Dinda kini dibaringkan di atas ranjang dengan ukuran cukup besar.Matanya masih tertutup rapat dengan wajahnya yang pucat.Dan seorang dokter pun kini datang untuk memeriksanya."Dia kelelahan, Nyonya Miranda. Kandungannya juga sangat lemah," jelas sang dokter."Kandungannya? Maksudnya dia hamil, Dok?" tanya Miranda ingin lebih jelas."Benar, Nyonya. Untuk hasil pemeriksaan lebih lanjut sebaiknya anda membawa ke rumah sakit," jawab sang Dokter.Miranda pun mengangguk mengerti hingga sang dokter pun pulang.Saat itu Dinda pun mulai sadarkan diri dan melihat sekelilingnya.Tampak asing dan membuatnya menjadi bertanya-tanya.Dengan cepat Dinda pun mendudukkan dirinya dengan tubuhnya yang masih sangat lemah itu."Tidak usah bangun, kamu masih sangat kelelahan.Istirahat dulu ya, kandungan kamu juga harus dijaga.Barusan kata dokter kandungan kamu cukup lemah," jelas Miranda.Tapi Dinda bingung dengan apa yang dikatakan oleh Miranda barusan.Apakah Miranda salah berbicara?"Kandungan?" tan
"Kamu mau ke mana?" tanya Miranda pada Dinda.Dinda yang sedang membereskan barang-barangnya pun menoleh pada Miranda yang baru saja masuk ke kamar yang ditempati oleh Dinda."Saya sedang bersiap-siap untuk pergi, Nyonya. Terima kasih atas tumpangannya satu malam ini," kata Dinda.Dinda tentunya tidak mungkin tinggal di sana lebih lama.Sudah diijinkan menginap untuk satu malam saja dirinya sudah sangat berterima kasih.Dan dia bisa mencari kontrakan kecil untuk ditempati.Melanjutkan hidup dengan janinnya.Karena Dinda tidak mungkin pulang ke rumah orang tua angkatnya.Sudah pasti hanya akan mendapatkan omelan dari Kinara.Sedangkan Dinda sedang butuh ketenangan apa lagi setelah mengetahui bahwa ada janin di rahimnya.Sulit rasanya untuk bisa menerima kenyataan ini tapi Dinda berusaha keras untuk bisa berdamai dengan dirinya sendiri.Menerima keadaannya meskipun terasa seperti siap membunuhnya dengan kejam."Kamu mau pergi kemana?" tanya Miranda."Saya akan mencari rumah kontrakan,"
Dinda pun kini tengah berada di dapur.Dirinya tidak hanya sekedar menumpang di rumah keluarga Wijaya.Akan tetapi juga menjadi pembantu.Itulah kesepakatan bersama dengan Miranda saat pagi tadi.Dinda tidak mau memanfaatkan kebaikan orang lain.Dia benar-benar merasa berterima kasih kepada keluarga Wijaya telah menolongnya.Namun, saat Dinda sedang memotong sayuran tiba-tiba Miranda pun muncul."Kamu sedang apa?" tanya Miranda sambil melihat Dinda yang tengah sibuk memotong sayuran.Pertanyaan itu hanya sekedar pertanyaan saja karena matanya pun jelas melihat apa yang tengah dikerjakan oleh Dinda."Masak, Tante.""Sebaiknya kamu istirahat dulu, muka kamu masih sangat pucat.Nanti setelah keadaan kamu lebih baik baru mulai bekerja.Saya tidak mau sampai kamu kenapa-kenapa di rumah saya," ujar Miranda.Miranda mengatakan demikian sebenarnya karena tidak ingin Dinda bekerja.Selain karena kasihan melihat wajah pucat Dinda.Miranda pun tidak menganggap Dinda adalah seorang Art.Jika pun
Beberapa hari kemudian.Dinda sudah beberapa hari tinggal di rumah keluarga Wijaya.Keadaannya masih sama, hanya saja dia berusaha kuat menerima segalanya.Untuk mengalihkan pikirannya kini Dinda pun melakukan beberapa pekerjaan dan untuk kali ini Miranda sendiri bingung harus beralasan apa untuk membuat Dinda tidak bekerja seperti pembantu.Akhirnya Miranda pun hanya bisa diam.Sampai akhirnya Wijaya pun menghampirinya."Mama, sudah siapa?""Iya."Keduanya pun pergi menuju rumah sakit sesuai dengan janji yang telah dibuat.Dimana setelah beberapa hari menunggu akhirnya pagi ini dokter menghubunginya untuk membacakan hasil tes DNA yang diam-diam mereka lakukan.Perasaan Miranda dan Wijaya cukup tegang namun keduanya tidak sabar.Hingga kini keduanya duduk di ruangan dokter saling berhadapan dengan meja yang menjadi pembatas."Saya akan membacakan hasil tes DNA, kecocokan genetik antara Ibu Miranda dan Dinda dinyatakan cocok.Begitu juga dengan Tuan Wijaya.Kami rasa ini hasilnya sangat
Dinda kini merasa lebih baik setelah bertemu dengan keluarga kandungnya.Sungguh tak menyangka jika orang yang menolongnya ternyata adalah orang tua kandungnya.Meskipun Dinda tidak bisa melupakan segala hal yang terjadi padanya.Namun, paling tidak kini dia tidak lagi merasa sendiri.Apa lagi dalam keadaan berbadan dua.Bahkan makan malam ini terasa begitu berbeda karena kehangatan keluarga yang utuh kini sudah mulai terasa.Namun saat ini Wijaya mulai penasaran dengan pernikahan Dinda dan Dimas.Apa lagi setelah berhari-hari ini Dinda tinggal bersama dengan dirinya.Tapi sampai detik ini pun Dimas tidak juga datang untuk menjemput Dinda."Apa suami mu tahu kamu ada di sini?" tanya Wijaya secara langsung.Karena kini jaman begitu canggih.Ada ponsel yang bisa digunakan sebagai alat komunikasi di mana pun berada.Rasanya tidak mungkin seorang suami-istri tidak memiliki komunikasi.Meskipun dalam keadaan kurang baik.Namun, saat pertanyaan itu terdengar Dinda tampak tidak bersemangat.
Keesokan harinya.Gilang langsung mendatangi Laras untuk mengatakan sesuatu hal yang teramat penting.Laras yang tengah berada di taman belakang tampak sibuk dengan tanamannya yang tengah disiramnya."Ada apa?" tanya Laras setelah melihat Gilang datang."Ibu Laras, saya ingin memberitahukan kepada anda.Tuan Dimas sudah meminta pengacara untuk mengurus perceraiannya dengan istrinya," kata Gilang.Laras pun tersenyum mendengar berita yang disampaikan oleh Gilang.Membuat Gilang bingung dan bertanya-tanya apakah yang dipikirkan oleh Laras."Kamu tahu Dinda sekarang dimana bukan?" "Di rumah Tuan Wijaya," kata Gilang."Benar, kamu juga sudah tahu kalau Dinda adalah putri Tuan Wijaya yang hilang.Jadi, biarkan saja Dimas menceraikan istrinya.Kita lihat sampai kapan anak itu akan bertahan dengan pernikahannya dengan Megan," ujar Laras.Karena saat ini dia sudah tahu tentang kehamilan Dinda dari Vina.Vina adalah keponakannya sudah pasti akan memberi tahu pada dirinya tentang kehamilan Din
Kediaman keluarga Wijaya."Ada surat Tuan," kata seorang satpam pada Wijaya yang baru saja akan memasuki mobilnya.Akan tetapi langkah kaki Wijaya kini terhenti saat mendengar seseorang berbicara padanya."Untuk Nyonya muda," kata satpam itu lagi dan mereka semua sudah tahu jika Dinda adalah Sofia Anastasia Wijaya.Anak dari Miranda dan Wijaya yang telah lama hilang."Baiklah," Wijaya pun menerimanya dan perlahan membukanya.Ternyata selembar surat cerai yang membutuhkan tanda tangan Dinda agar perceraian keduanya sah.Wijaya pun kembali memasuki rumah untuk menemui Dinda.Dinda sudah terbiasa dengan nama tersebut, sehingga merasa asing jika namanya dipanggil Sofia.Dan keluarga pun tetap memanggil dengan sebutan Dinda.Hingga Wijaya melihat Dinda tengah berada di dapur bersama dengan Miranda.Dinda memasak makanan bersama Miranda sesuai dengan keinginan Dinda.Apa lagi kini Dinda bukan lagi seorang pembantu seperti awal masuk di kediaman Wijaya."Dinda," panggil Wijaya.Dinda pun men
Dimas pun bingung mengapa bisa Wijaya yang mengirimkan itu semuanya."Gilang, kenapa Tuan Wijaya mengirimkan ini semua? Apa maksudnya?" tanya Dimas pada Gilang yang mungkin saja mengerti dengan semuanya.'Makanya kendalikan tempramental mu itu, Bos. Kan, ketinggalan informasi,' batin Gilang.Namun, saat itu Gilang menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.Membuat Dimas pun segera pulang untuk menemui Laras.Vina mengatakan bahwa tidak boleh mengatakan ini padanya.Artinya Laras tahu tentang kehamilan Dinda dan tidak mengatakan padanya.Dimas butuh penjelasan dari Ibunya itu.Ada banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh Laras.Hingga sesampainya di rumah Dimas langsung saja mencari keberadaan Laras ke kamarnya.Ternyata saat Dimas membuka pintu Laras sedang duduk bersantai di sofa dengan televisi menyala dan ditemani secangkir teh hangat.Tapi kini pandangan Laras tertuju pada Dimas.Namun, Laras tidak perduli sama sekali.Biarkan anaknya itu menjalani hukumannya agar tidak terbiasa m
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang