Abel memejamkan matanya erat, dia menahan perih pada kakinya yang kini terasa sangat kaku. Abel masih mengingat kejadian beberapa jam yang lalu saat ia terpaksa mengigit tangan Leon untuk menyalurkan rasa sakitnya. Untungnya pria itu tidak marah besar kepadanya. "T-tuan maafkan aku, apakah tanganmu terluka?" Leon menatapnya datar menggelengkan kepalanya pelan, dia membaringkan tubuhnya di sebelah Abel. "Tidurlah!" Leon membalikkan tubuhnya membelakangi Abel berbeda dari sebelumnya. Abel menghembuskan napas panjang dia mengira jika Leon masih marah kepadanya. Dengan perlahan Abel mencoba untuk memejamkan matanya, meskipun tetap tidak bisa tidur karena rasa sakit pada kakinya. Abel paling tidak bisa menahan sakit dia akan menangis seharian sampai tertidur. Namun, untuk situasi saat ini berbeda dulu saat di rumah ibu tirinya dia di asingkan tidur di gudang jadi saat ia menangis tidak ada satu pun yang tahu, tetapi saat ini Leon ada di sebelahnya dia bisa marah jika sampai Abel terus m
"Apa agendaku hari ini, David?" Leon melepas jas yang dia gunakan melipat lengan kemejanya sampai lengan. Pagi sudah membuatnya merasa gerah terlebih tumpukan berkas di meja kerjanya setelah beberapa hari tidak pergi ke kantor. "Jam 10 nanti meeting dengan klien dari Amerika, nanti malam ada undangan pesta dari perusahaan Dimitri. Apakah Anda akan datang, Tuan?"Leon terdiam jarinya terus menari di atas keyboard laptopnya. "Tidak." David mengangguk, jadwal Leon sebenarnya sangat padat. Namun, dia hanya menjadwalkan pertemuan satu kali setiap hari sesuai dengan kemauan Leon sendiri. "Pergilah!" David mengangguk segera keluar dari ruangan Leon. Wajah Leon terlihat sangat serius, kedua matanya menajam menatap layar laptop di depannya. Leon tersenyum smirk setelah mendapatkan keganjalan pada data keuangan perusahaan. "Berani sekali dia bermain-main denganku!" sarkas Leon. Berkas-berkas di depannya segera Leon tanda tangani sebelum dia menyelesaikan masalah bedebah satu itu. Leon sudah
ArghhhJeritan dan raungan tidak Leon hiraukan dia justru menikmati aktifitasnya malam ini. Leon menarik kasar pisau yang dia tancapkan pada dada pria itu. Leon tersenyum miring menatap mangsanya yang sudah tidak bernyawa. "Berikan dia makanan!" David mengangguk mangsa Leon menjadi makan malam singa peliharaannya. David sendiri merasa merinding melihatnya, Leon memang psikopat mengerikan. Namun, dia melakukan semua ini bukan tanpa alasan. Hendri, manager keuangan perusahaan yang sudah bertahun-tahun menggelapkan dana perusahaan, bukan hanya itu dia sudah banyak melecehkan anak buahnya bahkan sampai membunuhnya. Hendri juga menjadi mata-mata musuh Leon, dia yang sudah banyak merugikan perusahaan bahkan pernah hampir mencelakai Leon. Wanita pelacur yang menjadi sekertaris Leon siang ini adalah suruhan darinya. "Menjijikan!" Leon mengambil tisu mengusap tangannya yang penuh darah membung jas yang dia gunakan. "Bersihkan!" Perintahnya, dia segera pergi dari sana. Leon sudah mengganti
Abel terbangun, tidurnya cukup pulas semalam, lagi dan lagi ia merasakan berat pada perutnya. Abel melihat tangan Leon melingkar pada tubuhnya, merasakan ada sesuatu yang menempel pada dahinya Abel segera mengambilnya. Alisnya terangkat saat melihat kompres di dahinya. "Apa semalam aku demam? Leon yang merawatku?" Abel melihat wajah Leon terlihat sangat lelah, apa semalaman Leon merawatnya sampai dia tidak tidur? Tanpa sadar bibir Abel menarik sebuah senyuman, tangannya tergerak mengusap kepala Leon lembut. Leon memang menyeramkan, tetapi Leon sangat lembut kepadanya. Selama ini saat dirinya sakit tidak ada satu orang pun yang perduli, tetapi kali ini berbeda. Leon perduli kepadanya dan dia merawatnya. "Kau sudah bangun?" Abel mengangguk segera menjauhkan tangannya saat Leon terbangun. Dia akan bangkit, kakinya sudah mendingan sudah bisa Abel buat berjalan. "Emh, apa semalam aku demam, Leon?" Leon berdehem dia mengambil air di sebelahnya, Abel terus memperhatikannya bahkan sampai
"Bagaimana keadaan putriku?" Marshanda terlihat sangat lelah, kondisinya sedang tidak baik. Ia sangat ingin bertemu dengan Abel, tetapi Marshanda belum siap untuk menjelaskan semuanya. Terlebih dia tidak ingin jika Abel membencinya! "Anda tenang saja, Nyonya. Nona Abel dalam keadaan baik, Tuan Leon sangat menjaganya. Namun, ada yang perlu Anda tahu, Nyonya Angel kembali ke Indonesia dan dia tinggal di rumah Tuan Abi!" Marshanda terkejut mendengarnya. Apa yang membuat adik iparnya kembali setelah bertahun-tahun memilih tinggal di luar negeri. Marshanda menjadi semakin cemas dengan kondisi putrinya. "Terus awasi dia! Jangan biarkan putriku terluka." Dea, tangan kanan Marshanda mengangguk lalu segera keluar dari sana. Marshanda menghembuskan napas panjang, dia sendiri merasa lelah. Ia ingin berkumpul dengan keluarganya menghabiskan waktu bersama. Namun, waktunya belum tepat Marshanda belum bisa kembali bersama mereka banyak hal yang harus dia selesaikan lebih dahulu. "Leon mama hara
"Percuma Leon kalau kau kaya, tetapi kau tidak sehat. Kakek Abi bilang kesehatan nomor satu untuk segera mendapatkan momongan," ucap Abel dengan senyuman yang mematikan. Leon tersenyum miring menarik tangan Abel yang akan melarikan diri. "Katakan sekali lagi, Abel!" ucap Leon dengan suara serak. Ia memeluk tubuh Abel yang terduduk di pangkuannya. Meletakkan kepalanya pada bahu Abel membuat bulu kuduk Abel meremang. "Ahaha, ayolah Leon aku hanya bercanda. Lepaskan pelukanmu, kau membuatku sesak!" kekeh Abel dengan sedikit ketakutan. Leon bukannya melepas justru semakin memeluk erat tubuh Abel menduselkan hidungnya pada leher jenjang Abel. "Apa lagi yang Kakek katakan?" Abel benar-benar tidak nyaman dengan posisi saat ini. Abel membalikkan tubuh menatap ke arah Leon, sehingga posisinya saat ini ia menyamping. Abel tersenyum miring melingkarkan kedua tangannya pada leher Leon. "Turunkan aku dulu Leon, kau masih harus makan siang sekaligus mendengarkan cerita dariku," ucap Abel. "Ak
Sudah di pastikan jika keberangkatan mereka ke Bali tempat honeymoon yang di pilih langsung oleh Kakek Abi adalah malam ini. Abel dan Leon bahkan tidak perlu berkemas karena Kakek Abi sendiri yang sudah meminta para pelayan untuk mengemaskan pakaian mereka. Leon merasa seakan tengah di usir oleh Kakeknya karena kepulangannya dan Abel justru di sambut satu koper besar. "Kek, Leon masih ada pekerjaan!" ucapnya kesal. Kakek Abi menggeleng tegas. "Jika menunggu sampai pekerjaanmu selesai kapan kau akan pergi Leon? Kakek sudah menginginkan cicit dari kalian berdua. Tiket sudah Kakek pesankan malam ini kalian akan berangkat, Kakek tidak menerima penolakan." Leon akan kembali menolak. Namun, terhenti saat Abel menahan tangannya. "Baiklah, Kek. Abel sama Leon akan berangkat malam ini, Kakek jahat banget ngusir Abel. Emang kalau Abel pergi sama Leon Kakek nggak kangen sama kita berdua!" ucap Abel. Kakek Abi terkekeh mengusap kepala Abel pelan. "Tentu saja Kakek akan merindukan kalian berdu
"Kakek jaga kesehatan Abel pergi dulu." Abel memeluk Kakek Abi, ia berat untuk meninggalkan rumah. Terlebih mereka akan pergi selama dua minggu. "Sudahlah, jangan terlalu mengkhawatirkan Kakek, banyak yang menjaga Kakek di sini. Kalian berdua fokus dengan apa yang Kakek minta saja!" ucapnya. Abel menundukkan wajahnya yang terlihat merah. Leon merangkul bahu Abel mesra, mengulas senyum tipis. "Kakek tenang aja, Leon sama Abel pergi dulu. Jaga kesehatan, kalau ada apa-apa segera hubungi kami!" Melihat kemesraan cucunya Kakek Abi tersenyum bahagia. "Baiklah, kalian berdua cepatlah pergi!" Mobil sudah siap, koper bawaan mereka sudah masuk ke bagasi. Leon dan Abel segera masuk mobil. Selama perjalanan tidak ada yang bersuara Abel hanya diam menatap jalanan yang masih terlihat ramai di malam hari seperti ini. Ia tengah memikirkan apa yang akan terjadi di sana nantinya, apa yang harus ia lakukan. Namun, mengingat mereka akan mendatangi pantai membuat bibirnya mengulas senyuman tipis. "L