Aria langsung mengangkat kepalanya dengan mata membelalak.Dario tersenyum getir, dia menunduk mencium punggung tangan Aria.“Aku sadar tidak bisa membahagiakanmu dan hanya membuatmu menderita. Aku ikhlas melepaskanmu.”Aria meraih wajahnya dan membuatnya mendongkak agar menatapnya.Air mata mengalir di pipinya saat dia menggelengkan kepalanya.“Tidak. Aku tidak mau berpisah denganmu. Aku ....” Dia berhenti sejenak sebelum berkata lirih.“Akulah yang salah. Aku begitu keras kepala ikut denganmu ke Meksiko. Aku gagal menjadi ibu dan istri untukmu. Aku tidak memberimu kebahagiaan menjadi ayah sekali lagi,” isaknya lirih.Setelah kehilangan bayinya, Aria menyalahkan dirinya terus menerus dalam hatinya karena sebagai ibu dia tidak bisa menyelamatkan bayinya. Dia tidak bisa keluar dari keterpurukannya itu dan menyalahkan dirinya karena tidak bisa memberikan anak pada Dario dan membuatnya merasakan menjadi ayah untuk kedua kalinya setelah sekian tahun terpisah dari si kembar.Aria merasa ga
“Bagaimana anak-anak kita? Hari ini aku sudah menyakiti Delin dan menakuti Dixon. Apa mereka akan membenciku?” ujarnya dengan cemas.“Jangan khawatir, mereka tidak akan membencimu. Mereka mengerti bahwa kamu masih sakit,” kata Dario menenangkannya mengusap rambutnya.“Benarkah?” Aria masih tidak yakin, dia mengingat tangisan Delin saat dia mencengkeram pundaknya kecilnya dengan kemarahan dan tatapan takut di mata Dixon membuat hatinya sakit.Dario mengangguk.“Anak-anak baik-baik saja sekarang dan dirawat oleh Bibi Mira.”“Aku ingin bertemu dengan anak-anak,” gumam Aria.“Kita akan menemui mereka dan menjemput mereka dari keluarga Garrett. Sebelum itu ....” Dario mengambil semangkuk bubur di atas nampan makanan.“Kamu harus makan dan menjaga kesehatanmu, jangan sampai membuat anak-anak khawatir melihatmu sakit dan pucat saat bertemu denganmu. Lihat wajahmu sudah seperti mayat hidup,” Dia menggoda Aria sambil menusuk pipinya pelan.Aria cemberut dan memukul lengannya.Dario tersenyum d
Di sepanjang perjalanan menuju rumah Garret, wanita itu mengulas senyum kecut di wajahnya. Meskipun begitu, Dario tetap berusaha untuk menguatkan Aria agar tidak terlalu memikirkan anak mereka yang sudah tiada itu."Aku yakin, kalau kamu bisa dan kuat untuk menghadapi ini. Jadi kamu tidak perlu khawatir karena kita akan selalu bersama," tutur Dario kepada Aria saat itu membuat wanita itu pun mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Dario. Begitu pun dengan pria tersebut yang mengelus lembut rambut wanitanya. Keduanya saling menguatkan diri."Mungkin di setiap perjuangan ada pengorbanan yang harus kita lakukan. Dan ini adalah cobaan yang kesekian kalinya untuk kita berjuang," tutur Aria lagi kepada Dario yang menghela napasnya dengan pelan.Tanpa sadar ia pun juga menitikkan air matanya begitu saja, hatinya yang keras dan terlihat dingin itu seketika luluh ada satu hal yang membuat dirinya tersentuh mendengar kalimat yang dilemparkan oleh Aria kepadanya.Sebelum
Dan dengan sangat hati-hati Dario menuntun Aria keluar dari dalam mobil untuk berjalan dengan sangat pelan menuju ambang pintu rumahnya.Rumah yang tampak melebihi istana itu masih membuat Dario terkesan, namun percakapannya dengan Joseph tempo hari membuatnya cemberut dan enggan menikmati rumah mewah bak istana itu.Aria terus menggenggam erat tangan Dario ia seolah tidak ingin berjauhan dengan pria itu.Bagi Aria Dario adalah pria yang membuatnya nyaman dengan kesabaran dan perhatiannya yang penuh membuat kuat."Aku benar-benar tidak sabar ingin bertemu si kembar," tutur Aria kepada Dario yang mengangguk pelan saya mengulas senyum tipis di wajahnya."Tentu saja, mereka pun juga sama sepertimu," jawab Dario kepada Aria lagi kemudian melanjutkan langkahnya menuju ambang pintu dengan sangat pelan dan hati-hati dari menuntun wanitanya itu.Mengingat dan menimbang kondisi Aria saat ini yang sudah mulai pulih dan tidak lagi terpuruk meskipun sesekali rasa kecewa dan sedih itu muncul di da
Mira membawa Aria dengan sangat hati-hati dan juga pelan khawatir jika terjadi satu hal yang tidak diinginkan pada Aria mengingat kondisinya yang baru saja melahirkan."Aku katakan kamu tidak boleh terlalu banyak berpikir dan kelelahan. Lakukan segala sesuatu yang membuat kamu nyaman, bahagia dan senang. Untuk saat ini, kamu harus menjaga kesehatan seutuhnya, fokus untuk hal itu," ujar Mira pada Aria ketika mereka berjalan menuju ruang tamu. Aria hanya mengangguk pelan, dan mengulas senyum tipis di wajahnya."Jangan khawatir Bibi, aku mengerti!" kata Aria setelah itu, yang kemudian dibalas senyuman lega oleh Mira.Senang akhirnya Aria bisa pulih dari depresinya akibat kehilangan bayi yang baru saja dia lahirkan."Oh iya Bi, bagaimana dengan kabar si kembar? Apa mereka baik-baik saja?" tanya Aria lagi pada Mira saat mereka melewati ruang yang cukup besar."Tentu saja mereka baik-baik saja. Malahan mereka sangat patuh dan rajin belajar. Jadi tidak perlu dikhawatirkan, mereka anak-anak
“Oh cucuku sayang ....” Dia dengan cepat memeluk Aria erat sebelum melepaskan pelukannya.Dia memeriksa keadaan Aria dengan ekspresi khawatir.“Aria, mengapa kamu keluar begitu cepat dari rumah sakit? Apa dokter mengizinkanmu? Kamu baik-baik saja kan?” Evelyn bertanya khawatir karena mengingat kondisi mental Aria tempo hari saat dia mengunjunginya.“Aku baik-baik saja Nek. Dokter mengatakan kondisi tubuhku sudah pulih dan boleh keluar dari rumah sakit.”“Walau pun begitu, kamu masih harus di rawat di rumah sakit selama sakit. Kamu baru saja melahirkan. Siapa yang begitu ceroboh membiarkanmu pergi dari rumahnya,” omel Evelyn.Aria mengusap pelipisnya tidak ingin menyebutkan Dario atau neneknya akan mengomeli Dario.Pikiran Aria langsung melupakan Dario dan teringat pada anak-anaknya. Dia mengalihkan pandangannya pada si kembar.Mereka duduk dengan tenang bersama orang dewasa. Dixon bermain rubik bersama James, duduk dengan tenang menatap Aria.Sementara Delin duduk di pangkuan Seth sam
“Benar-benar ....” Evelyn dengan cemas menyuruh Aria duduk di sofa mengingat dirinya yang pasti belum terlalu kuat untuk terlalu lama berjalan dan berdiri pasti rasa sakit itu masih terasa.Keluarga Garrett menyambut Aria dengan hangat dan mengobrol.Kehangatan keluarganya membuat Aria sesaat tidak menyadari ketidakhadiran Dario."Syukurlah kamu baik-baik saja," tutur Seth pada Aria yang bercengkerama."Ya, terima kasih sudah mengkhawatirkan aku," balas Aria tersenyum pada sepupunya.“Ibu, Ibu ....” Delin menarik lengan baju Aria meminta perhatian ibunya.Aria menunduk dan menatap putrinya.“Ya sayang, ada apa?”“Di mana Papa? Mengapa Papa tidak ikut Ibu?”Pertanyaan Delin menyadarkan Aria tentang keberadaan Dario.Dia celingukkan keberadaan Dario.“Dario di mana?” Dia bergumam bingung hendak berdiri dari sofa.Kebetulan dia melihat Joseph memasuki ruang tamu.Namun Aria masih mencoba untuk berpikiran baik karena ia tidak mau menimbulkan asumsi buruk sendiri yang membuat pikirannya se
Jika di dalam rumah Garrett, Dario tahu wanitanya dan juga anak kembarnya tengah tertawa bahagia dan bercengkerama, karena Arja sudah merindukan anaknya ketika berada di rumah sakit. Mungkin ini adalah salah satu cara yang dilakukan oleh sang pencipta agar Dario dan Aria bisa bersatu. Sementara itu di luar, Dario menggertak gigi menahan hawa dingin yang menerjang tubuhnya akibat hujan deras mengguyur. Dia menatap tajam mansion mewah di depannya. Rasanya dia ingin pergi dari tempat ini atau menerobos masuk ke kediaman Garrett.Namun harga dirinya melarangnya. Jika ini adalah yang diberi Joseph untuknya, dia hanya bisa bersabar menahan ujian ini.Setidaknya jika ini bisa membayar penderitaan Aria dan mendapatkan wanita itu dari keluarga Garrett.Setidaknya Dario akan tenang Aria bahagia ketika bersama dirinya tidak hanya itu, tidak masalah jika Joseph memintanya untuk berada di luar dan tidak diperbolehkan masuk, apa pun alasannya nanti kepada Aria, Dario terima karena ia ingin membuk