Julia berlari sekuat tenaga, mengepakkan rok panjangnya saat melompati pagar yang mengelilingi mansion Helios.
Hatinya berdebar kencang saat dia teringat pelayan yang hampir saja memergokinya hendak melarikan diri. Namun, beruntung kecepatan kakinya mampu membawanya lebih jauh meninggalkan mansion.“Apa-apaan, ini?” tanya Julia dalam kebingungan karena tempat yang ia lihat sepertinya sangat asing, dan belum pernah Ia lihat sebelumnya.Julia menggelengkan kepalanya, dia akan memikirkan kebingungan ilnanti.Dengan kondisi Helios yang terluka akibat tusukan garpu yang diberikan Julia, seluruh pelayan mansion sibuk mengurus pemilik mereka yang dilarikan ke rumah sakit.Julia memanfaatkan kesempatan ini untuk melarikan diri demi menemui putrinya yang sudah lama tak dijumpainya.Dalam perjuangan melarikan diri, Julia sempat mengambil dompet Helios yang berisi uang yang cukup untuk mencapai tempat putrinya.Setelah beberapa wEdward melangkah masuk ke ruangan rawat dengan tenang, di tangannya tergenggam sebuah keranjang buah yang ia bawa untuk Veronica. Begitu melihat kedatangan Edward, Veronica tersenyum lebar dan mata ibunya yang duduk di sampingnya juga berbinar. “Hai, Veronica. Bagaimana keadaanmu hari ini?” tanya Edward dengan suara lembut sambil meletakkan keranjang buah di meja samping tempat tidur.Veronica hendak menjawab, namun belum sempat ia membuka mulut, pintu ruangan terbuka dan Alenta melangkah masuk dengan wajah datar. Veronica seketika menundukkan kepala, hatinya teriris melihat Alenta ada di sana. Ia merasa harapannya untuk mendapatkan perhatian penuh dari Edward pupus sudah.Edward menatap Veronica yang kini terdiam, lalu menoleh ke Alenta. Dalam hati, ia ingin menjelaskan bahwa dirinya tak bisa meninggalkan istrinya itu, meskipun sebenarnya ia sangat ingin menghabiskan waktu bersama Veronica untuk menebus rasa penyesalan yang ia rasakan
“Apa Kau pernah dengar bahwa Cinta Pertama adalah cinta yang paling sulit untuk dilupakan?” tanya Ibunya Veronica. “Bahkan, ada begitu banyak kenangan yang mereka miliki sampai-sampai, mereka kesulitan untuk menangani diri sendiri begitu bertemu kembali. Sepertinya, inilah yang terjadi di antara Edward dan juga Veronica.” Ada senyum tipis yang timbul di bibir ibunya Veronica. Tersenyum dengan begitu santai, Alenta sama sekali tak menunjukkan bahwa dia terpengaruh oleh kalimat itu. “Pernah tentu saja. Namun, cinta pertama adalah sesuatu yang dimiliki oleh sepasang manusia yang biasanya masih muda dan tidak memiliki pengalaman apapun. Kadang, bahkan mereka melakukan suatu tindakan yang akan mengubah begitu besar dan pada akhirnya hanya menjadi sebuah pengalaman, dan pembelajaran saja.” jawab Alenta, dia juga tersenyum karena tidak ingin membiarkan Ibunya Veronica mengacaukan dirinya. Mendengar ucapan Alenta, ibunya Veronica hilang kata untuk beberapa saat
Alenta merasa kesakitan ketika bangkit dari tempat tidur, tubuhnya sakit dari ujung kaki hingga ke ujung kepalanya akibat penyerangan brutal Edward sepanjang hari. “Kak Edward benar-benar keterlaluan sekali!” gumam Alenta yang merasa sangat kesal. Dia bahkan tertidur dan tak tahu kapan Edward berhenti. Mengamati sekeliling, Edward sudah tiada di kamar itu. Dengan menahan sakit, Alenta turun dari ranjang, menyeret tubuh lemahnya tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Ia menuju ke kamar mandi, berniat untuk segera membersihkan diri. Namun, begitu membuka pintu kamar mandi, ia terkejut melihat Edward sudah berada di dalam sana, tersenyum penuh nafsu yang belum puas.“Sayang, aku baru saja selesai mandi. Tapi, kalau mau diajak mandi bersama, aku tidak keberatan mau mandi sampai sejuta kalipun,” ujar Edward, menampilkan senyum aneh yang membuat Alenta kesal. “Kak Edward, apa kau sengaja melakukan ini supaya ak
Alenta terpaku di ambang pintu, matanya melebar melihat Julia dan kedua orang tuanya yang tiba-tiba muncul di depan rumahnya. “Nak, kami sudah menghubungi Edward sebelumnya, itulah kenapa kami diizinkan untuk masuk.” ucap Herin memberitahu.Alenta menganggukkan kepala, bisa melewati gerbang artinya Edward sudah memberikan izin, tentu saja Alenta paham. Alenta kembali memperhatikan Julia. Sudah berbulan-bulan mereka tidak bertemu, dan kini Julia terlihat begitu kurus dan pucat. Tanpa banyak bicara, Julia menanyakan keberadaan Elea, anak kandungnya yang terasa begitu lama ditinggalkan untuk tinggal bersama Alenta. “Dimana Elea?”Alenta menelan ludah, mencoba menenangkan perasaan campur aduk yang melanda hatinya. Dengan langkah ragu, ia mengarahkan tempat kepada Julia, kedua orang tuanya, dan membawanya ke taman belakang rumah, tempat Elea sedang asyik bermain bersama Ron, sahabat kecilnya. “Elea, sayang, coba lihat si
Julia menggenggam erat tangan Alenta, matanya terlihat dalam dan juga serius. “Bisakah aku merepotkanmu untuk membantu menjaga Elea?”Sungguh, Alenta benar-benar tidak mengerti. Julia sudah kembali dan bisa menjaga putrinya sendiri jika dia mau, tapi kenapa Julia justru memilih untuk kembali meninggalkan Elea?Tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa, Alenta hanya bisa terdiam dengan segala pemikirannya. “Alenta,” Panggil Julia dengan suaranya yang bergetar menahan tangis. “Aku tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi, namun Aku pastikan tidak akan pernah ada masalah yang timbul karena diriku. Hanya, tolong bantu aku untuk menjaga Elea, dia lebih aman jika bersamamu dibanding denganku, atau bahkan dengan orang tua kita.” Menjadi semakin bingung dengan ucapan Julia, Alenta tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak bertanya. “Sebenarnya, apa yang sedang Kak Julia pikirkan? Apa maksudnya, dan memangnya Kak Julia mau pergi ke mana?”Ti
Julia berdiri tegak di tepi jembatan yang menghiasi danau yang luas dan indah. Angin sepoi-sepoi membelai wajahnya yang pucat dan lesu. Pikirannya kacau, tak mampu lagi diajak kompromi. Di sudut hatinya, ia meyakini bahwa inilah jalan terbaik yang bisa diambil.Sebelumnya, ia telah memberikan alasan kepada kedua orang tuanya dan Alenta, serta putrinya yang masih kecil, bahwa ia ingin pergi ke taman kota untuk menghirup udara segar. Namun, niat sebenarnya jauh dari itu. Julia ingin memiliki waktu sendiri untuk mengakhiri hidupnya.Dalam keputusasaannya, Julia tidak ingin Alenta merasa menyesal karena telah dilahirkan olehnya. Ia tidak ingin putrinya menderita dan mengalami penderitaan yang sama seperti yang ia rasakan. Julia merasa bahwa langkah ini adalah pengorbanan terbesar yang bisa ia berikan kepada putrinya.“Sayang, andai saja waktu itu ibu lebih menghargai keberadaan mu, mencoba untuk lebih tulus dalam mencin
Julia terbangun dari tidurnya dengan wajah bingung. Ia merasa ada sesuatu yang aneh di udara, tempat itu jelas sangat asing dan berbau asin. Julia bangkit dari posisinya, turun dari ranjang dan berjalan perlahan, mencari pintu keluar.Namun, sebelum ia berhasil menemukan pintu, tiba-tiba saja ada seorang pria yang muncul dari balik punggungnya. Pria itu memeluknya erat, membuat Julia merasa tercekik. Lalu, pria itu berbisik di telinga Julia, “Aku tidak akan membiarkan mu lepas dariku lagi.”Barulah Julia menyadari bahwa pria itu adalah Helios. “Lepaskan, lepaskan aku, bajingan!” Julia memberontak, mencoba melepaskan diri dari pelukan Helios, namun pria itu semakin erat memeluknya.“Apa yang kau inginkan dariku? Lepaskan aku!” teriak Julia, namun Helios tetap tidak menggubrisnya.Helios tersenyum sinis, lalu berkata, “Jika kau tidak menurut, aku akan memperlihatkan rekaman mesum kita, kau dan beberapa pria itu kepada keluargamu detik ini
Edward mengajak Alenta makan malam di sebuah restoran mewah untuk memperbaiki hubungan yang retak antara mereka. Mereka sengaja menitipkan anak-anaknya kepada pelayan rumah dan perawatnya, Elea. Dalam restoran itu, Edward berusaha keras untuk membuat suasana romantis demi meraih kembali hati Alenta yang kini masih terasa begitu dingin.“Sayang, aku tahu kita sudah melewati banyak hal sulit dalam pernikahan kita. Namun, aku percaya kita bisa melaluinya bersama,” ungkap Edward dengan tulus, sambil memegang tangan Alenta. “Maka itu, cobalah untuk banyak tersenyum, ya.”Alenta hanya tersenyum tipis dan menatap matanya dengan tatapan yang belum bisa sepenuhnya memaafkan kesalahan Edward di masa sebelumnya. Namun, ia berusaha untuk membuka hatinya perlahan.“Nanti, kalau Ron dan Elea menyadarinya, pasti akan sangat sedih mereka.” Timpal Edward. Mendengar ucapan Edward, Alenta jadi terpancing untuk menanggapinya. “Kalau begitu, aku a
“Pendonoran sumsum tulang belakang 7 bulan yang lalu dinyatakan sukses, Tuan dan Nyonya.” ucap dokter yang selama ini menjadi dokter yang merawat Johnson. Aruna menangis haru, segera Ron memeluk bahagia istrinya itu. Edward juga langsung memeluk Alenta yang menangis haru, begitu juga dengan kedua orang tua Aruna yang ada di sana. Violet menyeka air matanya, Reiner mengusap kepalanya dengan lembut, lalu merangkulnya. Ada Arabella di gendongan Reiner yang tertidur pulas sejak tadi. “Tapi, untuk mengantisipasi kemungkinan dan bahkan selalu ada, di saat kelahiran bayi kedua anda nanti, pastikan untuk menyimpan darah tali pusat di rumah sakit, Nyonya dan Tuan.” saran dari Dokter itu. Aruna dan Ron menganggukkan kepalanya, dan akhirnya anggota keluarga besar saling berpelukan erat. Walaupun memang benar kemungkinan terburuk selalu ada, s
Anara menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, matanya menatap benda mungil yang menjadi bagian dari kebahagiaannya. Alat penguji kehamilan yang menyatakan bahwa Aruna tengah hamil. “Ini benar-benar nyata, kan?” tanya Aruna, air matanya sudah mulai mengembung di pelupuk matanya. Padahal, 3 Minggu bersama Ron artinya pun dia sudah melewati 1 Minggu masa datang bulannya. Hanya saja, Aruna cukup stres dengan apa yang terjadi sekarang. Fokusnya benar-benar tertuju kepada Johnson, sampai dia tidak ada waktu untuk memikirkan yang lainnya. Tes! Jatuh sudah air mata Aruna, dia merasa bahagia karena bisa mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi kepada Johnson. Mengenai donor sum-sum tulang belakang yang dijalani Ron dan Johnson beberapa waktu sebelumnya jelas
Ron merasakan denyut jantungnya yang berpacu kencang saat ruangan operasi dihiasi dengan suara bip mesin monitor yang terus menerus. Tangan Johnson yang lemah terkulai di samping tubuhnya, pucat dan tidak berdaya. Mata Ron berkaca-kaca saat dia menatap putranya yang terbaring tak sadarkan diri, berharap dan berdoa dalam diam bahwa semua ini akan membawa keajaiban untuk kesembuhan Johnson. “Johnson, sembuh lah....” Harap Ron di dalam hati, “jika menunggu adikmu terlalu lama, maka sembuhlah dengan cara ini, Ayah mohon. Ibumu pasti akan sangat menderita jika terjadi sesuatu padamu, berjuanglah terus, ya....” Dokter yang berpengalaman itu mengenakan sarung tangan sterilnya, seraya memeriksa kembali alat-alat medis yang telah disiapkan. Ron, dengan keberanian yang dipaksakan, berbaring di sisi lain ruangan yang sama, siap untuk mendonorkan sumsum tulang bela
“Maafkan aku, tapi semua ini terjadi juga di luar dugaan ku, James.” ucap Aruna jujur, berharap kejujurannya itu dapat dirasakan oleh pria itu. “Aku pikir, aku akan memulai hidup baru bersama Johnson dan kedua orang tuaku saja. Tapi, Johnson mengalami sakit yang benar-benar tidak ada dalam rencana ku, leukimia.” Mendengar itu, James pun terkejut, lupa untuk bernafas hingga beberapa saat. “Leukimia?” James benar-benar lemas, tidak menyangka kalau Johnson akan memiliki sakit mengerikan itu di usianya yang masih begitu kecil. “Kau benar-benar tidak sedang membohongiku, kan? Mana mungkin Johnson sakit seperti itu? Jangan bilang, kau cuma mengada ada supaya bisa menjalin hubungan dengan Ron lagi, Aruna,” harap James. Mendengar itu, jatuh sudah air mata Aruna. Ron, pria itu benar-benar seperti tidak tahu harus mengatakan apa. Jika membuat kebohongan seperti itu sangatlah mudah, maka
Aruna benar-benar menyuapkan makanan ke mulutnya Ron. “Makanlah....” Ron, pria itu benar-benar kehabisan kata-kata, padahal sudah bukan hanya satu atau dua kali dia menolak, dan meminta Aruna untuk fokus makan sendiri saja. Masih memangku laptop, pada akhirnya Ron membuka mulutnya, menerima suapan makanan dari Aruna. Nyut!!!! Nyeri, sungguh nyeri sekali dadanya. Kenapa begitu sakit? Ron seperti mendapatkan balasan dari luka yang dia berikan kepada Aruna, tertampar oleh fakta yang ada. Andai saja luka itu tidak pernah tertoreh, mungkinkah hubungan mereka akan lebih jujur dan diliputi kelegaan? Mata Ron memerah, pelupuknya sudah mulai dipenuhi dengan air mata. Melihat itu, Aruna menjadi bingung. Tidak ad
Mendengar permintaan maaf yang diucapkan oleh Ron, Aruna pun terdiam karena tidak tahu harus mengatakan apa. Tidak menyangka kalau pria yang dulu begitu angkuh dan juga arogan bisa mengucapkan kata ‘maaf’ namun dengan ekspresi yang begitu tulus. Tes! Tanpa sadar air mata Aruna terjatuh, luka yang seolah sudah sedikit sembuh kini terasa kembali. Semua rasa sakit yang diberikan oleh Ron kembali teringat olehnya. Melihat Aruna meneteskan air mata tanpa kata, Ron benar-benar semakin merasa bersalah. Dia seperti tengah menghianati dirinya sendiri, padahal menyakiti wanita bukanlah sesuatu yang biasa untuk dia lakukan. “Maaf, itu pasti sangat menyakitkan untukmu, bukan? Maaf, aku sungguh meminta maaf untuk apa yang terjadi, dan apa yang sudah aku lakukan padamu, Aruna.” Suara R
Ron merasakan beratnya kelopak matanya saat dia mengedipkan mata beberapa kali, mencoba untuk sepenuhnya terjaga. “Sudah mulai sore rupanya,” batin Ron. Ruangan itu dipenuhi oleh sinar sore yang menembus tirai, menciptakan pola cahaya dan bayangan yang bergerak pelan di dinding. Aruna, di sisi lain tempat tidur, tampak begitu damai dalam tidurnya. Rambutnya yang panjang terhampar di bantal, wajahnya tenang meski terlihat ada sedikit kelelahan yang tersisa. “Biarkan saja deh dia lanjut tidur,” gumam Ron. Dengan hati-hati, Ron menyelinap keluar dari selimut dan perlahan-lahan beranjak dari tempat tidur. Ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 sore. Mereka telah terlewat makan siang, tetapi Ron tahu bahwa Aruna membutuhkan istirahat ini lebih dari apapun. Dengan langkah yang hampir tidak terdengar, d
Ron dan Aruna memutuskan untuk kembali ke rumah, sementara itu Edward dan Alenta tengah menemani Johnson. Sudah 2 hari full Ron dan Aruna di rumah sakit, walaupun ada saatnya Ron meninggalkan Aruna karena ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan. Sesampainya di rumah, Mereka langsung masuk ke kamar. “Kau istirahat saja dulu, aku akan pergi ke luar sebentar. Ada yang harus aku kerjakan, mungkin cuma 1 jam saja.” ucap Ron, langsung mendapatkan anggukan setuju dari Aruna. Bergegas Ron mengganti pakaiannya, dia akan bertemu dengan Ben di kantor cabang karena dia beberapa dokumen yang harus ditandatangani oleh Ron. Sejenak meninggalkan Aruna, Ron menyelesaikan pekerjaannya secepat yang dia bisa. Selama dua hari di rumah sakit, Ron juga tidak bisa tidur nyenyak sama sekali. Johnson selalu menangis, lebih cengeng dari biasanya. Mungk
“Kamila, aku mengatakan kepada suamiku untuk membiarkan kau bekerja di perusahaannya karena aku merasa kasihan padamu. Padahal, bagian personalia mengatakan kau tidak dibutuhkan di perusahaan itu.” ujar Violet, tersenyum tak peduli kalau ucapannya barusan sangat tidak nyaman untuk Kamila dengar. Kamila menggigit bibir bawahnya, campur aduk perasaan. Dia tidak menyangka kalau Violet mengetahui banyak hal, namun memilih untuk tidak mengatakan apapun. “Sebenarnya, seberapa banyak hal yang tidak kau katakan padaku, Violet?” tanya Kamila, kali ini dia benar-benar terlihat emosi. Merasa dikhianati, namun sadar pula dia tidak berhak untuk menunjukkan secara jelas kemarahannya. Mendengar pertanyaan dari Kamila, sontak saja sorot mata Violet terarahkan padanya, “Kau sungguh ingin tahu?” Violet mendekati Kamila, “Hampir semua aku tahu, Kamila. Niat mu datang ke apartemen ku, dan kau y