa yang akan terjadi nanti? Bagaimana jika Noel akan mengusirnya? Bagaimana jika nanti Noel akan menceraikan Bianca? Seketika itu perut Bianca terasa berputar, mual itu tak tertahankan sehingga apa pun yang tadi wanita itu tahan sekarang naik dan keluar dari mulutnya. Kevin segera memaki dan meminggirkan mobilnya. “Vrengsek!” Pria itu menekan rem dengan kasar sehingga tubuh tipis Bianca terpelan
Emily menatap layar laptopnya untuk mengerjakan semua yang diperintahkan oleh Noel tadi. Suara pria itu tadi begitu serius sehingga Emily tahu kalau pekerjaan itu harus selesai sekarang juga. Noah meletakkan piring makan siang mereka sambil membersihkan jarinya yang terkena saus. Seharusnya Emily tak mengalihkan pandangannya dari layar, namun pemandangan di hadapannya begitu seksi, Noah yang hanya mengenakan kaos dalam putih ketat terlalu tampan untuk tak dilirik. Namun sayangnya, lirikan matanya itu membuat pria itu besar kepala. Dengan cepat pria itu menarik kursi Emily sehingga menghadap kepadanya.“Ini meja makan, kita makan, lalu baru kamu urus Noel lagi.” Pria itu mendengus tiap mengucapkan nama kakaknya, entah sampai kapan Noah harus terus berbagi Emily dengan Noel. Bukankah seharusnya Emily tak bekerja lagi pada Noel, seharusnya Emily adalah milik Noah seutuhnya.“Sebentar, aku harus kerjakan ini!” desah Emily sambil ingin mengembalikan kursinya yang menghadap pada pria beram
Bianca tak bisa menahan rasa mualnya kali ini. Saus carbonara dengan ludah Kevin benar- benar bukan kombinasi yang baik. Wanita itu akhirnya mengeluarkan isi perutnya sejadinya sampai-sampai kepala pelayan terpaksa membantu memegangi tubuh wanita itu.“Bian, kamu kenapa sih?” tanya Kevin yang segera melompat menjauhi Bianca dengan jijik. Untung makanannya sudah selesai, karena aroma muntah membuat Kevin kehilangan selera makannya.“Dari tadi perutku …” Bianca tak bisa meneruskan ucapannya karena dia kembali muntah. Kepala pelayan segera memberikan serbet dan ada pelayan lain yang menyerahkan gelas berisi jeruk hangat buat Bianca.Bianca memegang gelas itu dengan penuh bersyukur, jeruk mungkin akan mengurangi rasa mualnya, tanpa tahu
Pelayan segera membuka pintu untuk nyonyanya. Pemilik restoran baru tahu kalau ternyata wanita cantik yang datang kemarin itu adalah istri dari Noel. Kali ini dia tak akan membuat kesalahan, dia akan melayani nyonya pemilik restoran ini dengan sebaik mungkin. Namun pria itu bingung karena ternyata nyonya itu tidak bersama Noel Klien melainkan malah duduk dengan gelisah di ruangan VVIP. Dengan heran Gerald mengantarkan nyonya itu dan mencatat pesanannya, untuk dua orang. Sambil berpikir kalau nanti Noel datang, Gerald segera menuju dapur hanya untuk menemukan tuannya berdiri di sana.“Anu … nyonya di ruang VVIP tuan,” cicit Gerald dengan gugup karena tak menyangka malah menemukan Noel di dapur. Pria itu hanya meliriknya lalu mendengus kasar membuat hati Gerald semakin menciut. Pria itu tampak marah, dan Gerald takut sekali. Restoran ini baru saja pindah kepemilikannya ke Noel Klein, pria itu bisa memecatnya begitu saja, dia harus melakukan yang terbaik. “Ma-mau saya antarkan, Tuan?”
Emosi pria itu masih meledak-ledak saat masuk ke dalam mobil. Bahkan baru kali ini Noel yang menyetir mobilnya sendiri, biasanya dia akan bersama supirnya, tapi pagi ini Noel begitu emosi sehingga tak sadar telah meninggalkan supirnya mengejar di belakang. Biasanya Noel tak seperti ini, dia adalah pria yang selalu memikirkan panjang- panjang setiap tindakan yang dia akan lakukan nanti. Tapi, selalu dirinya lepas kendali jika berhubungan dengan Bianca.Wanita itu seakan adalah titik lemahnya. Istri yang terpaksa menikah dengan dirinya itu adalah kelemahan Noel Klein. Dia sudah teramat mencintai wanita itu sehingga tak bisa berpikir jernih.Kini setelah menyetir beberapa lama dia baru menyadari kalau dia melupakan tas kerjanya juga selain meninggalkan supirnya di rumah. Pria itu segera menepikan mobilnya sambil memukul setir dengan kesal. “Vangke!” makinya dengan kesal. Pria itu dengan sebal melirik jam tangan yang hanya ada 6 di dunia itu dengan penuh emosi. Sejujurnya dia sudah terla
Bianca tak percaya apa yang baru saja terjadi. Pria itu benar- benar pergi meninggalkannya tanpa banyak bicara lagi. Bianca benar- benar tak mengerti apa yang ada di pikiran Noel. Kenapa dia tak bisa benar- benar mengerti apa yang dipikirkan suaminya itu? Secepat kilat mobil Noel menghilang saat Bianca mengejarnya, tentu saja wanita itu juga harus berpakaian dulu sebelum keluar dari kamar, sayangnya hal itu membuat Bianca hanya bisa menatap bagian belakang mobil suaminya yang melaju cepat meninggalkan pekarangan kastil mereka. “Semua salahku!” isaknya dalam hati sambil memutar tubuhnya. Seharusnya dia bisa menahan mulutnya. Biasanya dia bisa! Mama Alice sering membuat baret di punggungnya, dan Bianca tak pernah mengeluarkan suara apa pun! Harus bisa menahan lidahnya kalau tidak hukumannya akan lebih parah lagi dari punggung baret. Dengan langkah gontai, wanita itu melangkah kembali ke dalam kastil megah itu. Wanita itu mendengus saat melihat lukisan pernikahan mereka yang baru d
Bianca benar- benar takut saat mengantarkan Noel pergi. Wanita itu mengenakan gaun tidurnya dan segera mengikuti Noel menuju kamar mandi. Pria itu menatapnya dengan heran. “Kamu mau apa?” tanya pria itu saat membuka pintu kamar mandi. Bianca yang tak sengaja mencium punggung suaminya karena Noel tiba- tiba berhenti, mundur beberapa langkah dengan panik. “Oh … iya ini kamar mandi ya?” kekeh wanita itu sambil menggaruk rambutnya dengan kikuk. Noel memandangnya dengan tatapan bingung sekaligus sedikit meremehkan.“Aku mau mandi, kamu mau ikut?” tanya pria itu lalu mereka berdua saling pandang- pandangan dengan panik. Noel seketika itu memaki dalam hati. Kata-kata itu meluncur keluar dari mulutnya lebih cepat dari yang dia pikirkan. Sedangkan Bianca bingung apakah itu perintah atau ajakan atau malah ejekan?“Eh … nggak … kamu mandi aja duluan,” gumam Bianca setelah berhasil mengumpulkan suaranya lagi yang hilang. “Oke … aku masuk,” jawab Noel dengan kikuk karena bingung harus menjawab
Kevin benar- benar habis akal. Bagaimana bisa tiba- tiba keluarga Kelly mengetahui kalau keluarganya sedang diambang kebangkrutan. Semalam ayah Kelly memanggilnya dan bertanya banyak tentang bisnis fiktifnya. Walau gaya dari ayah Kelly itu seperti menelan bulat- bulat bualannya, tapi entah kenapa Kevin merasa tak yakin. Pria itu memandangnya dengan tatapan aneh.Lagi pula ada satu pria lagi yang harus dia pikirkan sekarang. Luuk Jaager. Entah kenapa pria itu kini terus mengawasinya juga. Hutang yang tadi dia pikir tak seberapa untuk Luuk, kini terasa sangat besar. Luuk meminta uangnya kembali sedangkan Kevin tak memiliki apapun sekarang kecuali nama keluarganya.“SIALAN!” maki Kevin sambil mau membanting handphonenya ke lantai, tapi tak jadi karena kalau sampai handphone itu rusak, Kevin tak memiliki uang untuk membeli handphone lagi. Akhirnya pria itu hanya bisa membanting tubuhnya ke sofa sambil kembali memaki.Pria itu meraih handphone dan melihat nama Bianca lalu menekannya. Seper
Pagi itu mereka bergulat dengan penuh gairah, seakan menumpahkan hasrat yang tertahan selama berbulan-bulan dalam satu hari. Noel hanya beristirahat sebentar sambil mengelus tubuh istrinya dengan mesra, mengagumi setiap sentinya dengan penuh perhatian. Jantung Bianca berdebar dengan kencang. Sejujurnya semua ini rasanya seperti mimpi saja. Dia terbangun dan ada Noel pun rasanya sudah seperti imajinasinya menjadi kenyataan. Tapi, kali ini pria itu bahkan memandangnya dengan penuh pemujaan sehingga hati Bianca seakan mau meledak rasanya. Saat pria itu bangkit, Bianca mengira kalau Noel akan pergi seperti biasa, tapi siapa sangka pria itu kembali mencumbu dan menyatu lagi dengannya sampai tiga kali di pagi itu.“Maaf, kamu pasti lelah ya,” erang pria itu dengan terengah-engah saat mencapai puncaknya lagi di atas tubuh istrinya. Wajah Bianca yang putih seperti keramik kini memerah setelah percintaan terakhir mereka. Dengan perlahan wanita itu tersenyum manja lalu menggeleng. “Nggak,”