Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading. "Aku pernah berpikir untuk hidup di tempat dimana tak ada seorang pun yang mengenalku. Tapi aku tak pernah menyangka, kalau itu bukanlah angan-angan. Melainkan pengkhianatan!"***PRANGGG! Suara gelas jatuh ke lantai, seorang pria berzirah menghampiri sang Tuan yang disegani seluruh kota. "Tidak! jangan bunuh, dia kekasihku!" berlutut, meminta belas kasih sembari meraung-raung di depan Tuannya. "Dia pantas hidup...ja-jangan ambil dia dari saya Tuan!" kepalanya semakin dekat dengan lantai. "Sudah, terlambat. Jantungnya, milikku sekarang!""Tidak! Tuan, saya mohon." pria itu menggeleng histeris. Tetapi sang Tuan tak menghiraukannya. berjalan masuk ke dalam kamar pengantin wanitanya. mengetuk pintu. Malam yang harusnya penuh canda tawa. Saat kelopak bunga mawar merah berhamburan dari atas kasur King Size sampai ke lantai. Ditemani cahaya remang-remang dari lilin. Hiksss! Seorang gadis cantik dengan pakaian pengantin justru terdengar menangis ketakutan di sudut temp
Happy Reading. "DA-MA-RAAA!" Teriak sang ayah pada Damara yang menghilang setelah membuat jebakan dengan sendok yang diletakkan di lantai, dan diberikan energi. Dari samping tangga, Damara keluar dengan kepala yang menunduk ke bawah. Pakaiannya juga kotor penuh kue krim dan coklat, Berjalan ke arah sang ayah dan ibu yang terlihat sangat malu. Tapi perkataan pria yang disebut Tuan itulah yang membuat Damara keluar. "Apa semua ini Damara?""Maafkan aku bu, Da-Damara tidak sengaja menyenggol meja. Makanannya jadi berantakan!""DAMARA….""Jadi namamu Damara?" tanya pria muda tinggi yang sedang tersenyum pada Damara. Tetapi Damara tak menganggapnya ada. "Ibu, ayah. Nanti Damara bersihkan. Sekarang Damara mandi dulu ya, dah!" pamit Damara hendak kabur. Sebelum sebuah kata-kata keluar dari mulut pria itu. Dan langsung menghentikan langkahnya. Katanya, "begini caramu menyambutku? Berbalik! Dan minta maaf!" ancam pria itu. Damara malah tersenyum sinis, tak berbalik. Melainkan melangkah
Happy Reading."Jadi sampai kapan kamu akan memelukku?" tanya Damara sembari mendengus malas.Arron tersenyum. Mendorong pelan Damara yang terlihat tak senang, bahkan tak tergoda oleh wajahnya yang rupawan. Sempurna, tapi mata indah Damara sama sekali tak menunjukan ketertarikan sejak awal.Cup!Arron mengecup jidat Damara pelan. Kemudian mengelus-elus surai Damara yang beraroma buah. "Sampai bertemu esok!""Iya. Selamat tinggal, semoga perjalanannya tidak berjalan lancar.""Damara…"Belum sempat Arron melanjutkan kata-katanya untuk membalas perkataan tidak sopan Damara. Dia—Gadis bersurai hitam panjang itu justru kabur dari Arron sembari menjulurkan lidah, dan menarik satu kantong matanya ke bawah. Jelas mengejek Arron. Bukan marah, hati Arron justru tenang. Karena orang yang selama ini ia cari, ada dalam genggamannya. Sedang sang ayah hanya bisa terdiam di tempatnya melihat interaksi Arron pada Damara, yang sedikit berbeda dari sebelumnya. "Hm, menarik!" kata ayahnya sebelum meng
Happy Reading BOAMMM! Bukh! Damara jatuh membentur tembok karena ledakan yang diduga terjadi karena adanya pergerakan. "Lokasi ini berbahaya!"Mata Damara menganalisis jejak darah yang melekat di sepanjang tembok perumahan dan jalanan daerah yang sepi. Tap! Tap! Tap! "Lihatlah, siapa yang menginjak perangkap kita hahaha.""Seorang gadis cantik!" Pria berpakaian serba ungu itu jelas adalah pembuat onar di kota ini, yang hobinya menculik dan merampok. "Bagaimana kalau kita berbagi saja, sisa pun tak masalah!""Kalian mau memakanku?" tanya Damara sok polos. "Tidak, tapi bagaimana kalau kita bermain-main saja?" mereka tertawa menatap dada dan paha Damara yang terekspos. Robek karena ledakan. "Ide bagus!"Dari dinding belakang Damara, muncul makhluk mengerikan yang langsung menerkam mereka. GRAWWWWW! ***Tak lama kemudian pasukan pertahanan Hilike, yang ketuai oleh Lycus Achilles. Pria bersurai merah yang dikenal karena senyuman indah namun mematikan itu justru sedang terkeju
Happy Reading. Seminggu berlalu sejak hilangnya Damara. Lycus selalu membantu menyiapkan semua keperluan Damara, dan itu yang membuat Arron tak tenang. "Bagaimana bisa, seorang gadis dari desa kecil. Tak bisa kalian tangkap!" Pimpinan utama, ayah Arron. Tuan besar Charon Ferry Mycena. Tegah emosi. Hadir juga ayah dan ibu dari Damara. "Aku akan mencarinya sendiri!" putus Arron tak tahan lagi. ***Pasar Helike. Yang penuhi prajurit yang mencari Damara, justru melewati gadis yang mereka cari beberapa kali. Lycus hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat betapa bodohnya prajurit yang utus Arron. "Lapar, nih. Biar tidak pusing selama mencari!" beri Damara pada para prajurit. Menyodorkan buah-buahan segar, yang ia beli dengan uang Lycus. "Terima kasih.""Sama-sama. Semoga kalian berhasil menemukan gadis sialan itu.""Ya, semoga ia dihukum penggal karena telah menyusahkan kami."Damara mengangguk-anggukan kepalanya setuju. "Hm, lebih bagus digantung dan dikuliti. Kan, kasihan ka
Happy Reading. Karena ulah Damara, Arron harus mengurusi masalah petisi. Dan surat permohonan hukuman mati yang pantas untuk Damara.Sedang gadis itu, merasa bosan berada dalam kamarnya. "Bosan, aku lapar!" katanya saat matahari sedang berada di puncak-puncaknya. Bangkit dengan sekuat tenaganya. Melangkahkan kakinya untuk mencari makan. Tapi saat ia berada di depan pintu dapur, Damara justru tersenyum mengejek saat mendengar kata-kata seorang pelayan. "Siapapun yang merebut tuan Arron akan mati!""Benar, gadis itu juga harus diberi pelajaran!"Tanpa ragu. Damara masuk. "Benar, dia harus diberi pelajaran. Tapi dengan cara apa? Em, kita racuni saja makanannya. Atau letakan minyak di depan kamarnya!" saran Damara dengan raut wajah penuh sindiran pada pelayan-pelayan tidak tahu posisi. "Ck! Kau akan mati Nona yang sok, cantik!""Aku memang cantik, kenapa, takut tersaingi?""Kau…kita lihat saja nanti, siapa yang akan menang?""Aku tidak bersaing dengan wanita tua sepertimu, kalau mau.
Happy Reading. "Nona?!"Para pelayan berteriak, tapi Damara yang sudah 2 jam dalam kamar mandi. Tak kunjung keluar, pasalnya hari semakin malam. Dan itu tak baik bagi tubuh Damara. Sesaat setelah para pelayan yang berseteru dengan Damara tadi siang masuk, dan langsung mendobrak pintu. Menguncinya dari dalam. Yang lainnya berjaga, sedang pelayan perempuan yang paling tua masuk. Terkejut saat melihat tubuh Damara yang tanpa pakaian, terendam di dalam air. Penuh dengan luka lama dan baru. "Apa ini? Bukankah kau bilang mau bersaing denganku?!"Damara yang sedang tertegun akhirnya sadar. Menatap bingung ke arah wanita tua itu, sebelum menatap ke arah pintu yang masih terkunci. "Apa kau hantu!""Nona, ini sangat dingin."Damara malah tersenyum. "Tidak apa-apa, airnya hangat. Aku akan baik-baik saja!" kata Damara. "Hah, tidak peduli seberapa buruk dan kuatnya Anda. Tapi apa yang saat ini sedang Anda lakukan sangatlah tidak benar!" tegurnya sebagai wanita yang jauh lebih paham soal baik
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia