“Kalian kejar laki-laki itu! jangan sampai lolos!” teriak NLE Black memerintahkan tiga orang anak buahnya untuk mengejar Peter yang berhasil melarikan diri ke dalam bangunan perkantoran Moulson Enterprise. Sedangkan dirinya dan dua orang anak buahnya yang lain akan mengejar Dion yang berhasil melarikan diri menggunakan mobil.Dengan menggunakan Mustang, NLE Black membelah jalanan demi mengejar Dion yang mengebut masuk ke jalan raya. Dion sampai menikung di jalan dan lorong kecil agar bisa lolos dari NLE Black.“Jangan sampai dia melarikan diri ke jalan utama. Blokir dia sekarang!” perintah NLE Black pada anak buahnya yang sedang menyetir.Sementara Dion terengah mengatur napasnya begitu tegang mengganti gigi persneling sebelum melaju lebih kencang. Mobilnya nyaris memutar tapi ia lolos dan akhirnya bisa leluasa meluncur.“Aku harus ke jalan utama!” gumam Dion menekan pedal gas dan meluncur lebih kencang meski mobil serasa sedikit melayang. BHUM – mobil Dion sempat terentak di jalan ya
“Tidak ... Tidak mungkin. Apa kamu yang membunuhnya?” ujar Venus menggeleng tak percaya. Rex Milan yang semula bahagia menyampaikan berita itu pada Venus kini memudarkan senyumannya.“Tidak. Untuk apa aku melakukan hal itu? Kenapa kamu menuduhku seperti itu? Aku ini adalah Suamimu, Venus,” balas Rex Milan dengan kening sedikit mengernyit. Venus masih memandang Rex Milan dengan mata berkaca-kaca. Entah mengapa napasnya semakin sesak saat mendengar kematian Dion.“Bagaimana itu bisa terjadi?” gumam Venus tanpa menjawab pertanyaan Rex Milan sebelumnya. Rex Milan sedikit mengeraskan rahangnya tapi ia benar-benar menyembunyikan perasaannya dengan sangat baik.“Aku tidak perlu membunuhnya, Venus. Pria itu memang bukan pria baik yang akan mendapatkan karma buruknya sendiri. Jika kamu berpikir aku melakukan kejahatan seperti itu, itu salah besar,” ucap Rex Milan meyakinkan Venus. Ia tetap menatap mata Venus dengan raut wajah yang serius.“Dion, dia adalah Suamiku,” sebut Venus dengan suara ya
Venus menunggu cemas sambil meremas tangannya di kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Ia tidak akan bisa beristirahat sampai mengetahui kondisi Dion yang sesungguhnya. Ponsel yang disimpan Venus pun bergetar. Dengan cepat Venus menyambar dan menerima panggilan dari ibunya.“Mom?”“Ada berita buruk, Sayang. Sepertinya Rex Milan benar. Dion sudah tiada.” Venus langsung menutup mulut dengan sebelah tangannya. Ia terduduk di sofa dalam kondisi lemas.“A-Apa?” sahut Venus terbata-bata.“Maafkan, Mommy. Mommy baru saja mendapatkan kabar dari NYPD. Mobil Dion terbalik dan terjadi perampokan di jalan yang mengakibatkan dia terkena tembakan serta kecelakaan itu.” Venus menggeleng tak percaya dengan apa yang didengarnya.“Tapi dia ... aku ....” Venus menjeda dan tercekat tidak bisa bicara. Rasanya semuanya berhenti di tenggorokannya.“Sebaiknya kamu beristirahat dan jangan pikirkan soal Dion dulu. Besok Mommy akan melihat apa yang bisa dilakukan untuk memberikan pemakaman yang layak b
Berita soal kecelakaan Dion akhirnya memenuhi channel berita malam. Rekaman saat mobil Dion yang sudah terbakar beredar. Dewi dan anaknya Cindy juga Peter dan Jasman sama-sama duduk di ruang tengah menyaksikan berita itu.“Sekarang bagaimana, Ma? Apa aku harus terus kerja di perusahaan itu? Aku emoh ah, Ma, kalo Mas Dion ndak ada,” ujar Cindy sedikit merengek manja. Dewi mengambil sebelah tangan Cindy dan menggenggamnya.“Kalau kamu ndak mau, Masmu ndak memaksa. Itu semua terserah sama kamu. Tapi kalau kamu masih mau membantu, Dion meminta agar kamu tetap di sana untuk memantau mengumpulkan informasi terutama soal Venus.” Dewi kembali menjelaskan. Cindy diam menatap ibunya. Ia masih ingin menolong Dion tapi pekerjaan mata-mata yang dilakukannya bukan tanpa risiko.“Saya bersedia tetap bekerja di gedung itu agar bisa mengawasi dan membantu Dek Cindy, Tante,” celetuk Peter tiba-tiba menyela. Jasman sontak menyikut temannya itu lalu mendelik.“Jangan nyari kesempatan lu!” Jasman berbisik
Saat Venus menapakkan kakinya ke atas Yacth, ia merasa seperti Deja Vu. Ada yang sedang menempa pikirannya yang kehilangan banyak memori masa lalu. Rasanya ia pernah mengalami hal yang sedang dialaminya.“Ada apa, Sayang?” tegur Rex Milan pada Venus yang sedikit terkesiap dari lamunannya.“Aku ... apa kita pernah berada di sini sebelumnya?” tanya Venus dengan raut kebingungan. Kening Rex Milan sempat mengernyit. Ia berpikir dengan cepat agar tidak salah menjawab.“Apa kamu mengingat sesuatu?”“Entahlah. Aku merasa jika aku pernah di sini. Aku merasa ....” Rex Milan tersenyum dengan sedikit dengusan lembut. Venus lalu menoleh padanya seakan mengharapkan jawaban dari segala kebingungannya.“Aku senang kamu bisa mengingatnya. Aku melamarmu di atas Yacth ini. ini Yacth yang sama, Sayang.” Rex Milan menjawab sembari tersenyum. Kening Venus perlahan mengernyit. Benaknya terus berdebat di antara iya atau tidak. Venus memang merasa deja vu tapi apakah yang diucapkan oleh Rex Milan itu benar a
“Kita akan kembali seperti dulu, aku berjanji,” ucap Rex Milan pada Venus sebelum menandatangani surat dan dokumen pernikahan tersebut. Venus masih ragu dan bingung. Ia harus melakukan sesuatu untuk membantu dirinya sendiri. Maka, Venus pun akhirnya mengambil keputusan.Tangan Venus menggoreskan tanda tangannya pada lembaran dokumen yang dibawa oleh Rex Milan. Senyuman Rex Milan mengembang lebar. Ia tidak menyangka jika pernikahannya akan lancar seperti ini.“Terima kasih, Sayang! Aku sangat mencintaimu!” ucap Rex Milan memeluk lalu mencium pipi Venus. Venus menaikkan sedikit senyumannya.Hati memang tidak bisa berbohong. Venus yakin jika Rex Milan terlibat pada kecelakaan Dion. Lebih dari itu, ia semakin tidak yakin jika Rex Milan adalah suaminya yang terakhir.“Kita rayakan hari ini dengan Wine!” Rex Milan dengan cepat memanggil pelayan untuk membawakan menu. Venus masih diam saja dan membiarkan Rex Milan melakukan yang diinginkannya. Pikiran Venus masih bercabang pada beberapa hal
“Kamu sedang berbicara dengan siapa, Cindy?” tanya Sebastian lagi dalam bahasa Indonesia. Napas Cindy tercekat dan jantungnya rasanya seperti sedang berhenti. Cindy tidak pernah menyangka jika Sebastian bisa berbahasa Indonesia. Selama ini, Cindy mengira jika Sebastian adalah keturunan Tionghoa.“B-Bukan, Pak. Ini ... ini adalah teman saya dari Indonesia,” jawab Cindy terbata-bata. Terlihat jelas jika ia menyembunyikan sesuatu dari Sebastian. Sebastian maju dua langkah tanpa melepaskan pandangan dari Cindy. Sedangkan ponsel di tangan Cindy diremasnya cukup keras.“Tolong buatkan kopi untukku dan antarkan ke ruanganku. Segera ya!” Sebastian lantas berbalik pergi usai memberikan perintah tersebut. Napas Cindy yang tertahan baru lepas setelah Sebastian keluar dari ruangannya.“Oh, Tuhan Yesus. Aduh, mati aku sekarang. Tolong aku, Bapa di Surga. Selamatkan aku dari kecurigaan Tuan Sebastian. Semoga dia gak mendengar pembicaraanku tadi sama Mas Peter,” ujar Cindy mencoba menenangkan diriny
Jasman berlari sekencang mungkin menghindari teriakan orang-orang yang mungkin mengejarnya. Di depan, sebuah mobil berhenti dan Jasman langsung masuk. Mobil itu langsung tancap gas.“Aduh, mampus gue! Gak-gak lagi gue ngejambret, ya Allah!” Jasman merutuk sambil terengah-engah mengatur napas. Ia begitu kepayahan sebelum membuka topeng dan hoodienya. Peter tersenyum dan terus menyetir. Mereka nekat menjambret tas Venus dan kini keduanya resmi jadi penjahat di New York.“Gimana? Berhasil kan?” tanya Peter tak yakin. Jasman mengangguk dan masih menarik napas. Ia mengangkat tas Venus yang dirampoknya tanpa menjawab.“Ya udah, gue telepon Pak Kyle dulu.” Peter segera menghubungi Kyle Madrid yang masih bekerja untuk Daga Nero. Untuk saat ini, Kyle menjadi atasan mereka setelah Dion meninggalkan kursi CEO.“Semua sudah terlaksana, Pak. Jasman sudah mencuri tas milik Nyonya Venus.” Peter melaporkan pada Kyle.“Bagus, kamu dan Jasman segera ke hotel yang sudah aku persiapkan. Periksa semua yan
Di belakang Dion menyerahkan tas milik Venus pada Jasman yang akan mengawal mereka. Dua pengawal lainnya ditempatkan oleh Dion di jalan depan saat keluar dari rumah sakit. Sedangkan sudah ada lima orang pengawal yang berdiri di dekat mobil yang akan membawa Venus pulang. Kali ini, Dion tidak ingin mengambil lagi risiko demi keselamatan Venus.Limosin yang membawa Dion, Venus, Arjoona dan Claire meluncur dengan baik saat keluar dari area rumah sakit. Mereka akan bersama-sama pulang ke rumah Dion karena anak-anak mereka sudah menunggu.“Bagaimana dengan masalah hukum kemarin, Dad? Apa kamu perlu bantuanku?” tanya Dion pada Arjoona yang duduk berhadapan dengannya. Venus menoleh cepat pada Dion dengan mata membesar. Ia tidak mengetahui jika ayahnya terlibat konsekuensi hukum.“Apa yang terjadi, Dad?” tanya Venus dengan raut cemas.“Gak ada. Daddy cuma harus membayar denda tilang saja kok. Namanya juga orang tua. Bisa ceroboh kala
Tidak seperti yang diharapkan oleh Steven alias Dion, Venus tidak ingin menoleh padanya saat ia masuk. Venus membuang muka tak mau menyapa.“Venus─” Dion baru bicara dan Venus langsung memotong.“Pembohong! Siapa kamu sebenarnya?” tukas Venus tanpa basa-basi langsung mendelik pada Dion. Dion terdiam di sisi tempat tidur Venus dan belum bergerak. Ia sedikit menundukkan kepala dan terlihat menyesal.“Aku bisa menjelaskan semuanya─”“Jawab saja pertanyaanku!” Venus langsung menyela dengan tajam.Meskipun Venus masih cedera setelah tercekik oleh belitan kain, tapi ia masih bisa memarahi Dion yang baru datang.“Aku ... aku adalah ....”“Kamu bukan Steven kan?” Venus menebak lagi dengan ketus. Dion menarik napas panjang dan sedikit menunduk.“Aku adalah Dion Juliandra. Aku sedang menyamar menjadi Steven.” Dion akhirnya mengaku. Venus tak bergerak menatap tajam pada Dion. Kali ini, Dion sudah sangat keterlaluan membohonginya. Dion yang menyadari kesalahannya lantas melepaskan topeng karet ya
Rex Milan berhasil dikeluarkan dari mobilnya yang ringsek akibat tabrakan dari jeep monster yang dikendarai oleh Arjoona Harristian. Ia segera dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri dan luka-luka. Sama dengan Venus Harristian, keduanya dibawa ke rumah sakit yang sama dan ditempatkan di bangunan yang berbeda.“Uncle, aku terpaksa harus menahanmu dulu sementara. Sampai aku selesai menemukan buktinya,” ujar Andrew menjelaskan pada Arjoona yang baru saja keluar dari kamar perawatan Venus. Arjoona meninggikan kedua alisnya mendelik pada Andrew yang hanya bisa menyengir.Dion datang menghampiri setelah membuka topengnya. Ia menarik napas panjang melihat Arjoona dan Andrew.“Sepertinya Venus tidak mau bertemu denganku,” ujarnya dengan raut sedikit meringis. Kening Andrew mengernyit memandang Dion dengan raut bertanya.“Tadi dia tidak mau kupegangi,” sambung Dion lesu. Andrew kemudian menoleh pada Arjoona yang masih diam saja.“Sebastian Arson sudah ditangkap. Rex Milan akan me
“Venus, Venus. Oh, sayang. Apa kamu bisa bernapas?” Dion segera menggendong Venus ke dalam kamar dan meletakkannya di atas tempat tidur. Venus begitu kesulitan bernapas dan ia masih terengah kesulitan menarik atau mengeluarkan udara. “Cari tabung oksigen!” perintah Dion pada Arion. Arion pun masuk ke dalam walk in closet milik Venus untuk mencari tabung oksigen darurat. “Bernapaslah pelan-pelan, Sayang.” Dion menuntun Venus untuk bernapas satu-satu usai tercekik. Ia sudah tak peduli jika Rex Milan kabur. “Aku akan panggil Dokter,” ujar Divers pada Dion yang langsung mengangguk. Venus masih setengah semaput memandang Dion yang masih memakai topeng Steven. Ia merasa ada yang aneh tapi tak bisa bicara. Arion datang membawakan tabung oksigen darurat untuk Venus. Ia ikut membantu Venus mengenakan penutup untuk oksigen. Sementara itu, Rex Milan kabur lewat jalan samping dan langsung masuk ke mobilnya. Tidak ada yang sempat mengejar Rex Milan karena Dion dan teman-temannya sedang sibuk d
“Aku tidak membunuh Brema Mahendra. Aku bahkan tidak kenal siapa dia!” tegas Rex Milan masih bersikeras. Venus diam menatap Rex Milan yang tidak mau mengaku. Sambil menahan rasa berat di hatinya, Venus perlahan seperti melihat seperti apa Rex Milan yang sesungguhnya. Pria yang mengaku sebagai suaminya itu adalah seorang pembohong. Sekalipun Rex Milan tidak mengakui, tetapi Venus bisa merasakan kebohongan tersebut.“Terserah jika kamu tidak mau mengaku. Jika aku bisa melepaskanmu, aku rasa Ayah dan Kakakku tidak.” Venus mengancam dengan nada sinis. Rex Milan makin mendekat dengan deru napas yang terdengar kasar. Sedangkan Venus sekalipun cemas, tidak mundur sama sekali. Tangannya meremas tas tangannya cukup keras dan siap mengayunkannya pada Rex Milan jika ada yang terjadi.“Jangan mengancamku!” Rex Milan menggeram pelan.“Aku tidak akan seperti ini jika kamu tidak mengaku dan sepertinya kamu memang pantas untuk mendekam di penjara selamanya, Rex,” ujar Venus tak mengindahkan ancaman R
Sebastian diborgol di depan Cindy yang terpaku melihatnya. Ia sempat protes tapi FBI membeberkan semua bukti. Sebastian masih mengira jika Cindy tak tahu apa pun. Ia berbalik dan mencoba menjelaskan.“Cindy, ini gak bener. Jangan percaya mereka!” ucapnya menatap Cindy yang diam saja. Peter lalu masuk dan hendak membawa Cindy pergi. Di sanalah, Sebastian mengetahui jika Cindy terlibat dalam penangkapannya.“Sebentar. Kamu bekerja sama dengan Polisi? Kamu yang melakukan semua ini?” ujar Sebastian dengan raut tak percaya. Cindy masih diam saja menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Jangan dengarkan dia. Ayo!” ujar Peter dengan bahasa Indonesia. Mata Sebastian membesar. Ternyata yang sudah mengatur dan merencanakan semuanya adalah Cindy dan pria yang merupakan kekasihnya. Cindy menelan ludah dan berjalan melewati Sebastian. Ia akan keluar dari ruangan tersebut meninggalkan penangkapan tersebut di belakang.“Tunggu!” seru Sebastian menghentikan langkah Cindy. Cindy berbalik dan Sebastian me
Cindy melangkahkan kakinya masuk ke ruangan CEO sesuai janjinya dengan Sebastian. Cindy masih diam saja dan cenderung sedikit mengendap masuk. Ia melihat Sebastian sedang sibuk dengan beberapa pria yang ternyata adalah anggota direksi dan pemegang saham. Mata Sebastian tak lama menangkap sosok Cindy yang masuk tanpa pemberitahuan.“Cindy?” sebut Sebastian lalu tersenyum. Para pemegang saham itu lantas ikut menoleh ke belakang. Sebastian lalu meminta waktu sesaat.“Sebentar.” Sebastian menghampiri Cindy. Sebastian lantas menarik lengan Cindy ke salah satu sudut ruangan lalu separuh berbisik padanya.“Akhirnya kamu datang. Kamu duduk dulu ya, nanti kita bicara, Aku sedang menyelesaikan masalah sedikit.” Sebastian berujar masih dengan sikap lembut pada Cindy.“Masalah apa, Pak?” balas Cindy balik bertanya.“Uh, Oddysey menarik proyeknya dan menyerahkannya pada King Enterprise. Kita kalah.” Cindy hanya diam saja dan sedikit menundukkan wajahnya.“Jangan sedih, aku pasti bisa mengatasi ini
Venus Harristian masuk ke rumah yang sudah ia tinggalkan demi bisa menjebak Rex Milan Wilson. Begitu mendengar dari salah satu pelayan jika Venus sudah pulang, Rex Milan langsung keluar. Ia tersenyum datang menghampiri. Venus langsung menyusutkan langkahnya ke belakang. Rex Milan pun berhenti.“Venus,” sebutnya pelan.“Aku pulang karena Rei yang memintaku. Sekarang kita harus bicara,” ujar Venus menegaskan. Raut wajahnya tidak menyiratkan emosi sama sekali. Ia tidak mau lagi terenyuh pada apa yang akan dikatakan oleh Rex Milan.Jasman terlihat masih berada di salah satu ruangan bersama staf pembersih lainnya. Rex Milan melirik lalu memerintahkan agar semua keluar.“Kalian sudah selesai hari ini. Aku akan memanggil kalian lagi. Sekarang keluar,” ujar Rex Milan memberikan perintah. Venus sedikit memutar bola matanya melihat satu persatu staf keluar dari ruang tengah termasuk Jasman. Jasman telah memasang beberapa kamera di tempat yang lebih aman untuk memantau Venus.Dion masih terus me
“Kamu kenapa? Kamu dari mana?” Peter langsung bertanya banyak pada Cindy yang sedang menangis memeluknya. Cindy belum berani menjawab dan hanya bernapas satu-satu. Peter yang cemas sedikit melepaskan pelukannya pada Cindy untuk melihat keadaannya.“Kita bicara dulu.” Peter membujuk dan Cindy pun mengangguk. Mereka masuk ke halaman tanpa masuk ke rumah.“Sekarang kamu harus cerita sama aku apa yang terjadi. Jangan berbohong. Siapa tadi yang nganterin kamu?” Peter kembali mencecar Cindy dengan pertanyaan.“Mas Peter lihat?” Cindy sedikit mengangkat wajahnya.“Iya. Aku di belakang mobil itu dan melihat kamu keluar dari sana. Itu siapa, Cindy?”Cindy menarik napas yang masih sesak seraya menatap wajah Peter yang tampak dari bias lampu depan di atas teras.“Sebastian Arson.” Cindy menjawab dengan suara kecil. Wajah Peter langsung berubah tegang.“Apa?” sahutnya meninggikan suara. Peter langsung melihat ke arah pintu khawatir jika terbuka dan Budhe Dewi tiba-tiba muncul.“Lalu, apa dia meny