Damar baru ingat, jika semua terjadi yang menimpanya karena ulah Anna. Sorot matanya menelusuri ruang kamarnya. Ia tak mendapati Anna di sana.Asisten Lian yang tanggap segera bertanya, "Tuan, apa yang sedang Anda cari?" Meskipun sebenarnya dia tahu jika sedang mencari Anna."Kau tahu di mana Anna? Wanita hina yang merusak hidupku! Wanita yang datang dan mengobrak abrikkan diriku? Gara-gara Anna, aku tenggelam. Dan gara-gara Anna juga aku di permalukan banyak orang. Mereka semua jadi tahu jika aku pria lemah yang tidak bisa berenang," ucapannya pada Asisten Lian."Wanita itu harus di hukum, Asisten Lian!!" sambungnya tidak terima."Gara-gara dia, aku hampir ma ti!!" Kakek Wijaya menggeleng kepala. "Kejadian yang menimpamu itu karena ulahmu sendiri, bagaimana bisa kamu menyalahkan Nona Anna!?" Pria tua itu tetap tidak setuju jika Damar menyalahkannya.Hanya mengulas senyum getir. "Kakek akan mempercepat pernikahan kalian."Baik Damar, Delia dan Lian bertanya-tanya. Kalian siapa maksu
Keesokan paginya, di ruang keluarga yang luas dan megah, Damar duduk diam di sofa kulit berwarna cokelat tua, dipenuhi aroma kayu tua dan hiasan-hiasan antik, memandang keluar jendela besar yang menghadap taman. Cahaya matahari yang cerah membanjiri ruangan, tapi dalam hati Damar, hanya ada kegelapan dan kekosongan. Di seberangnya, Kakek Wijaya duduk dengan tenang di kursi kayu dengan ukiran indah, wajah tuanya dipenuhi keriput yang menunjukkan pengalaman hidup panjang, namun di matanya, masih ada sinar harapan yang belum padam.Untuk kesekian kalinya, percakapan tentang pernikahan itu kembali mengemuka. Kakek Wijaya telah lama mendorong Damar untuk menikah, dan nama Anna-lah yang disebutnya berulang kali, meski Damar telah menunjukkan kebaikan Delia berulang kali, tetap saja Kakek tidak pernah memandang Delia sebagai wanita terbaik untuk Damar. Wanita yang selama ini bekerja sebagai sekretaris Damar. Wanita yang dalam pandangan Damar, tidak lebih dari sosok wanita hina yang tidak
Di aula pertemuan besar kantor pusat Wijaya Group, suasana yang biasanya penuh semangat mendadak sepi. Para pegawai duduk dalam keheningan, menunggu pengumuman penting yang akan disampaikan oleh Presiden Direktur, Damar, dan Kakek Wijaya. Wajah-wajah mereka dipenuhi tanda tanya. Semua orang telah mendengar desas-desus tentang wanita masa lalu Damar yang telah ditemukan, tetapi tak ada yang menyangka bahwa hari ini mereka akan mendengar pengumuman tentang pernikahan.Damar berdiri di depan ruangan, wajahnya tampak tenang namun tatapannya tajam. Di sebelahnya, Kakek Wijaya tersenyum bangga, seolah-olah semua yang telah direncanakannya berjalan sesuai keinginan. Di sudut ruangan, berdiri Anna. Ia tampak terkejut dan cemas, tak tahu apa yang akan terjadi. Ia merasa tak ada firasat buruk, namun getaran aneh mengguncang hatinya. Dan yang paling tak terduga, nama dirinya akan disebut.Damar melangkah maju ke podium, mikrofon di genggamannya. Suasana tegang, semua mata tertuju padanya.Dam
Delia mengetuk pintu ruangan Damar. Setelah suara balasan dari dalam ruang menyahut, wanita itu pun segera masuk ke dalam tanpa ragu. Melangkahkan kakinya yang jenjang dengan mengenakan sepatu hitam dengan hak tinggi.Semula Damar sibuk dengan laptopnya. Terpaksa ia hentikan pekerjaannya demi wanita special itu. "Hanna? Pagi sekali kau datang? Kenapa tidak memberi tahuku jika mau datang? Aku kan menjemputmu."Delia menarik sudut bibirnya ke samping. "Bukan kamu yang jemput tapi pasti menyuruh asisten kamu, kan Damar?" Damar hanya tersenyum gemas. "Tidak akan Hanna, kamu kan wanita yang berharga demi apapun di dunia ini. Aku akan prioritaskan kamu meski aku sedang sibuk sekalipun."Seperti sebelumnya, wanita dengan tipu daya itu akan menunjukkan wajah sedih. Ia harus menjadikan dirinya penipu ulung. Damar harus tahu jika Delia benar-benar terpukul akan idenya.Di ruangan besar dan mewah kantor Damar itu, Hanna palsu—Delia—duduk di sofa dekat meja kerja Damar. Ia tersenyum lembut, mena
Anna meraih pergelangan tangan Damar, dan reflek Damar menarik tubuhnya agar tidak jatuh. Keduanya saling berpandangan tanpa terasa ia menghabiskan waktu beberapa saat untuk hal konyol itu menurut Damar. Seketika kerja jantung Damar bekerja berkali lipat.'Astaga ... Ada apa denganku? Hanya dengan wanita ini aku kesulitan menggerakkan tubuhku. Ayo sadar Damar!!' racau nya."Damar!"Panggilan Delia mengagetkannya. Hingga Damar terpaksa melepaskan tangannya, membiarkan tubuh Anna terjatuh."Ah... Ya, Hanna? Maaf!!" Tak enak hati, pasti Hanna berpikir macam-macam melihatnya tadi. 'Dasar Damar bod0h!!' batinnya mengumpat sendiri."Aku tidak jadi minum, tiba-tiba rasa hausku sudah hilang dengan sendirinya melihat kemesraan kalian!" Berpura-pura cemburu, agar Damar makin tidak bisa merelakan Delia pergi dari sisinya."Maaf ya, Hanna. Aku hanya membantunya agar tidak jatuh, itu saja."****Di ruang tamu besar rumah keluarga Wijaya, Kakek Wijaya duduk di kursi favoritnya dengan ekspresi seri
Sesampainya di kediaman Wijaya ...Kakek Wijaya memerintahkan pada Asisten rumah tangga untuk mengantarkan Anna ke kamar Damar. "Mari Nyonya ..." ucapnya ramah, ditambah senyumnya yang menawan. Anna menundukkan kepala pada sang Kakek dan mengikuti langkah asisten menaiki anak tangga menuju lantai atas.Manik mata Anna menatap setiap sudut ruangan yang di lewatinya, dan tanpa sadar ia menabrak wanita berseragam itu yang ternyata berhenti tanpa memberikan aba-aba."Maaf Bik.""Silahkan Nyonya ... Ini ruang kamar Tuan Muda."Belum sempat melangkah ke arah pintu, ia mendengar suara Damar berteriak keras."Demi menjaga hubunganku dengan Kakek, aku terpaksa menikahi wanita h1na itu!! Dan lihatlah dia tidak akan kubiarkan bahagia hidup bersamaku!!" Suaranya begitu keras, hingga membuat uang mendengar ikut berdebar."Nyonya ... Maaf saya tinggal ya, banyak pekerjaan yang belum saya selesaikan. Permisi.""Ya, Bik."Antara maju atau mundur. Sudah jelas-jelas Damar mengatakan demikian. Lalu un
Damar berteriak pada assisten rumah tangga yang mengantarnya ke mari. Beberapa saat kemudian wanita berseragam itu datang dengan tergopoh-gopoh."Bik! Antar dia ke kamar pembantu! Sebelah gudang!"titah Damar dengan nada tinggi.Wanita itu tidak mengerti. Ia mengernyitkan kening heran. "T-tapi Tuan Muda, kamar itu belum saya bersihkan. Banyak debu dan barang-barang yang tidak terpakai masih berserakan di sana. Kasian Nyonya Anna tidak akan bisa istirahat dengan nyenyak." Wajah Damar tidak terlihat ramah. Ia mengangkat tangannya ke atas, berniat men4mpar wajah asisten rumah tangannya."Berani kau memb4ntahku!!" Namun dengan cepat Anna menahannya. Tangan Damar tertahan di udara. Dengan bantuan Anna ia menurunkan kembali."Tolong, jangan bersikap keras pada orang yang tidak bersalah. Baiklah, saya akan pergi ke sana. Saya yang akan membersihkan ruangan itu sebelum saya tempati." Anna menegaskan kembali jika ia tidak keberatan dengan suruhan Damar padanya."Bagus! Kamu mengerti dengan p
Siang ini langit Jakarta tampak kelam karena hujan deras tak kunjung reda, terlihat dari dalam membasahi kaca jendela kantor Wiharta Wijaya Group yang megah. Suara turunnya hujan yang teratur seolah menjadi latar belakang menambahnya kesan suram di ruang kerja para pegawai. Di salah satu lantai tertinggi gedung pencakar langit itu, sebuah kantor dengan pintu kaca transparan menjadi pusat perhatian. Di dalamnya, Damar Wijaya, seorang Presiden Direktur Wiharta Wijaya Group yang baru kembali dari luar negeri, duduk di belakang meja kayu yang mengkilap. Sosoknya yang tegap dan wajahnya yang dingin memancarkan aura kekuasaan.Damar Wijaya dikenal sebagai pengusaha yang keras dan tak kenal kompromi. Karyawan di sana pun tahu bahwa berurusan dengan Damar berarti harus siap menghadapi tekanan yang tak tertandingi. Namun, hari ini adalah hari yang istimewa bagi Damar—hari di mana dia akan memberikan pelajaran kepada seorang wanita, Anna, wanita yang akan dijodohkan dengannya. Pria itu berenca
Damar berteriak pada assisten rumah tangga yang mengantarnya ke mari. Beberapa saat kemudian wanita berseragam itu datang dengan tergopoh-gopoh."Bik! Antar dia ke kamar pembantu! Sebelah gudang!"titah Damar dengan nada tinggi.Wanita itu tidak mengerti. Ia mengernyitkan kening heran. "T-tapi Tuan Muda, kamar itu belum saya bersihkan. Banyak debu dan barang-barang yang tidak terpakai masih berserakan di sana. Kasian Nyonya Anna tidak akan bisa istirahat dengan nyenyak." Wajah Damar tidak terlihat ramah. Ia mengangkat tangannya ke atas, berniat men4mpar wajah asisten rumah tangannya."Berani kau memb4ntahku!!" Namun dengan cepat Anna menahannya. Tangan Damar tertahan di udara. Dengan bantuan Anna ia menurunkan kembali."Tolong, jangan bersikap keras pada orang yang tidak bersalah. Baiklah, saya akan pergi ke sana. Saya yang akan membersihkan ruangan itu sebelum saya tempati." Anna menegaskan kembali jika ia tidak keberatan dengan suruhan Damar padanya."Bagus! Kamu mengerti dengan p
Sesampainya di kediaman Wijaya ...Kakek Wijaya memerintahkan pada Asisten rumah tangga untuk mengantarkan Anna ke kamar Damar. "Mari Nyonya ..." ucapnya ramah, ditambah senyumnya yang menawan. Anna menundukkan kepala pada sang Kakek dan mengikuti langkah asisten menaiki anak tangga menuju lantai atas.Manik mata Anna menatap setiap sudut ruangan yang di lewatinya, dan tanpa sadar ia menabrak wanita berseragam itu yang ternyata berhenti tanpa memberikan aba-aba."Maaf Bik.""Silahkan Nyonya ... Ini ruang kamar Tuan Muda."Belum sempat melangkah ke arah pintu, ia mendengar suara Damar berteriak keras."Demi menjaga hubunganku dengan Kakek, aku terpaksa menikahi wanita h1na itu!! Dan lihatlah dia tidak akan kubiarkan bahagia hidup bersamaku!!" Suaranya begitu keras, hingga membuat uang mendengar ikut berdebar."Nyonya ... Maaf saya tinggal ya, banyak pekerjaan yang belum saya selesaikan. Permisi.""Ya, Bik."Antara maju atau mundur. Sudah jelas-jelas Damar mengatakan demikian. Lalu un
Anna meraih pergelangan tangan Damar, dan reflek Damar menarik tubuhnya agar tidak jatuh. Keduanya saling berpandangan tanpa terasa ia menghabiskan waktu beberapa saat untuk hal konyol itu menurut Damar. Seketika kerja jantung Damar bekerja berkali lipat.'Astaga ... Ada apa denganku? Hanya dengan wanita ini aku kesulitan menggerakkan tubuhku. Ayo sadar Damar!!' racau nya."Damar!"Panggilan Delia mengagetkannya. Hingga Damar terpaksa melepaskan tangannya, membiarkan tubuh Anna terjatuh."Ah... Ya, Hanna? Maaf!!" Tak enak hati, pasti Hanna berpikir macam-macam melihatnya tadi. 'Dasar Damar bod0h!!' batinnya mengumpat sendiri."Aku tidak jadi minum, tiba-tiba rasa hausku sudah hilang dengan sendirinya melihat kemesraan kalian!" Berpura-pura cemburu, agar Damar makin tidak bisa merelakan Delia pergi dari sisinya."Maaf ya, Hanna. Aku hanya membantunya agar tidak jatuh, itu saja."****Di ruang tamu besar rumah keluarga Wijaya, Kakek Wijaya duduk di kursi favoritnya dengan ekspresi seri
Delia mengetuk pintu ruangan Damar. Setelah suara balasan dari dalam ruang menyahut, wanita itu pun segera masuk ke dalam tanpa ragu. Melangkahkan kakinya yang jenjang dengan mengenakan sepatu hitam dengan hak tinggi.Semula Damar sibuk dengan laptopnya. Terpaksa ia hentikan pekerjaannya demi wanita special itu. "Hanna? Pagi sekali kau datang? Kenapa tidak memberi tahuku jika mau datang? Aku kan menjemputmu."Delia menarik sudut bibirnya ke samping. "Bukan kamu yang jemput tapi pasti menyuruh asisten kamu, kan Damar?" Damar hanya tersenyum gemas. "Tidak akan Hanna, kamu kan wanita yang berharga demi apapun di dunia ini. Aku akan prioritaskan kamu meski aku sedang sibuk sekalipun."Seperti sebelumnya, wanita dengan tipu daya itu akan menunjukkan wajah sedih. Ia harus menjadikan dirinya penipu ulung. Damar harus tahu jika Delia benar-benar terpukul akan idenya.Di ruangan besar dan mewah kantor Damar itu, Hanna palsu—Delia—duduk di sofa dekat meja kerja Damar. Ia tersenyum lembut, mena
Di aula pertemuan besar kantor pusat Wijaya Group, suasana yang biasanya penuh semangat mendadak sepi. Para pegawai duduk dalam keheningan, menunggu pengumuman penting yang akan disampaikan oleh Presiden Direktur, Damar, dan Kakek Wijaya. Wajah-wajah mereka dipenuhi tanda tanya. Semua orang telah mendengar desas-desus tentang wanita masa lalu Damar yang telah ditemukan, tetapi tak ada yang menyangka bahwa hari ini mereka akan mendengar pengumuman tentang pernikahan.Damar berdiri di depan ruangan, wajahnya tampak tenang namun tatapannya tajam. Di sebelahnya, Kakek Wijaya tersenyum bangga, seolah-olah semua yang telah direncanakannya berjalan sesuai keinginan. Di sudut ruangan, berdiri Anna. Ia tampak terkejut dan cemas, tak tahu apa yang akan terjadi. Ia merasa tak ada firasat buruk, namun getaran aneh mengguncang hatinya. Dan yang paling tak terduga, nama dirinya akan disebut.Damar melangkah maju ke podium, mikrofon di genggamannya. Suasana tegang, semua mata tertuju padanya.Dam
Keesokan paginya, di ruang keluarga yang luas dan megah, Damar duduk diam di sofa kulit berwarna cokelat tua, dipenuhi aroma kayu tua dan hiasan-hiasan antik, memandang keluar jendela besar yang menghadap taman. Cahaya matahari yang cerah membanjiri ruangan, tapi dalam hati Damar, hanya ada kegelapan dan kekosongan. Di seberangnya, Kakek Wijaya duduk dengan tenang di kursi kayu dengan ukiran indah, wajah tuanya dipenuhi keriput yang menunjukkan pengalaman hidup panjang, namun di matanya, masih ada sinar harapan yang belum padam.Untuk kesekian kalinya, percakapan tentang pernikahan itu kembali mengemuka. Kakek Wijaya telah lama mendorong Damar untuk menikah, dan nama Anna-lah yang disebutnya berulang kali, meski Damar telah menunjukkan kebaikan Delia berulang kali, tetap saja Kakek tidak pernah memandang Delia sebagai wanita terbaik untuk Damar. Wanita yang selama ini bekerja sebagai sekretaris Damar. Wanita yang dalam pandangan Damar, tidak lebih dari sosok wanita hina yang tidak
Damar baru ingat, jika semua terjadi yang menimpanya karena ulah Anna. Sorot matanya menelusuri ruang kamarnya. Ia tak mendapati Anna di sana.Asisten Lian yang tanggap segera bertanya, "Tuan, apa yang sedang Anda cari?" Meskipun sebenarnya dia tahu jika sedang mencari Anna."Kau tahu di mana Anna? Wanita hina yang merusak hidupku! Wanita yang datang dan mengobrak abrikkan diriku? Gara-gara Anna, aku tenggelam. Dan gara-gara Anna juga aku di permalukan banyak orang. Mereka semua jadi tahu jika aku pria lemah yang tidak bisa berenang," ucapannya pada Asisten Lian."Wanita itu harus di hukum, Asisten Lian!!" sambungnya tidak terima."Gara-gara dia, aku hampir ma ti!!" Kakek Wijaya menggeleng kepala. "Kejadian yang menimpamu itu karena ulahmu sendiri, bagaimana bisa kamu menyalahkan Nona Anna!?" Pria tua itu tetap tidak setuju jika Damar menyalahkannya.Hanya mengulas senyum getir. "Kakek akan mempercepat pernikahan kalian."Baik Damar, Delia dan Lian bertanya-tanya. Kalian siapa maksu
Di koridor luar kamar Damar yang sepi, Lian berdiri bersandar di dinding, napasnya cepat dan penuh emosi yang tertahan. Dia melirik kanan-kiri, memastikan tidak ada orang yang mendengar, sebelum berbalik menghadapi Delia yang berdiri di dekatnya dengan ekspresi gugup.Lian, aku hanya melakukan apa yang kau minta," bisik Delia, mencoba membela diri, meski nadanya terdengar lemah.Namun Lian tidak bisa menahan kekesalannya lebih lama lagi. Wajahnya merah, rahangnya mengeras, dan suaranya nyaris tertahan agar tak terdengar dari dalam ruangan Damar."Melakukan apa yang aku minta? Serius, Delia? Itu sama sekali bukan yang aku inginkan!" Lian membentak, suaranya rendah namun tajam seperti pisau. "Kau seharusnya hanya pura-pura menjadi wanita masa lalunya, bukan malah memberikan napas buatan seolah-olah kau benar-benar menyelamatkannya!"Asisten Lian berkata kasar pada Delia, karena di otaknya sudah mulai berasap. "Apa kamu menikmatinya, hah? Apa kau sadar? Aku sangat cemburu melihat semua
Setelah beberapa saat terhenti, Kakek Wijaya berkata lagi, "Bahwa saya akan segera mengadakan pertunangan cucu saya dengan Nona Anna," ucap Kakek Wijaya dengan sangat jelas, sembari memegang bahu Anna di sampingnya sebagai petunjuk wanita inilah yang akan menjadi pendamping cucunya.Bagai kebakaran jenggot, Delia menggoyangkan lengan Damar dan mengatakan, "Damar. Apa benar yang di katakan Kakek?" Wanita itu merasa tidak bisa menerima. Begitu pula Anna yang terkejut mendengar penuturan Kakek.Sementara Damar tertegun beberapa saat. Setelah ia bisa mencerna dengan baik ucapan sang kakek, ia berjalan maju mendekati kakeknya."Apa yang kakek katakan? Damar tidak mungkin menerima wanita itu sebagai pendamping hidup Damar. Bukankah Damar sudah katakan jika sebenarnya wanita masa lalu cucu kakek sudah Damar temukan!" Damar mengatur ritme nafasnya. Ia sungguh ingin murka karena keputusan sepihak Kakeknya. "Kakek tidak mau tahu, karena pilihan Kakek hanya untuk Nona Anna. Hanya dia yang panta