Brian mendorong tubuh Divya ke lantai, tanpa sengaja kepala Divya terbentur oleh meja di depannya.
Semua orang berteriak panik, namun tidak dengan Brian. Laki-laki itu masih di kuasai oleh emosinya.
“Brian, kamu sudah kelewatan, Nak.”
Lio ingin bergerak membantu putrinya, namun mendengar seruan Brian ia pun mengurungkan langkah kakinya.
“Apa aku tidak berhak marah dan menghukum adikku, Pa?”
“Tapi tidak dengan begini.”
“Apa karena aku bukan bagian dari keluarga ini makanya papa mengabaikan kemarahanku?”
“Kamu sudah sangat keterlaluan, Brian. Kamu tahu sendiri bagaimana perasaan saya terhadapmu.”
Lio menahan sakit hatinya, ia mengurungkan niatnya membantu Divya dan memilih pergi.
“Kamu keterlaluan, Brian. Kamu melukai papamu sendiri.”
Tinggalah tiga orang disana, menyisakan Divya yang masih tersungkur di lantai.
“Bangun,” peri
Lea duduk di tepi ranjang sambil menatap test-pack di kedua tangannya. Saat ini tidak ada yang bisa dipikirkannya, kehamilan ini bahkan tidak membuatnya bahagia. Brak! Lea terperanjat ketika pintu kamarnya dibuka kencang. Tanpa sadar Lea berdiri dari duduknya lalu melangkah mundur ketika Lius, suaminya, berjalan ke arahnya. "Lius, sakit, lepaskan aku." Kedua tangan Lea mencengkeram tangan Lius di lehernya. Ia berusaha melepaskan diri, tetapi tenaga Lius di lehernya begitu kuat. Ia hampir kehabisan nafas di buatnya. "Bukankah ini impian mu?" ucap Lius dengan suara dan napas yang berat. Lalu Lius melempar tubuh Lea ke atas kasur di samping mereka. Lea terperangah sambil berusaha beranjak, menatap Lius yang berdiri tinggi menjulang di hadapannya. "Sudah puas kau menikahiku?" Lius memegang rahang Lea dan membuat Lea mendongak untuk menatap dirinya. "Dengan cara licik kau menghalalkan segala cara hingga tega menyakiti kakakmu sendiri. Menjijikan." Lius mendorong wajah Lea. "Lius, ka
"Kenapa masih diam di sini? Kau ingin mati?"Kata-kata itu terus terngiang di telinga Lea, air matanya bahkan tak bisa ia bendung hingga mengalir deras dengan sendirinya.Bagaimana bisa Adelius mengatakan hal sekejam itu padanya dan lebih memilih berdiri di samping perempuan lain dari pada istrinya sendiri?Kekesalan suaminya dan sikap penolakan orang tuanya membuat Lea merasa seorang diri hidup di dunia ini. Tidak ada lagi tempat untuknya berlindung.Namun, Lea harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Maka itu ia akan menunggu di taman rumah sakit hingga semua orang pergi dari kamar rawat Lisa dan menuntut penjelasan dari Lisa.Ia tak peduli jika masih ada ibunya di sana.Hingga siang hari Lea akhrinya menemukan waktu yang tepat untuk bertanya pada Lisa. Ketika Lea baru mencapai pintu rawat Lisa, Lea mendengar ibunya berbicara dengan Lisa.Lea terkejut mendengar percakapan antara ibunya dengan Lisa.Ternyata semua yang te
Lio sempat merasakan pergerakan dari jemari Lea yang berada di genggaman nya, ia sempat terkejut namun detik kemudian bernafas lega."Beristirahatlah, aku akan menjagamu mulai sekarang."Tak bisa berlama-lama membuat Lio memutuskan untuk segera meninggalkan ruang rawat Lea, ia tak ingin adik kembarnya tiba-tiba datang dan melihatnya.Sebelum ia meninggalkan rumah sakit, Lio sudah memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengawasi Lea dari kejauhan. Ia tak bisa langsung berada untuk melindungi Lea, tidak untuk saat ini.Dengan perasaan leganya, Lio benar-benar meninggalkan rumah sakit dan kembali ke negara nya hari itu juga. Belum saat nya untuk Lio berada satu tempat dengan Lea, karena itu akan membahayakan keselamatan Lea juga bayi yang saat ini di kandungnya."Saya pergi, terus awasi mereka dan pastikan dia selalu baik-baik saja."Begitulah titah Lio sebelum benar-benar meninggalkan negara dimana Lea berada.Sedang di
Belum usai tentang kehamilan Lea, kini Lius harus dipusingkan dengan kehamilan Lisa kekasihnya. Ia semakin murka dengan Lea, lantaran masih mengira jika semua ini adalah ulah dari istrinya itu. "Sekali lagi ku tanya, anak siapa yang sedang kau kandung!" teriaknya. Namun Lea tetap diam tidak menanggapi suaminya, hanya air mata yang saat ini bisa mewakili kesakitan atas dirinya. Terdengar Lius menghela nafas frustasinya, sembari bekacak pinggang ia mengatakan fakta tentang kehamilan Lisa kakaknya. Dengan perlahan Lea bergerak bersandar pada kepala ranjang, menatap Lius yang tengah tajam menatapnya "Lisa hamil." Ulangnya sembari menatap wajah tenang istrinya. Hanya itu yang di ucapkan Lius, namun matanya terus tajam menatap pada Lea. "Lalu?" sahutnya yang tak ingin mengambil pusing berita mengejutkan itu. "Lalu katamu? Haha, santai sekali jawabanmu itu!" teriak Lius menunjuk Lea. “Apa kau lupa siapa yang menyebabkan semua kekacauan ini? Apa kau amnesia hingga dengan santainya me
Lisa yang mendengar pertengkaran Lius dengan Lea tersenyum penuh kemenangan, ia menghapus jejak air matanya dengan senyum smirk di wajahnya. Tak hanya itu saja, ia bahkan merasa bangga karena berhasil mempengaruhi Lius dengan fitnah yang di sebarnya. “Bagaimana, Ma?” “Sempurna, kamu memang putri mama terbaik.” Memberikan pelukan pada putri tersayangnya itu. Keduanya merasa menjadi pemenang atas masalah yang sedang di hadapinya, sedang Lea ia jadikan kambing hitam untuk semua akar masalah dari mereka. “Mama yakin, saat ini Lius tengah menghajarnya dengan begitu murka. Bayangan kamu disiksa akan membuat Lius terbakar dengan emosinya.” “Benar, dan aku harap bayi dalam kandungan perempuan busuk itu mati di tangan papa nya sendiri.” Mereka pun tertawa bersama untuk semua penderitaan yang akan Lea hadapi. Lea merasakan kebas pada pipi sebelah kanannya, Lius menamparnya dengan cukup keras. Tak cukup hanya itu, bahkan hinaan dari mulut suaminya itu begitu menyakiti dan menginjak-injak
“Kau bisa tetap menjadi istri ku, tapi ada syaratnya.” “Sebutkan.” Tantang Lea. Lius menyeringai untuk kesekian kalinya. “Gugurkan bayi ini.” Lea terdiam, ia terpaku mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh suaminya. Bagaimana bisa Lius meminta dirinya untuk membunuh darah dagingnya sendiri? “Mudah bukan?” menjauhkan wajahnya dari telinga Lea. Lea hanya diam, matanya menatap tak percaya sosok laki-laki di depannya kini. Lius menyunggingkan senyumnya, senyum merehkan istri yang berada di hadapannya. “Bahkan binatang buas sekalipun, mereka tak akan pernah melukai anak-anaknya. Lalu bagaimana bisa seorang ayah meminta anaknya untuk dimusnahkan?” “Kau menyamakan aku dengan binatang?” menunjuk dirinya sendiri. “Tidak, sama sekali tidak. Karena binatang jauh lebih baik daripada kau, Adelius Dharmendra yang terhormat."”tegasnya. Tak terima dengan penghinaan itu, Lius mengangkat tangannya hendak melayangkan tamparan untuk keseian kalinya. Beruntung pak Erik datang dan segera me
“Tunggu dia membunuh bayi itu!”Lio tercengang mendengar penuturan saudarinya, bagaimana bisa mengharapkan kematian bayi yang sama sekali tak berdosa itu?“Apa maksudmu dengan berkata begitu, Rania?”Yap, seseorang yang saat ini sedang bersama dengan Adelio adalah Rania saudarinya. Rania mendatangi adiknya setelah menerima kabar tentang rencana yang telah di susun oleh Lio.Merasa tak benar dengan situasinya itu, Rania berusaha untuk menjadi penengah antara kedua adiknya. Namun setelah mendengar semua cerita yang tak diketahuinya, Rania memutuskan untuk membantu Lio.“Tenangkan dulu dirimu, jangan terlalu menonjolkan emosimu itu. “ kesal Rania pada adiknya.Lio menghempaskan dirinya dengan begitu kasar di sebalah Rania, ia mendengus kesal mendengar komentar pedas dari saudarinya.“Lalu apa maksudmu berkata begitu?” malasnya.Rania yang kesal menoyor kepala adiknya.“Saat ini Lius tengah berada di dalam pengaruh Lisa, kakak yakin jika apa yang terjadi saat ini juga campur tangan wanita
Pagi-pagi sekali, Lius berjalan perlahan masuk ke dalam ruang rawat Lea. Ia menatap diam Lea yang sedang tidur meringkuk memeluk perutnya.“Apa aku melakukan kesalahan?” batin Lius mulai bimbang.Ia berjalan masuk, duduk terdiam memandang Lea dari sofa tempatnya. Ada rasa damai saat memandang wajah lelap istrinya, namun ada rasa marah yang juga terselip dalam hatinya.Entah apa yang membuat Lius merasa marah, karena tuduhannya terhadap Lea atau justru ada penyebab lainnya.“Kenapa aku merasa bimbang melihatnya, kenapa dengan aku ini. “ batinnya begitu frustasi.Lius menghela nafasnya dengan kasar, menengadahkan kepalanya dan menutup mata dengan sebelah tangannya.Hari semakin siang, tepat pukul 10.00 pagi seorang dokter masuk dan mendekati Lea yang ternyata masih terlelap dalam tidurnya.“Bagaimana?” Tanya Dokter pada suster yang menemaninya.“Tensi darahnya sudah normal,