Abel tengah mempersiapkan makanan untuk makan malam nanti. Ia tersenyum melihat sayuran yang dia masak sudah matang tinggal menunggu ikan dan juga nasinya. Nenek Ami sedang beristirahat di dalam, dia akan keluar saat masakannya sudah matang. Abel terdiam saat kenangan itu kembali datang menghampirinya. Ia merindukan hari-harinya saat tengah sibuk membuatkan masakan untuk Leon. Suami yang sangat ia cintai, Abel masih tidak menyangka jika hubungan mereka harus berakhir begitu saja. Flasback on"Masak apa kamu, By? Baunya harum banget," bisik Leon sembari menduselkan hidungnya di leher Abel. Kedua tangan Leon menyelinap masuk ke dalam perut Abel memberikan usapan lembut pada perut ratanya. "By, baby lagi tidur apa lagi main?" Abel tertawa mendengarnya ia mematikan kompornya berbalik menghadap ke arah Leon. Abel mengalungkan kedua tangannya di leher Leon, ia tersenyum manis menatap wajah tampan suaminya. "Menurut kamu?" Leon sedikit berpikir laku mendekatkan wajahnya dengan Abel dan
Tak terasa sudah tiga bulan kepergian Abel, kini kandungan Abel pun sudah berumur 4 bulan. Abel menjalani hari-harinya cukup bahagia di sana. Ia mulai membantu mengurus toko roti, Abel bahkan menambah menu roti buatannya sendiri yang menjadi favorit pelanggan. Abel menghabiskan waktunya dengan bekerja, ia tidak merasa lelah sama sekali karena pekerjaan itu adalah hobinya. "Abel, ada pesanan lagi 5!" ucap Tante Laras. Abel mengangguk, ia segera menghias bolu cokelat miliknya yang masih terasa hangat karena baru matang. Terkadang jika toko sangat ramai 100 buah roti pun ludes. Abel merasa sangat bahagia jika kue jualannya habis, bahkan mereka sampai kehabisan stok bahan kue. "Tante, besok Abel izin nggak kerja. Mau ke rumah sakit, periksa kandungan." Meskipun kondisinya cukup baik, tetapi Abel pun ingin melihat perkembangan buah hatinya. "Tentu, kamu pergi sendiri? Perlu tante temani?" Abel menggelengkan kepalanya. "Abel diantar Aldi, besok dia kembali. Selesai periksa kalau masih
"Leon, mau sampai kapan kamu bersikap seperti ini?" Marshanda meletakkan kopi buatannya di meja kerja putranya. Leon menghela napas panjang menatap kosong ke arah depan. "Istirahatlah, Ma." Marsanda mengusap bahu putranya pelan. "Jemput istri kamu, Leon. Dia sedang mengandung anak kamu, jangan bersikap kekanak-kanakan seperti ini. Kamu sudah jelas tahu jika Abel dijebak, buku yang kamu temukan itu buku Abel yang dulu. Apa kamu akan membiarkan istri kamu begitu saja? Leon, kalau kamu memang mencintainya perjuangkan dia!"Leon tersenyum getir. "Apa masih pantas, Ma? Leon sudah sangat melukai Abel. Leon bahkan melukai anak Leon sendiri. Leon bahkan terlalu malu untuk menemui Abel!"Sudah lama semenjak penyelidikan yang di lakukan oleh David akhirnya membuahkan hasil. Abel terbukti tidak bersalah, jika ia telah di jebak oleh Chloe dan Naila. Keduanya bahkan telah mendekam di penjara. "Masih ada waktu, kamu harus cari keberadaan Abel. Dengan kamu diam saja seperti ini, apakah akan menye
"Bagaimana keadaannya, Dok?" Aldi terlihat khawatir, masalahnya Abel tidak hanya menjalani pemeriksaan biasa. "Tunggu rekam medisnya keluar, kalian bisa kembali lagi dia hari lagi. Tolong lebih di jaga lagi keadaan istrinya ya, Mas. Untuk saat ini saya belum bisa menyimpulkan apapun, kita tunggu rekam medisnya saja dulu."Aldi semakin tak tenang mendengarnya, sedangkan Abel ia mengulas senyum tipis mrnganggukkan kepalanya ke arah Aldi. "I'm fine," bisik Abel lirih. "Terima kasih, Dok." Abel lantas membawa Aldi pergi dari sana. Aldi tidak berbicara satu kata pun dia sibuk berperang dengan isi kepalanya sendiri. Abel menghela napas menggoyangkan lengan Aldi pelan. "Mau sampai kapan kamu diemin aku kayak gini, Aldi? Nggak usah di pikirin lagi. Aku juga udah bilang sama kamu untuk nggak usah periksa kan?""Gue mana bisa tenang Abel, kondisi lo buruk. Kalau lo nggak papa, dokter nggak akan minta lo ngelakuin pemeriksaan itu dan sekarang hasilnya belum keluar, lo bahkan ngerasa khawatir
"Dok, bagaimana kedaan Abel?" Aldi terlihat sangat khawatir, melihat Abel yang kini tengah terbaring di ranjang. Aldi sangat menyesali ucapannya, ia menyesal tidak bisa menahan emosinya dan justru bertengkar dengan Abel di mobil. "Kondisi pasien sudah stabil, rekam medisnya sudah keluar. Pasien mengidap tumor otak, tumornya tidak kecil di lihat dari bentuknya juga tidak terlalu bagus. Jadi kami menyarankan untuk pasien melakukan aborsi." Aldi terdiam, ia cukup terkejut mendengar penjelasan dokter barusan. Kedua tangannya mengepal, Abel bahkan sebelumnya sudah mengatakan apapun yang terjadi dia tidak akan pernah menggugurkan bayinya. Bagaimana cara dia mengatakan itu semua kepada Abel. "Apakah tidak ada cara lain selain mengugurkan bayi dalam kandungannya?" Dokter tersebut terdiam, ia tidak dapat memberikan jawaban atas pertanyaan Aldi. Hal itu membuat Aldi cukup merasa putus asa. Bagaimana dia menjelaskan semua ini kepada Abel. "Apa yang akan terjadi jika Abel tetap mempertahanka
"Abel ada pengobatan lain yang bisa menyelematkan kamu dengan bayimu." Abel menatap ke arah Aldi mengulas senyum tipis. "Makasih, Al. Apapun hasilnya nanti aku akan tetap mempertahankan bayiku. Aldi, dia buah cintaku dengan Leon dan aku tidak ingin kehilangannya. Aldi, dia adalah nyawaku!" lirih Abel, ia mengusap perutnya pelan kedua matanya terpejam tak lama mengeluarkan air mata. Aldi mengangguk mengusap kepala Abel lembut. "Mulai sekarang kamu harus lebih jaga kesehatan kamu, kita akan mulai pengobatan. Tapi Abel kamu akan melahirkan dengan operasi," jelas Leon. Abel tidak mempermasalahkan itu, yang terpenting adalah bayinya sehat dia pun tidak perduli dengan kondisinya saat ini. "Abel, kamu juga harus berjuang untuk kesembuhan kamu. Kamu kekeh banget pingin lahirin anak kamu, tapi apa kamu nggak mikir kalau anak kamu lahir tanpa ibu. Okelah gue bisa rawat dia, gue bisa kasih apapun yang gue mau, gue juga bisa jadi sosok ayah sekaligus sosok ibu buat dia. Tapi itu semua akan tet
Abel tersenyum getir, melihat Leon yang kini terbaring lemah di ranjang pesakitan. Abel tidak menyangka jika mereka akan di pertemukan dalam kondisi seperti ini. Abel tidak percaya melihat pria kuatnya kini terbaring lemah di ranjang. "Leon, kau bisa mendengarku bukan?" lirih Abel, ia menganggam tangan Leon mengecupnya berulang kali. Air mata Abel banjir membasahi tangan Leon. Ia sudah menahannya, tetapi rasanya sangat sulit hatinya terluka melihat orang yang ia cintai dalam kondisi seperti ini. "Leon, aku dan baby butuh kamu. Kami berdua butuh kamu, Leon! Ayo bangun, baby bahkan sangat merindukanmu. Dia ingin merasakan usapan lembut dari kamu." Abel mengambil tangan Leon meletakkannya tepat di perutnya. Kedua matanya terpejam saat merasakan pergerakan kecil dari perutnya. Bayi dalam kandungannya pun sudah merespon saat disentuh oleh ayahnya. Abel sedikit menunduk, bibirnya tepat di telinga Leon tangan Abel mengusap kepala Leon lembut. "Sayang, kita berjuang sama-sama oke? Aku ber
Sudah satu minggu dan Leon tetap belum sadarkan diri. Ia masih terlalu nyaman dalam tidurnya, berbeda dengan Abel yang tengah berjuang untuk kesembuhannya dan untuk keselamatan bayinya. Tubuh Abel semakin hari terlihat semakin kurus, wajahnya yang pucat masih memperlihatkan sebuah senyuman indah pada keluarganya. Abel ingin meyakinkan mereka jika ia baik-baik saja. "Ma, Abel nggak papa. Mama jangan sedih ya, nanti Abel ikutan sedih kalau lihat mama nangis. Dokter bilang kondisi Abel mulai membaik, Abel yakin sebentar lagi Abel akan sembuh. Abel yakin kalau Abel akan melahirkan baby dengan selamat." Marshanda mengangguk mengecup dahi Abel cukup lama. "Mama percaya kamu bisa, Sayang. Mama tahu anak mama hebat, mama tahu kamu bisa lewatin semuanya." Tangan Abel tergerak mengusap pipi Marshanda yang basah akan air mata. "Mama kurang makan ya? Badan mama kelihatan lebih kurus. Kantung mata mama juga kelihatan hitam, mama nggak cantik lagi. Mama jangan sampai kurang tidur, Abel nggak mau