Bab 7 Tuduhan membabi buta
Sementara itu Bening, waspada, matanya tak lepas dari kaca spion. Ia tahu, Ibra mengikutinya semenjak keluar Hotel Frangipani. Setelah merasa aman, barulah dia memutar motornya menuju Joli Flower.
Jam waktu itu menjelang magrib, Ismail dan Tanto sedang memasukkan bunga – bunga segar ke dalam toko. Hari ini, toko mereka tidak begitu sibuk. Ada 10 orderan rangkaian bunga dan sudah dikirim siang tadi.
“Malam…” sapa Bening, dia lalu masuk ke dalam kantornya yang tak begitu luas.
“Malam, Mba Bening. Kami mau pulang dulu, ya,” pamit Tanto, setelah selesai memasukkan semua bunga ke dalam. Lelaki kemayu itu memakai kuteks berwarna merah.
“Silahkan, saya mau di sini sebentar.” Bening melihat Tanto dan Ismail. “Awal bulan depan, Joli Flower menangani pernikahan anak Ibu Tieta Maheswara. Dia salah satu anak konglomerat dan pertanda baik bagi kita. Saya berjanji mau memberikan bonus dua kali lipat gaji pada kalian, tiap kita mendapatkan order besar, asal kalian giat bekerja membantu saya,” katanya semangat.
“Siap Bos.” Tanto dan Ismail kelihatan gembira sekali.
Selepas dua karyawannya pulang. Bening fokus di layar laptopnya membuat invoice untuk Ibu Tieta. Saat dia konsentrasi, lamat – lamat ia mendengar ada yang mendorong pintu kaca toko. Perempuan itu mendongak dan melihat Ibra berjalan ke arahnya.
“Mau apa kamu ke sini?” tanya Bening bengis. Ia heran kenapa sepanjang hari ia bertemu dengan suaminya itu.
Ibra tidak menjawab, tangannya memutar layar laptop yang masih menyala. Matanya terbelalak saat melihat nominal invoice untuk Tieta Maheswara. “Wow! 300 juta! Hebat sekali kamu.! Aku tidak menyangka, istriku yang tuli bisa menghasilkan uang sebesar ini!” Ia lalu duduk di kursi kerja Bening.
Dengan muka kesal, Bening menutup laptopnya. “Pergilah! Sebelum aku berteriak maling!” ancamnya.
Ibra meringis. “Kita masih suami istri dan aku punya hak mengunjungi istriku.”
Bening mencoba menahan kemarahannya. “Aku tidak menyangka, ternyata kamu masih punya nyali menyebutku seorang istri, huh. Apa kamu tidak malu mengatakannya setelah semua yang kamu lakukan padaku, Mas?” jawabnya dengan suara yang terdengar ironis.
Bening menatap langit – langit. Kemudian melanjutkan kalimatnya lagi. “Apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku?”
Ibra melihat pakaian Bening. Wanita itu memakai baju blouse berwarna biru dongker dan tampak sangat pas di tubuhnya. Hasratnya meningkat tajam membayangkan bagian dalam tubuh istrinya.
“Start upku belum menghasilkan uang. Aku butuh membayar gaji karyawan dan vendor, juga untuk menafkahi Mama serta membiayai kuliah Ajeng. Aku butuh kamu! Kamu menghasilkan uang,” jawab Ibra terdengar bodoh. “Sekarang, aku butuh uang 30 juta untuk liburan Mama dan membayar UKT Ajeng. Kepalaku pusing mendengar rengekan Mama.”
Bening tertawa kecil. Semua sudah jelas sekarang kenapa lelaki itu mau mempertahankannya sebagai istri. “Maaf! Aku bukan sapi perah kalian! Selama ini, aku saja yang bodoh. Aku mau saja memberikan apa yang kalian mau. Tapi apa balasan yang kuterima?!!” Ia meluapkan amarahnya.
“Kenapa kamu pelit sekali sama suamimu. Aku lihat kamu tadi mendapat client besar, dan aku duga uangnya pasti besar. Uang 30 juta itu kecil bagimu.” Ibra tetap ngotot meminta uang.
Mulut Bening terasa kering. Urat – urat wajahnya menegang mendengar kata – kata Ibra. “Apa? 30 juta kecil! Bagimu mungkin kecil, tapi besar sekali bagiku. Aku bekerja berdarah – darah, supaya bisa ternotice oleh client. Enak sekali kamu datang dan meminta uang. Kenapa kamu tidak jual mobilmu saja, untuk membiayai gaya hidup hedon kalian. Daripada kamu datang meminta uang ke sini?!!”
Sakit hati yang dipendam Bening terlontar seperti bola api dan menghanguskan semua di sekelilingnya.
Emosi Ibra terseulut. Entah setan apa yang merasuki kepala Ibra. Lelaki itu langsung menampar Bening. PLAK! Kemudian badannya menindih wanita itu di lantai dan mau memperkosa istrinya. “Transfer aku uang sekarang atau kamu kuperkosa di sini!!”
“Tidak! Aku tidak akan mengirimkan uang sepersepun kepadamu!” Mata Bening menatap lantang Ibra. Dan mencari cara supaya terlepas dari cengkeramannya. Saat lelaki lengah. Cepat – cepat Bening menendang daerah vital Ibra.
Lelaki itu meringis kesakitan. Darahnya mendidih, giginya gemeretak menahan amarah. Beberapa detik kemudian, tangannya menyambar kursi lalu melemparkannya ke vas yang berisi bunga bunga – bunga kering. Vas – vas itu jatuh ke lantai menimbulkan suara keras. Pecahan kacanya berserakan di lantai.
PRANK
Rupanya, Ibra belum puas, secepat kilat tangan lelaki itu meraih laptop di atas meja dan membantingnya ke lantai. Setelah itu dia merusak semua property di Joli Flower dengan gagang sapu.
BRAK!!
Mata lelaki itu merah menyala dan menghancurkan semua yang dilihatnya. “Brengsek! Dasar istri durhaka. Apa ini yang kamu inginkan, hah!” Kakinya menendang ember – ember yang berisi air dan bunga segar yang baru datang tadi sore, kemudian kakinya enteng menginjak – injak bunga – bunga itu.
“Hentikan, Mas! Tolong hentikan!!” Bening berteriak sambil memegangi kaki Bening. Ia panik antara menyelamatkan diri dan menyelamatkan Joli Flower dari kerusakan lebih besar.
“Jika kamu tidak menuruti kemauanku, aku bisa lebih kejam dari ini! Beri aku uang sekarang!” Ibra semakin agresive merusak. Isi kepalanya hanya uang dan uang.
“Tidak aku, tidak tidak punya uang!” Bening ingat dengan tasnya. Secepat kilat ia mengambil ta situ dan memeluknya erat.
Ibra tidak percaya. Lelaki itu menyeringai dan dengan beringas, dia meraih tangan Bening dan memelintirnya dengan kasar.
“Aduh!” Bening mengaduh kesakitan. Tas dipelukannya terlepas dan menjatuhkan semua isinya ke luar berikut dompet yang berisi uang 5 juta Rupiah di dekat Ibra.
Buru – buru tangan Bening meraih dompetnya. Tapi kaki Ibra lebih cepat. Ia menginjak tangan Bening keras. Lelaki itu kemudian memungut semua uang yang ada di dalam dompet Bening.
“Kamu bohong kepadaku, Hah! Di sini ada uang 5 juta dan kamu bilang tidak punya uang!”
“Mas, tolong jangan diambil, uang itu untuk membayar vendor besok,” pinta Bening nyaris putus asa.
Lelaki itu tak menggubris dan menendang tubuh Bening ke samping. Tangannya mencengkeram tubuh Bening dan menatap istrinya dengan sorot mata kebencian.
Kemudian, Ibra meludahi wajah perempuan itu. Cuh! “Berani – beraninya kamu melawanku. Uang ini milikku sekarang!!”
Hati Bening teriris. Dia memejamkan mata dan mengusap ludah Ibra di mukanya. Dia lalu menatap nanar suaminya dan membalas sakit hatinya dengan menampar wajah lelaki itu.
PLAK!
“Kembalikan uangku!” teriak Bening kencang dan berusaha merebut kembali uang miliknya yang ada di saku Ibra.
Ibra gemas dan mau mengakhiri percekcokan itu segera. Ia lalu menangkap Bening dan mencekik leher wanita itu, hingga kesulitan bernapas.
Sekonyong – konyong seorang lelaki datang meninju rahang Ibra hingga lelaki itu terjengkang ke belakang. “Anda tidak pantas disebut seorang suami, Pak Ibra, melainkan iblis!”
Bab 8 BangkrutIbra bangun dan melihat Kama Maheswara sedang membantu Bening.“Pak Kama? Ini masalah saya, Anda jangan turut campur!” bentak Ibra gusar. Ia tak habis pikir, kenapa laki – laki itu selalu ada dan membela Bening.Alih – alih menjawab pertanyaan Ibra, Kama justru bertanya pada Bening. “Apakah kamu baik – baik saja!”Bening mengangguk.Merasa diabaikan Ibra semakin galak. “Pak Kama, saya bertanya pada Anda, kenapa Anda di sini!! Apakah Anda menguntit istri saya!”Sejurus kemudian Kama mengangkat alisnya ke atas. “Saya mau melindungi wanita yang disakiti suaminya. Anda sudah memukulinya berkali – kali, kan. Termasuk di gang dekat kantor Anda. Saya melihatnya dan itu salah satu penyebab, kenapa saya tidak mau bekerja sama dengan Anda!”Kama memandang Ibra dengan tatapan sinis. “Saya melihat partner itu dari bagaimana mereka memperlakukan orang sekitarnya, terutama keluarganya.”Ibra tercengang. Mukanya merah menahan malu. Ia berbalik dan melangkah pergi.“Hei, kembalikan dul
Bab 9 Kejutan di pagi hariBening menggigit bibir bawahnya, getir. Diakuinya asumsi Elang beralasan.Iswati bergeming, ia lalu duduk di samping suaminya. “Pa, apa benar begitu?” Ia tak dapat menyembunyikan garis – garis ketegangan di wajahnya kentara sekali.Gatot yang mulai tadi mendengarkan percakapan anak dan istrinya menjawab dengan suara gamang. “Ngomong – ngomong, di mana sertifikat rumahmu?”JRENGBening terkesiap! Lidahnya mendadak kelu. Tangannya mulai berkeringat, membayangkan hal buruk yang akan terjadi. Ia sama sekali tidak kepikiran untuk membawa atau mengambilnya. “Ada di brangkas rumah.”Tubuh Iswati semakin menegang. Ketakutan mulai merayap di dadanya, mengingat, ia tahu, bagaimana pengorbanan Bening untuk membeli rumah tersebut. “Apa Ibra tahu password brankasnya?” Pertanyaan konyol yang ia tanyakan. Ibra dan Bening pernah serumah dan status mereka suami istri. Tapi tetap saja ia menginginkan jawaban yang berbeda dari anaknya.Bening mengangguk lemah. “Di sana juga ad
Bab 10 Tanda tangan palsu“Jangan asal ngomong kamu ya, ini rumah saya, enak sekali kamu mengaku – ngaku rumah orang!” protes si ibu berdaster itu.Pak Alwi menautkan kedua alisnya. “Tolong jangan ribut. Jika kalian terus ribut, kita tak bisa mengetahui duduk perkaranya. Sebaiknya kita duduk dan membicarakan masalah ini baik – baik,” pintanya bijakKe lima orang itu lalu duduk di ruang tamu.“Coba jelaskan Pak Rahman, bagaimana Anda bisa menuduh Ibu Bening dan adiknya pencuri di sini?”Pak Rahman – pria bersarung itu menceritakan kronologisnya. “Jadi begitu ceritanya, Pak.”Pak Alwi manggut – manggut. Dia melihat ke Bening yang tampak cemas. “Sekarang, tolong gantian Ibu Bening yang bercerita, biar saya tidak salah paham.”Bening menarik napas dalam – dalam sebelum bicara. “Rumah ini adalah rumah saya, Pak RT. Saya membelinya saat masih lajang, sebelum menikah dengan Mas Ibra. Beberapa bulan lalu, perkawinan kami diterpa badai. Mas Ibra dan selingkuhannya, Intan mengusir saya bersama
Bab 11 Melabrak Besan“Lho, kok nanya saya, memangnya situ tidak punya anak, tanya dong sama Bening, kok jauh – jauh datang ke sini menanyakan di mana anak lanang saya?” Tangan Herni merapikan rambutnya. “Ibu Besan, jangan asal menuduh anak saya, menjual rumah Bening dengan tanda tangan palsu. Buktinya mana? Apa Ibu Besan tidak takut saya melaporkan Ibu Besan karena mencemarkan nama baik keluarga terpandang saya.”Iswati gemas sekali dengan jawaban besannya. “Untuk apa saya jauh – jauh datang ke sini, kalau Bening tahu di mana Ibra? Apa Ibu tahu apa yang dilakukan Ibra? Apa Ibu pernah kepikiran untuk menengok Evan? Ini sudah 6 bulan lho, saya belum pernah lihat Ibu datang menengoknya.”Iswati menarik napas panjang, sebelum melanjutkan kalimatnya. “Oh ya, saya lupa, Ibu Besan sibuk sekali shopping dan jalan – jalan ke Luar Negeri bersama teman – teman sosialita, menghabiskan uang anak dan menantunya. Hingga tidak tahu Ibra selingkuh dengan Intan asistennya! Asal Ibu tahu, Ibra telah me
Bab 12 ManipulatifAndini tidak mau mengalah. Dia menggedor – gedor pintu. “Pak, tolonglah, ini darurat! Istri Pak Zulfikar berselingkuh dengan suami sahabat saya. Saya mau meminta penjelasan.” Akan tetapi sipir penjara tersebut mengabaikan teriakan Andini.“Sudahlah! Kita pulang saja,” ajak Bening dengan nada kecewa.“Tidak bisa begitu dong, Be. Kita sudah jauh – jauh datang ke sini mau mencari tahu tentang Intan, masak kita mau mengalah.”“Jika Zulfikar tidak mau menemui kita, terus kita bisa apa?” ucap Bening. Matanya terkulai layu. Ia bersedih dan merasa semua jalan yang ditempuhnya buntu. Kemudian ekor matanya menangkap sosok wanita yang dicarinya, keluar mengendap - ngendap dari arah pintu pengunjung.“Intan!” sontak Bening mengejarnya.Intan terkejut saat melihat Bening berlari ke arahnya. “Sialan!” rutuknya kesal sembari berlari menjauh, sayangnya dia kerepotan dengan highheel yang dipakainya. Cepat – cepat ia melepaskan high heelnya.Namun, Bening dan Andini keburu menangkapn
Bab 13 Telepon anehPagi itu, tidak seperti biasanya. Bening mengajak Evan ke Joli Flower bersama Mba Atun. Bayi lelaki berusia 7 bulan itu duduk anteng duduk di atas kursi bayi sambil menikmati biscuit oat pertamanya di kantor sang mama. Sedangkan Mba Atun membantu Ismail menerima kiriman bunga yang baru datang.Sambil merangkai bunga, sesekali Bening menggoda Evan, bayi itu tertawa senang. Suara tawanya renyah sekali, seperti candu yang membawa kegembiraan pada hati Bening. “Bu… ada Pak Kama,” kata Mba Atun.“Tolong suruh masuk saja, Mba,” jawab Bening, tangannya sedang sibuk merangkai bunga pesanan Ibu Tita Maheswara yang menjadi langganan tetapnya.“Apa kabar?” sapa Kama lembut. Dia melihat ke Evan. “Apa bayi ganteng itu anakmu?”Bening menoleh. “Baik… dan yah! Dia Evan anakku.” Dia lalu menggendong Evan. “Evan, ayo sapa Om Kama.”Tanpa diduga, Evan mengulurkan kedua tangannya di depan pada Kama, minta digendong.“Apa boleh aku menggendongnya?” tanya Kama hati – hati.“Silahkan s
Bab 14 Bebaskan diaJika engkau mencintai sesuatu, bebaskan. Jika ia kembali kepadamu, itu milikmu selamanya. Jika tidak, maka sejak awal, dia bukanlah milikmu – Maulana Rumi. “Kita ke Spa, yuk. Badanku pegal – pegal nih, butuh relaksasi,” ajak Andini semangat.“Tidak, aku masih punya banyak pekerjaan,” tolak Bening halus.“Hei… jangan bekerja terus dong, ayolah dua jam saja, sekalian kita ajak Evan. Bayimu juga perlu hiburan.” Andini tetap memaksa.Bening melihat Evan sebentar. Bayi itu tertidur tenang sambil memeluk boneka bearnya. Andini benar, anaknya perlu santai. “Oke, tapi setelah jam 5 sore, biar aku selesaikan pekerjaanku dulu, setelah itu kita pergi ke Spa.”“Sip… aku jemput kamu di sini jam 5 nanti, dan tolong tetap waspada. Aku tidak mau terjadi sesuatu denganmu,” ucap Andini sebelum melangkah pergi.Bening mengangguk. “Tenang, aku punya banyak malaikat pelindung,” jawabnya sambil menutupi kegusarannya.Siang itu berjalan dengan cepat. Setelah mengirim email dan memasukka
Bab 15 Terjerat Judi SlotBerulang kali Herni menarik napas berat melihat sikap anak sulungnya.Herni ngeri melihat tampang anaknya berubah sangar. “Ibu tahu, tapi kamu selalu sibuk dengan ponsel dan tidak ngapa – ngapain selama di sini.”“Oh, gitu ya? Ibra selama ini bekerja keras untuk kalian berdua. Semua yang Ibu mau, Ibra kasih, masak Ibra mau santai – santai di rumah sendiri tidak boleh?” keluhnya dengan nada tertekan.“Bukan gak boleh, Bra. Tapi Ibu perlu uang buat bayar UKT adikmu dan buat biaya hidup kita. Kalau kamu tidak bekerja, bagaimana Ibu bisa memperpanjang kontrak rumah ini? Terus Ibu dan adikmu tinggal di mana?”Mata Ibra berkilat. “Uang terus, uang terus? Pusing kepala Ibra memikirkannya.” Muka pria itu semakin kusut.“Bagaimana tidak pusing, Mas Ibra menghabiskan uang untuk bermain slot. Tuh lihat ponselnya, Bu!” sela Ajeng berani melawan kakaknya. “Daripada uangnya untuk main judi, mending dikasih Ajeng buat bayar UKT.”Mata Ibra makin menyala merah.“Kamu jangan
Bab 121 Last episode - Immortality “Cukup, Kak, cukup. Stop mentololkan keluarga saya!” Sesabar – sabarnya Bening, hatinya panas mendengar Tita menyebut keluarganya bodoh. Kebencian kakak iparnya itu kian menjadi, setelah tahu Dinda berniat bunuh diri, kemudian memutuskan hengkang dari rumah Tita, dan memilih tinggal bersama kakeknya di Gunung Gajah. Sementara Arum lebih suka tinggal bersama Kama dan Bening. “Kenapa? Ini mulut saya dan saya bebas mengatakan apa yang saya mau. Keluarga kamu memang tolol, dan mau pansos pada keluarga kami. Puas!!” Sorot mata Tita penuh kebencian saat mereka mau ON AIR di salah satu stasiun televisi. Sekonyong – konyong, tangan Tita mengambil gunting dari balik bajunya, dan secepat kilat merobek gaun Bening. Saat Bening belum sepenuhnya sadar, perempuan itu lalu menarik rambut panjang Bening, kemudian dengan bengis memotongnya sangat pendek. “Ya ampun!” teriak beberapa kru yang melihat setengah rambut Bening terlempar lepas ke lantai. Mereka tidak
Bab 120 Morning call“Kak… aku mau menikahi Dinda.”Sontak donat yang ada dalam mulut Bening muncrat keluar. Dia menoleh dan menatap bola mata adiknya tak percaya. “Kejutan apa lagi ini, Lang?” tanyanya kaget.Wanita itu ingat, saat Andini meninggalkan Elang, lelaki itu terpuruk dan berpikir tidak mau menikah lagi. Eh, sekarang tiba – tiba dia bilang mau menikahi keponakan Kama. Hatinya dag – dig – dug. Ketakutan yang selama ia simpan, terjadi juga.Elang duduk dengan santai di kursinya.“Salah satu alasannya adalah Kanaya, dia butuh sosok Ibu. Walaupun aku tahu, Mama dan Kakak sangat sayang kepadanya. Tapi, Kanaya butuh real mom, dan aku pikir Dinda adalah wanita tepat untuk Kanaya. Dia sangat sayang pada Kanaya.”“Apa kamu sudah memberitahu Mama soal ini?” tanya Bening. Donat bedak kesukaannya tak lagi membuatnya bergairah.Elang tersenyun nakal. Sifat isengnya mulai tumbuh. “Justru karena itu, aku bilang sama Kakak, supaya Kakak mau membantuku bilang sama Mama. Please… hanya Kakak
Bab 119 Forgiving“When a deep injury is done to us, we never recover until we forgive.” – Alan Paton“Aku benci Ibra! Aku muak melihat laki – laki itu!” Bening meremas – remas tangannya. “Tolong jangan pinta aku untuk menemuinya!” Bening benar – benar marah saat Kama tiba – tiba mengajaknya ke rumah sakit untuk menjenguk mantan suaminya itu.Bening masuk ke dalam kamar, dan menenggelamkan mukanya di bantal. Air matanya tumpah teringat dengan semua yang dilakukan Ibra.Kama menarik napas panjang, kemudian duduk di tepi ranjang, sembari mengelus kepala Bening.“Sayang, aku paham dengan kemarahanmu. Tapi Ibra menunggumu, aku tidak tega melihat dia selalu memanggil namamu.”Bening bangun dan duduk di sebelah Ibra. Air matanya meluncur deras. “Hatiku sakit Kama! Ibra sangat jahat kepadaku dan Evan, biarkan saja dia menanggung karmanya!”Kama memeluk dan mengecup kening Bening. “Aku mengerti sayang. Hanya saja, tak ada salahnya memafkan orang yang telah menyakiti hati kita. Ibra sudah mend
Bab 118 The last wish “Tolong beritahu Kak Bening, Mas Ibra sekarat dan ingin sekali bertemu dengannya.” Intan memegang kedua lengan Atun dengan kuat. Setelah dia menceritakan semua yang terjadi. Atun menggeleng. “Maaf Jeng, aku tak bisa. Aku takut Ibu Bening marah kepadaku. Kamu tahu kan, apa yang telah kakakmu lakukan pada Ibu Bening?” Dia khawatir, permintaan itu akan memporak – porandakan kebahagiaan Bening. Ajeng tidak mau perjalanannya sia - sia. “Aku tahu Mba, kakakku memang brengsek, dia telah menghancurkan hidup Kak Bening, tapi tolong Mba Atun, beritahu Kak Bening, bahwasannya kakakku mau meninggal dengan tenang. Aku tahu, selama ini dia menunggu Kak Bening. Mungkin dia mau meminta maaf sama Kak Bening langsung.” Terburu – buru Ajeng mengambil ponsel yang disembunyikan di dalam kantung celananya bagian dalam. “Kalau tidak percaya, lihatlah, lihatlah video ini.” Ajeng memutar video tentang kakaknya. Atun tercekat melihat kondisi Ibra yang sangat mengenaskan. Timbul rasa
Bab 117 A sweet kiss“Sial!!” Suara gedoran pintu itu membuyarkan kenikmatan Kama yang hampir mencapai puncak nirvana. Dia menghentikan gerakannya.“Buka dulu sayang, siapa tahu penting,” kata Bening, mengusap peluh di kening Kama yang berada di atasnya.Muka Kama cemberut, kelihatan kesal sekali dengan gangguan yang ditimbulkan pagi itu. “Biarkan saja. Kita lanjutkan saja permainan kita. Tanggung!” Tangannya menarik selimut dan menutupi tubuhnya dan Bening.Laki – laki itu kemudian memagut bibir Bening, mengulumnya dengan lembut, kemudian melakukan gerakan lamban naik – turun tapi dengan intense, seirama dengan alunan instrument piano yang mengalun lembut. “Kama… kama apa kamu ada di dalam? Tolong buka pintunya sebentar. Kakak mau bicara.” Dengan tak sabar, Tita menggedor – gedor pintu kamar Kama.“Ibu Tita, maaf, tolong jangan ganggu Bapak dan Ibu dulu, mereka mungkin masih tidur,” kata Atun. “Ibu silahkan tunggu dan duduk dulu di situ.”“Hey… diam kamu!” bentak Tita kasar. “Saya i
Bab 116 A slice of life“Oh my God! Meskipun kamu sudah menjadi istri sah Kama, saya tidak sudi dekat – dekat dengan kamu!” ucap Tita songong, saat Bening menyambangi rumahnya siang itu dengan membawa makanan.Kebencian perempuan itu pada Bening telah membuatnya menjadi perempuan buruk, hingga melupakan etika sebagai tuan rumah, dan membiarkan Bening berdiri dari 10 menit lalu.Telinga Anggi yang mendengarnya turut panas, ekor matanya melirik Bening yang berdiri dengan tegar dan tatapan teduh.“Tidak apa – apa, Kak, saya mengerti. Tujuan saya ke sini, selain untuk menjenguk Kakak, saya mau mengajak Kakak untuk menemui Ibu Irina, pekan ini. Beliau ingin sekali bertemu dengan Kakak ipar saya, sekaligus ingin mengajak Kakak bergabung dalam paguyuban Empowering Woman.” Intonasi suara Bening sangat tenang, dan tampak sangat professional menguasai emosinya. “Email resminya, nanti akan dikirim oleh Meli Sudrajat – sekretaris beliau.”Dagu Tita mendongak, sedang tangannya melipat ke depan dad
Bab 115 A perfect wedding “Tidak! Tidak! Saya tidak setuju dengan pernikahan mendadak ini!” Iswati melipat kedua tangannya ke depan. Dia memaksa tersenyum. “Saya paham kalian orang kaya dan bisa melakukan semua yang kalian mau, tapi tidak pada anak saya.” Terlihat jelas Iswati melindungi keluarganya. “Halah sok, paling juga menginginkan pernikahan mewah tujuh hari tujuh malam, supaya bisa disombongin ke media sosial,” celetuk Tita dengan mulut mencibir. “Cukup Ibu Tita, saya mendengar apa yang Anda katakan! Saya memang tidak seberuntung kalian, tapi seujung kuku pun, saya tidak berniat pansos kepada Kama!” balik Bening. Dia menatap tajam mata Tita. Tita kaget dengan keberanian Bening menyanggah perkataannya. Wanita yang dianggapnya lemah itu ternyata pemberani. “Stop! Papa minta tolong jaga sikapmu.” Sapto memperingatkan Tita. Dia kemudian menghadap ke Iswati dan Gatot. “Maaf jika sikap saya menyinggung keluarga Pak Gatot. Masalahnya, menurut pendapat saya, lebih baik menyegerak
Bab 14 Agreement “Sebelum istri saya meninggal, dia telah menyiapkan perhiasan buat istri Kama. Tolong terima ini, sebagai tanda pengikat dari Kama.” Sapto melihat orang tua Bening dengan mata lembut. Asisten Sapto kemudian meletakkan kotak kayu berukir di atas meja, dan membukanya. Kedua mata Gatot dan Iswati terbelalak melihat isi kotak tersebut. Di dalamnya terdapat perhiasan lengkap mulai, cincin hingga kalung bertahtakan berlian. Iswati yang duduk di samping suaminya, menelan ludah yang mendadak kering. Sebagai perempuan tak bisa dipungkiri dia terkesima dengan perhiasan seindah itu. Dalam hati dia menaksir harganya mencapai milyaran. Dia ngeri menbayangkan berapa jumlah kekayaan orang tua Kama, sehingga begitu mudahnya memberikan perhiasan dengan harga fantastic. Sementara Bening, terlihat duduk dengan anggun sambil memangku Evan. Kemilau perhiasan itu sama sekali tidak menggetarkan hatinya. “Maaf, Pak, bukannya saya lancang, tidak menghargai niat baik Bapak Sapto. Tapi,
Bab 113 Fools “Katakan sejujurnya Andini, apa benar Kanaya itu bukan anak kamu dan Elang?” desak Bening saat menemui sahabatnya itu di rumahnya. Ia sengaja datang ke rumah Andini pagi – pagi sekali. Andini yang masih memakai jubah tidurnya, tanpa ragu menuang anggur putih ke dalam kristalnya yang mahal. Kemudian dia duduk di seberang Bening. Mulutnya yang habis di filler menyesap anggur putih itu dengan nikmat. “Iya. Amir meninggalkan aku setelah mengetahui diriku hamil.” Wanita cantik itu membasahi bibir bawahnya. “Saat itu aku panik, aku takut menambah dosa, jika aku menggugurkan Kanaya. Maka, ketika Elang menawarkan pernikahan. Kuanggap itu jalan ninjaku untuk menyelamatkan muka. Dari awal aku berniat meninggalkan Elang setelah Kanaya lahir.” “Lantas, apa kamu bisa menjelaskan tentang Elang yang mengidam itu?” tanya Bening dengan mata berkilat. Ia tahu Elang sempat drop saat awal Andini hamil. “Aku mensugesti Elang, itu saja.” Dengan santai Andini menyesap anggur putihnya, dan