Share

86. Cemburu

Penulis: Santi_Sunz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Satu hari sebelumnya.

“Reks, bisakah kita bertemu?”

“Untuk apa kamu ingin menemuiku? Aku rasa ini bukan ide yang bagus,” ucap Reksi sambil menautkan alisnya bingung.

Ia menatap ponselnya seolah tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Dalam kurun waktu yang cukup lama, Erwin tidak pernah menghubunginya. Lantas, untuk apa pria itu tiba-tiba mencarinya?

“Aku tahu, tapi aku bingung harus bicara dengan siapa lagi,” ucap Erwin yang suaranya terdengar parau. “Setidaknya, kita pernah berteman.”

Reksi menghela napas. “Sampai sekarang pun aku masih temanmu, Erwin. Sebenarnya, apa pun yang terjadi antara kamu dan Tata memang tidak ada sangkut pautnya denganku. Hanya saja, aku tidak menyangka kalau kamu akan menghubungiku.”

“Iya, Reks. Jadi, apa aku boleh menjemputmu?”

Reksi mengangguk. “Baiklah. Datang saja ke studio. Aku baru selesai senam.”

Hanya perlu menunggu sepuluh menit saja, Erwin sudah datang. Pria itu membawakan Reksi segelas minuman kopi dingin.

“Terima kasih, Erwin,” kata Reksi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   87. Kesedihan Erwin

    Reksi merasa seperti ada yang bergetar di dalam dadanya. Meskipun pria itu hanyalah Erwin, tapi ia senang kalau ada orang yang mengajaknya pergi makan.“Kamu sendiri memang sudah tahu jawabannya, Erwin. Tata pasti akan menolakmu.” Reksi mengangguk perlahan sambil tersenyum.Entah bagaimana, Erwin tampak seperti yang sudah bersiap-siap untuk hari esok bahwa ia pasti akan menerima penolakan. Reksi tidak tahu sudah berapa banyak Erwin berusaha untuk mendapatkan Laureta kembali.Lagi-lagi, Reksi merasa cemburu karena selama ini, tidak pernah ada pria yang berusaha untuk mendapatkan hatinya. Waktu awal ia berpacaran dengan Theo pun, ia yang menyatakan cintanya terlebih dahulu. Dan ketika mereka putus, Theo dulu yang memutuskan hubungan mereka.Seperti itulah rasanya jika mencintai seseorang secara sebelah pihak. Sang kekasih tidak membalas cintanya. Sungguh sangat menyakitkan. Mungkin seperti itu pula yang Erwin rasakan saat ini.Mungkin saja. Nyatanya, kejadiannya sangat berbeda dengan ya

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   88. Bahagia Atau Sedih?

    Laureta menghampiri Reksi yang sedang berdiri di depan toko jam tangan. Sahabatnya itu mengenakan blouse berwarna biru tua yang tampak pas sekali di tubuhnya yang langsing. Tidak biasanya, sahabatnya itu mengenakan lipstik dan bedak yang membuat wajahnya tampak sangat cantik.“Reksi!” panggil Laureta.Sahabatnya itu menoleh, lalu melihat Laureta dengan wajah tegang, seperti yang terkejut. Reksi pasti tidak menyangka jika akan bertemu dengan dirinya, pikir Laureta.Senyum Laureta mengembang. “Reks, sedang apa kamu di sini? Tumben kamu dandan. Cantik sekali kamu mengenakan baju ini.”Reksi memaksakan senyumannya. “Iya.” Hanya itu jawabannya.“Aku tadi meneleponmu beberapa kali, tapi kamu tidak menjawabnya,” ungkap Laureta sambil cemberut.“Oh iya, maaf. Tadi aku sedang senam kan, menggantikanmu. Jadi, aku tidak sempat menelepon balik. Memangnya ada apa kamu meneleponku?”“Hmmm, tahu kalau aku akan bertemu denganmu di sini, aku akan menjemputmu dan kita bisa pergi bersama.” Laureta menek

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   89. Boss The Prince

    Seseorang mengangkat tangan Laureta, tapi ia tidak bisa melawan. Tubuh Laureta terasa lemas tak berdaya. Ingin membuka mata saja, rasanya berat sekali. Orang itu menekankan jarinya ke sebuah benda“Ponselnya sudah penuh baterainya?” tanya seorang pria.“Belum. Yang penting bisa menyala dulu saja,” jawab seorang wanita. “Ini sudah berhasil terbuka. Wah ada banyak telepon masuk dari Boss The Prince. Mungkin itu atasannya. Coba aku lihat lagi. Uhm, ya sudah aku telepon orang ini saja.”Laureta berhasil membuka matanya sedikit, yang terlihat hanya bayang-bayang kabut putih yang memenuhi penglihatannya. Ia ingin bersuara, tapi tenggorokannya terasa kering.“Yah, tidak diangkat teleponnya. Coba aku telepon nomor yang lain.”“Eh, jangan yang itu. Namanya Mantan. Telepon yang lain saja,” kata si pria.Laureta ingin kejang-kejang rasanya jika sampai orang itu menelepon Erwin. Seharusnya mereka menelepon Kian, tapi Laureta juga takut jika sampai Kian datang ke sini dan menyalahkannya karena hal

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   90. Kian Yang Berlebihan

    Reksi menghela napas, lalu membuang wajahnya. Ia melipat tangannya di dada sambil kesal. “Untuk apa aku mengaku? Apa pentingnya untukmu? Kamu kan hanya memikirkan tentang dirimu sendiri. Kamu bebas melakukan apa saja yang kamu mau. Ya silakan saja. Aku tidak pernah protes. Lalu, kenapa sekarang kamu protes kalau aku bersama dengan Erwin?”“Kamu …!” Laureta seperti yang kehabisan kata-kata.“Apa? Kamu kan wanita yang sudah bersuami. Kenapa kamu masih memikirkan tentang mantanmu? Apa jangan-jangan kamu masih ada rasa padanya?”“Tidak! Itu tidak benar!” bantah Laureta.“Kalau begitu, kenapa kamu harus kesal?”Laureta sungguh bingung harus menjawab Reksi apa. Ia sendiri tidak mengerti untuk apa ia sekesal itu melihat Reksi bersama Erwin.“Kamu sendiri bingung kan? Ah, itu sudah jelas kalau kamu sebenarnya masih mencintai Erwin. Kamu bangga karena kamu bisa menikahi omnya, lalu Erwin pun masih mengejar-ngejarmu. Kamu merasa seperti yang berada di atas angin. Aku salut padamu, Ta. Kamu mema

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   91. Membuang Yang Tidak Berguna

    Sejujurnya, Kian terpaksa berkata seperti itu. Laureta memasang wajah sedih, lebih seperti yang kecewa. Jika bisa disebut, Kian yang lebih sedih karena ia sendiri yang telah membelikan Laureta motor baru. Ia ingin menyenangkan Laureta, ingin memberinya kejutan spesial.Namun, yang ia temukan sekarang adalah Laureta terluka karena kecelakaan motor. Dalam kurun waktu yang singkat ini, Laureta telah mengalami kecelakaan motor selama dua kali. Kian tidak ingin melihat yang ketiga kalinya.“Kamu tidak serius kan, Kian?” Laureta masih menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.“Aku serius! Aku tidak ingin kamu sampai mengalami kecelakaan lagi,” ucap Kian tegas.“Aku kan tidak mungkin mengalami kecelakaan terus menerus. Ini hanya kebetulan saja.”Kian paling tidak suka dengan orang yang keras kepala dan membantah perkataannya. Ia ingin bersikap sabar, tapi rasanya sulit sekali.“Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu.” Kian membalikkan badannya, lalu kembali duduk di sofa.“Aku juga tidak i

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   92. Memandikan Istri

    Kian jadi menyesal. Seharusnya ia tidak membahas tentang hal-hal yang tidak berguna. Pikiran Laureta terlalu kritis. Kian harus mengalihkan perhatian Laureta.“Kenapa kamu senang sekali membahas tentang hal itu? Kamu sedang sakit, lebih baik kamu tutup mulutmu dan diam saja di kasur. Awas kalau kamu sampai turun lagi dari kasur! Aku akan memborgol tanganmu!”“Aku mau buang air kecil dan mengganti pembalutku!” rengek Laureta seperti anak kecil.“Pembalut?” tanya Kian bingung. Ia baru ingat kalau Laureta masih sedang menstruasi.“Iya! Kalau kamu tidak suka melihatku turun dari kasur, lalu bagaimana caranya aku ke kamar mandi?”Kian menghela napasnya, lalu membantu memegang tangan Laureta. “Aku akan membantumu berjalan ke kamar mandi.”“Apa kamu akan membantuku mengganti pembalutku juga?”“Aku tidak pernah menyentuh benda seperti itu. Bagaimana aku tahu caranya mengganti pembalut?!”Laureta terkekeh puas. “Aku hanya bercanda. Aku bisa menggantinya sendiri.”“Hmmm, kalau begitu sekalian s

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   93. Tamu Tak Terduga

    Terdengar suara ketukan di pintu. Laureta baru saja menyendok dua suap nasi. Apakah itu Kian, pikir Laureta. Sepertinya tidak mungkin. Terlalu cepat pria itu kembali lagi ke kamar. Mungkin itu suster.“Iya!” seru Laureta. “Silakan masuk!”Butuh waktu beberapa waktu hingga pintu itu mengayun terbuka. Laureta tidak segera melihat ke arah pintu. Ia menaruh piring makannya di meja sampingnya, lalu menoleh ke arah pintu. Seketika Laureta terkejut.Seorang wanita tengah berdiri di ambang pintu dengan wajah yang sedih. Laureta nyaris tidak mengenal wanita itu, tapi kemudian ia melihatnya dengan lebih jelas.Ia terkesiap. “Mama?”Wanita itu mendekat perlahan dengan wajahnya yang seperti merasa bersalah. Laureta sedih sekali melihatnya. Ibunya mengenakan pakaian lusuh dan sendal yang tampak kotor.“Ta ….”Laureta menatap ibunya hingga berada tepat di sebelahnya. Laureta merasa iba, tapi ia juga merasa ibunya seperti orang asing yang tidak ia kenal.“Mama, apa yang terjadi? Apa Mama baik-baik s

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   94. Saatnya Pulang

    Laureta baru menyadarinya sekarang. Rasanya tak terduga jika ibunya bisa tiba-tiba datang, menemuinya di rumah sakit. Jika memang ibunya membutuhkan pertolongannya, seharusnya sejak awal ibunya menemuinya.“Sebenarnya, aku sedang masa percobaan menjadi bagian kebersihan di rumah sakit ini. Tadi pagi, aku tidak sengaja melihat ada namamu di ruang gizi. Aku tidak menyangka kalau kamu menjadi pasien di sini. Jadi, aku langsung ke sini untuk menemuimu.”Laureta menganggukkan kepalanya perlahan. Jika ibunya memiliki pekerjaan yang tetap, itu adalah hal yang sangat bagus.“Jadi, sekarang Mama bisa punya pekerjaan. Aku pikir, tadi Mama bilang kalau Mama sudah tua ….”“Kebetulan ada teman yang membantuku. Jika aku sendiri, mana sanggup aku mencari pekerjaan. Hanya saja, aku tidak suka menjadi petugas kebersihan.”Laureta menautkan alisnya. “Oh, kenapa? Aku pikir tidak apa-apa mendapatkan pekerjaan apa pun yang penting halal.”Ibunya mendecak. “Aduh! Kamu tahu, sejorok apa toilet rumah sakit.

Bab terbaru

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   EPILOG

    Zion adalah anak yang sangat lucu dan pintar. Di usianya yang menginjak lima bulan, anak itu sudah bisa diajak bercanda. Siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan gemas dengan tingkah lakunya.Hari itu adalah pertama kalinya Kian bertemu dengan Zion. Kian tampak tegang sekali seperti hendak bertemu dengan presiden. Laureta terkekeh sejak tadi menertawakan sikap Kian.Laureta baru saja pulang kerja dan Kian yang menjemputnya. Pria itu menyetir mobil menuju ke rumahnya tanpa Laureta perlu menunjukkan arah seolah ia sudah tahu alamatnya di mana.“Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku? Ah, kamu memang memata-mataiku, ya kan.”Kian tidak menggubris candaannya. Pria itu fokus menyetir hingga berhenti di depan rumahnya.“Aku memang pernah mengikuti Ivan sampai ke rumah ini. Aku ingin tahu apakah benar kamu tinggal bersama dengannya di sini,” ungkap Kian.Laureta pun tersenyum. “Ya sudah. Kali ini aku akan memaafkan

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   259. Untuk Selamanya

    Kian memutar tubuh Laureta, lalu wanita itu pun menengadahkan kepalanya sambil mengangkat kakinya hingga berada dalam dekapan Kian. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Kian pun mendekatkan bibirnya dan mencium Laureta dengan lembut. Laureta pikir lututnya akan goyah hingga ia tidak sanggup untuk berpijak di bumi. Namun, Kian menopangnya, mendekapnya dengan erat.Laureta pun membalas ciuman itu. Ia yakin sekali jika dalam hidupnya, ia hanya mencintai satu pria, yaitu Kian seorang. Susah payah ia menutupi perasaannya, tapi ia tak akan sanggup. Kian benar-benar telah mencuri hatinya.Usai ciuman yang memabukkan itu, Kian pun melepaskan diri. Napas mereka sama-sama saling memburu. Kian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Laureta.“Laureta Widya, maukah kamu menikah denganku? Lagi?”Laureta terkesima menatap cincin berlian di dalam kotak mungil berwarna merah. Ia pun mengangguk dan berkata, “Ya, aku

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   258. Bertaruh

    Laureta tersenyum membaca pesan singkat dari Ivan. “Pacar?” gumamnya.“Ada apa?” tanya Kian.“Uhm, tidak ada apa-apa.”“Ayolah! Aku ingin tahu. Kamu tadi bilang pacar. Pacar siapa?”Kian merebut ponselnya dari tangannya. Ia malu sekali saat Kian membaca pesan itu dari Ivan. Kian pun tertawa lepas.“Astaga! Jadi, apakah aku harus memanggil Ivan kakak mulai sekarang? Dia itu kakakmu kan?”Laureta terkekeh. “Mungkin begitu. Dia pernah menyuruhku untuk memanggilnya kakak, tapi aku tidak mau.”“Kenapa? Sepertinya usianya lebih tua darimu.” Kian menautkan alisnya, tapi Laureta menggelengkan kepala. “Kamu saja selalu memanggilku nama padahal usia kita terpaut delapan belas tahun. Atau mungkin sekarang aku punya panggilan baru?”“Apa itu?”“Papa?”Laureta terkejut. “Papa? Kamu kan bukan ayahku!&rdq

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   257. Acara Pesta

    “Kamu siap?” tanya Ivan sambil mengulurkan tangannya pada Laureta.Ia tersenyum dan kemudian menyerahkan tangannya pada Ivan. Ia baru saja turun dari mobil. Lalu mereka berjalan bergandengan, masuk ke dalam gedung mewah. Di dalam sana sedang ada acara pernikahan seorang anak pengusaha importir, rekan kerjanya Ivan.Sebenarnya, Laureta tidak perlu datang ke sini karena ia sama sekali tidak mengenal siapa pun di sini. Namun, Ivan bersikeras mengajaknya karena menurutnya Laureta pasti akan senang mencicipi berbagai macam makanan yang unik-unik di sana.Laureta pun terpaksa ikut. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Ivan membelikannya gaun yang ia pakai sekarang. Gaun itu berwarna biru tua dengan belahan rok yang tinggi hingga menampilkan kakinya yang tampak jenjang berbalut sepatu hak tinggi bertali hingga ke betisnya.Banyak sekali tamu yang datang ke acara pernikahan itu. Semua wanitanya mengenakan gaun yang sangat cantik dan para

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   256. Meleleh

    Laureta menatap kedua tangannya yang gemetar. Ia pikir ia sudah gila karena menyerahkan amplop berisi cek satu setengah milyar. Laureta menepi di pinggir jalan, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa lagi menahan semua emosi yang ada di dalam dadanya.Demi Tuhan, ia baru saja bertemu dengan Kian Aleandro, pria yang pernah menjadi suaminya. Meski pertemuannya hanya berlangsung selama beberapa menit, tapi efeknya luar biasa. Sekujur tubuhnya gemetar dan ia kesusahan untuk menginjak gas di kakinya.Dengan susah payah, Laureta menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia pun kembali menangis sambil menutup muka dengan kedua tangannya.Kian begitu tampan mempesona. Tatapan matanya begitu tajam seperti biasanya dan seakan Laureta bisa tenggelam di dalamnya. Lalu pria itu memeluknya begitu saja.Hati Laureta dilingkupi oleh kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama lebih dari satu tahun ini. Perasaannya jungkir balik seolah kakinya ber

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   255. Pertemuan Pertama

    Kian mendongak dan semua seolah terjadi dalam adegan lambat. Ia melihat Laureta masuk ke dalam ruangan dalam balutan kaus hitam ketat dengan potongan leher berbentuk kotak. Bagian lengannya berbahan tile halus hingga kulitnya jadi terlihat samar-samar. Bagian bawahnya ia mengenakan celana cargo dengan banyak kantung yang membuatnya tampak sangat keren.Kian terkesima melihat wanita yang pernah menjadi istrinya itu muncul lagi dalam hidupnya. Laureta tidak pernah terlihat secantik dan seanggun itu dalam hidupnya. Laureta terlihat tomboy, tapi juga elegan dalam waktu bersamaan.“Maaf aku terlambat,” ucapnya dengan suara yang terdengar amat merdu di kuping Kian.Tergerak untuk langsung melompat dari kursi dan memeluk wanita itu, Kian pun menahan dirinya.“Kamu memotong rambutmu,” ucap Kian yang masih melongo.Kalimat pertama yang ia ucapkan malah terdengar konyol dan tidak penting sama sekali. Ia jadi terlihat sangat bodoh di h

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   254. Usaha Kian

    Betapa sedihnya Kian karena ia harus menerima kenyataan jika Laureta memang tidak mau bertemu lagi dengannya.“Ya. Kamu sudah membuatnya merasa terbuang dari rumahmu itu. Semua orang membencinya karena kalian menyebutnya anak perampok. Dia tidak mau menghalangimu untuk menikah dengan wanita yang kamu cintai. Ha! Kamu pun menikah dengan Helga, tapi kamu menyia-nyiakannya hingga dia harus mengembuskan napas terakhirnya.”“Aku tidak mencintai Helga. Aku menikah dengannya karena ayahku yang memaksa. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah menyebut Laura dengan sebutan anak perampok. Akulah yang memintanya untuk menikah denganku meski aku tahu ayahnya seperti apa.”“Kamu terpaksa menikahi Laureta karena kamu ingin dia membayar utang ayahnya!” hardik Ivan. “Kamu pikir uang satu setengah milyar cukup untuk membayar seorang wanita untuk memuaskan nafsumu dan melahirkan seorang anak?”Kian pun terdiam. Ivan benar-benar t

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   253. Mencari Laureta

    Semalaman itu Kian benar-benar tidak bisa tidur. Ia mengingat tatapan Laureta saat melihatnya. Wanita itu jelas-jelas terkejut melihatnya. Lalu seperti ada sorot ketakutan yang membuatnya langsung memutuskan untuk kabur dari Kian.Lalu anak bayi itu. Anak siapakah itu? Bagaimana mungkin Ivan menikah dengan Laureta dan melahirkan anaknya? Kian pikir, Ivan masih mencintai Helga. Jika dilihat dari usia bayi itu dan waktu untuk mengandung selama sembilan bulan, Ivan mungkin sudah lama menikah dengan Laureta.Mana mungkin? Batin Kian menolak semua pemikiran itu.Entah sudah berapa kali Kian menghubungi Ivan hingga ponselnya pun tidak aktif lagi. Ivan benar-benar menghindarinya.Ia melihat jam di dinding dan memutuskan untuk bangun. Ia menyiapkan diri dan segera turun untuk sarapan. Marisa sudah ada di ruang makan lebih dulu.“Pagi, Kian,” sapa Marisa.“Pagi,” jawab Kian singkat yang langsung menuangkan kopi ke dalam cangki

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   252. Terlambat

    Desti tampak bingung mendengar pernyataan Kian.“Tante Laureta? Kenapa? Bukankah kalian sudah berpisah lama?”Kian mendesah. “Aku selalu mencintai Laura, lebih dari apa pun. Aku menikah dengan Helga karena terpaksa, hanya untuk memenuhi keinginan kakekmu.”“Kenapa Om mau menurut?”“Ya, banyak hal yang membuatku harus menurut pada keinginan kakek.”Desti mengangguk dengan bibir yang tertekuk ke bawah. “Om pasti sedih sekali ya ditinggal wanita yang Om cintai.”“Kenapa kita tidak membahas tentangmu? Siapa itu Erik? Teman atau teman?”Desti tersenyum. “Teman, Om. Benar! Aku dan dia belum jadian.”“Baguslah! Tidak usah berpacaran dengan laki-laki yang meninggalkanmu di mall yang besar seperti ini! Nanti kamu menyesal. Cari lagi pria lain yang sepadan denganmu.”“Aku sebenarnya suka pria yang lebih tua dariku, seperti Om Kian

DMCA.com Protection Status