Emily tersenyum tipis. Dia sudah tidak sabar ingin mengetahui siapa CEO yang memberinya uluran tangan dan kepercayaan. Langkahnya terhenti di depan meja sekretaris dan karyawan resepsionis itu pergi."Nyonya Emily, CEO kami sudah menunggu Anda di dalam, silahkan masuk." Sekretaris membuka pintu ruangan.Emily mengayun kaki, dia menghentak heels-nya dengan ayunan anggun memasuki ruangan itu. Wanita itu mendekat ke depan meja dengan posisi kursi CEO yang membelakanginya. Kursi itu tampak bergerak lamban ke arah dua sisi.Tidak ada papan nama, Emily bingung mau menyapa bagaimana. "Ehem! Selamat siang, Tuan. Saya Emily dari Queen Restaurant." Wanita itu tersenyum tipis meski yang dihadapannya belum berbalik.Kursi itu berputar. Seorang pria tampan dengan sorot mata tegas nan lembut telah tampak.Emily terhuyung hingga kakinya mundur satu langkah. Dadanya sesak dengan deguban jantung kencang.CEO SE Company adalah Presdir G Light Corp? Sungguh tidak masuk dalam dugaan Emily sebelumnya."Se
"Kenapa kamu diam saja Axel? Sejak kamu keluar dari sekolah kamu hanya mengatakan beberapa kata." Emily mengernyit, dia curiga anaknya menyembunyikan sesuatu.Axel mendesah. "Entahlah, aku hanya nggak mau salah memikirkan sesuatu. Makanya aku berpikir dari tadi."Emily terkekeh. "Apa boleh mama membantumu berpikir? Siapa tau, mama bisa mencari jalan keluar."Axel menggeleng. "Ini masalah laki-laki, Ma. Aku nggak mau melibatkanmu."Emily mengusap rambut anaknya. "Mama akan pergi sebentar dengan om Erlan. Kamu di rumah sama Tante Dayana. Jangan tunggu mama pulang!"Axel melebarkan mata. "Mau apa? Mama mau pergi sama om Erlan terus kaya kemarin diculik lagi sama pria tua jahat itu? Aku nggak kasih izin!""Cuma mau makan malam, Bocah bawel!" Dayana datang membawa piring berisi cake."Makan malam bisa dilakukan di rumah. Tiap hari kita juga makan malam bareng. Kenapa mesti di luar?" Axel merebut piring yang di bawa Dayana."Ini makan malam romantis, Axel. Bocah mana paham. Diam aja di ruma
Dentingan merdu piano mengisi kekosongan wicara. Emily mengusap pelan mulutnya dengan sapu tangan."Makasih kamu sudah mau keluar denganku. Aku juga berharap kamu bisa keluar dari masa lalumu." Erlan menatap harap.Emily mengangguk. "Maaf, belum bisa menyambut niat baikmu, tapi ... aku bersedia mencoba. Jika kamu tidak keberatan.""Sama sekali tidak keberatan." Erlan merogoh kotak bludru di kantong jas-nya dengan tatapan mata terpaku pada Emily.Sedang di luar restoran. Dua mobil berhenti bersamaan. Dan dua pintu mobil dibuka cepat."Kamu?!" Axel menunjuk Sean."Axel?" Sean tersenyum, dia mendekat."Tidak ada waktu lagi! Kita berdebat nanti saja, Pria tua!" geram Axel."Hey, mau apa datang. Sana pergi, kalau mau makan cari restoran lain aja!" seru Dayana."Aku akan menjemput istriku!" Suara Sean berat."Awas, berani mengacau!" seru kesal Dayana. Dia tidak habis pikir, jika Sean akan tahu soal makan malam."Biarkan saja, aku nggak peduli!" Axel melangkah tergesa ke pintu masuk."Pengaw
Emily duduk di sisi Sean. Posisi keduanya menempel karena Sean sengaja melakukannya. Emily tampak gugup dan itu diketahui Axel."Haish! Cukup, Pak tua. Lepas! Aku nggak mau dipangku olehmu. Menyebalkan!" Axel turun dan duduk di sisi ibunya dan di tengah mereka."Kita mau dibawa ke mana, Sean?" tanya Emily tanpa menatap Sean."Kamu akan tahu sendiri nanti." Sean menoleh menatap Emily dengan senyum tipis, lalu beralih menatap Axel dengan satu tangan terangkat dan mengusap kepala Axel."Jangan sembarangan menyentuhku!" Axel menepis tangan Sean. Wajahnya cemberut sangat kesal."Papa senang kita bisa pergi satu mobil seperti ini. Bagaimana kalau akhir pekan kita buat acara keluarga." Sean sengaja memancing percakapan hangat.Emily memalingkan muka ke arah arus jalan. Matanya sudah berkaca dan genangan cairan itu sepertinya tak bisa dia tahan lebih lama lagi. Axel menoleh sebentar menatap wajah Sean dengan senyum sinis. "Kendalikan khayalanmu, Pria tua! Aku sudah memperingatkanmu sejak awa
"Mama!" Axel menahan ibunya yang hampir hilang keseimbangan. "Apa yang terjadi, kenapa wajah Mama jadi pucat?"Emily memegang dadanya. Dia pelan duduk di sisi ranjang. "Tidurlah dulu Axel, mama masih belum ngantuk."Axel tidak menghiraukan ucapan ibunya, dia malah memutar video yang membuat ibunya tercengang. Mata Axel membelalak. "Dasar wanita nggak tahu diri! Akan aku buat kamu jera nanti!"Sebuah vidio Felisha menangis mengambil perhatian publik. Felisha meminta maaf pada publik telah melakukan trik kotor di sebuah restoran. Dia mengaku terpaksa melakukannya karena sangat sakit hati tunangannya direbut oleh pemilik restoran. Felisha tidak menyebut nama sama siapa pemilik restoran sebenarnya.Banyak komentar publik yang iba dan simpati pada Felisha. Bahkan banyak yang berempati karena merasakan hal yang sama.Emily menyeka air matanya. "Ini tidak penting, Axel. Pria itu bukan siapa kita dan wanita itu hanya mengarang cerita. Mama sedih karena kita akan mendapat masalah baru nanti."
"Keluar kamu, Jal4ng licik! Jangan ganggu Felish kami! Keluar kamu!" teriak salah satu wanita di luar."Di mana pun tempatnya. Pelakor harus dibasmi!"Mereka penggemar fanatik Felisha atau siapa Felisha? Begitu cepat mereka bergerak dan menemukan rumah Emily."Cepat keluar, Jal4ng penggoda!" Botol dan batu dilempar ke rumah Emily. Seketika rumah itu menjadi pusat perhatian sekitar. Mereka bertanya-tanya apa benar Emily menggoda tunangan orang dan merebutnya?Dari dalam rumah itu."Jangan keluar, Axel! Ini terlalu berbahaya!" Emily menahan anaknya."Tidak bisa, Ma, mereka harus dilawan. Aku akan keluar dan berteriak pada mereka!" Axel tetap berusaha keluar."Aku sudah menghubungi Erlan. Sebentar lagi dia dan anak buahnya akan datang dan menangani semua ini," ucap Dayana, mereka bertiga melihat dari balik jendela."Haish! Aku sangat ingin menghajar mereka!" Axel menggeram. Dia mengambil tablet untuk merekam semua kejadian itu. Meski belum memikirkan ide kedepannya, tapi dia ingin menyi
"Stop! Apa yang terjadi pada Mamaku sampai harus diperiksa lagi?" Axel menahan perawat."Ibu adik mau diperiksa dokter lebih teliti karena ini menyangkut luka di kepala. Dokter ingin memastikan kondisi ibu adik sebelum diizinkan pulang," jelas perawat."Axel, apa yang sedang kamu pikirkan? Jangan menunda pekerjaan mereka. Kamu bisa ikut dan lihat sendiri nanti." Emily menggeleng pada Anaknya."Oke, aku akan ikut."Emily dibawa ke ruang MRI scan untuk melakukan pemeriksaan ke dua kalinya.Di sisi alat pemeriksaan telah berdiri beberapa pria ber-jas putih dengan memakai masker. Salah satu pria tegap ber-jas putih itu tampak gusar mengatur diri sejak Emily masuk dan melakukan pemeriksaan.'Dia baik-baik saja,' batin salah satu pria ber-jas putih itu Axel berdiri agak jauh karena dia berontak tidak mau menunggu di luar. Anak itu memicing pada salah satu pria, yang dia kira sama tegap dengan Sean.'Dia mencurigakan!' batin Axel. Pria itu juga memakai kaca mata kotak layaknya dokter.Sean
'Bercerai? Mama dan Papa mau cerai? Apa itu pilihan terbaik? Aku harus memastikan apa yang terbaik untuk Mama. Satu persatu harus aku usut tuntas. Soal masa lalu Mama. Dan kenapa Papa tidak ada di sisi kami sejak kecil!' batin Axel di balik tembok sekat ruang.Axel masih menajamkan pendengaran. "Apa yang harus saya lakukan, Nyonya?" tanya pengacara."Saya mau menuntut pencemaran nama baik soal video dari model atas nama Felisha. Dan saya ingin Anda mengundang wartawan ke restoran.""Apa rencanamu, Emily?" Dayana menatap heran."Tentu saja mengatakan pada publik, siapa pemilik restoran yang mereka sebut Jal4ng!" Mata Emily menatap tajam ke depan.Dayana menarik satu sudut bibirnya. "Aku suka gayamu yang sekarang, Kawan!" Di balik tembok, Axel juga tersenyum miring. 'Mamaku bukan lawan yang mudah. Aku suka caramu, Ma,' batinnya.Mereka melanjutkan diskusi. Emily tampak lebih tegas dan tenang. Pikiran dan hatinya lebih ingin keluar dari kekacauan itu. Sean, memang pria yang masih dia ci