Happy Reading. Panas matahari menyambar kulit leher Damara, dari sela-sela pohon. Ia tampak sedang menanam tanaman barunya di daerah itu, agar tak ada Damara-Damara lainnya yang menggali kuburan tanpa izin. "Haruskah aku cemburu!"Damara mendongak menatap ke arah sumber suara. Yang tak lain adalah Lycus, dengan ember berisikan air. "Arron?" tanya Damara, saat melihat Arron di belakang Lycus. Tersenyum penuh arti. Lycus merasa seperti tak dianggap oleh Dia—yang sepertinya terlalu menyayangi Arron yang telah membuatnya ada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan. "Damara!" Panggil Lycus. Nama hanya menaikan kedua alisnya sebagai respons. "Kalau tiba-tiba saja kau meninggalkanku, apakah itu bisa disebut sebagai cinta?"Deg! Mata Damara membulat. Ia tersentak kaget, menatap Lycus lama. Sebelum tersenyum sinis. "Kau mau ku tinggalkan?"Lycus menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Aku ingin menjadi seperti Arron….""Tapi itu membuatku sulit untuk berjuang mendapatkan kebahagiaa
Happy Reading. Lama terdiam karena pembicaraan yang membuat Lycus kewalahan menghadapi Damara. Akhirnya Damara memecah keheningan. "Sebarkan informasi mengenai keberadaanku!" ucap Damara, tanpa menatap ke arah Lycus. Sedang Lycus tersenyum sinis. Tak mengerti dengan jalan pikir Damara. "Kau ingin membunuhku?!""Ini perintah!" balas Damara tanpa dosa. "Kau yang memilih berada di pihak yang jahat, kalau begitu konsekuensinya!"Mendengar itu membuat Lycus terdiam. Jujur, hatinya hancur. Telinganya panas, karena nonanya belum bisa mencintainya sama seperti Dia—Damara, mencintai Arron."Kalau kau ingin membuatku menghilang dari disisimu, aku tidak pernah setuju!" Damara tersenyum sinis. Akhirnya Lycus mengerti, kalau mengikut yang jahat itu salah. "Sebagai gantinya, akan sebarkan atas namamu!" ucap Lycus tak kalah sinis. "Pada Arron!""Dengan begitu, perintahmu terlaksana. Dan aku tetap berada disisimu!""Kau ingin memojokkanku? Kalau begitu lihatlah bagaimana seorang Faycon menghilang
Happy Reading. Di penjara. Lycus menarik kerah baju Damara yang terluka dengan tatapan penuh kekecewaan. "Kau tahu akan seperti ini! MENGAPA KAU SEPERTI ITU?!"Akan tetapi, Damara hanya tersenyum membalas Lycus. Membiarkan pria itu melampiaskan rasa kesalnya pada dirinya, yang benar-benar luar biasa pengkhianat. "Aku akan baik-baik saja!""KAU KURUNG, TIDAK ADA MAKANAN, PENUH LUKA DAN TIDAK ADA HARI ESOK. Ba-bagaimana kau bisa berkata kalau kau baik-baik saja. "Arron…""Dia tidak punya pilihan!""Damara!""Ayolah Lycus jangan cengeng seperti lemon!" Di saat seperti ini, Damara hanya ingin menghiburnya. Sampai suara langkah kaki, mendekat ke arah sel penjara. Lycus buru-buru bangkit. Tapi ternyata itu hanyalah Arron, kali ini Damara bangkit. Meski rasanya, tubuhnya tak bisa bangkit lagi. Lycus tahu aura membunuh yang keluar dari dalam diri Arron, itu sebabnya—ia memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut. Sebab ia tahu kalau Arron juga Emosi! "Arron…."PLAKKK! Tiba-tiba saja,
Happy Reading. Fajar menyapa, hakim telah siap begitu juga dengan tali gantung yang ada di belakang Damar. Dari bawah sini, Damara melihat ke arah Arron dan Lycus yang sedang menatapnya bersama dengan tuan Mycana. Anehnya, para warga juga hadir. Dan mereka menatap ke arah Damara dengan tatapan sendu juga kasihan. "Apa, hanya perasaanku saja?" pikirku, membatin. Menatap ke arah depan, dalam keadaan seperti tahanan dengan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang penuh luka siksaan. "Damara Eos Thalesacena, kamu dibebaskan."Deg! Mata Damara sontak membelalak dengan sendirinya, lantas. Ia menelan salivanya, menoleh ke arah Arron yang menatapnya dengan tatapan datar dan Lycus yang terlihat tersenyum. 'Ini tidak benar!' Pikir Damara lagi. Ia mengepalkan tangannya kuat. "BEBASKAN PUTRIKU!"Putrinya. Mendengar itu, membuat Damara tak bisa membendung air matanya, bukan karena senang tapi karena rencananya gagal. Arron…ia pasti penyebab semua ini. Harusnya Arron lah yang tersudut sa
Happy Reading. Di pangkuan Arron, Damara menatap ke arah leher Arron dengan tatapan tajam. Lalu tangan yang melingkar pada leher Arron itu, tiba-tiba saja mengambil posisi mencekik. Bukannya waspada, Arron justru tersenyum sinis. Sembari mengelus puncak kepala Damara dengan sayangnya, menatap manik mata Damara yang mulia berubah warna. "Mengapa, aku ingin sekali membunuhmu!" ungkap Damara tanpa ekspresi, mengelus manja leher Arron. Sebelum tatapan keduanya bertemu. "Jantungmu yang berdetak itu….""Kau mau mencabutnya istriku?"Sebuah pisau muncul dari tangan Arron, yang berikan pada istri jahatnya saat ini dengan santai. Tanpa waspada. Melihat itu, membuat Damara tersenyum sinis. Lantas…mengambil pisau yang ada pada tangan Arron dengan senyuman yang mengembang dari dua sudut bibirnya. "Benar ya…""Apapun untukmu, Damara!" ujar Arron memberi izin. Mengangkat dengan satu tangannya, Damara hendak menusuk Arron. Sampai, pintu terbuka. Dan membuat Damara membeku dalam posisi yang san
Happy Reading. Esok harinya, Damara terlihat sedang mengikuti Lycus yang sedang bolak balik dengan kacamata dan daftar kebutuhan pesta. Yang diadakan festival besar. Tentu saja—sebab ulang tahun kota, diadakan 18 tahun sekali. Tepatnya, saat gerhana matahari. Yang merupakan hari kekalahan Faycon, hari yang paling dibenci oleh Damara. Tetapi ia, harus tinggal di kota ini dan dikekang oleh Arron. "Aku mohon, Lycus. Bantulah aku!"Tetapi Lycus malah menunjukan senyuman tak tulusnya pada Damara. "Saya masih marah loh pada Anda, nona ku tercinta. Istri Arron, putri tuan Mycana!"Yang membuat Damara menatapnya tak suka. "Kau sengaja membuatku kesal Lycus? Kalau begitu aku akan membunuhmu!"Lycus tertawa. Menatap Damara sinis. Mendekat, lalu berbisik padanya. "Tentu saja. Akan ku berikan dengan senang hati, tetapi sebelum itu. Pikirkanlah cara mendapatkan kemampuanmu kembali, Nona!" DEG! Damara terkejut dengan bada suara Lycus yang terdengar horor. Tetapi saat Lycus tersenyum padanya….
Happy Reading. Malam harinya. Kota Hilike dalam sekejap Mata, berubah menjadi terang benderang. Setiap rumah di hias, jalanan, dan anehnya lagi. Semua orang menggunakan gaun dan pakaian terbaik mereka dengan senyuman. Yang membuat seorang wanita cantik dengan gaun merah panjang terlihat begitu muram. "Jangan tampilkan wajahmu itu!""Aku ingin sekali membakar kota ini," berbalik menatap ke arah Arron yang sedang memanggilnya saat ini. "Oh, lihatlah betapa tampannya suamiku ini!" nada suara Damara malah dibuat seperti menggoda Arron. Sedang Arron hanya menatap pakaian yang digunakan Damara. Begitu terbuka, sampai menampilkan belahan buah dadanya. Pahanya juga terlihat lewat potongan gaun, yang sengaja Damara buat. "Kau menggunting gaunmu?""Ya. Seksi bukan!""Kau ingin aku memakanmu saat ini Damara?" tanya Arron dengan tatapan tajamnya. Tidak sesuai dengan warna pakaian Arron, yang berwarna hitam keunguan. Padahal, Arron sudah menyiapkan semuanya. "Dimana pakaian kuberikan?""Itu te
Happy Reading. Di pesta, orang-orang tak henti-hentinya menatap ke arah Damara juga Arron. Serta Lycus yang terlihat bersama-sama, seperti kombinasi yang sangat sulit untuk dikalahkan. "Bagaimana bisa mereka terlihat luar biasa?" Beberapa tamu yang hadir, bahkan menelan saliva mereka kasar. Takjub, juga iri pada posisi Damara yang berhasil mendampingi Arron cukup lama—mengingat siapa itu Arron dulu. Tapi mereka tak marah. "Iri, tapi kalau bukan karena Damara. Mungkin Tuan Arron kita itu, akan menjadi Tuan muda yang haus akan darah pengantin.""Jantung, lebih tepatnya."Mereka mengangguk-anggukan kepalanya, tersenyum. Menikmati pesta, juga Festival yang sedang berlangsung dengan damai. ***Disisi lain, Damara terlihat cukup kesal. Semakin kesal saat mendengar, melihat, dan merasakan kebahagiaan di sekitarnya. Arron yang tak mau jauh dari istrinya itu, terus saja menempel. Menggandeng pinggang Damara posesif, seakan memperingatkan semua mata-mata kaum Adam untuk berhenti menatap D
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia