Happy Reading.
Seminggu berlalu sejak hilangnya Damara. Lycus selalu membantu menyiapkan semua keperluan Damara, dan itu yang membuat Arron tak tenang."Bagaimana bisa, seorang gadis dari desa kecil. Tak bisa kalian tangkap!" Pimpinan utama, ayah Arron. Tuan besar Charon Ferry Mycena. Tegah emosi.Hadir juga ayah dan ibu dari Damara."Aku akan mencarinya sendiri!" putus Arron tak tahan lagi.***Pasar Helike. Yang penuhi prajurit yang mencari Damara, justru melewati gadis yang mereka cari beberapa kali.Lycus hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat betapa bodohnya prajurit yang utus Arron."Lapar, nih. Biar tidak pusing selama mencari!" beri Damara pada para prajurit. Menyodorkan buah-buahan segar, yang ia beli dengan uang Lycus."Terima kasih.""Sama-sama. Semoga kalian berhasil menemukan gadis sialan itu.""Ya, semoga ia dihukum penggal karena telah menyusahkan kami."Damara mengangguk-anggukan kepalanya setuju. "Hm, lebih bagus digantung dan dikuliti. Kan, kasihan kalian sampai kelelahan." saran Damara."Ya. Benar, kami akan memberikan surat rekomendasi hukuman mati."Semua pengunjung, prajurit dan pedagang akhirnya membuat petisi. Dan ribuan surat, yang akan mereka kirim ke gedung utama nantinya.Lucunya. Damara juga berpartisipasi, membagikan lembaran permohonan hukuman."Kau juga, Lycus. Di isi dengan benar!""Senang bermain-mainnya?" Goda Lycus sembari mengulas senyum, mengambil tapi merobeknya."Senang!""Kau bisa dihukum mati sungguhan!""Itu tidak tertulis dalam masa depanku.""Pede sekali, temanku ini!" Lycus menggandeng leher Damara. Sebelum berjalan layaknya sahabat dekat.Sedang para prajurit hanya terharu. Menganggap kalau Damara, adalah adik Lycus—meski pernah beredar rumor, kalau dua saudara itu tidak akrab satu sama lainnya.Dari antara orang-orang. Seorang pria membungkam keributan, dengan langkah pelan. Ia mendekat ke arah Lycus dan Damara yang juga ikut berhenti karena merasa sekitar mereka terlalu senyap."Damara!"PLAKKK!BUKH!Satu tamparan lepas dari tangan Arron pada Damara. Bersamaan dengan Lycus yang terlempar, menabrak tembok dengan sangat kuatnya."Kau menamparku?""Lantas, kau akan menangis?"Hikssss!Damara menangis, tapi bukan karena tamparan Arron. Tapi karena ia berada di tempat umum. Semata-mata ingin membuat opini publik yang buruk akan sikap Arron!"Kau membuatku marah!" ucap Arron pelan, sambil menghapus air mata Damara yang tak ingin ia lihat. Meski hanya sandiwara. "Berhentilah menangis!"Memeluk Damara, Arron menggandeng pinggang ramping gadisnya itu. Sebelum melesat kembali ke kediamannya, gedung utama bagian barat.Para prajurit yang melihatnya, akhirnya menghembuskan nafas mereka legah."Tunggu, bukankah wajah gadis dalam pelukan Tuan Arron itu sangat tidak asing?!""Mungkin karena kita kelelahan saja.""Benar."Di kamar yang disiapkan khusus untuk Damara, Arron menurunkan gadis nakalnya itu dengan perlahan. Tapi Damara tak berhenti menangis.Arron marah, tapi tangannya tak bisa terangkat lebih tinggi lagi. Meski ia tahu kalau Damara tak mungkin punya hubungan apapun dengan Lycus."Berhentilah menangis!"HUAAAA!!!Tapi Damara malah semakin menjadi-jadi, meski bohong. Ia suka saat melihat Arron bersikap layaknya kekasih yang baik, tapi ia juga tak akan lupa siapa Arron dan apa yang telah Arron perbuat pada istri-istrinya yang menghilang secara misterius.Dan. 'Aku tidak ingin menjadi salah satunya!'Cup!DEG! mata Damara melebar, saat Arron mencium bibirnya.Mendorong. Damara mundur. "Apa yang kau lakukan?""Menenangkanmu!""Menenangkanku?" ulang Damara kesal sendiri. "Jawaban bodoh macam itu?""Aku belajar darimu."Terdiam. Damara muncul saat Arron hendak menciumnya kembali. "Sudah tidak menangis, kau tidak perlu melakukan itu lagi."Damara mengerutkan keningnya menatap Arron. "Kamu Arron kan?""Maaf!""Tunggu, sepertinya aku sedang bermimpi!"Arron muncul tepat di depan Damara. "Mau membuktikannya?" dengan senyuman smirk, Arron menarik dagu Damara. Mendekat padanya.Tapi Damara malah membuang wajahnya, dan malah memeluk Arron dengan eratnya. Menempel seperti siput."Damara lepas!""Kita belum menikah, jangan bunuh aku, jangan sentuh aku."Arron tersenyum senang. "Iya. Kalau kamu tidak menghilang lagi!""Aku tidak mau menikah juga!""Boleh.""Janji ya. Tidak boleh diingkari!" lepas Damara, tersenyum sumringah pada Arron yang hanya diam menatap netra matanya intens.Kemudian. Arron menggenggam tangan Damara, lalu mengecup singkat. "Iya."Sedang di balik pintu, seorang pelayan berusia cukup tua. Justru terlihat sangat marah, sampai-sampai. Kuali yang berisikan air mawar itu berubah menjadi semerah darah.Bersambung….Happy Reading. Karena ulah Damara, Arron harus mengurusi masalah petisi. Dan surat permohonan hukuman mati yang pantas untuk Damara.Sedang gadis itu, merasa bosan berada dalam kamarnya. "Bosan, aku lapar!" katanya saat matahari sedang berada di puncak-puncaknya. Bangkit dengan sekuat tenaganya. Melangkahkan kakinya untuk mencari makan. Tapi saat ia berada di depan pintu dapur, Damara justru tersenyum mengejek saat mendengar kata-kata seorang pelayan. "Siapapun yang merebut tuan Arron akan mati!""Benar, gadis itu juga harus diberi pelajaran!"Tanpa ragu. Damara masuk. "Benar, dia harus diberi pelajaran. Tapi dengan cara apa? Em, kita racuni saja makanannya. Atau letakan minyak di depan kamarnya!" saran Damara dengan raut wajah penuh sindiran pada pelayan-pelayan tidak tahu posisi. "Ck! Kau akan mati Nona yang sok, cantik!""Aku memang cantik, kenapa, takut tersaingi?""Kau…kita lihat saja nanti, siapa yang akan menang?""Aku tidak bersaing dengan wanita tua sepertimu, kalau mau.
Happy Reading. "Nona?!"Para pelayan berteriak, tapi Damara yang sudah 2 jam dalam kamar mandi. Tak kunjung keluar, pasalnya hari semakin malam. Dan itu tak baik bagi tubuh Damara. Sesaat setelah para pelayan yang berseteru dengan Damara tadi siang masuk, dan langsung mendobrak pintu. Menguncinya dari dalam. Yang lainnya berjaga, sedang pelayan perempuan yang paling tua masuk. Terkejut saat melihat tubuh Damara yang tanpa pakaian, terendam di dalam air. Penuh dengan luka lama dan baru. "Apa ini? Bukankah kau bilang mau bersaing denganku?!"Damara yang sedang tertegun akhirnya sadar. Menatap bingung ke arah wanita tua itu, sebelum menatap ke arah pintu yang masih terkunci. "Apa kau hantu!""Nona, ini sangat dingin."Damara malah tersenyum. "Tidak apa-apa, airnya hangat. Aku akan baik-baik saja!" kata Damara. "Hah, tidak peduli seberapa buruk dan kuatnya Anda. Tapi apa yang saat ini sedang Anda lakukan sangatlah tidak benar!" tegurnya sebagai wanita yang jauh lebih paham soal baik
Happy Reading. "Damara?!" panggil Arron sembari tersenyum pada gadis yang terlihat terkejut. Sebelum Arron mengulurkan tangannya pada Damara.Disambut dengan sangat baik."Hehehe, ini…""Baru sebentar. Kenapa kamu tidak bisa diam di tempatmu? Senang merepotkanku?" tanya Arron cukup dekat. Tetapi Damara terdiam tak berkutik karena kali ini, ia memang salah. ***Di kediaman Arron, bukannya membawa Damara ke kamar. Arron malah membawa Damara ke dalam sel penjara bawah tanah. "Serius? Kau mau meninggalkanku disini?"Arron tersenyum smirk, tak menjawab malah berbalik meninggalkan Damara di dalam penjara. "Renungkan kesalahanmu?""OH, SEKARANG BARU MENUNJUKAN WUJUD ASLIMU?!" teriak Damara dengan wajah kesalnya pada Arron. "HEI, KENAPA TIDAK MENJAWAB?!"Tak lama kemudian, pelayan tua yang selalu menasehati Damara muncul dengan minuman di tangannya. Bersama dengan beberapa prajurit penjaga. "Eh, mau melepaskanku ya?"Damara senang saat melihat pelayan itu membukakan pintu penjara, dan ma
Happy Reading. "Mau kemana?" DEG! ***Harusnya Damara tau kalau ini hanya jebakan Lycus. Tikus sialan itu, sebab Arron sedang menunggunya di tangga keluar penjara. "Ku bantu!" tawar Arron sambil mengulurkan tangannya pada Damara, menatap Damara penuh harap. Sebelum dibalas Damara dengan baik. Menggendong. Arron membawa Damara sejauh-jauhnya dari wilayah Hilike, menuju ke arah timur. Ke tempat dimana Lycus tak akan menemukannya. Lama perjalanan. Arron akhirnya sampai ke tanah 1000 manfaat, disebut demikian karena ditumbuhi pohon Elm. Yang memiliki banyak sekali manfaat. "Kenapa membantuku?""Karena aku suka.""Suka menyusahkanku!" sambung Damara. Berjalan, menelusuri tempat baru yang baru ia kunjungi. Tempat yang beraromakan mint dan herbal, menyatu menjadi satu. Luka di tubuh Damara seakan diobati, dingin, sejuk, sangat nyaman bagi tenggorokan. Lupa kalau Damara menghirup dalam-dalam udara disekitarnya, sambil memejamkan matanya tenang. "Kau senang?" pertanyaan yang membua
Happy Reading. Karena sikap dan cara bicara Damara yang begitu pandai mengambil hati, dan mengubah segala topik yang menyudutkannya. Akhirnya Damara dibebaskan tanpa syarat, oleh sang pimpinan. Namun siang harinya. Damara menghilang…. ***"Temukan Damara!"Pasukan pertahanan dan pasukan dari Arron dikerahkan untuk mencari Damara. RAUUUU! Namun para Faycon tiba-tiba menyerang, mengepung setiap, jalan masuk dan keluar para prajurit. Makhluk berpenampilan mengerikan dengan berbagai bentuk dan ukuran, bahkan ada yang menyerupai pohon dan manusia biasa. Namun dengan kekuatan yang mengerikan. GRRRR! Erangan, disertai penyerangan yang membabi buta. Tak akan pernah ada habisnya, meski Faycon yang sekarang melemah. Tapi tubuh mereka abadi sampai sang Alpha ditaklukan, barulah mereka akan berhenti. "Tuan ada yang aneh!"Para para prajurit sadar akan situasi saat ini. Arron dan Lycus pun demikian. "Mereka tidak mencoba untuk menyerang, tetapi mencoba untuk masuk ke gedung utama! Adakah
Happy Reading. Damara menghentikan penyerangan atas perintah dari Arron dan Lycus secara terpaksa. Setelah selesai, ia menatap ke arah Arron dan Lycus bergantian sembari menghembuskan nafasnya kasar. "Kita pulang sekarang?" tanya Arron sambil mengulurkan tangannya pada Damara. Yang disambut dengan sangat baik. Melingkarkan tangannya pada pinggang Damara, Arron membawa dia pergi. Diikuti Lycus di belakang mereka. Dalam perjalanan. Damara melihat kekacauan yang ia buat, cukup parah, cukup meninggalkan trauma bagi rakyat. "Belum sampai sehari, kota ini terlihat berantakan ck!" Arron dan Lycus yang mendengarnya hanya diam, tau sikap Damara tapi tidak mengetahui rencana yang ia buat. Sampai di kediaman. Arron menurunkan Damara perlahan-lahan, yang langsung disambut oleh para pelayan dan prajurit yang mengenal Damara. "Astaga, Nona apakah kau baik-baik saja? Kau tidak terluka kan?"Arron membiarkan Damara menghadapi kekhawatiran orang-orang. Yang tidak dimengerti oleh Damara. Saat
Happy Reading. "Ku kira kau tidak akan membawaku menemui Arron!" ungkap Damara, mengejek kesetiaan Lycus yang ternyata benar-benar ada dipihaknya. Gedung utama Helike, gedung putih layaknya istana. Jendela atas, yang mengarah langsung ke dalam ruangan yang terang. "Kalau begitu, Damara, sampai bertemu lagi."Setelah Lycus pamit, Damara mengerutkan keningnya menatap Lycus yang melesat menjauh darinya. Sebelum matanya tertuju pada dalam ruangan yang ternyata adalah altar pernikahan. DEG! Sontak bola mata Damara melebar, tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. "Arron!" Kagetnya. Yang perlahan-lahan berubah menjadi senyuman Smirk penuh niat jahat. "Ck!"***20 menit kemudian. Disisi lain, Area perbatasan. Lycus sedang mengawasi lokasi dengan santai, tidur di atas reruntuhan. Karena ia tahu kalau Faycon tak akan menyerang, disaat yang lainnya waspada. "Salam Tuan Lycus, Pimpinan memintamu untuk menjaga area kediaman belakang."Sontak mata Lycus terbuka, lalu di tataplah praj
Happy Reading. BOAM! "Akh!" Damara terpental cukup jauh saat sebuah penghalang tak kasat mata menghentikan langkahnya. Uhuk! Uhuk! Uhuk!Terbatuk-batuk. Damara meyadarkan pandangannya ke arah pintu keluar yang di jaga oleh aura pertanahan yang begitu kuat. "Lycus!"Dia sadar, kalau Lycus juga dilibatkan. Tetapi Damara juga yakin kalau Lycus tak mengetahui apapun. Tap! Tap! Tap! Belum sempat ia bangkit, sebuah tangan mengulur padanya. Damara mendonggakan kepalanya menatap Arron, dengan aura yang sepenuhnya berbeda. "Maaf, karena tak bisa membuatmu melihatku mencerita Damara!" ujar Arron, menatap Damara dengan sayang juga menyesal. DEG! Mata Damara terbuka dengan lebarnya. Terkejut. Sebelum bangkit, mengabaikan tangan Arron. Malah memelukknya dengan sangat erat. "Salahku karena tidak merencanakannya dengan matang!" sinis Damara dalam pelukan Arron. Terkejut. Arron akhirnya tersenyum, sebelum membalas pelukan Damara tak kalah eratnya—tanpa sadar, matanya menajam. Puas karena
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia