Axel meremas kepalan tangan saat melihat kamarnya. Sesuai dengan apa yang dia inginkan selama ini. Ada meja komputer, peralatan game mahal. Game edukasi di sisi lain. Ranjang desain manly, bukan mobil atau yang lainnya seperti layaknya anak kecil. Ada rak lumayan tinggi baginya yang berisi jajaran buku tertata rapi. Hiasan dinding bukan gambar kartun."Apa Anda suka, Tuan muda Axel?""Hem. Lumayan juga seleranya.""Saya lega. Ini semua diatur dalam pengawasan Tuan Sean. Tuan sudah menyiapkan jauh hari untuk Tuan muda Axel."Axel tertegun. "Jika dia mengaku sebagai ayahku, lantas kemana kakek nenekku? Kenapa nggak ada yang datang dan mengaku sebagai mereka? Kebenaran semakin diragukan!""Anda salah, Tuan muda Axel. Tuan Sean hanya belum mengatur waktu yang tepat. Tuan dan Nyonya besar pasti sangat senang jika bertemu dengan Anda.""Kita buktikan saja nanti." Axel menaikkan dua bahunya."Silahkan Anda istirahat.""Ehm, apa ini rumah yang dulu Mamaku tempati?" Dario tersenyum tipis. Tan
Kamar kita? Emily gusar melihat ekspresi Sean yang menatapnya dengan senyuman."Ini kamar kita yang sudah aku siapkan sejak lama. Lihat, foto pernikahan kita! Aku pajang dengan bingkai indah. Kalau aku lihat .... Kamu semakin cantik, Emily." Sean menatap foto dan Emily secara bergantian.Emily memalingkan wajah. Dia menyembunyikan desiran rasa. "Sudah malam. Aku mau tidur sendiri. Di tempat ini pasti banyak kamar. Antarkan aku ke kamar tamu saja. Kamar ini bisa kamu pakai."Sean kecewa, tapi dia tersenyum. Pria itu berdiri di depan Emily. "Tidurlah. Aku hanya akan menjagamu di dekat sini.""Dekat?" tanya Emily. Sedekat apa yang dimaksud Sean.Sean menoleh pada sofa panjang. "Sedekat sana." Menunjuk dengan sorot mata. Mata Emily membelalak. "Aku bisa tidur dengan Axel." Wanita itu masih menolak. Hatinya gelisah dengan campuran rasa. Namun, ada besitan rasa senang atas sikap Sean."Aku sudah mengunci kamar ini. Tidurlah, sebelum aku mengikis jarak dekat kita malam ini." Sean menaikkan a
Sean tidak menunggu di depan ruang rawat. Pria itu ada di ruang khusus yang sudah disiapkan anak buahnya. "Benny menyerang sejak Tuan besar menduduki kursi kepemimpinan. Hanya saja, tindakannya belum se-agresif sekarang. Saat ini, dia terus menyelidiki soal Anda dan orang terdekat."Sean memilih membahas masalah pekerjaan dari pada berdiri di depan ruang itu."Yang aku tidak suka. Dia menyerang orang sekitarku. Ingin membuatku hidup tanpa ketenangan dengan memercikkan api antara aku dan Emily.""Perusahaan nona Dayana sudah stabil. Semua berjalan lancar sesuai perkiraan Anda. Hanya saja ... sepertinya kedekatan nyonya dan sahabatnya akan lebih sulit. Keluarga nona Dayana menyambut dingin pada nyonya."Sean menghela nafas. "Biarkan saja. Itu akanlebih baik untuk mereka saat ini.""Kerja sama kita dengan perusahaan Tuan David juga terjalin dengan baik. Ehm ... kenapa tidak mengatakan jika Andalah pemegang saham dominan perusahaan itu? Tuan David pasti akan berubah pikiran soal Anda. Dan
"Aaa ...!!" teriak Axel ketakutan. Dia memegang erat Sean dan Emily."Tuan!" teriak Dario. Dia hendak mendekat, tapi tidak ada waktu lagi. Pria itu membungkuk dengan melindungi bagian depan."Akh!!" Sean memekik jerit. Dia menekan rahang kuat. Sambaran api menyulut punggungnya."Argh!!" Serpihan mobil menyayat punggungnya. Seketika darah mengalir membasahi punggung panas itu."Sean!" pekik Emily, masih dalam dekapan Sean. Dia sesak. Ketakutan merambat cepat ke setiap lorong jiwanya. Pikirannya seolah terhenti terkena sentakan dentuman hebat. Dadanya makin sesak ... teriakan histeris hampir meledak .... Namun, dekapan Sean pelan mengurai ketakutan yang hampir membalutnya. Emily menghirup ketenangan dalam dekapan itu.Air mata wanita itu telah berderai. Emily memeluk punggung Axel sangat erat. Anak itu dalam pelukan dua lapis. Sean dan Emily.Dentuman besar terlewat. Kini api berkobar diterpa angin. Untung saja mereka ada di jalan agak sepi, jadi tidak ada korban lain. "Tuan! Anda baik
"Insting saya yakin jika itu dia. Hanya saja belum paham tujuannya. Apa dia mempertimbangkan hubungan baik dengan Anda di masa lalu? Jadi membuat pengecualian dalam penyerangan pada Anda."Sean mendesah berat. Blade! Dia belum bisa mengungkapkan teka-teki motif pria itu. "Apa dia menerima undangan makan malamku?""Tidak, Tuan. Dia menolak tegas. Tapi, anak buah kita yang nekat masuk ke sarang mereka keluar tanpa luka sedikit pun."Sean menautkan dua tangannya di depan. "Aku akan cari cara sendiri.""Tender itu hanya jebakan untuk kita. Benny dan pemilik proyek telah bekerja sama terlebih dahulu.""Sudah kuduga. Aku tidak peduli dengan tender rendahan seperti itu. Bagaimana soal anak buah kita yang jadi pecundang?"Dario menarik nafas dalam-dalam. "Maaf, Tuan. Saya sangat ceroboh. Mereka penyusup yang sangat terlatih. Hanya saja dimungkinkan bukan dalam kendali Blade.""Aku ingin ke markas sebentar!" Sean memikirkan Emily, tapi dia harus kembali setelah semua selesai.Dario mengganggu
Dua hati masih menyimpan rasa yang disemat kuat pada dinding hati terdalam. Magnet itu masih sangat kuat. Hanya saja, masih ada sekat kuat yang harus Sean robohkan."Emily ...." Pelan Sean memajukan wajahnya pada wajah Emily. Tatapannya semakin dalam pada pasang manik mata itu.Sekian jarak lagi ... sangat dekat. Nafas Sean sangat terasa menerpa wajah Emily. Wanita itu menggenggam tangan kuat. Dia menahan nafas sekian detik. Jantungnya berdegup kencang.Sean semakin mengikis jarak.Mata Emily kini membulat dengan getaran di dadanya. Hanya sekian inchi lagi. Wanita itu sangat gugup.Sean meremas sisi ranjang. Dia melihat reaksi Emily begitu tegang seolah ketakutan. Pria itu menahan diri."Tidurlah. Aku akan menjagamu sampai terlelap." Sean menarik wajahnya dan mendorong bahu Emily agar berbaring. Lalu, tersenyum lebar dan nekat mengecup kening istrinya.Emily terpaku, dia tak mampu bergerak. Kali ini dia menutup mata merasakan kecupan itu hingga dalam hatinya. Darahnya mendesir. Dia m
'Apa yang terjadi di dalam? Jangan sampai Axel terlalu dekat dengan Sean. Apa Sean sedang mendekati Axel dan ingin mengambilnya dariku? Tidak boleh. Aku belum bisa percaya pada kebaikan Sean!' Berbagai pikiran berkecamuk di benak Emily. 'Aku harus masuk. Aku takut Axel terjerat rayuan Sean!' Emily meremas tangannya.Wanita itu masuk setelah pintu dibuka salah satu bawahan."Axel, apa yang kamu lakukan di si-" seru Emily begitu saja saat masuk. Namun, seketika matanya membulat melihat apa yang sedang mereka lakukan.Sean tersenyum tipis. Dia yakin dua tercintanya akan peduli padanya."Ma! Untung Mama datang. Lihat, aku disuruh pria ini untuk mengganti perban. Bagaimana kalau aku salah menempel?" Axel sedang memegang perban anti air.Emily menatap Sean dan pria itu hanya tersenyum lebar."Di rumah ini ada perawat. Jangan mau dibodohi olehnya!" Emily kesal, dia menarik Axel dari sini Sean."Tapi-" ucap Axel tercekat. Anak itu cemas.Sean mendesah. "Aku tidak biasa dipegang wanita lain.
Axel merasa jika David juga semakin aneh. Sejak kemarin menyuruh untuk bersama Sean. Meski kurang sependapat, tapi anak itu sangat mempercayai apa yang David katakan.[Aneh, apa pria itu melakukan sesuatu pada Om. Menekan atau mengancam? Sampai Om sekarang percaya padanya?][Om hanya mengatakan hal paling benar saat ini. Kamu belum cukup mengerti masalah yang terjadi pada orang dewasa di sekitarmu. Tetap di sana dan ikuti saran Sean!]Axel mendesah. Mengikuti apa kata Sean? Axel lebih tertarik untuk berdebat.[Tablet yang dia berikan nggak aku pakai buat bertukar pesan. Aku yakin, benda pintar itu telah disadap.][Kamu cukup pintar untuk bertahan saat ini di sisi Sean. Ingat, jangan ceroboh! Sean nggak akan mudah kamu tembus.][Aku tahu. Tapi ingin segera tahu kebenaran itu. Pria itu semakin bersikap baik pada kami. Kemarin, dia bahkan berkorban besar untuk kami. Apa seperti itu termasuk orang jahat? Aku sangat ragu, Om. Bantu aku memikirkan sesuatu!][Tunggu saja. Sean akan segera me