Happy Reading.'kau harus menepati janjimu, kau tidak boleh mengingkarinya lagi, kau tidak boleh menghilang lagi dari kota sekeras apapun kau membenci' ucapannya terus terngiang-ngiang dalam benak Damara.Kini ia telah tumbuh dewasa, berbeda dan terlihat jauh dari Damara yang di kenal semua orang meski tatapannya masih tetap sama."Urusanku akhirnya beres, aku tidak percaya kalau orang-orang bodoh itu tidak mengawasi dan bahkan tidak campur tangan dalam urusanku kali ini." Damara tersenyum sinis, sembari mengigit apel dengan senyuman semanis silet itu. Ia mengayun-ayunkan kakinya di atas pohon.Bersenandung dalam tampilan gadis cantik namun terkesan seperti pengembara, atau kesatria perempuan yang telah pensiun.Di kota. Damara Damara akhirnya menjadi populer, dan akhirnya banyak orang tua yang memberikan nama putri mereka sebagai Damara. Bahkan tak jarang ada pria dengan nama yang sama.Semua karena Emerald dan ayahnya, keburukan tentang Faycon juga perlahan-lahan sirna.Dan mereka m
Happy Reading.Istana Hilike. Yang berkilauan dan kagumi, penuh ornamen dan keajaiban, para Fay terlihat membelalakan mata mereka saat mendengar suara penuh amarah dari seseorang."Berani-beraninya kau membakar rumah orang lain. Ibu kan pernah bilang untuk tidak bermain-main dengan api, kenapa kalau melakukan itu. Dan kau seorang anak kecil, bagaimana bisa punya pikiran sejahat itu?" tanya Emerald dia benar-benar marah pada putranya sekarang.Yap. Dia tinggal di istana utama, sebab dia adalah orang Arron dan juga orang kepercayaan Damara jadi Arron mengizinkannya untuk tinggal."Sudahlah, dia masih kecil. Biarkan saja!""Hei Mikael, kau iblis tidak tahu diri.""Sejak kapan kau boleh menghinaku Emerald!" Dan dua orang yang tak pernah akur, itu karena Mikael takut Emerald jatuh cinta pada Arton dan begitupun sebaliknya.Tapi Emerald tidak pernah mencintai pria brengsek, mengerikan, seperti hantu dan kejam alhasil ia tertipu pada ketulusan seorang pria yang hanya menginginkan hartanya sa
Happy Reading.Setelah Damara menghilang, Eos buru-buru keluar dari kamar tidurnya sembari memberitakan kabar yang belum pasti terjadi.Para pelayan dan penjaga tentu saja mencemaskan Eos, begitu juga dengan apa yang baru saja di katakan oleh anak itu.Akhirnya, malam harusnya tenang kembali hancur oleh informasi yang begitu mengejutkan.Eos menangis. "Aku tidak bohong ibu, dia akan membakar istana ini.""Eos, hei. lihat ibu atau setidaknya lihat tuan Arron, apakah dia terlihat lemah?" Tanya Emerald pada putranya. Lalu Eos menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Tuan Arron tidak akan bisa dikalahkan oleh ancaman seperti itu siapapun dia. Tapi nak—"Emerald ragu untuk menanyakan keberadaan orang yang dicari itu. Dan Lamor mengerti itu. "Eos.""Y—ya guru?""Kau menanyakan namanya?" Lagi-lagi Eos menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, itu karena ia terlalu terkejut saat Damara datang ke kamarnya. "Lalu dia menyakitimu?""Tidak. Dia hanya suka mengeluarkan kata-kata yang mengerikan da
Happy Reading."Hiksss, pembohong, jahat, harusnya aku tidak percaya padanya, ha—harusnya huaaaa!"Dia menangis tersedu-sedu karena membuat semua orang akhirnya terluka lebih cepat. Dia juga menyesal karena mempercayai perkataan orang yang jelas-jelas merupakan seorang penjahat."Panti asuhan." ucap Damara singkat sebelum meninggalkan Eos sendirian sembari tersenyum smirk.Tapi Eos tidak percaya lagi.Dan itulah yang Damara inginkan, setelahnya Damara ke langit asuhan untuk memberikan obat Eos pada kepala panti asuhan."Anda kembali.""Ya, aku membawa sesuatu yang mungkin bisa membantu untuk memperpanjang hidupnya. Tapi ini tidak gratis?""Apa yang kau inginkan?"Damara mengakat satu alisnya ke atas. "Kalau aku meminta uang dan panti ini kau akan memberikannya?""Nona, saya tidak bisa.""Kalau begitu jangan bertanya, karena biasanya aku mengambil sesuatu yang sangat berharga, mengikatnya lalu membuangnya dengan bekas yang tidak akan pernah hilang!" jelas Damafa dengan raut wajah yang
Happy Reading.Gunung Delmare. Damara membawa Eos yang tidak melepaskannya, jadi ia tidak punya pilihan selain membawa anak itu kabur untuk sementara waktu."Kau bocah yang menyebalkan!"Damara hendak pergi, ia ingin meninggalkan anak kecil itu di hutan karena Mikael pasti bisa menukan anak itu. Namun Eos hanya diam saja dengan wajah murungnya dan bukannya takut atau merengek ingin ikut."Kau tidak berniat membunuhku, kenapa kau malah menyiksaku dan keluargaku. Memangnya Eos salah apa? Eos tidak melakukan apapun, apa karena Eos menyapamu saat itu?" tanya Eos, dia menangis lagi."Sebagai seorang anak laki-laki kau begitu cengeng, sangat tidak pantas menjadi tuan muda. Lemah, sakit dan merepotkan!""Kenapa kau selalu mengatakan hal yang sama, padahal Eos tidak pernah meminta semua ini. Kenapa jadi Eos!" Ya. Anak itu benar-benar marah sekarang.Wush!Entahlah tapi air mata Eos yang seperti itu, mengingatkan Damara pada dirinya sendiri."Ya, takdir memang gila kan." Damara memeluk Eos. "M
Happy Reading.Malam ini memang sangat indah, tapi tidak bagi mereka. Begitu juga dengan Eos, anak tertidur sendirian di kamarnya. Bermimpi buruk, dan panas."Astaga, sepertinya kau akan mati!"Damar datang dengan menggunakan topeng yang ia beli di pasar tadi. Dari hidungnya ia bisa mencium aroma herbal di ruangan, untuk membantu pernafasan Eos."Haruskah aku membunuhmu? Kira-kira bagaimana reaksi mereka ya?" gumam Damara, sebelum beranjak meninggalkan tempat tersebut.Namun Eos terbangun."Kakak!" panggilan yang sanggup membuat Damara menolehkan kepalanya kembali."Kenapa kau tidak tidur? Kau seperti itu, kau cepat-cepat mati dari hari yang di tentukan.""Lindu!"Deg! Damara membelalakan matanya saat melihat anak kecil, yang bahkan tidak menaruh dendam padanya. Dia jelas berbeda dengan dirinya. "Aku ini bukan orang baik, kenapa repot-repot merindukan orang jahat. Sekarang tidurlah!" titah Damara, dan tanpa dia sangka Eos menganggukan kepalanya mengerti. Lalu kembali berbaring, denga
Happy Reading.Informasi yang di berikan oleh Eos membuat semua orang langsung turun tangan, untuk mencari Damara.Ke berbagai tempat tersembunyi, gua, laut, bahkan pusat kota. Juga Desa-desa kecil.Namun mereka tak menemukan dimana Damara berada, mereka mulai putus asa. Namun saat Arron yang sedang menyamarkan dirinya dan duduk pada kursi usang yang mungkin akan patah. Seorang penjual roti mendekat."Makanlah selagi bisa."Arron tentu tak menerimanya, namun wanita itu terlihat tak menunjukan ketakutannya pada Arron."Anda melihat saya seperti itu, mirip sekali dengan pelanggan tetap yang datang. Hanya saja dia lebih mengerikan, tapi kami menyayanginya. Ah, dia juga suka duduk di tempat yang sama seperti Anda." Ia menyodorkan roti isi daging dan sayur itu, yang terima oleh Arron."Terima kasih, apakah saya boleh bertanya?""Ya.""Kapan pelanggan tetap itu datang?""Harusnya sudah datang, tapi dia tak datang-datang. Ini sudah hampir jam makan siang, anak itu kemana ya?" ucap wanita itu
Happy Reading.'hahaha' Damara tertawa saat melihat ekspresi yang penuh dengan keterkejutan. "Hanya bercanda."Arron kini menatap Damara dengan tajamnya. "Apa kau pikir menggunakan nama orang lain yang sudah tiada adalah sebuah candaan yang lucu, kau tidak tahu siapa yang sebut!" pancing Arron.Mau mengelak dengan cara apapun juga, Damara tetaplah Damara. Wajah tidak akan menutupi apapun.Melihat semua orang yang terlihat mulai curiga, mereka mengubah tempat mereka berdiri. Dengan sihir Lamor, Damara tak akan bisa kemana-mana.Taman belakang istana."Apa tujuan kalian? Menangkapku?" tanya Damara, kini tatapannya begitu sinis.Kedua tangan Damara menyilang di dada, dan alisnya terus berkerut tanda tak suka dengan mereka semua."Sampai kapan?" tanya Arron tiba-tiba. "Sampai kapan lagi?""Apa yang bicarakan?" Damara kebingungan. "Sampai kapan aku harus menunggumu kembali?""Apa yang kau bicarakan tuan Arron yang terhormat!" tekan Damara, ia kebingungan. Tapi tatapan penuh kesedihan itu
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia