“Aku akan kembali pagi-pagi sekali.” Steven pamit pada Emerson di depan rumah Wilson. Ia harus pulang untuk berganti pakaian lalu membawa perbekalan ke rumah itu lagi. Kali ini ia mungkin akan menginap lebih lama karena hubungannya dan Venus sudah kembali dekat.“Em, jangan lupa soal mobil itu,” ujar Steven mengulang lagi soal mobil Rex Milan yang dicuri oleh teman-teman Emerson sebelumnya. Emerson langsung mengangguk.“Aku akan memberikannya padamu besok. Pagi-pagi ... sebelum jam tujuh?” Steven mengangguk cepat lalu menyalakan mobilnya. Ia mengendarai mobilnya lewat tengah malam ke rumahnya. Setelah memastikan tidak ada yang mengikuti, barulah Steven keluar dari mobilnya.“Dion!” Steven alias Dion berhenti. Ia menoleh pada Seth alias Arion yang tiba-tiba muncul dari kegelapan.“Apa yang kamu lakukan di situ? Kamu mengagetkanku, Arion!” sahut Dion dengan kening mengernyit.“Aku menunggumu. Ada yang harus aku bicarakan.” Arion tidak menunggu persetujuan Dion. Ia berbalik dan kembali k
“Kok Mas Dion berpikir seperti itu? Maksud Mas apa?” tanya Cindy dengan sikap yang jauh lebih gugup dari sebelumnya. Dion menarik napas sedikit panjang dan bersikap lebih santai. Ia tidak ingin Cindy merasa tertekan dengan pertanyaan yang diajukannya.“Begini, Cin. Mas lihat kamu dan Sebastian sudah sangat dekat. Mas tidak ingin kamu jadi terbawa suasana dan merasakan yang tidak seharusnya. Sebastian Arson dan Rex Milan Wilson bukan orang baik. Mereka sudah merusak rumah tangga Mas Dion dan Mbakmu. Mereka juga yang sudah membunuh Mas Brema hingga tewas,” ujar Dion mulai menjelaskan dengan nada intens.“Brema dan Mila meninggalkan seorang anak yang sudah jadi yatim piatu sebelum usia lima tahun, Cin. Sangkala itu seumuran Kale, Cindy. Tapi dia sudah kehilangan ayah dan ibunya,” imbuh Dion lagi. Cindy tampak seperti menyesal dengan menundukkan wajahnya.“Yang Mas lakukan sekarang adalah menuntut keadilan yang gak bisa Mas dapatkan dari tangan hukum. Kamu lihatkan seperti apa Mas menuntu
“Papa!” Dallas menepuk-nepuk pipi Dion sampai ia terbangun. Dion celingukan kaget lalu bangun dan menyengir senyum.“Papa!” sebut Dallas dengan bahasa cadelnya. Bocah yang belum genap dua tahun itu sudah bangun lebih awal dari ayahnya.“Dallas, kamu kok cepet banget bangunnya, Nak. Ini sudah jam berapa?” Dion mengecek jam meja dan masih terlalu pagi untuk Dallas bangun. Kakaknya Kale masih terlelap di tempat tidurnya.“Kamu kenapa, Sayang? Kamu haus atau mau pipis? Coba Papa periksa popoknya!” Dion pun bangun dan memeriksa popok Dallas yang sudah penuh dan membuatnya tidak nyaman. Dengan senang hati, Dion menggendong untuk mengganti popok Dallas yang memeluknya.“Kangen Papa gak? Kamu kangen Papa gak?” Dion menggelitiki Dallas yang terkekeh kecil lalu menepuk-nepuk pipinya. Setelah mengganti popok, Dion meletakkan Dallas kembali ke tempat tidurnya agar ia bisa meneruskan tidur.“Papa!” rengek Dallas tidak ingin berpisah. Ia mulai merengek dan membuat keributan.“Papa harus pergi, Saya
“Aku adalah suamimu, Venus. Aku ingin bermesraan denganmu, Sayang.” Rex Milan menyahuti Venus yang marah dengan perilakunya. Venus masih terus mendorong lengan Rex Milan melepaskan dari dekapannya.“Aku tidak mau, aku mau pergi!” Venus separuh memekik. Steven pun tidak menunggu waktu lama untuk memisahkan Venus dari Rex Milan. Pemandangan aneh langsung terjadi saat Steven menyembunyikan Venus di balik tubuhnya seolah Venus adalah miliknya.“Tolong menjauhlah dari Nyonya Venus, Tuan Wilson. Dia sudah ketakutan menghadapimu!” ucap Steven seraya merentangkan tangannya ke depan. Rex Milan ikut berdiri dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan. Jika mengamuk maka Venus akan semakin jauh darinya tapi perilaku yang ditunjukkan oleh Steven memang sangat memancing emosi.“Apa kau tahu siapa dirimu, Steven? Kau cuma seorang pengawal!” hardik Rex Milan.“Aku tahu. Tapi Nyonya Venus Harristian adalah subjek pengawalanku!”“Venus Wilson ... namanya Venus Wilson!” teriak Rex Milan mengamuk. Stev
Venus kembali ke ruang perawatannya setelah menjalani pemeriksaan. Steven tetap mendampinginya sampai dokter Jason Thorn menyelesaikan pemeriksaannya.“Aku sarankan agar Nyonya Venus tetap beristirahat di rumah sakit untuk dua sampai tiga hari. Setidaknya sampai pikiran dan tubuhmu tidak lagi stres,” ujar dr. Jason Thorn memberikan penjelasan dengan senyuman ramah pada Venus. Venus ikut tersenyum seraya berbaring di tempat tidurnya yang nyaman.“Aku rasa aku akan bosan jika di rumah sakit saja, Dokter.” Venus berkata ikut membalas senyuman. Jason tersenyum lalu melirik pada Steven.“Steven bisa menemanimu kurasa. Dia pria yang baik,” ujar Jason malah memuji Steven di depan Venus. Venus ikut tersenyum melirik pada Steven dan terkekeh kecil.“Kamu benar.”Kening Steven sedikit mengernyit tapi ia tampak malu-malu. Tak berapa lama, Jason pun keluar meninggalkan Steven dan Venus di ruangan itu berdua saja. Tangan Venus langsung meraba tangan Steven dan mengaitkan jemarinya.“Apa kamu akan
Rex Milan mondar-mandir di ruang kerjanya dengan perasaan dongkol sekaligus resah. Kehadiran Steven sebagai pengawal pribadi Venus tidaklah memberikan keamanan. Justru sebaliknya, ia merasa tidak aman.“Tuan?” panggil NLE Black yang masuk ke ruang kerja tersebut. Rex Milan masih menghadap ke arah balkon dengan sebelah tangan memegang kepalanya.“Nel, aku ingin kamu membatalkan kontrak Steven sebagai pengawal Venus. Aku mau mencari orang lain saja,” ujar Rex Milan memberikan perintahnya. NLE Black mengernyit tak mengerti.“Aku dihubungi oleh Nyonya Venus beberapa saat lalu tentang kontrak Steven dan Emerson. Dia meminta agar mereka berdua dikontrak dengan Nyonya Venus sebagai subjek pengawalan dan orang yang akan menggaji. Aku diminta mengubah kontrak lama,” jawab NLE Black menjelaskan situasi yang terjadi.Spontan Rex Milan berbalik. Ia tidak menyangka jika Venus bergerak lebih cepat. Rex Milan mengira jika Venus hanya mengertak saja.“Batalkan! Jangan menerimanya!” sahut Rex Milan ba
Sikap Cindy pada Sebastian mulai sedikit berubah pasca bicara dengan Dion semalam. Cindy memang diberikan satu hari cuti karena ia telah lembur satu hari sebelumnya.Akan tetapi, Sebastian yang datang ke kantor mulai mencari-cari perhatian Cindy. Bahkan setelah memberikannya libur, Sebastian malah menghubungi Cindy.Setelah beberapa kali dering, Sebastian mengernyit. Cindy tidak mengangkat teleponnya.“Kok gak diangkat?” gumam Sebastian memandang heran layar ponselnya. Ia mencoba sekali lagi dan masih sama saja. Sebastian lalu meletakkan ponselnya di atas meja kerja sambil terus menimbang. Setelah lima menit, ia bangun dan keluar dari ruangannya.Sebastian keluar dari bangunan Moulson Enterprise melalui lobi dan melewati coffee shop tempat Peter Dumanuw bekerja. Kebetulan Peter yang sedang membersihkan meja melihat Sebastian Arson melintas. Ia berdiri menatap pria itu berjalan ke arah Seth dan Keith yang sudah menunggunya.“Mau ke mana dia?” gumam Peter penasaran. Sebastian tampak bur
“Apa kamu sudah benar-benar mencari dia ke dalam?” tanya Sebastian dengan kening mengernyit. Ia seperti kurang bisa mempercayai Seth yang datang memberikan laporan.“Iya. Aku bahkan menanyakan pada teman-temannya, Tuan. Aku sudah mencarinya ke seluruh gedung dan tidak menemukannya.” Sebastian menghela napas panjang serta kecewa. Ia melihat ke semua arah sebelum kemudian masuk ke mobilnya.Dari kejauhan, di dalam taksi, Cindy melihat Sebastian yang sedang mencarinya. Peter lalu memerintahkan sopir taksi agar segera pergi sebelum Sebastian mencurigai sesuatu.“Kamu seharusnya mengangkat panggilan telepon dariku, Cin. Pak Arion juga nelepon kamu tapi kamu gak angkat,” gerutu Peter masih separuh memarahi Cindy. Cindy balik menoleh pada Peter dengan kening mengernyit. Ia tidak suka dengan cara Peter yang seperti memiliki kuasa atas dirinya.“Kok Mas Peter begini sih? Aku kan sedang di kampus. Aku memang gak mengangkat panggilan kalau sedang kuliah,” sahut Cindy membela dirinya. Peter menga
Di belakang Dion menyerahkan tas milik Venus pada Jasman yang akan mengawal mereka. Dua pengawal lainnya ditempatkan oleh Dion di jalan depan saat keluar dari rumah sakit. Sedangkan sudah ada lima orang pengawal yang berdiri di dekat mobil yang akan membawa Venus pulang. Kali ini, Dion tidak ingin mengambil lagi risiko demi keselamatan Venus.Limosin yang membawa Dion, Venus, Arjoona dan Claire meluncur dengan baik saat keluar dari area rumah sakit. Mereka akan bersama-sama pulang ke rumah Dion karena anak-anak mereka sudah menunggu.“Bagaimana dengan masalah hukum kemarin, Dad? Apa kamu perlu bantuanku?” tanya Dion pada Arjoona yang duduk berhadapan dengannya. Venus menoleh cepat pada Dion dengan mata membesar. Ia tidak mengetahui jika ayahnya terlibat konsekuensi hukum.“Apa yang terjadi, Dad?” tanya Venus dengan raut cemas.“Gak ada. Daddy cuma harus membayar denda tilang saja kok. Namanya juga orang tua. Bisa ceroboh kala
Tidak seperti yang diharapkan oleh Steven alias Dion, Venus tidak ingin menoleh padanya saat ia masuk. Venus membuang muka tak mau menyapa.“Venus─” Dion baru bicara dan Venus langsung memotong.“Pembohong! Siapa kamu sebenarnya?” tukas Venus tanpa basa-basi langsung mendelik pada Dion. Dion terdiam di sisi tempat tidur Venus dan belum bergerak. Ia sedikit menundukkan kepala dan terlihat menyesal.“Aku bisa menjelaskan semuanya─”“Jawab saja pertanyaanku!” Venus langsung menyela dengan tajam.Meskipun Venus masih cedera setelah tercekik oleh belitan kain, tapi ia masih bisa memarahi Dion yang baru datang.“Aku ... aku adalah ....”“Kamu bukan Steven kan?” Venus menebak lagi dengan ketus. Dion menarik napas panjang dan sedikit menunduk.“Aku adalah Dion Juliandra. Aku sedang menyamar menjadi Steven.” Dion akhirnya mengaku. Venus tak bergerak menatap tajam pada Dion. Kali ini, Dion sudah sangat keterlaluan membohonginya. Dion yang menyadari kesalahannya lantas melepaskan topeng karet ya
Rex Milan berhasil dikeluarkan dari mobilnya yang ringsek akibat tabrakan dari jeep monster yang dikendarai oleh Arjoona Harristian. Ia segera dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri dan luka-luka. Sama dengan Venus Harristian, keduanya dibawa ke rumah sakit yang sama dan ditempatkan di bangunan yang berbeda.“Uncle, aku terpaksa harus menahanmu dulu sementara. Sampai aku selesai menemukan buktinya,” ujar Andrew menjelaskan pada Arjoona yang baru saja keluar dari kamar perawatan Venus. Arjoona meninggikan kedua alisnya mendelik pada Andrew yang hanya bisa menyengir.Dion datang menghampiri setelah membuka topengnya. Ia menarik napas panjang melihat Arjoona dan Andrew.“Sepertinya Venus tidak mau bertemu denganku,” ujarnya dengan raut sedikit meringis. Kening Andrew mengernyit memandang Dion dengan raut bertanya.“Tadi dia tidak mau kupegangi,” sambung Dion lesu. Andrew kemudian menoleh pada Arjoona yang masih diam saja.“Sebastian Arson sudah ditangkap. Rex Milan akan me
“Venus, Venus. Oh, sayang. Apa kamu bisa bernapas?” Dion segera menggendong Venus ke dalam kamar dan meletakkannya di atas tempat tidur. Venus begitu kesulitan bernapas dan ia masih terengah kesulitan menarik atau mengeluarkan udara. “Cari tabung oksigen!” perintah Dion pada Arion. Arion pun masuk ke dalam walk in closet milik Venus untuk mencari tabung oksigen darurat. “Bernapaslah pelan-pelan, Sayang.” Dion menuntun Venus untuk bernapas satu-satu usai tercekik. Ia sudah tak peduli jika Rex Milan kabur. “Aku akan panggil Dokter,” ujar Divers pada Dion yang langsung mengangguk. Venus masih setengah semaput memandang Dion yang masih memakai topeng Steven. Ia merasa ada yang aneh tapi tak bisa bicara. Arion datang membawakan tabung oksigen darurat untuk Venus. Ia ikut membantu Venus mengenakan penutup untuk oksigen. Sementara itu, Rex Milan kabur lewat jalan samping dan langsung masuk ke mobilnya. Tidak ada yang sempat mengejar Rex Milan karena Dion dan teman-temannya sedang sibuk d
“Aku tidak membunuh Brema Mahendra. Aku bahkan tidak kenal siapa dia!” tegas Rex Milan masih bersikeras. Venus diam menatap Rex Milan yang tidak mau mengaku. Sambil menahan rasa berat di hatinya, Venus perlahan seperti melihat seperti apa Rex Milan yang sesungguhnya. Pria yang mengaku sebagai suaminya itu adalah seorang pembohong. Sekalipun Rex Milan tidak mengakui, tetapi Venus bisa merasakan kebohongan tersebut.“Terserah jika kamu tidak mau mengaku. Jika aku bisa melepaskanmu, aku rasa Ayah dan Kakakku tidak.” Venus mengancam dengan nada sinis. Rex Milan makin mendekat dengan deru napas yang terdengar kasar. Sedangkan Venus sekalipun cemas, tidak mundur sama sekali. Tangannya meremas tas tangannya cukup keras dan siap mengayunkannya pada Rex Milan jika ada yang terjadi.“Jangan mengancamku!” Rex Milan menggeram pelan.“Aku tidak akan seperti ini jika kamu tidak mengaku dan sepertinya kamu memang pantas untuk mendekam di penjara selamanya, Rex,” ujar Venus tak mengindahkan ancaman R
Sebastian diborgol di depan Cindy yang terpaku melihatnya. Ia sempat protes tapi FBI membeberkan semua bukti. Sebastian masih mengira jika Cindy tak tahu apa pun. Ia berbalik dan mencoba menjelaskan.“Cindy, ini gak bener. Jangan percaya mereka!” ucapnya menatap Cindy yang diam saja. Peter lalu masuk dan hendak membawa Cindy pergi. Di sanalah, Sebastian mengetahui jika Cindy terlibat dalam penangkapannya.“Sebentar. Kamu bekerja sama dengan Polisi? Kamu yang melakukan semua ini?” ujar Sebastian dengan raut tak percaya. Cindy masih diam saja menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Jangan dengarkan dia. Ayo!” ujar Peter dengan bahasa Indonesia. Mata Sebastian membesar. Ternyata yang sudah mengatur dan merencanakan semuanya adalah Cindy dan pria yang merupakan kekasihnya. Cindy menelan ludah dan berjalan melewati Sebastian. Ia akan keluar dari ruangan tersebut meninggalkan penangkapan tersebut di belakang.“Tunggu!” seru Sebastian menghentikan langkah Cindy. Cindy berbalik dan Sebastian me
Cindy melangkahkan kakinya masuk ke ruangan CEO sesuai janjinya dengan Sebastian. Cindy masih diam saja dan cenderung sedikit mengendap masuk. Ia melihat Sebastian sedang sibuk dengan beberapa pria yang ternyata adalah anggota direksi dan pemegang saham. Mata Sebastian tak lama menangkap sosok Cindy yang masuk tanpa pemberitahuan.“Cindy?” sebut Sebastian lalu tersenyum. Para pemegang saham itu lantas ikut menoleh ke belakang. Sebastian lalu meminta waktu sesaat.“Sebentar.” Sebastian menghampiri Cindy. Sebastian lantas menarik lengan Cindy ke salah satu sudut ruangan lalu separuh berbisik padanya.“Akhirnya kamu datang. Kamu duduk dulu ya, nanti kita bicara, Aku sedang menyelesaikan masalah sedikit.” Sebastian berujar masih dengan sikap lembut pada Cindy.“Masalah apa, Pak?” balas Cindy balik bertanya.“Uh, Oddysey menarik proyeknya dan menyerahkannya pada King Enterprise. Kita kalah.” Cindy hanya diam saja dan sedikit menundukkan wajahnya.“Jangan sedih, aku pasti bisa mengatasi ini
Venus Harristian masuk ke rumah yang sudah ia tinggalkan demi bisa menjebak Rex Milan Wilson. Begitu mendengar dari salah satu pelayan jika Venus sudah pulang, Rex Milan langsung keluar. Ia tersenyum datang menghampiri. Venus langsung menyusutkan langkahnya ke belakang. Rex Milan pun berhenti.“Venus,” sebutnya pelan.“Aku pulang karena Rei yang memintaku. Sekarang kita harus bicara,” ujar Venus menegaskan. Raut wajahnya tidak menyiratkan emosi sama sekali. Ia tidak mau lagi terenyuh pada apa yang akan dikatakan oleh Rex Milan.Jasman terlihat masih berada di salah satu ruangan bersama staf pembersih lainnya. Rex Milan melirik lalu memerintahkan agar semua keluar.“Kalian sudah selesai hari ini. Aku akan memanggil kalian lagi. Sekarang keluar,” ujar Rex Milan memberikan perintah. Venus sedikit memutar bola matanya melihat satu persatu staf keluar dari ruang tengah termasuk Jasman. Jasman telah memasang beberapa kamera di tempat yang lebih aman untuk memantau Venus.Dion masih terus me
“Kamu kenapa? Kamu dari mana?” Peter langsung bertanya banyak pada Cindy yang sedang menangis memeluknya. Cindy belum berani menjawab dan hanya bernapas satu-satu. Peter yang cemas sedikit melepaskan pelukannya pada Cindy untuk melihat keadaannya.“Kita bicara dulu.” Peter membujuk dan Cindy pun mengangguk. Mereka masuk ke halaman tanpa masuk ke rumah.“Sekarang kamu harus cerita sama aku apa yang terjadi. Jangan berbohong. Siapa tadi yang nganterin kamu?” Peter kembali mencecar Cindy dengan pertanyaan.“Mas Peter lihat?” Cindy sedikit mengangkat wajahnya.“Iya. Aku di belakang mobil itu dan melihat kamu keluar dari sana. Itu siapa, Cindy?”Cindy menarik napas yang masih sesak seraya menatap wajah Peter yang tampak dari bias lampu depan di atas teras.“Sebastian Arson.” Cindy menjawab dengan suara kecil. Wajah Peter langsung berubah tegang.“Apa?” sahutnya meninggikan suara. Peter langsung melihat ke arah pintu khawatir jika terbuka dan Budhe Dewi tiba-tiba muncul.“Lalu, apa dia meny