“Namira memang anak yang baik, enggak pernah marah … sekalipun dibully teman-temannya dulu sewaktu sekolah, dia akan diam tanpa berniat melawan apalagi membalas … Namira juga enggak pernah ngeluh, dia akan mengatakan kalau semua baik-baik aja meski yang dia rasakan sebaliknya.”Suara ayah tercekat, napasnya mulai memburu.“Tapi hari ini Nami hebat, Pak … saya rasa sebentar lagi Nami bisa sembuh dari traumanya.”Ayah tercenung menatap Reyshaka sebelum akhirnya berujar kembali.“Namira menurut sekali sama kamu, Rey … dia seperti ingin selalu menyenangkan kamu … padahal kamu menikahi Namira hanya untuk memberinya status tapi dia serius sekali melakukan perannya sebagai seorang istri … hampir tiap hari Namira masak … katanya takut kamu pulang ke sini ….” Ayah Altezza menjeda, dia menoleh menatap Reyshaka.Reyshaka tahu ke mana arah pembicaraan ayah Altezza.“Tolong ingatkan Namira agar tidak terbawa perasaan karena nanti kalian akan bercerai.” Sesungguhnya ayah Altezza sedang mengingatka
“Ups!” Reyshaka bergumam terkejut karena kancing di lengan kemejanya terlepas jatuh ke lantai lalu menggelinding dan berhenti di kaki Namira.Istrinya yang duduk di meja rias sedang bersiap untuk pergi bekerja itu pun akhirnya membungkuk memungut butir kancing tersebut.“Aku pasangin lagi ya Mas,” kata Namira sembari beranjak dari kursi meja rias.Sementara istrinya pergi ke walk in closet, Reyshaka menjatuhkan bokongnya di sisi ranjang.Namira kembali membawa satu kotak kecil berisi peralatan menjahit.Dia mulai memasukan jarum ke benang dengan lihai kemudian membuat simpul di ujung benang usai memutusnya dari gulungan menggunakan gunting kecil.Reyshaka mengangkat tangannya dan Namira yang berdiri tepat di depan pria itu mulai menjahit bulir kancing di tempat tadi terlepas.“Sini duduk,” kata Reyshaka menepuk pahanya.Namira melirik wajah suaminya yang tampan kemudian melirik paha pria itu dan tanpa bisa dia cegah, pipinya memerah.Yang benar saja, masa dia duduk di atas pangkuan Re
Sekarang posisi Reyshaka dan Raina ada di belakang Sementara Dimas dan Namira di depan pintu lift.“Nanti kamu ikut ke acara charity ya.” Reyshaka baru ingat kalau dia tidak begitu mengenali mengenal wajah orang-orang penting yang harus dia sapa di acara nanti dan Raina bisa memberitahunya.“Baik, Pak … menurut Pak Rey saya pakai gaun malam yang waktu itu Pak Rey beliin aja atau apa perlu saya beli lagi?” Nada suara Raina terdengar manja.Dan entah kenapa tatapan Reyshaka refleks tertuju pada Namira yang bisa dia jangkau sisi wajahnya dari tempatnya berdiri.Pundak Namira menegang, kepalanya menunduk dengan pendar sendu di mata.“Terserah kamu.” Reyshaka bergumam.“Pak Rey mau pakai jas warna apa? Biar nanti saya menyesuaikan … saat makan siang nanti saya beli dulu gaun ke butik, enggak apa-apa pakai duit saya aja, Pak … biar saya punya banyak gaun, soalnya sekarang sering nemenin Pak Rey ke pesta ketemu orang-orang penting.” Raina mengatakannya dengan bangga.“Pake kartu kredit saya
Pagi ini Namira bertemu Mala di depan pintu lift.Mala terus menatap Namira membuat yang bersangkutan merasa terganggu.“Kenapa?” Namira bertanya dengan suara lembut dan senyum menghiasi bibirnya.“Kemarin Dimas cerita, katanya kamu udah nikah ….” Mala masih menatap Namira yang hanya diam saja sembari tersenyum seperti enggan menanggapi.“Ya udah kalau enggak mau cerita, tapi kamu bahagia ‘kan, Mir?” Namira terkejut mendengar pertanyaan penuh perhatian dari Mala.Padahal mereka belum lama berteman tapi Mala begitu juga dengan Dimas begitu memperhatikannya.“Bahagia, kok.” Namira menjawab seraya merangkul pundak Mala.Pintu lift terbuka, dia dan Mala pun masuk ke dalam sana.“Eh … tunggu-tunggu.” Suara dari arah luar membuat Namira mengulurkan tangan menekan tombol agar pintu tetap terbuka.Tanpa mengucapkan Terimakasih, Raina masuk ke dalam sana dengan mengapit ponsel di telinga menggunakan pundaknya.Sekertaris cantik itu mengambil tempat di depan Mala dan Namira.“Nanti malem ada k
Selama menikah, jarang sekali Reyshaka bisa satu mobil bersama istrinya.Mereka pergi ke kantor yang sama dan pulang ke rumah yang sama tapi belum pernah sama-sama.Seperti sekarang, ketika mereka hendak melakukan perjalanan bisnis dan sedang menuju Bandara, Reyshaka harus puas hanya dengan memandangi mobil istrinya di depan sana.Kebetulan tadi mereka berangkat dalam waktu hampir berbarengan.Sampai di Bandara, mereka berdua harus bersikap seperti orang asing padahal di rumah hampir setiap satu jam sekali Reyshaka memagut bibir Namira.Semua teman sekantor Namira termasuk Doni dan Rivan mengarahkan tatap pada Namira yang baru saja turun dari mobil SUV Premium dengan driver yang membantu menurunkan koper.“Pagi Pak Arief… Pak Rudi,” sapa Namira hanya kepada dua tim Leader padahal di sana ada Doni dan Rivan juga.“Pagi, Mir.” Pak Arif dan pak Rudi kompak menyahut.Sedangkan untuk Doni dan Rivan, Namira memberikan sorot mata tajam.Penyebab Namira berani bersikap seperti itu adalah sela
Setelah merapihkan barang-barang dan bergantian menggunakan kamar mandi untuk membersihkan tubuh, tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul enam sore.Namira mengambil satu keycard lalu keluar dari kamar meninggalkan Dina yang ternyata merasa kesal karena Namira tidak mau mengalah mengajaknya bicara duluan dan sekarang malah meninggalkannya.Dina tidak tahu saja siapa Namira yang sekarang, selain istri dari anak pemilik perusahaan ini—Namira yang sekarang adalah Namira yang penuh dengan dendam.“Loh Mir, Dina mana?” Raina yang bertanya.“Enggak tahu,” jawab Namira datar tanpa menatap mata Raina kemudian duduk di samping pak Arief.Reyshaka mengawasi gerak-gerik Namira, dalam hati dia tersenyum karena menduga kalau sikap dingin Namira kepada Raina itu adalah disebabkan oleh cemburu.Bukan hanya karena cemburu tapi Namira telah mendengar dari Mala dan Dimas kalau Raina menggosipkannya sebagai simpanan Om-Om.Lihat saja nanti, akan Namira balas perbuatan si sekertaris tukang halu itu.S
“Dari mana kamu?” Namira yang baru masuk ke dalam kamarnya terkejut mendapat pertanyaan dari Dina.Dia menatap Dina sebentar kemudian menutup pintu.“Aku nyariin mbak Dina,” jawab Namira berdusta padahal tidak tahu kapan Dina kembali ke kamar.Dina mendelik tapi dengan sorot mata penuh haru.“Mbak Dina dari mana?” Namira bertanya, perasaannya telah berubah kepada Dina setelah tadi malam mengetahui kalau ternyata Dina bernasib sama dengannya.Namira mengerti kalau Dina tidak bisa melawan apalagi melaporkan karena Rivan memiliki jabatan tinggi di perusahaan dan pasti Dina berpikir kalau pihak perusahaan pasti akan membela Rivan sedangkan dia masih membutuhkan pekerjaan ini.Dina membungkam mulutnya, pura-pura sibuk merapihkan pakaian kotor untuk dimasukan ke dalam koper.Namira tidak memaksa Dina harus bicara sekarang, dia meraih handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi.Kali ini Namira dan Dina pergi berbarengan menuju restoran.Dina melihat wajah Namira begitu berseri dan tampak bahagi
Di dalam cottage Namira ternganga melihat isi paperbag yang berupa bikini two pieces super seksi.Wajah Namira bukan lagi memerah tapi darah di sekujur tubuhnya berdesir.Tidak mau Reyshaka menunggu lama, Namira bergegas mengganti pakaian.Tapi dia malu memakai bikini meski di depan Reyshaka yang pernah memeluknya hingga tertidur dalam keadaan setengah bugil jadi Namira membalut tubuhnya menggunakan bathrobe saat keluar cottage.Dan Namira mendapati raut kecewa di wajah suaminya yang sudah menceburkan diri ke kolam dengan hanya menggunakan celana renang dan bertelanjang dada.Rambut pria itu basah, sepertinya sudah berenang satu atau dua putaran.Dan Reyshaka terlihat dua kali lipat lebih … menggairahkan.Perlahan Namira menarik tali bathrobe hingga kedua sisinya terurai membuat senyum Reyshaka muncul.Sambil menunduk, Namira menanggalkan bathrobe lalu melemparnya ke daybed.Dia berjalan menuju kolam renang disambut oleh Reyshaka yang mendekat ke tepi.Tangan pria itu terulur membantu
Ayah Archio sudah sampai di Jakarta, beliau bermaksud menjemput Zaviya yang kabur ke rumah Reyshaka.Selama kabur itu, bunda Venus meng-handle semua urusan yang menyangkut restoran kelolaan Zaviya.Ayah jadi tidak memiliki banyak waktu dengan sang istri tercinta karena kesibukannya itu.Sampai di rumah saat hari sudah malam, bunda Venus pasti minta dipijat sampai ketiduran padahal ayah Archio ingin bermanja-manja.Jadi Zaviya harus pulang agar bisa menyelesaikan urusan restoran sebelum akhirnya nanti akan diserahkan kepada seseorang yang mereka rekrut untuk dikelola karena ayah Archio sudah memutuskan untuk menjodohkan Zaviya dengan anak dari sahabatnya semasa sekolah dulu.Ayah Archio datang ke Jakarta tanpa bunda Venus, beliau dijemput supir setibanya di Bandara Soekarno-Hatta.“Langsung ke rumah ya, Pak?” Sang driver memastikan karena siapa tahu beliau ingin ke kantor dulu.“Antar saya ke Sofia at The Gunawarman ya, Pak!” “Baik, Pak!” Ayah Archio memiliki janji temu dengan sahaba
Semenjak Namira dinyatakan mengandung, Janu sudah tidak mau lagi menyusu secara langsung dari dada Namira.Dengan berat hati Namira mengganti kebutuhan gizi yang terdapat pada ASI untuk Janu dengan susu formula.Sebagai ibu, hati Namira sedih karena harus mengorbankan ASI eksclusive Janu yang semestinya sampai dua tahun.Untuk urusan anak, Namira akan selalu melow.Siang ini tiba- tiba Reyshaka pulang ke rumah untuk makan siang tanpa sepengetahuan Namira karena kebetulan dari pagi, pria otu berada di proyek yang jaraknya tidak jauh dari rumah.“Istri saya mana, Bi?” Reyshaka bertanya pada bi Sum.“Di kamar den Janu, Pak.” Reyshaka langsung menuju ke sana.Sekarang Janu memiliki kamar sendiri, kamar yang sudah dipersiapkan Namira sebelum dia lahir.Reyshaka mendorong pintu bercat putih itu dan mendapati Janu yang sedang menyusu dari dot tengah dipangku Namira di sofa santai.Janu tidak tidur justru malah bundanya yang tertidur dengan kepala ditopang tangan yang menumpu pada sandaran t
Namira menegakan punggung, menekan flush lalu keluar dari bilik toilet yang belum sempat dia tutup pintunya.Saat tubuhnya berbalik dan hendak melangkah menuju wastafel untuk berkumur, dia melihat Salsabila dan sepupu perempuan Reyshaka bernama Chika.Namira tahu kalau Chika tidak menyukainya dan gadis itu berhubungan baik dengan Salsabila, dia jadi merasa terkepung.Setelah netra mereka bertiga sempat bertemu melalui pantulan cermin wastafel, Namira memutusnya kemudian melangkah pelan menuju wastafel tanpa menyapa.Untuk apa? Namira sadar diri dan tahu percis kalau Salsabila membencinya.Posisi mereka saat ini adalah Namira berada di tengah sedangkan Salsabila dan Chika berada di kanan dan kirinya.Namira lalu berkumur sementara Salsabila dan Chika sedang mencuci tangan.Mereka menggunakan masing-masing wastafel.Namira merasakan Salsabila dan Chika melirik sinis ke arahnya tapi dia berusaha menghiraukan.Sayangnya mual itu terasa lagi, Namira mencoba memuntahkannya namun sudah tida
Akhirnya pesta pernikahan Amara dan Javas akan dilangsungkan.Setelah sempat mereka bertengkar hebat dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan namun semua itu hanyalah cobaan sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius karena nyatanya cinta Amara dan Javas terlalu dalam sampai tidak mampu saling melepaskan.Pernikahan tersebut digelar di Kota Bandung, Amara cinta sekali dengan kota kelahiran bundanya itu sampai mendalami budayanya dan pandai menggunakan bahasa daerah yang disebut bahasa Sunda.Akad nikah dilakukan di tengah hutan pinus yang disulap menjadi sebuah venue dengan dekorasi bunga hidup.Namira yang saat itu menginap di rumah aki dan nini sibuk menyiapkan keperluan suami dan anaknya semenjak pagi sekali.Sampai dia sendiri belum selesai berdandan saat orang-orang sudah siap untuk berangkat ke venue.“Loh … Nami mana?” Bunda yang sudah sangat cantik seperti mempelai pengantin wanita pun bertanya.“Masih dandan, Bunda dan yang lain duluan aja … nanti kami menyusul.” “
Semenjak menjadi nyonya Byantara, Namira yang dulu hanyalah karyawan biasa di Mars Byantara Group sekarang sangat dihormati.Pak Arief saja sampai menganggukan sedikit kepalanya saat menyapa Namira yang baru turun dari mobil sambil menggendong Janu sementara Reyshaka tengah sibuk menurunkan koper dan tas keperluan Janu bersama driver.“Apa kabar Bu Mira.” “Baik, Pak Arief apa kabar?” Namira balas menyapa.“Baik … baik, Bu.” Namira beralih pada Rudi yang ikut juga ke Bali hari ini.Lalu Dimas yang raut wajahnya tampak sendu tidak bergairah semenjak Mala dipindah ke Surabaya.“Kenapa mukanya Pak Dimas,” tegur Namira bercanda.Dimas mengembuskan napas panjang dengan ekspresi nelangsa tapi meraih tangan Janu yang kemudian dia gerak-gerakan.“Percuma punya sohib istri CEO tapi waktu Mala dimutasi enggak bisa bantuin.” Dimas sedang bersarkasme.Namira tertawa renyah mendengarnya. “Yang CEO ‘kan pak Rey bukan aku ….” Dimas mendelik pura-pura sebal, mengulurkan kedua tangan untuk menggendo
Merasa kalau dirinya telah lama tinggal di Bandung meski lahir di Jakarta, Amara memutuskan untuk menganggap dirinya adalah orang Bandung terlebih pertemuannya dengan Javas untuk pertama kali terjadi di kota Kembang jadi acara pertunangannya dengan Javas pun—Amara menginginkan diadakan di Bandung.Tepatnya acara tersebut akan berlangsung di sebuah Cafe yang berada di Punclut yang memadukan tema alam, estetika dan kuliner.Hanya keluarga dekat yang diundang agar acara berjalan dengan khidmat dan intim.Jangan tanya kenapa acaranya tidak diadakan di rumah aki nini yang luas apalagi setelah direnovasi dengan sentuhan gaya arsitektur ayah Archio.Jawabannya adalah karena Amara berani menolak dan mengungkapkan keinginannya.Dia juga melarang aki dan nini membuat pesta besar dengan mengundang wayang golek.Amara memutar otak agar alasan-alasannya dimengerti oleh aki dan nini, kebetulan mereka sudah sepuh jadi tidak memiliki tenaga untuk berdebat juga mewujudkan pesta besar ala kearifan loka
Proyek di Lombok hampir rampung, Reyshaka diundang langsung pemiliknya untuk mengecek ke sana.Selama ini hanya pak Arief dan pak Rudi yang bolak-balik mengawasi untuk kemudian dilaporkan hasilnya kepada Reyshaka.Dan kali ini Reyshaka tidak bisa menolak undangan sang klien.Jadi dia harus pergi bersama tim termasuk Raina, itu kenapa wajah Namira tampak sendu saat menyiapkan keperluan Reyshaka dan memasukannya ke dalam koper.Meski tahu kalau istrinya cemburu kepada Raina namun Reyshaka tidak pernah ingin membahas hal tersebut karena baginya itu tidak penting, dia tidak memiliki rasa apapun terhadap Raina selain profesionalitas antara bos dengan sekertaris. Namira merasakan kedua tangan kekar melingkari pinggangnya disusul kecupan di tengkuk.“Mas … nanti aku enggak selesai-selesai beresin baju Masnya,” tegur Namira dengan suara lembut.Reyshaka tidak menyahut malah semakin dalam mengecup leher Namira.Kedua tangannya berpindah ke dada untuk meremat bagian yang semakin besar itu seme
“Minggir … mohon maaf, ini bukan boneka jangan main asal cubit aja,” tegur Reyshaka menggeser posisi kedua adiknya yang sedang mengelilingi box bayi Janu Ardiaz Byantara.Akhirnya mereka sepakat kalau nama pilihan Namira yang digunakan untuk sang putra pertama mengingat Namira lah yang selama sembilan bulan mengandung dan susah payah mempertaruhkan nyawa untuk melahirkannya ke dunia.“Iiiih … Mas mah, pelit.” Zaviya menjulurkan lidahnya meledek.“Sini … sini, mau Bunda jemur Janu dulu.” Bunda datang menahan tangan Reyshaka yang hendak menggendong Janu.“Minggiiiiir ….” Bunda mendorong box bayi akrilik Janu melewati ayahnya yang tidak bisa memprotes karena Surga ada di bawah telapak kaki beliau.Tidak tampak raut lelah atau mengantuk di wajah mereka setelah semalaman tidak tidur atau hanya tidur sebentar di sofa ruang tunggu, kedua orang tua Reyshaka beserta dua adik perempuannya antusias sekali menyambut kehadiran anggota baru keluarga Byantara.Ayah Archio mengikuti bunda dari belaka
Tidur Reyshaka terusik mendengar suara pintu kamar mandi tertutup.Dia mengerjapkan mata dan mendapati sang istri yang baru saja duduk di tepi ranjang seperti kelelahan setelah berjalan dari kamar mandi tadi.“Sayang …,” panggil Reyshaka parau.“Mas … aku mules tapi enggak keluar apa-apa.” Namira mengeluh.Reyshaka menyalakan lampu utama kemudian bergerak turun dari atas ranjang, memutari setengah bagiannya untuk sampai di depan Namira.Reyshaka berlutut, kedua tangannya mengusap-ngusap perut Namira kemudian mendekatkan wajahnya dengan bagian buncit itu lantas memberikan kecupan.Rambut suaminya yang berantakan justru membuat wajah pria itu terlihat tampan berbahaya.Namira menyisir rambut Reyshaka yang masih menempelkan bibir di perutnya.“Kayanya aku udah mau melahirkan, Mas ….” Namira asal bicara tapi feelingnya mengatakan demikian.Reyshaka mendongak. “Mau ke rumah sakit sekarang?” Namira mengangguk sambil meringis. “Mules lagi, Mas.” Tangannya mengusap-ngusap perut.“Jangan ke k