"Andre, sebenarnya Fatma sakit apa? Kenapa tiba-tiba dia pingsan?" tanya Vano yang penasaran saat mereka sudah berada di Rumah Sakit dan sedang menunggu Fatma di depan UGD."Sebenarnya Fatma sedang sakit keras," jawab Andre, kemudian dia pun menjelaskan perihal tentang penyakit Fatma kepada Vano dan kedua orang tua angkatnya.Tentu saja mereka sangat terkejut, tak menyangka jika ternyata di balik senyuman manis Fatma, wanita itu mengidap penyakit yang sangat ganas bahkan mematikan."Sorry ya, aku nggak tahu kalau Fatma memang sakit keras. Tapi aku yakin dia wanita yang kuat, dia mampu melewati ini semua." Vano menepuk pundak saudaranya"Iya Kak, terima kasih banyak." Andre tersenyum kemudian memeluk tubuh sang kakak, setelah itu dia pun duduk sambil menunggu dokter keluar."Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Andre saat dokter sudah selesai memeriksa keadaan Fatma."Saya sarankan untuk dirawat di rumah sakit, karena kondisinya benar-benar lemah. Dan saya tidak bisa memastikan be
"Aku tidak tahu, dan aku tidak mau tahu. Mau Anda Presiden, mau kau pejabat sekalipun, tidak ada hubungannya dengan hidupku. Sudahlah, minggir aku mau masuk!" Wanita itu menyenggol bahu Vano.Bahkan dia tidak peduli dengan tatapan tajam dari pria tampan tersebut, dan lebih mengherankan bagi Vano adalah ... wanita itu berani menggertaknya, padahal selama ini tidak ada yang berani kepadanya."Tuan, apakah saya perlu memberi pelajaran kepada wanita tadi?" tanya Samuel dengan tatapan tajamnya kepada wanita yang baru saja masuk ke dalam Cafe tersebut."Tidak usah. Ayo kita pulang! Mama sudah menunggu," ajak Vano sambil membenarkan kacamatanya kembali kemudian mereka masuk di dalam mobil.'Siapa wanita tadi? Aku jadi penasaran, dia sampai tidak tergila-gila dengan ketampananku, padahal wanita manapun akan terpesona dengan Wwibawa dan juga parasku yang terlampau melebihi Dewa.' batin Vano dengan begitu pedenya.Entah kenapa dia merasa penasaran dengan wanita yang baru saja menabraknya, di m
"Jadi namanya Caca. Nama yang sangat lucu, sesuai dengan parasnya," lirih Vano sambil tersenyum."Tuan, dia juga bekerja di perusahaan milik Tuan Andre," ujar Samuel."Menarik." Terlihat senyum menyeringai dari Vano. "Kita lihat saja Nona! Permainan apa yang akan aku berikan kepadamu. Kau sudah berani menggertakku, dan kau tidak tahu siapa diriku."Pria itu sudah menemukan sebuah cara untuk menjerat wanita tersebut, lebih tepatnya untuk bermain-main dengan Caca, karena entah kenapa Vano langsung tertarik pada wanita yang baru ditemuinya pertama kali.Pagi hari Vano sudah siap dengan setelan kantornya. Dia memang tidak memiliki cabang di Indonesia, itu kenapa Tante Lena merasa heran."Kamu mau ke mana, kok sudah rapi saja?" tanyanya saat berada di meja makan."Selama Andre menunggu istrinya di Singapura aku yang akan menghandel kantor milik dia, Mah. Karena walau bagaimanapun aku ingin membantu Andre, supaya pria itu fokus pada kesehatan Fatma dan untuk urusan kantor aku bisa membantu
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes