Pagi ini Samantha mendadak harus terbang ke Seattle mengikuti Jennifer untuk melakukan pemotretan. Seharusnya orang yang terbang mengikuti Jennifer adalah Ashley, namun gadis itu mendadak cuti sehingga Samantha harus menggantikannya.Dengan pesawat jet pribadi yang sebelumnya pernah Samantha tumpangi bersama Dante, mereka terbang ke Seattle. Ya! Mereka. Samantha, Jennifer, dan tentu saja Lionel.Samantha duduk tepat di seberang Lionel. Sementara Jennifer, wanita berambut pirang itu memutuskan beristirahat di sebuah kamar tidur setelah sebelumnya mengeluh pusing."Selamat pagi, Nona, Tuan. Apa kalian menginginkan kopi atau teh?" Seorang pramugari datang menghampiri mereka dan menawarkan minuman.Samantha menyunggingkan seulas senyum manis. "Teh saja, tolong," ucapnya ramah.Pramugari itu lantas mengangguk pelan kemudian memandangi Lionel. "Bagaimana dengan Anda, Tuan? Kopi atau teh?""Kopi dengan sedikit gula," sahut Lionel tanpa menatap sang pramugari. Pria itu malah memandangi Samant
Samantha berlari menuju pintu kamar hotel sesaat setelah mendengar suara ketukan pada benda tersebut. Dengan rambut yang tergerai basah sebab baru saja selesai mandi, Samantha menarik pegangan pintu dan membukanya. “Jen? Ada apa ke mari?” tanyanya saat melihat Jennifer berdiri di depan pintu. Wanita berambut pirang itu tersenyum manis. “Aku ingin mengajakmu bersenang-senang.” Samantha mengerutkan kening sebelum akhirnya mempersilakan adik iparnya itu masuk ke kamar hotelnya. “Apa maksudmu bersenang-senang?” Jennifer mendaratkan bokongnya di atas sofa. “Ayolah, apa kamu tidak mengerti maksudku? Kita akan pergi berpesta. Kapan lagi kamu bisa melakukannya kalau bukan malam ini?” Samantha menggelengkan kepala dengan cepat. “Aku tidak bisa, Jen. Dante pasti sangat marah jika tahu aku—” “Kakakku tidak ada di Seattle. Dia sangat jauh dari sini. Dia tidak akan marah selama dia tidak mengetahuinya, bukan? Aku akan tutup mulut, begitu juga denganmu,” sela Jennifer berusaha merayu Samantha
"Apa yang kamu masukkan ke dalam minumanku?!" tanya Samantha sambil menatap Lionel dengan tajam. Ia yakin ada yang tidak beres dengan minuman yang diberikan oleh pria itu padanya beberapa saat lalu.Lionel mengerutkan kening. "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."Samantha meremas kuat gaun yang ia kenakan saat gairah di dalam tubuhnya semakin berkobar. Sambil berusaha menahan diri, gadis itu buru-buru melangkah keluar."Samantha! Hey, kamu mau ke mana?" teriak Lionel kemudian berlari mengejar gadis itu.Samantha mempercepat langkah di tengah gairah yang semakin menyala. Bagian paling sensitif di tubuhnya terus berdenyut hingga membuat pikirannya kacau tak beraturan. Samantha sangat bergairah dan membutuhkan seseorang untuk melampiaskan!"Ada apa denganmu? Mengapa buru-buru pergi?" tanya Lionel setelah berhasil menangkap lengan Samantha.Samantha mendesah berat kemudian berbalik untuk memandangi Lionel dengan tatapan penuh nafsu. Seolah Lionel adalah mangsa segar yang akan menghentikan r
Seolah ada sesuatu yang baru saja membisiki telinganya, Dante berhenti menciumi Samantha dan menatap gadis itu dengan seksama.Ada yang salah. Samantha tampak tidak sepenuhnya sadar. Gadis itu seperti berada dalam pengaruh sesuatu hingga membuatnya seperti sekarang. "Ayolah, Dante. Bercinta denganku," desak gadis itu dengan tatapan yang semakin liar.Dante segera menjauhkan tubuhnya dari Samantha. Lalu merengkuh gadis itu dan menggendongnya ke kamar mandi. Dante mendudukkan Samantha di dalam bathtub, kemudian mengguyur gadis itu dengan air dingin.Samantha berteriak saat rasa dingin menyergap seluruh tubuhnya. Gadis itu sampai memohon pada Dante agar segera berhenti mengguyurnya dengan air."Berhenti! Aku kedinginan!" Dante tidak menggubris teriakan Samantha dan terus mengguyur gadis itu dengan air hingga sekujur tubuhnya menggigil karena kedinginan. "Siapa yang melakukan hal gila ini padamu, huh!" bentaknya.Samantha memandangi Dante dengan bibir bergetar. Matanya jelas menunjukka
Pagi harinya, Samantha terbangun dan mendapati dirinya berada dalam pelukan Dante. Hal pertama yang Samantha lakukan adalah mengintip tubuhnya dibalik selimut untuk memastikan bahwa dirinya masih mengenakan pakaian. Dan gadis itu langsung mengembuskan napas lega karena setidaknya ia masih mengenakan pakaian dalam.Samantha mendongakkan sedikit kepalanya untuk memandangi Dante yang masih terlelap. Pria itu sangat tampan. Well, Samantha tahu dan tidak ragu mengakui hal itu.Dengan sangat hati-hati, Samantha menjauhkan tubuhnya dari Dante. Namun sebelum ia berhasil menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang, Dante mendadak membuka mata dan menoleh ke arahnya."Berpikir untuk kabur, huh?" kata pria itu, lalu dengan cepat meraih tangan Samantha dan menarik gadis itu kembali ke pelukannya.Samantha diam mematung saat Dante mengeratkan pelukan. Meski merasa aneh sebab permukaan kulitnya bersentuhan langsung dengan kulit Dante yang bertelanjang dada, namun Samantha tampak menikmati. Pada det
Saat ini Samantha dan Dante duduk di sebuah kedai kopi yang terletak di seberang hotel tempat mereka bermalam. Dua menit yang lalu, Samantha mendapat kabar dari Jennifer bahwa pemotretan terpaksa ditunda. Bagaimana tidak? Hujan tiba-tiba mengguyur Seattle pagi ini. Samantha menatap ke luar jendela. "Kurasa hujannya akan bertahan lama," gumamnya pelan.Dante meraih cangkir kopinya lalu menyesap minuman itu dengan perlahan. "Yah, kurasa juga begitu," sahutnya sambil memegang cangkir porselen di tangan.Suara lonceng mengudara saat seseorang mendorong pintu kedai dan hal itu secara tak sadar menarik perhatian Samantha. Seorang pria yang Samantha kenal masuk ke dalam kedai dan pandangan mereka saling bertabrakan.Lionel. Pria itu menyapa Samantha dengan melemparkan senyuman hangat untuk gadis itu. Mata birunya berkilau seperti air laut yang terkena pantulan sinar matahari.Samantha hanya tersenyum tipis untuk membalas sapaan Lionel padanya. Di seberangnya, Dante duduk memperhatikan. Sama
Samantha melihat Jennifer sedang mengetuk pintu kamar hotelnya ketika ia baru saja keluar dari lift. "Jen!" seru gadis itu sedikit berteriak, salah satu tangannya melambai saat sang adik ipar menoleh ke arahnya.Samantha segera melangkah untuk menghampiri Jennifer. Wajah wanita berambut pirang itu tampak sedikit kusut. Seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya pagi ini."Ada apa kamu ke mari?" tanya Samantha sambil membuka pintu kamar hotel. "Masuklah, kita berbicara di dalam saja."Jennifer mengekori Samantha masuk ke dalam, kemudian mendudukkan diri di atas sofa."Apa kamu dan kakakku baik-baik saja? Kalian tidak bertengkar, 'kan?" tanya wanita berambut pirang itu dengan wajah khawatir.Samantha menggelengkan kepala. "Kami baik-baik saja dan tidak bertengkar. Ada apa?" Jennifer mengembuskan napas lega. "Tidak, aku hanya ingin memastikan bahwa kalian baik-baik saja. Sebenarnya tadi malam Dante memarahiku habis-habisan. Kupikir kalian berdua bertengkar. Semalaman aku tidak bisa
Malam harinya, ketika Samantha sedang menangis karena luka di lengannya terasa begitu nyeri, sebuah ketukan pada pintu membuat gadis itu tertahan. Samantha menoleh ke arah pintu dan segera mengusap pipinya saat suara Dante samar-samar terdengar. Samantha menurunkan kedua kakinya dari atas kasur, lalu melangkah mendatangi pintu dan membukanya. “Dante,” gumam Samantha terdengar lirih. Dante mengamati wajah gadis itu sebelum berpindah menatap lengannya yang diperban. Pria itu langsung menghela napas. Dante sudah mendengar insiden tadi siang dari adiknya. “Mengapa kamu menangis? Apa kamu kesakitan?” tanya Dante setelah mengunci pintu. Dipandanginya sekali lagi wajah Samantha yang mengangguk dengan wajah murung. Sejak tadi Samantha merasa sangat gelisah sebab luka di lengannya terus berdenyut nyeri. Gadis itu tidak bisa tidur dan berakhir menangis. Dante mengulurkan tangannya dengan perlahan. Menangkup kedua pipi Samantha lalu mengusapnya dengan ibu jari. Pria itu tidak mengatakan ap