Madiya meninggalkan Richard setelah mereka melakukan konferensi pers. Madiya sudah berjanji akan menemui bundanya yang datang ke Jakarta. Madiya sendiri bingung kenapa bundanya malah meminta dia untuk bertemu dengan mertuanya. "Bunda." Madiya melambaikan tangannya ketika melihat bundanya yang tidak jauh dari tempatnya berada. Dia tersenyum dengan tipis ketika melihat bundanya datang. "Bunda kangen kamu nak."Ratih memeluk anaknya dengan lembut. Madiya juga melaksanakan hal yang sama. Memeluk bundanya dengan penuh kasih. "Oh yah, apa kita akan langsung menemui mertuaku?" tanya Madiya. "Iya, aku ingin bertemu dengan wanita itu. Bunda sama sekali tidak menyangka kalau Richard anak dari Ana."Madiya hanya mengangguk, lalu dia melambaikan tangannya memberhentikan taksi. Mengajak bundanya untuk ikut bersama dengan dirinya. "Ayo bunda naik ke taksi.""Baiklah, ayo kita pergi."Ratih menuruti anaknya dan mereka naik taksi. Mereka berdua terdiam sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
"Richard." Madiya sedikit terkejut ketika melihat Richard datang menghampiri mereka. Padahal Madiya tengah menghindar dari Richard. Dia benar-benar merasa kesal dengan Richard sekarang. "Izinkan aku mengatakan semuanya pada semua orang yang ada di sini. Aku bukan orang yang sudah membunuh Sabira. Ada seorang yang memang sengaja menyabotase mobilku pada saat itu," terang Richad pada semua orang yang ada di sini. Dia hanya ingin memulihkan nama baiknya. Apalagi wanita yang dia cinta malah masih menuduh dirinya sampai sekarang. "Aku tidak akan percaya kalau kamu tidak punya bukti, Richard." "Aku tahu kalau kamu tidak percaya, tetapi aku punya buktinya sekarang!" kata Richard. "Mana?" kata Ratih. Richard memberikan sebuah video yang diberikan oleh Robi padanya. Dia akan menjelaskan semuanya sekarang demi memperbaiki nama baiknya. "Coba lihat ini, Bu Ratih." Ratih menerimanya dan dia melihat kalau di sana ada orang yang sengaja memutuskan rem mobil sehingga menjadi blong. Dia memb
Bab 31Richard berjalan masuk ke dalam kamarnya, dia bersama dengan Madiya yang ikut ke dalam. Dia sengaja mengunci mobilnya itu dengan tenang. Berbeda dengan ekspresi wajah Madiya sekarang, kenapa Richard pake acara mengunci pintu kamarnya segala. "Kenapa harus kunci pintu? Biasanya juga tidak," ujar Madiya. "Apa kamu keberatan? Di luar ada ibu kamu," jawab Richard dengan santai. Madiya memutar bola matanya jengah. Ini pertama kalinya dia tidur di kamar milik Richard. Biasanya Richard yang akan datang ke kamarnya sendiri. Tapi, berhubungan sekarang kamarnya dipake oleh bundanya jadi Madiya tidur bersama Richard. "Sudah saja berbaring, aku mau mandi dulu."Richard mengatakan itu dan dia mengambil handuk. Madiya hanya melihatnya saja lalu dia berbaring di atas kasur milik Richard. Melihat pria itu yang kini malah tersenyum dengan manis. "Sana mandi," usir Madiya yang kini sudah pergi ke kamar mandi. Sekarang dia bisa tidur lebih dulu sebelum Richard selesai mandi. Entah kenapa d
Pagi yang bahagia untuk Madiya sekarang, dia membuka matanya di pagi hari. Dia tidak menemukan kebenaran Richard yang tidur di samping dirinya. Bahkan tidak tahu harus berbuat apalagi. "Ke mana pria itu?" bingung Madiya yang tidak menemukan kebenaran Richard. Rasanya memang aneh ketika dia tidak menemukannya sama sekali. Biasanya pria itu bangun paling telat dibandingkan dengan dirinya. Madiya akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar mandi. Dia mencuci mukanya lalu menggosok giginya. Setelah selesai dia langsung keluar dari kamar Richard dan mencari pria tersebut. "Sudah bangun nak?" tanya Ratih pada anaknya. "Bunda, sedang masak apa?" tanya Madiya yang melihat ibunya sudah memakai celemek dan hendak akan memasak makan siang untuk dirinya. Bundanya sedang terlihat akan memasak sesuatu. Mungkin bundanya tau ke mana Richard saat ini. Tidak biasanya dia bangun pagi dan menghilang tidak ada di kamarnya. "Masak pancake untuk kamu," jawab Ratih. "Bunda," panggil Madiya depan pesan.
Robi menemani Richard yang memang ingin pergi ke luar kota. Pria itu sekarang ingin mencari bukti tentang orang yang sudah membuat Sabira celaka. Orang-orang yang memang sudah melakukan itu, kemarin ditemukan sudah tidak bernyawa dan dia tidak punya harapan untuk menemukan dalangnya. Beruntung Robi kemarin menemukan bukti rekaman dari orang tersebut dan menyebutkan nama pelakunya. "Kamu yakin, kalau semua bukti sudah terkumpul?" tanya Richard kembali menoleh kearah Robi. "Iya, semuanya sudah terkumpul."Richard tersenyum dengan puas mendengar apa yang dikatakan oleh Robi. Sebentar lagi dia akan menghancurkan keluarga Irsyad. Apalagi Madiya sudah tidak mau mengakui keluarga ayahnya tersebut. "Bagus. Kita berikan itu pada polisi. Biar mereka yang akan menyelidiki semuanya."Richard mengatakan itu dan Robi tersenyum dengan tipis. Robi menghubungi seorang polisi dan Richard sudah lebih dulu masuk kedalam mobilnya. Dia sudah rindu sekali dengan Madiya saat ini.Richard mengambil ponse
Madiya merasa gelisah karena setelah dia datang ke makam tempat peristirahatan adiknya untuk terakhir kalinya. Pengurus makam tersebut malah mengatakan kalau bukan Sabira pelakunya. Dia jadi merasa gelisah sekarang ini. Ratih menyadarkan kepalanya pada Madiya. "Di mana sebenarnya makam Sabira? Bunda ingat betul kalau Sabira di makamkan di tempat itu." "Tapi bunda melihat wajah Sabira langsung kan ketika dia sudah meninggal?" tanya Madiya penasaran. Biasa saja ada yang menyabotase makamnya. Ratih hanya menggelengkan kepalanya. "bunda memang tidak melihatnya. Karena waktu itu bunda pingsan. Richard yang bilang sendiri kalau Sabira di makamkan di sana."Madiya berpikir sejenak, apa Richard sengaja membohongi bundanya tentang di mana makam Sabira yang sebenarnya? Dia merasa dibohongi juga oleh Richard. "Bunda tenang dulu yah. Aku sudah mengubungi Richard. Dia pasti akan datang ke sini nanti."Madiya berusaha untuk menghubungi Richard untuk meminta penjelasan dari pria itu. Apalagi ini
"Syarat apa?" tanya Madiya yang kini menoleh kearah Richard. Menunggu penjelasan dari pria itu. Dia juga sedikit khawatir dengan Richard yang merencanakan sesuatu dari dirinya. "Apakah kamu akan menyanggupi syaratnya?" tanya Richard. Madiya hanya mengangguk saja, demi menemukan kebenaran. Dia akan menerima syarat yang diberikan padanya. "Baiklah jika itu yang kamu mau. Sekarang katakan di mana makam Sabira?" tanya Madiya"Bundamu tahu letaknya. Kenapa kamu masih bertanya padaku," ujar Richard. "Aku sudah ke tempat itu, tetapi kata penjaga makam tersebut kalau itu bukan makam Sabira. Melainkan makan orang lain," jawab Madiya. Richard heran sendiri ketika mendengar penjelasan yang diberikan oleh Madiya. Bagaimana mungkin kalau itu bukan makamnya? "Kalau begitu aku akan datang menemui penjaga itu. Di mana dia sekarang?" tanya Richard. Madiya menunjukan tempat di mana orang yang suka membersihkan makam tersebut. Richard hanya mengikutinya dari belakang saja.Sampai tak lama kemudia
Pagi hari yang cerah, Madiya bangun dan melihat kearah Richard yang memang masih tertidur pulas. Diam-diam Madiya memperhatikan wajah Richard yang memang sengat tampan ketika baru bangun tidur. Tanpa sadar, Richard mengusap pipinya dengan lembut. Bahkan dia tidak menyangka sama sekali dengan yang dia pikirkan. "Sudah bangun?" goda Richard. "Ayo bangun, aku akan membuatkan sarapan yang enak untuk kamu," ajak Madiya. "Kamu tidak mau mandi dulu? Kita bisa mandi bersama jika kamu mau," goda Richard lagi. "Huh dasar mesum," ketus Madiya. Madiya melempar handuk pada Richard, dia sekarang masih memikirkan tentang adiknya. Ada kemungkinan kalau memang adiknya tidak meninggal. Bagaimana mungkin makam yang dia tuju waktu itu tidak benar. "Yaudah kalau begitu, aku akan mandi dulu. Nanti habis ini kita akan datang ke rumah Haris untuk menanyakan kebenaran itu," saran Richard. "Baiklah, aku setuju." Madiya hanya tersenyum tipis saja. Dia sudah tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. "
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu