Jo yang tak ingin diganggu memilih untuk menyendiri, namun ketika di taman ia malah harus berususan dengan Nindya.
“Saya menyukai tuan.”
Dengan lantang Nindya mengucapkan hal tersebut, sudah tak tahan lagi memendam perasaan yang semakin lama semakin dalam.
Nindya sudah tak perduli lagi dengan akibat dari perbuatannya ini, ia begitu yakin jika sebenarnya Jo juga merasakan hal yang sama dengan dirinya.
“Aku tahu jika sebenarnya perasaan kita sama, “ batin Nidya menatap Jo penuh harap.
“Mungkin kamu salah paham dengan sikap saya selama ini, saya minta maaf untuk itu semua. Saya hanya bersikap professional di perusahaan, tidak pernah terpikirkan untuk membuat kalian semua salah sangka.”
“Di hati dan pikiran saya sudah ada pemiliknya, jauh sebelum saya melihat kamu disini dia sudah menghuni hati saya. Bukan kamu orang nya, permisi.” Lanjutnya sebelum benar-benar pergi.
Nindya tak percaya deng
Rania merasa kesal dengan putranya, ia baru saja tahu jika minggu depan putranya itu akan melakukan perjalan bisnis cukup lama.Dan yang paling membuatnya kesal adalah dirinya tak diberi tahu apapun soal itu.Leo tak memberi penjelasan apapun, ia menunggu putranya pulang untuk bisa bicara dengan Rania bersama-sama.“Sudahlah sayang, tunggu putramu pulang baru bicara.”“Tidak, tapi aku kesal dengan anak itu.”Leo berusaha membujuknya, “Daniel perjalanan pulang dengan Luna, kita tunggu ya.”“Luna ikut dengannya?”“Mana aku tahu, makanya kita tunggu Daniel saja.”Dengan terpaksa Rania menuruti suaminya, ia pun mendudukkan dirinya di sofa. Wajah cantiknya ditekuk pertanda kekesalannya.Dan tak lama yang di tunggu akhirnya pulang, namun Daniel pulang seorang diri tanpa membawa sang kekasih bersamanya.“Dasar anak nakal ya.”“Aduh, saki
Divya merasa lega bisa keluar dari rumah, namun ia juga merasa takut jika saja abangnya tahu dirinya kabur dari rumah.Ia sendiri tak tahu harus pergi kemana, ia belum begitu tahu tempat-tempat populer di negaranya itu.“Aku cari di aplikasi aja, pasti ada tempat populer dan seru.”“Nah, ketemu kan. Pak, antar saya ke alamat ini.”Supir taksi segera membawa Divya ke tempat tujuannya, setelah menerima bayaran ia pun pergi mencari penumpang lagi.“Wow,” serunya.Dengan mata berbinar dan rasa penasaran, Divya melangkah masuk ke dalam tempat tersebut.Begitu masuk, ia sudah di suguhi dengan bau alcohol yang sangat menyengat di indra penciumannya. Belum lagi musik yang berdentum dengan keras memekakan telinganya.Banyak mata yang menatap kedatangannya, namun hal itu tak membuat Divya merasa takut. Hal itu justru membuatnya penasaran.“Orange jus,” pintanya pada bar tender.
Brian mendorong tubuh Divya ke lantai, tanpa sengaja kepala Divya terbentur oleh meja di depannya.Semua orang berteriak panik, namun tidak dengan Brian. Laki-laki itu masih di kuasai oleh emosinya.“Brian, kamu sudah kelewatan, Nak.”Lio ingin bergerak membantu putrinya, namun mendengar seruan Brian ia pun mengurungkan langkah kakinya.“Apa aku tidak berhak marah dan menghukum adikku, Pa?”“Tapi tidak dengan begini.”“Apa karena aku bukan bagian dari keluarga ini makanya papa mengabaikan kemarahanku?”“Kamu sudah sangat keterlaluan, Brian. Kamu tahu sendiri bagaimana perasaan saya terhadapmu.”Lio menahan sakit hatinya, ia mengurungkan niatnya membantu Divya dan memilih pergi.“Kamu keterlaluan, Brian. Kamu melukai papamu sendiri.”Tinggalah tiga orang disana, menyisakan Divya yang masih tersungkur di lantai.“Bangun,” peri
Sony mencari tahu tentang Stella juga ayahnya, ia merasa penasaran dengan hubungan keduanya saat ini. Yang Sony tahu, Stella adalah mantan karyawan ayahnya di perusahaan.Ia pun mengingat sedikit tentang ayahnya yang pernah di ceritakan sang ibu, tentang masa lalu dan alasan dibalik berseterunya satu keluarga.“Rumah mantan istri, Daddy. Apa aku mulai saja dari sana? Siapa tahu aku menemukan sesuatu dari sana.”Ia pun segera keluar dari hotel, meninggalkan lagi Juli seorang diri di dalam kamar hotel.Karena tak begitu ingat dengan alamat rumahnya, Sony menghabiskan banyak waktu di jalan sekedar untuk bertanya-tanya.Hingga pada akhirnya, “ Akhirnya ketemu juga, besar juga rumahnya. Lumayan buat tinggal aku sama, Mommy.”Dengan perlahan Sony membuka pagar rumah, mengamati sekitaran rumah yang masih sangat sepi. Melihat ke dalam pos satpam, namun tak menemukan satu pun penjaga.Sony melangkah semakin masuk, menin
Lius terkejut dengan reaksi yang di tunjukkan putranya saat ini.Mendengar ayahnya menikah lagi secara diam-diam, Lius sudah mempersiapkan diri untuk kemarahan putranya itu begitu juga dengan Stella.Namun keduanya terkejut melihat reaksi Sony saat ini, bukan mengamuk namun laki-laki itu malah tersenyum smirk dan begitu menakutkan.“Apa yang kau rencanakan? Kenapa reaksimu seperti itu?”“Haha, kau memang ayahku. Tanpa bicara apapun sudah tahu isi pikiran anaknya.”“Jangan melakukan hal yang aneh-aneh,” ancam Lius.“Tidak aneh, hanya satu hal.”“Katakan.”“Daddy bicaralah dengan kakak daddy itu, katakan untuk bisa memberikan restunya untukku.”“Jangan gila Sony.”“Tutup mulutmu, aku tidak bicara dengan wanita murahan sepertimu!” teriaknya.“Jaga mulutmu, dia istriku.”“Kalau Daddy menuruti
Brian sudah berderai air mata, memeluk ibunya yang saat ini duduk sembari tersedu-sedu. Daniel menenangkan Lio, ia tak ingin om nya itu lepas kendali dan melakukan hal-hal fatal.“Biar aku yang mengurusnya, sebaiknya om bawa tante masuk ke dalam saja. Aku akan meminta pelayan membawa makan malam kalian nanti.”“Baiklah, awasi saudaramu.”Daniel mengangguk, sedang Brian hanya bisa membiarkan ayahnya membawa sang ibu pergi dari pandangan matanya.Hingga tiba-tiba,“Kau sudah membuat ibuku menangis, aku akan membunuhmu dan menghabisi milikmu.”“Brian, lepaskan. Tenang,” Daniel berusaha melepaskan cengkraman Brian pada Lius.Begitu juga dengan Sony yang tak terima ayahnya diperlakukan buruk, bagaimanapun Lius tetap ayahnya.“Lepaskan, Daddyku. Kau benar-benar anak kurang ajar!”Bugh.“Diam, dan jangan banyak bicara.”Pukulan Daniel tepat sa
Jo begitu panik setelah salah seorang karyawan mendatangi dirinya, wajahnya nampak sangat merah menahan gejolak emosinya.Divya masih di tempatnya, meringkuk menahan sakit dan pernih di tubuh juga tangannya. Ada dua orang yang menemaninya namun tak bisa berbuat apa-apa.“Sayang,” serunya.Jo segera melihat kondisi Divya, matanya memanas melihat luka bakar yang diderita gadisnya.“Siapa yang melakukan ini!” teriak murka.“Sakit, Kak. Sakit sekali,” tangis Divya.Segera Jo membawa tubuh Divya pergi menuju rumah sakit, namun ia sempat memberi pesan agar semua cctv diamankan.Di tengah jalan, Jo menghubungi Brian juga Daniel. Ia memberitahukan kondisi Divya saat ini.Tiba di rumah sakit, Divya segera di larikan ke UGD. Cukup lama hingga Brian juga Daniel tiba bersama dengan Luna.“Gimana kondisinya?”“Masih di tangani di dalam.”“Gimana bisa kena
Sudah hampir satu minggu Divya di rawat, kondisinya sudah mulai membaik bahkan beberapa lukanya nampak sudah mengering.Hanya tinggal bahu Divya yang masih memerlukan penangangan khusus.“Kapan aku bisa pulang, bosen disini.”Divya terus saja merengek sepanjang hari, ia ingin pulang dan beristirahat dirumah.Brian sudah bertanya dengan dokter yang menangani adiknya, namun dokter juga belum memberi keputusannya.“Aduh, kakak sampai bosan loh dengar kamu tanya-tanya terus.” Omel Daniel.“Bosen kak Daniel, aku udah pengen rebahan di kamar.”Daniel memutar matanya malas, adik sepupunya itu selalu saja menjawab ucapannya.“Nanti abang tanyakan lagi, sekarang diam dan nonton aja.”Daniel fokus dengan ponselnya, ia masih harus mengurus pekerjaannya dari jarak jauh.Begitu juga dengan Brian, ia masih memangku laptop dan fokus menatap layar.“Selalu sibuk terus,&
Sony geram dengan wajah berani Jo terhadapnya, ia pun marah dan terjadilah pertarungan disana.Dengan menahan sakit, Jo terus melawan. Juli tak terima melihat putranya hampir kalah, ia pun segera mendekati Divya dan mengancam Jo disana.“Berani kau memukul putraku, maka gadis ini akan aku pukul balik.”Divya hanya bisa menangis, menjerit bahkan memohon saat melihat Jo habis babak belur di tangan Sony. Belum lagi luka di perutnya kembali terbuka dan mengeluarkan banyak darah.Jo sudah tak sanggup, ia jatuh dan hilang kesadaran.Divya yang panik mendorong Juli dan berlari kepada JO.“Kalian biadab, binatang kalian semua.” Makinya.Divya memeluk tubuh Jo kedalam pelukannya, gadis itu menangis tersedu-sedu memohon pada Jo untuk kembali membuka mata.Sony sangat puas, ia pun meninggalkan ruangan dengan tawa senang diikuti Juli di belakang.Tak ada ranjang yang layak, semua tempat nampak kumuh tak terawat. Hanya ada ranjang usang yang kemarin digunakannya.Dengan susah payah Divya menarik tu
Namun tekat bulat Jo membuat laki-laki itu segera kabur dan mengabaikan teriakan Brian.Brian panik, kondisi Jo masih belum pulih. Belum lagi lukanya baru saja kembali dijahit, Brian benar-benar dibuat sangat panik.“Kamu coba kejar dia, papa akan kembali ke atas dan memberitahu semuanya.”Mengangguk, Brian segera menyusul dengan menggunakan mobilnya.Di dalam taxi, Jo mencoba melacak keberadaan Divya dari ponsel pintarnya. Namun sayang sejak tadi tak kunjung dia menemukan titik lokasi keberadaan Divya.“Permisi, Tuan. Tujuan kita kemana ya?” tanya supir taxi.“Jalan XX depan bangunan kosong.”Taxi melaju dengan kencang membelah kemacetan, namun fokus Jo masih dengan ponsel di tangannya.Setibanya disana, Jo berjalan menyusuri jalan sepi tanpa penghuni.“Kenapa titik lokasinya ada disini? daerah ini bukankah sudah tidak berpenghuni?” gumam Jo.Sepanjang jalan kakinya
Semua tengah bersantai, berkumpul bersama walau di rumah sakit tempatnya.Lio sengaja meluangkan waktu demi memberi perhatian lebih pada Jo yang sedang terluka. Bagi Lio, Jo sudah seperti anak juga baginya.Lio memesan banyak makanan juga cemilan, ia tak ingin keluarganya kelaparan atau kekurangan makanan.“Adek, jangan diisengin dong Jo nya.” Dengan lembut menegur sang putri.Divya hanya cengengesan saat mendengar sang ayah menegur tingkahnya. Ia pun kembali menyuapi Jo dengan buah anggur di tangannya.Brian fokus dengan laptopnya, sedang Daniel sibuk bermesraan dengan Luna tanpa melihat tempat mereka berada.“Bucin terus, nggak lihat-lihat tempat.”“Dih, sirik aja. Makanya punya pacar,” ejek Daniel.Tiba-tiba saja Divya bangkit dari tempat, berjalan keluar meninggalkan ruang rawat.“Adek, mau kemana?”“Sebentar, Pah. Nggak lama,” serunya sebelum benar-b
Pagi yang begitu cerah, semua orang tengah bersiap untuk menjengur Jo di rumah sakit.Tak lupa Lea juga membawa banyak masakan untuk anak-anak yang sejak semalam menginap disana.“Pakaian untuk mereka sudah siap?”“Sudah, Mom.”Sekar sudah tak sabar mengunjungi Jo disana, ia juga merindukan cucu-cucunya yang sejak semalam tak pulang.Mengendarai dua mobil, mereka melesat menuju rumah sakit.Tiba disana, semua orang dibuat tercengang dengan keadaan di dalam.“Astaga, ini kenapa begini?” seru Rania melihat putra juga keponakannya tengah berlutut dengan memegang kedua telinganya.“Bangun, “ titah Lio pada keduanya.Luna hanya diam, gadis itu tersenyum sembari meletakkan buah yang sedari tadi dipangkunya.“Ada apa? Kenapa panas sekali suasananya?” tanya Sekar pada Luna.“Mereka berdua bikin lukanya Jo kembali terbuka dan harus kembali di jahit, O
Lea berhasil menenangkan suaminya, di dalam pelukan wanita itu Lio terlelap dengan begitu damai.Lea terus membelai rambut Lio, dengan penuh kasih dan sayang ia mengecup kening laki-lakinya.“Maaf jika diamku membuatmu hancur dan seakan dibohongi. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu, ayah yang mengingikan semua ini dan bukan aku.” Gumamnya dengan berlinang air mata.Kembali mengingat kejadian lampau itu membuat luka yang masih belum kering kembali basah.Menatap jam dinding, Lea tersadar jika ini hampir tengah malam.Sejak tadi ia tak mendengar suara anak-anak, ia pun juga belum turun untuk melihat mereka semua.“Kemana lagi anak-anak?”Deg, ia pun ingat tentang keadaan Jo saat ini. Dengan cepat ia berusaha menghubungi Brian sang putra.Tak menunggu lama, Brian segera menerima panggilan ibunya.Dengan nada yang sangat cemas, Lea menanyakan tentang keadaan Jo saat ini. Wanita itu benar-benar men
Divya sama sekali tak meninggalkan kekasihnya barang sedikitpun, semenjak tahu kejadian sebenarnya ia menolak meninggalkan sang kekasih lama-lama.Bagi Divya, ia harus memastikan sendiri keselamatan laki-lakinya.Memang belum secara resmi mereka bersama, namun keadaan saat ini sudah membuat kebahagiaan tersendiri bagi dua anak manusia itu.“Sayang, kamu istirahat ya. Dari tadi kamu udah ngurusin aku,” ucap Jo.“Aku akan istirahat, tapi tidak sekarang. Masih ada yang harus aku kerjakan.”“Apa?”Namun Divya tak menjawab, ia terlihat sibuk dengan gawai pipih yang tengah di genggamnya.Jo sebenarnya tahu apa yang saat ini tengah di lakukan kekasih kecilnya, ia tahu apa yang menjadi tujuan dari perbuatan Divya saat ini.Ia tak ingin melarangnya, ia tak ingin kemarahan Divya tak tersalurkan. Namun dibalik itu semua, ia tetap memantau dan mengendalikan perbuatan dari kekasihnya.“Aku ti
Divya berusaha melangkahkan kakinya, namun rasanya begitu berat. Belum lagi air matanya yang tak berhenti mengalir deras di pipi, membuat dirinya bingung sendiri.“Nggak mungkin, semuanya hanya salah paham.” Gumamnya sembari melangkah perlahan.Brian tak sanggup melihat adiknya terluka, namun ia juga tak sanggup jika harus masuk dan melihat semuanya.Begitu juga dengan Daniel, laki-laki itu hanya diam menyesali semua yang sudah terjadi.“Seharusnya dari awal kita memberitahunya, kalau begini kita sama saja menusuknya.”Brian hanya diam, menundukkan kepala tanpa tahu apa yang dikatakan.Divya semakin dekat dengan pintu, jantungnya semakin berdetak dengan begitu tak menentu. Begitu sakit, seakan ada sesuatu yang menghantam dadanya.Suasana begitu berbeda, kini di depannya banyak berbaring jasad yang sudah tak bernyawa.Tubuh Divya luruh ke bawah, air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya. Isakan
Rahasia yang selama ini coba di lupakan pada akhirnya terbongkar dengan cara yang tak terduga. Sekar yang sudah lama memendam rasa bersalah membongkar semua kejahatan putra keduanya di depan semua orang.Lio tak tahu apapun tentang itu semua, ia sama terkejutnya dengan Brian yang masih bersitegang dengan Lius.“Maksud oma?” tanya Brian.“Ayah kandungmu lah penyebab kakek Wilson meninggal.” Seru Sekar tanpa ingin menutup-nutupinya lagi.“Mom,” teriak Lius.Lio terduduk lemas, ia tak percaya dengan apa yang sudah di dengarnya ini. Selama ini ia tak tahu apapuun tentang kesakitan dan fakta yang dirasakan oleh istrinya.“Bagaimana bisa, bukankah ayah Wilson meninggal karena jatuh dari tangga?”“Ayah mertuamu tidak jatuh dari tangga, tapi jatuh dari lantai dua rumah lama kita.” Sahut Antonio.Lebih lanjut Antonio juga menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan kemaraha
Nindya kembali ke rumah, ia segera mengemas semua pakaian dan berniat meninggalkan semuanya.Ia merasa puas terakhir kali melihat keadaan Jo yang mengenaskan, ada rasa bahagia dan terluka dalam satu waktu bersamaan.Nindya menangis, ia menatap kedua tangan yang sudah dengan tega melukai Jo hingga seperti tadi. Menyesal?Tidak, sama sekali Nindya tak merasa menyesal dengan apa yang sudah diperbuatnya. Hanya saja hatinya ikut terluka saat melihat air mata yang mengalir keluar dari mata indah pujaan hatinya.“Andai bapak menerima cinta saya, andai bapak tidak terpengaruh dengan wanita licik itu maka semuanya tidak akan jadi seperti ini.”Cepat-cepat Nindya mengemas barang bawaannya, juga beberap obat yang diperlukannya saat ini.Membuka pintu lemari, Nindya mengambil semua uang yang ada disana.“Dengan uang ini aku bisa mengembalikan wajahku seperti semula, maafkan Nindya nek karena menjual rumah itu.”Deng