Happy Reading.Informasi yang di berikan oleh Eos membuat semua orang langsung turun tangan, untuk mencari Damara.Ke berbagai tempat tersembunyi, gua, laut, bahkan pusat kota. Juga Desa-desa kecil.Namun mereka tak menemukan dimana Damara berada, mereka mulai putus asa. Namun saat Arron yang sedang menyamarkan dirinya dan duduk pada kursi usang yang mungkin akan patah. Seorang penjual roti mendekat."Makanlah selagi bisa."Arron tentu tak menerimanya, namun wanita itu terlihat tak menunjukan ketakutannya pada Arron."Anda melihat saya seperti itu, mirip sekali dengan pelanggan tetap yang datang. Hanya saja dia lebih mengerikan, tapi kami menyayanginya. Ah, dia juga suka duduk di tempat yang sama seperti Anda." Ia menyodorkan roti isi daging dan sayur itu, yang terima oleh Arron."Terima kasih, apakah saya boleh bertanya?""Ya.""Kapan pelanggan tetap itu datang?""Harusnya sudah datang, tapi dia tak datang-datang. Ini sudah hampir jam makan siang, anak itu kemana ya?" ucap wanita itu
Happy Reading.'hahaha' Damara tertawa saat melihat ekspresi yang penuh dengan keterkejutan. "Hanya bercanda."Arron kini menatap Damara dengan tajamnya. "Apa kau pikir menggunakan nama orang lain yang sudah tiada adalah sebuah candaan yang lucu, kau tidak tahu siapa yang sebut!" pancing Arron.Mau mengelak dengan cara apapun juga, Damara tetaplah Damara. Wajah tidak akan menutupi apapun.Melihat semua orang yang terlihat mulai curiga, mereka mengubah tempat mereka berdiri. Dengan sihir Lamor, Damara tak akan bisa kemana-mana.Taman belakang istana."Apa tujuan kalian? Menangkapku?" tanya Damara, kini tatapannya begitu sinis.Kedua tangan Damara menyilang di dada, dan alisnya terus berkerut tanda tak suka dengan mereka semua."Sampai kapan?" tanya Arron tiba-tiba. "Sampai kapan lagi?""Apa yang bicarakan?" Damara kebingungan. "Sampai kapan aku harus menunggumu kembali?""Apa yang kau bicarakan tuan Arron yang terhormat!" tekan Damara, ia kebingungan. Tapi tatapan penuh kesedihan itu
Happy Reading."Hanya bercanda, apa kalian pikirkan? Aku akan bersikap seolah mengingat sesuatu. Dasar bodoh!" ujar Damara.Kekuataannya muncul, ia membuat kemampuan yang menahannya hancur berkeping-keping. Dia berniat untuk pergi, namun tiba-tiba saja.Eos memeluk Damara dengan eratnya, "jangan pergi. Eos kau punya kakak!""Aku bukan kakakmu.""Lalu kenapa bantu Eos?" tanya anak kecil itu sembari memeluk kaki Damara dengan. Eratnya seolah tak ingin melepaskan.Lalu di saat yang tak terduga, seseorang menerobos masuk. Yap, mereka adalah prajurit dan orang-orang dari keluarga Cronos. "Tuan Arron, bisa-bisanya kalian melakukan piknik di saat seperti ini." Pria itu sangat-sangat marah, mungkin karena masalah yang diabaikan begitu saja. "Putra kami terluka, dia butuh istri dan anak yang akan menjadi kepala keluarga Cronos!" pria paru baya itu menatap Eos yang terlihat sedang bermain dengan Damara.Dia menetralkan kekuatannya, agar tidak dilihat oleh orang-orang itu setidaknya sampai Eos
Happy Reading."Jadi yang ku lakukan hanya, berkeliaran seenaknya di istana ini?" tanya Damara, pada Arron yang saat ini sedang sibuk dengan pekerjaannya."Ya."Sikap yang begitu dingin, untuk wajah dari seorang wanita yang begitu ia cintai. Tapi Damara seakan tak akan memperdulikan apapun."Aku boleh melakukan apapun yang aku inginkan? Bagaimana dengan para penjaga, pelayan dan para tamu?""Akan ku singkirkan jika berani ada yang menyerangmu."Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai jawaban. "Benar juga, kau orang yang seperti itu. Kalau begitu saya permisi." Tak ada jawaban yang begitu berarti dari Arron, pria itu hanya diam saja saat Damara keluar dari ruangan itu.Berpikir, "apakah ini adalah ide yang benar?" tanya Arron pada Lycus yang sedang memoles pedangnya di luar jendela.Tak menjawab, Lycus beranjak dari balkon. Untuk latihan, karena ia juga punya pekerjaan.Meski komandan lagi, dan digantikan oleh Mikael dan Loly. Tapi Lycus cukup senang karena berada di bawah tanggun
Happy Reading.Hutan Delmare, Damara malah menundukan kepalanya menyandarkan satu tangannya pada batang pohon."Bagaimana bisa aku membuat janji seperti itu, memangnya aku bisa menemukan Faycon lagi? dimana? Mampus!" ujar Damara.Bugh!Ia menonjok pohon yang tak bersalah karena kesal."Jadi memang tidak bisa ya?" ejek seseorang. Siapa lagi kalau bukan Mikael yang sedang tersenyum sinis pada Damara sekarang.Yap. Ia ketahuan."Kau?" Damara terkejut saat melihat Mikael yang ternyata diam-diam mengikutinya. "Sedang apa kau disini? Ah, apa kau berpikir aku adalah Faycon, kakakmu atau, adikmu?""Sebaiknya kau diam?""Dia membohongimu, dia bukan keluargamu—"Bukh!Namun belum sempat ia melanjutkan kalimatnya, aura iblis Mikael muncul. Tatapannya penuh dengan kobaran api neraka, dan tangannya seakan ingin menghancurkan leher wanita yang tak berdaya menyandar pohon saat ini.Tapi Damara malah tersenyum semakin sinis. "Kenapa, ha—hatimu sakit?!""Kau tidak tahu apapun tentangnya, jadi sebaikny
Happy Reading.Dikurung selama tiga hari, tentu saja membuat suasana hati seorang Damara buruk. Bahkan sangat buruk, hingga ia berpikir untuk membakar semua yang ada di depannya."Kau marah?" tanya Arron, melihat banyakbya tumpukan makanan yang tidak dimakan oleh Damara. Yang hanya menghancurkan, menemang dan melempar semua yang di lihatnya. "Damara—""Dikurung bukan bagian dari perjanjian! Sebenarnya apa yang kalian pikirkan tentangku, aku tidak seburuk itu."Ekhem. Lycus menyela, "benarkah, terakhir kali Anda membakar dan hampir membunuh orang yang tidak berdosa loh." ingatnya sembari tersenyum aneh pada Damara.Ilfil. Tentu saja. "Itu bukan salahku.""Itu salahmu.""Arron yang hampir membunuh, sejak kapan jadi salahku?""Penyebabnya kan ada pada Anda, apa saya perlu memanggil Lamor kemari untuk menjelaskan apa yang terjadi?" tawar Lycus masih tersenyum aneh pada Damara.Dan senyuman itu membuat Damara muak, begitu juga dengan saat melihat Lycus yang terus saja menyahutnya sedari ta
happy Reading."Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Arron pada Damara yang sedang menghadapnya bersama Eos. Tapi mengapa yang tidak berkepentingan juga datang? Apakah mereka sangat tertarik dengan Damara.***Saat itu, Damara berjalan-jalan bersama Eos. Menikmati pemandangan yang luar biasa indah padahal suasana hati Damara sedang kesal."Lagi pula kenapa kau harus ikut? Apa ibumu itu tidak curiga jika aku menculik dan memakanmu hidup-hidup?" tanya Damara sinis.Dan Yap. Orang-orang mulai melihat Damara dengan tatapan aneh, penuh rasa takut. Bahkan beberapa pejalan kaki terlihat menghindari jalan dan sekutaan Damara dan Eos."Kak. Kalau kakak bicara seperti itu sampai gunung pun bisa mendengarnya, mereka bisa salah paham.""Memangnya siapa yang peduli.""Nak, Anda baik-baik saja?" seorang pria dan pasangannya tampak camas pada Eos, setelah mendengar perkataan yang baru saja di serukan oleh Damara.Tapi Damara malah menatap mereka dengan tatapan membunuh. "Jangan sentuh dia, atau tanga
Happy Reading."Jangan bohong!" tegas Damara dalam hati—karena jujur saja, ia ingin mengatakan hal itu kencang-kencang pada Arron. Tapi, ia masih tak bisa melakukan itu.***Setelah hari yang menyebalkan lewat, keberadaan Damara semakin tidak jelas saja. Pasalnya, ia jarang bertemu dengan mereka setelah hari itu. Dan hanya mendengar desas desus yang menyebalkan."Benar, katanya kutukan tuan Arron memburuk.""Tapi ku kira sudah ada obat yang mereka pegang?""Iya, tapi kayaknya. Para prajurit membicarakan masalah ini, katanya … Ada yang mencuri obat mereka tapi anehnya, tidak ada tindakan lanjutkan yang diambil. Baik tuan Arron maupun tuan Mycana sendiri."Seorang gadis terlihat takut. "Bagiamana kalau tuan kembali dan istri sementara kembali, bukankah cukup mengerikan?""Iya. Masalahnya keluarga Thalesacena tidak melakukan itu lagi. Jadi mungkin saja, targetnya adalah kita semua!"Topik yang menarik, yang bicarakan saat memasak bersama teman-teman itu menyenangkan dan menakutkan. Seme
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia