"Eeuum ... itu ..." Satria nampak tidak bisa menjawab dia menatap ke arah Fatma, Azizah, Umi dan Abi bergantian.Kali ini bukan hanya Fatma menatapnya dengan kecewa, akan tetapi hatinya terasa begitu sesak saat mendapati kenyataan bahwa Satria memperkenalkan Azizah kepada temannya sebagai seorang istri, lalu apa dirinya bagi Satria?'Tega kamu Mas. Kamu lebih memperkenalkan Azizah dibandingkan dengan diriku ... apa sebegitu tidak berguna dan berarti kah diriku di hatimu? Di dalam hidupmu? Jika bukan karena nazarku, mungkin aku sudah pergi Mas. Tapi aku sudah berjanji atas nama Allah, dan aku tidak bisa mengingkari nya.'Seketika ada rasa penyesalah di hati Fatma karena dulu ia sempat bernazar atas nama Tuhan. Seharusnya itu tidak dia lakukan, karena penyesalan hanyalah tinggal penyesalan, dan kini Fatma harus menanggung resiko dari nazarnya tersebut."Kenapa kamu diam saja, Satria? Apakah benar jika dia istrinya kamu juga?" Meli menatap ke arah Satria bergantian pada Fatma.Azizah yan
"Aku ..." Satria tidak bisa menjawab. Entah kenapa seketika lidahnya menjadi kelu, karena ia pun bingung jawaban apa yang harus diberikannya kepada Azizah.Waktu Meli menanyakan tentang siapa istrinya, refleks yang ada di pikirannya Satria hanyalah Azizah. Itu kenapa dia langsung menyebut nama Azizah dan dia tidak memikirkan konsekuensinya."Kenapa kamu malah diam saja, Mas? Ayo katakan! Kenapa kamu malah memperkenalkan aku kepada mantan kekasihmu itu? Seharusnya bukannya Mbak Fatma, ya? Dia adalah istri pertamamu dan dia sudah menemanimu selama 5 tahun Mas. Apa kata orang lain nanti?""Sayang, kamu dengarkan dulu dong penjelasan aku! Jangan marah-marah kayak gitu." Satria mencoba untuk menenangkan emosi istrinya."Bagaimana aku bisa tenang? Di sini aku selalu saja terpojok diantara dilema. Kamu tahu nggak sih, Mas? Di satu sisi aku mencoba rukun dengan mbak Fatma, di sisi lain kita mencoba untuk berdamai dengan posisi. Tapi kamu sendiri yang merusaknya, Mas. Sekarang kamu pikirkan ya
"Umi aku--""Aku apa, hah? Kamu mau bilang ... Umi, aku tidak bermaksud seperti itu. Begitu maksud kamu?" bentak Umi, "dengar ya! Kamu itu benar-benar sudah keterlaluan, Satria. Di sini siapa istri kamu yang sudah menemanimu selama 5 tahun? Tapi siapa yang kamu perkenalkan terlebih dahulu?""Umi, ayo kita keluar!" ajak Abi, "ini adalah masalah rumah tangga mereka. Biarkan Fatma dan juga Satria menyelesaikan masalah keluarga mereka masing-masing. klKita jangan ikut campur!""Tidak Abi! Kali ini Umi tidak bisa tinggal diam. Apa Abi mau anak kita terus-terusan disakiti batinnya sama dia?" Lagi-lagi tatapan Umi begitu tajam kepada Satria, sementara pria itu hanya menundukkan kepalanya. Namun, lirikan matanya mengarah kepada Fatma yang saat ini tengah membelakanginya.Dapat Satria lihat bahu wanita itu bergetar. 'Maafkan aku Fatma. Aku memang selalu menyakitimu, tapi bukan itu maksudku.' batinnya."Umi ..." Abi menatap lekat ke arah sang istri. "Ayo kita pergi! Biarkan mereka menyelesaikan
Satria mencoba untuk masuk ke kamar Azizah, namun berbarengan dengan itu Nisa keluar dan dia melihat Satria yang hendak masuk kemudian wanita itu pun mencegahnya."Jangan masuk dulu! Biarkan Azizah sendiri.""Tapi aku ingin berbicara dengannya, aku--""Jangan keras kepala!" potong Nisa, "kamu sudah melukai dua hati wanita, mungkin 3, dengan Umi Khaira, atau bahkan lebih. Mamu tahu Satria? Seharusnya kamu bisa menjadi imam yang baik untuk kedua istrimu, tapi saranku untuk saat ini, jangan dekati Azizah dulu, karena emosinya sedang meluap. Kamu hanya akan membuatnya semakin marah. Biarkan dia tenang terlebih dahulu."Mendengar hal itu Satria merenung, apa yang dikatakan oleh Nisa benar. Akhirnya dia pun berbalik badan mengambil kunci mobil untuk menuju Cafe. Malam ini dia tidak akan tidur di rumah, karena Satria pun perlu merenungi kesalahannya.Umi kembali masuk ke dalam kamar Fatma, dia mengusap air mata yang terus saja mengalir. "Sudahlah Nak ... jangan kamu tangisi pria seperti itu!
Satria terbangun saat jam menunjukkan pukul 08.00 pagi. "Astaga! Aku kesiangan." Pria itu pun bangkit dari tempat tidur, segera membersihkan diri di kamar mandi yang ada di sana setelah itu berganti pakaian.Dulu sebelum menikah dengan Fatma, Satria sempat tinggal di sana dan tentunya banyak pakaian dia yang tidak dibawa ke rumah."Pasti cafe di bawah sudah buka. Sebaiknya aku minum kopi dulu sebelum pulang." Pria itu pun menuruni tangga, dan beberapa karyawan cukup terkejut tapi ada yang tidak, karena sudah terbiasa pada Satria sebab melihat mobilnya yang terparkir di depan."Pagi Pak," sapa salah satu karyawannya. "Apa Bapak butuh kopi?""Iya, tolong bawakan ya! Saya duduk di pojok sana." Pria itu pun duduk dekat air mancur.Pikirannya benar-benar sangat kalut. Dia pikir mempunyai dua istri itu mudah tetapi rasanya benar-benar sulit karena harus membagi adil, sedangkan Satria hanya berpacu kepada Azizah saja sebab wanita itu yang menarik hatinya dan wanita itu pula yang memiliki ci
"Sudah tahu lo itu punya dua istri, tapi lo malah lebih dominan ke Azizah. Secinta-cintanya lo sama Azizah, tapi lo juga nggak bisa memperlakukan Fatma seperti itu. Apalagi sekarang Fatma lagi sakit bukan? Dia sedang mengidap kanker yang begitu ganas hingga menggerogoti nyawanya. Seharusnya disisa akhir hidup dia lo membahagiakannya."Satria hanya bisa diam, dia memang salah dan patut mendapatkan ceramah dari sahabatnya. "Lo tahu? Saran gue nih sebagai sahabat dan sebagai laki-laki ... gue menempatkan diri sebagai ayahnya Fatma atau gue mendapatkan diri sebagai lo!" tunjuk Yusuf pada dirinya sendiri, "lo itu kan suami, lo tidak mencintai Fatma. Lo menikah dengan dia sudah 5 tahun lamanya, seharusnya lo bisa membahagiakannya disisa hidup Fatma. Dengan hal kecil saja Fatma sudah sangat bahagia.""Maksud lo?""Apa lo tahu kesukaannya Fatma?" Satria langsung menggelengkan kepalanya, membuat Yusuf seketika tertawa lalu menepuk pundak pria itu beberapa kali. "Lo itu bodoh sekali sih! Menik
Fatma saat ini sedang menata makanan di meja, tak lama Azizah datang sambil menggendong bayinya. Dia duduk di kursi dan keduanya nampak terdiam tidak ada yang mengeluarkan suara satu kata-kata pun.Hingga tiba-tiba saja Fatma menyerahkan jus kepada Azizah. "Minumlah! Ini baik untuk kesehatan."Mendapat perhatian lebih dari Fatma setelah kejadian semalam, membuat Azizah seketika menatap ke arahnya. "Mbak tidak marah kepadaku?"Fatma tersenyum kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tidak marah kepadamu. Aku hanya kecewa saja kepada Mas Satria," jujurnya, karena ia tidak mau menyembunyikan apapun lagi dari Azizah tentang perasaannya.Mendengar jawaban Fatma, Azizah tersenyum haru, tak menyangka Fatma memiliki hati yang luas untuk memaafkan seseorang, padahal Ia tahu bahwa Fatma juga kecewa karenanya."Aku juga tidak tahu Mbak, jika Mas Satria mengatakan itu ... tapi aku juga sudah memarahinya semalam. Semoga saja dia merenungi setiap perkataan kita. Tentang kesalahannya.""Aa
"Aku sudah memaafkan kamu Mas, jauh sebelum kamu meminta maaf. Tapi untuk kalungnya, maaf aku tidak bisa Simpan saja!" Fatma menolak sambil tersenyum tipis.Satria merasa bahwa Fatma masih belum memaafkannya dengan penolakan tersebut. "Kalau kamu menolak kalung ini, berarti kamu belum bisa memaafkanku "Mendengar hal itu Fatma bangkit dari duduknya kemudian dia tersenyum tulus ke arah Satria. "Maaf itu datangnya dari hati, bukan dari barang. Maaf itu datangnya dengan ketulusan bukan karena paksaan. Aku ini memang Seorang Istri dan seharusnya memang memaafkan kamu sebagai suami, karena pasangan memang harus saling melengkapi, harus saling memaafkan, harus saling menutupi aib. Tanpa kamu meminta maaf kepadaku, aku sudah memaafkanmu. Walaupun aku tidak bisa mempunyai hati seluas samudera, tapi untuk kalung ini aku terima, namun aku memang tidak memakai perhiasan Mas, kamu pun tahu itu ... selain cincin pernikahan kita yang ku pakai."Satria tertegun mendengar penjelasan Fatma yang pa