Bab3 Sebuah Rencana
"Ini istri gue, Bro," ujar Mas Farel tersenyum bangga.
"Lho, bini Lo ganti atau Lo punya dua istri?" Deg!Ya Tuhan, kenyataan apalagi ini? Sampai detik ini aku masih berharap apa yang aku lihat di rumah Tasya, itu hanya mimpi dan suamiku tetaplah lelaki setia yang aku kenal tapi sekarang, hatiku sungguh sakit, Ya Allah."Hahaha, becanda Lo Bro, bini satu aja gak habis-habis gimana mau punya istri dua. Belum siap gue polingami dan gak akan poligami sih," ucap Mas Farel memandang mesra kearahku."Eh tapi serius itu Ri," ujar Ali, tapi belum sempat melanjutkan ucapannya sudah di potong oleh Mas Farel."Ehh, ngomong-ngomong anak Lo berapa? Eh kita kan mau ngomongin bisniskan, kok malah ngomongin pribadi ya," ujar Mas Farel."Ouh, iya Bro, sorry. Oh ya nama istri kamu ini siapa?" "Oh iya, kenalin, ini istri Gue namanya, Ane." Lelaki itu ternyata bernama Ali dan Ali adalah teman dekat Mas Farel. Namun, kemudian jauh karena terpisahkan oleh jarak. Ali kuliah di luar negeri dan Mas Farel kuliah di sini. Sepanjang percakapan kami Ali tampak sering salah sebut nama dan mengucap nama "Ri" padaku namun kemudian Mas Farel buru-buru memotong ucapan Ali.Hal ini membuat aku semakin yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka berdua. Lalu apakah 'Ri' itu nama panggilan Riana? Dan memang benar Mas Farel memang sedang berbohong saat ini untuk menutupi kecurangannya?Tunggu saja!Setelah ini aku akan bertanya dan meminta pengakuan Mas Farel tentang apa dan kenapa dia membohongiku tentang statusnya, jika dia mengelak aku akan merencanakan sesuatu yang aku yakin dia pasti tak akan bisa mengelak lagi. Setelah berbicara panjang lebar kami pun pulang. "Mas, maksud Ali tadi apa? Kok dia selalu panggil aku, Ri?" tanyaku di dalam mobil.Mas Farel melirikku sekilas lalu kembali fokus setir mobilnya, ekspresi mukanya juga datar tak ada reaksi apapun.
"Mantannya namanya Rina, dia susah melupakan mantannya itu, makanya sering salah sebut." "Rina atau Riana, Mas?" ujar menyindir. Sungguh hatiku perih bagai teriris-iris saat menyebut nama itu."Rina, kalau Rianakan pesulap." Biasanya aku suka jika Mas Farel membahas tentang Riana si pesulap seram itu, entah kenapa aku begitu ngefans padanya, tapi hari ini aku tak berminat sama sekali untuk membahasnya. Pikiranku tetap terfukus pada ucapan-ucapan mencurigakan Ali.Aku tak membahas apa-apa lagi, walau di kepala ada berjuta pertanyaan yang ingin kutanyakan pada Mas Farel. Tentang foto itu, tentang pengakuan Mbak Riana, tentang Tasya tapi entah bibirku kelu, aku masih belum siap menghadapi kenyataan jika semua itu benar adanya. ****"Sayang, Mas kangen nih," ujar Mas Farel mengelus lenganku saat kami mau tidur.Aku cukup paham dengan keinginan Mas Farel, tiga tahun menikah membuatku hapal di mana saat suamiku menginginkan nafkah batin dariku. Namun, entah kenapa aku tak begitu bergairah malam ini.Jika malam-malam sebelumnya aku cukup lincah di ranjang, malam ini aku biarkan saja Mas Farel yang dominan.Kalau saja aku tak ingat dosa seperti apa jika seorang istri menolak suami yang menginginkan nafkah batin dan bahkan katanya sampai pintu surga juga akan tertutup baginya, aku sudah tentu menolak melayaninya malam ini.Sebuah kecupan lembut mendarat di pipiku setelah percintaan kami. Namun, entahlah bagiku rasanya tetap hambar. Aku tidur dalam gelisan membayangkan Tasya dan Riana, saat ini mereka pasti merindukan Mas Farel. Tapi aku malah begitu egoisnya memeluk Mas Farel di sini."Sayang, kok kamu belum tidur?" Jantungku hampir lompat mendengar suara itu, ternyata Mas Farel belum tidur dan memperhatikan aku, sepertinya dari tadi.Mas Farel melingkarkan lengannya di pinggangku dan menghirup wangi rambutku. Dulu aku merasa nyaman diperlakukan seperti ini tapi sekarang aku merasa risih. Ingin rasanya kudorong tubuh Mas Farel namun aku tak mampu."Ada apa Sayang? Mas minta maaf ya, kalau perhatian Mas kurang akhir-akhir ini, tapi hati Mas tak berubah kok sayang." Aku mendesah perlahan, ingin kembali bertanya tapi lagi-lagi lidahku keluh untuk membuka suara.***"Pertemukan saja mereka, lihat reaksi Farel sepeti apa," ucap Arin sahabatku lewat telpon. Tak tahan memendam sendirian aku memutuskan untuk bercerita pada Arin tentang masalahku."Maksudnya?" "Coba saja undang ke rumah, ajak makan atau apa gitu, kamukan dekat dengan mereka. Jika mereka bertemu pasti Farel tak akan mengelak lagi," ujar Arin.Aku akhirnya menyetujui saran Arin, jika Mbak Riana masih tak sehat aku akan membujuk Mas Farel untuk menemaniku ke rumah Mbak Riana dengan alasan untuk menjenguknya, dengan begitu akan kelihatan siapa yang bohong dan siapa yang enggak.***Sore harinya aku mengajar di bimba seperti biasa. Aku tersenyum saat melihat Tasya dan Mbak Riana, walaupun masih sedikit pucat tapi dia tampak jauh lebih sehat. Mbak Riana tersenyum melihatku sementara aku, ada rasa perih didada ini."Apa kabar Mbak, sudah sehat?" tanyaku pada Mbak Riana."Alhamdulilah Mbak, sudah jauh lebih baik," jawabnya."Syukurlah, Tasya pasti senang," jawabku."Oya Mbak, nanti malam ada syukuran kecil-kecilan dirumah, Mbak Ane datang ya. Ajak suami Mbak Ane juga!" Aku terhenyak, apa ini yang dikatakan takdir, aku yang ingin mengundang tapi malah dia yang mengundang duluan untuk datang.***Di rumah saat bersama Mas Farel."Ada wali murid ngundang kita untuk acara syukuran di rumahnya," ujarku saat sampai dirumah.
Mas Farel tersenyum, "ok Sayang. Kalau gitu aku mandi dulu ya." Aku sengaja tak mengatakan siapa yang mengundang untuk mengantisipasi kalau Mas Farel tak mau ikut jika tahu siapa yang mengundang kami.Semua harus selesai malam ini, aku bahkan sudah memantapkan hati dan perasaannku untuk apapun yang terjadi nanti. Jika memang aku adalah istri kedua aku akan mundur, hanya orang tak punya hati saja yang mau merusak rumah tangga orang yang bahkan nyawanyapun sudah ada di ubun-ubun.Aku hanya berharap agar kesehatan Mbak Riana tetap baik-baik saja setelah ini. Maaf Mbak tapi aku tak ada jalan lain. Wajah Mas Farel sedikit menegang begitu sampai di rumah Mbak Riana, walaupun dia berusaha tenang tapi aku dapat menangkap ekspresi gelisahnya."Ayo Mas turun, kok malah bengong," ujarku saat Mas Farel yang lama tak turun dari mobil."Iya," jawab Mas Farel gugup. Namun kemudian segera membuka pintu mobil untuk keluar dari mobil."Papa!" Tasya berlari memeluk Mas Farel saat kami baru saja turun dari mobil. Wajah Mas Farel berubah pias dan tegang saat Tasya memeluknya erat. Rasakan kamu Mas, kamu gak akan bisa menghindar kali ini!Bab 4 Aku Sang PelakorAku hanya berharap agar kesehatan Mbak Riana tetap baik-baik saja setelah ini. Maaf Mbak tapi aku tak ada jalan lain. Wajah Mas Farel sedikit menegang begitu sampai di rumah Mbak Riana, walaupun dia berusaha tenang tapi aku dapat menangkap ekspresi gelisahnya."Ayo Mas turun, kok malah bengong," ujarku saat Mas Farel yang lama tak turun dari mobil."Iya," jawab Mas Farel gugup. Namun kemudian segera membuka pintu mobil untuk keluar dari mobil."Papa!"Tasya berlari memeluk Mas Farel saat kami baru saja turun dari mobil. Wajah Mas Farel berubah pias dan tegang saat Tasya memeluknya erat. Rasakan kamu Mas, kamu gak akan bisa menghindar kali ini!Wajah Mas Farel pucat saat Tasya memeluknya, bibirnya bahkan gemetar dan wajahnya berubah pias saat menatapku."Kok Papa sama Bu Guru datangnya barengan?" Ujar Tasya, wajah anak kecil itu tampak bingung. Sementara Mas Farel hanya berdiri mematung menatapku."Iya Say
Bab 5 Pernyataan RianaAku tahu aku kelihatan bodoh mengatakan ini, tapi aku mencoba memahami situasi dan kondisi Mbak Riana saat ini, hati wanita mana yang tak hancur jika lelaki yang amat di cintainya mendua dibelakangnya."Gak usah sok baik kamu!" Kali ini ibu Kak Riana ikut bicara dan memojokkan aku.Ya Tuhan apa yang harus kukatakan pada mereka?"Kalian." Mas Farel menunjuk Mbak Riana dan mertuanya, "jangan pernah menghakimi Ane, ini bukan salahnya."Harusnya aku senang dibela sedemikan rupa oleh lelaki yang aku cintai tapi tidak untuk kali ini, aku merasa muak dengan sikap Mas Farel. Aku jijik dengan sifat egoisnya itu, lelaki tak punya hati dan perasaan hanya memintingkan diri sendiri.Brak!"Mama!" Tasya berteriak saat melihat Mbak Riana."Astaga Mbak Riana!" Aku menjerit melihatnya, Mbak Riana memegang dadanya, napasnya tersengal."Mama." Tasya memeluk Mbak Riana yang napasnya
Bab 6 .2ab 6 Sudah Kuduga"Iya sih mbak, apalagi sekarang dokumen juga bisa dipalsukan termasuk KTP," ujarku.Uhuk , uhukMendadak Mas Farel yang ingin minum tersedak mendengar ucapanku barusan."Eh hati-hati dong Mas," ujarku lalu mengulurkan tisu kearah Mas Farel dan bersamaan dengan Mbak Riana juga mengulurkan tisu ke arah Mas Farel."Eh, kok samaan," ujar Mbak Riana yang kemudian menarik tisunya. Ada ekspresi canggung di wajahnya, mungkin dia merasa tak enak denganku."Makasih sayang," ujar Mas Farel setelah menerima tisu dariku. Seulas tersenyum tercipta di wajah gantengnya.Walaupun Mbak Riana sudah menjelaskan panjang lebar tentang suaminya. Namun, entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang janggal. Mana mungkin orang bisa semirip itu, nama juga sama, benarkah memang hanya kebetulan?"Terima kasih ya Bu Guru sudah sudi meluangkan waktunya dan makasih juga ya Mas," ucap Mbak Riana menatap kami dan Mas Farel bergantian
Bab 8 Rahasia FarelSelepas memanjakan wajah di salon, aku memutuskan pergi ke kafe untuk bertemu dengan Arin sahabatku.Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padanya, meluahkan segala rasa mengganjal di hati."Jadi kamu sudah gak curiga lagi ni, sama suamimu?" Tanya Arin. Dia kemudian meraih minuman di meja dan meminumnya.Setelah kejadian malam itu aku menceritakan semua pada Arin karena hanya Arinlah tempat aku menceritakan semua masalahku."Ya ada dikit sih yang masih janggal dihati tapi aku tepis, aku tak mau hanya gara- gara masalah yang tak ada buktinya rumah tanggaku jadi retak.""Ya syukur deh kalau gitu, gak perlulah curiga berlebih pada pasangan," kata Arin.Arin lebih dahulu menikah.Namun, dalam hal keturunan kita sama, sama- sama belum dikaruniai keturunan. Bahkan Arin juga pernah dititik paling kritis dalam rumah tangganya ketika suaminya selingkuh dan membawa perempuan selingkuhan
Bab 8 Jujurlah Mas Le sepahit apapun kejujuran itu lebih baik dari sebuah kebohongan Le, kasihan Ane, sudah terlalu lama kamu bohongin dia. Ibu takut kalau nanti malah Dia tahu dari orang lain, tentu itu lebih sakit rasanya Le," ujar Ibu. Aku sudah lama memejamkan mata, mencoba melupakan semua kata-kata Ibu Mas Farel tadi. Namun, kata-kata terus terngiang ditelingaku. kamu menyimpan rahasia apa Mas?Kenapa begitu banyak rahasia yang kau sembunyikan padaku? Sepertinya pernikahanku yang sudah hampir 2 tahun ini tidak cukup untuk mengenali pribadi Mas Farel, siapa dia, seperti apa masa lalunya? Ya Allah kenapa begitu berat cobaan ini? Aku semakin mempererat menutup mataku menahan segala rasa sakit dan cemas yang gini sudah seperti luka yang menganga dihatiku. Beberapa saat kemudian.Aku terkejut saat sebuah tangan melingkar dipinggangku, tangan besar yang selalu memberiku ketenangan selama ini. Tak perlu lagi aku
Bab 9. CurigaSetelah berkata demikian aku turun menuju meja makan di mana Ibu Mertuaku sudah menungguku dari tadi."Kalian ini gak lapar ya?" tanya ibu Mas Farel menatap kami bergantian."Lapar Bu, ni nunggu mantu Ibu bangun, lama bangunya. Ibu tahulah mantu Ibu ini kalau tidur kek mana," ujar Mas Farel.Mas Farel sepertinya berusaha mencairkan suasana telihat dari candaan-candaan kecilnya yang di tujukan padaku. Namun, kali ini aku yang enggan menanggapinya.Di dalam hatiku ini masih ingin menuntut penjelasan Mas Farel, dia harus menceritakan semua tentang apa yang disembunyikan selama ini dariku.***"Sekarang kamu gak bisa menghindar lagi, Mas," ujarku pada Mas Farel.Saat ini kita sudah sampai di rumah kami sendiri, setelah sarapan pagi kami memutuskan pulang karena sore aku harus mengajar dan Mas Farel mendadak ada tugas di luar kota selama dua hari.Mas Farel menarik napas berat mendengar ucapank
Bab 10 Coklat siapa?Panggilanpun kami akir. Namun, sejenak kemudian aku menyadari sesuatu."Mas Farel ada di lobi hotel tapi kok sepi gak ada orang bising atau suara-suara orang banyak, hanya ada suara anak kecil dan satu perempuan dewasa," gumamku.Perasaan curiga mulai kembali menyelimuti hati ini kembali menyadari keganjilan-keganjilan tadi.Ya Tuhan berilah petunjukmu agar aku tak tersiksa begini!***Sore harinya aku mengajar seperti biasa di bimba.Aku baru saja sampai bimba saat kulihat Tasya datang. Anak kecil berlari kecil ke arahku, ada senyum mengembang di bibir kecilnya."Tasya jangan lari, nanti jatuh,"ujarku memperingatkan Tasya."Bu Guru kemana kok dua hari gak ngajar?" tanya Tasya padaku. Bocah itu kemudian bergelayut manja di lenganku."Bu Guru ada perlu sayang. Kamu tadi diantar siapa?" tanyaku saat aku tak melihat sosok Mbak Riana, biasanya Mbak Riana akan menemui aku dulu jika mengantar
Bab 11Eh itu sendal siapa?" gumamku.Aku melihat sendal anak kecil dan bekas bungkus coklat dan permen.Gak mungkin itu bekas makanan Mas Farel, Mas Farel tak suka coklat apalagi permen, lalu itu semua milik siapa?Aku harus menyelidiki semua mulai sekarang, foto diruang tamu, Tasya yang keceplosan panggil Papa, suara anak kecil di telepon, sendal anak kecil di mobil tak mungkin ini kebetulan.Setelah sekian detik termenung dan mencoba berpiikir jernih tanpa emosi agar tak salah dalam menyingkapi masalah ini, akupun memutuskan keluar dari mobil Mas Farel.Membuka pintu mobil dan tak lupa menguncinya dengan remot agar keamanan mobil terjaga. Akhir-akhir ini banyak sekali kes pencurian motor dan mobil di sekitar sini.Entahlah sepertinya sejak adanya pandemi ini kes kejahatan makin meningkat, pencurian, penodongan, perampokan yang semua karena demi memenuhi desakan kebutuhan perut.Jika lapar orang akan n
Bab 25 Pulanglah Sayangpov FarelAsalamualaikumSenyap, tak ada jawaban atas salamku. Entah kemana Nara pembantuku, mungkin Dia sedang asyik bekerja di belakang sehingga tak mendengar salamku.Ku rebahkan bobot tubuhku di sofa, menatap sekeliling ruangan.SepiTak ada lagi suara Ane istriku yang menjawab salamku walau kadang kedengaran terpaksa, tak ada lagi Dia yang menyambutku walau tiada lagi senyum untukku.Pulanglah Sayang!Aku merintih di dalam hati, sungguh aku rapuh tanpa istriku. Tak kupedulikan lagi penampilanku walau teman-temanku bilang aku sekarang lebih tua dari umurku dengan rambut yang tak beraturan di wajahku, rambut yang tak lagi klimis dan ku sisir asal tiap pergi kekantor wajah juga kusut tak lagi ceria.
Bab 24 Inalilahiwainalilahirojiun"Terus kamu percaya begitu saja pada Riana?"Aku mengangguk lemah membuat Arin menggeleng beberapa kali."Temui Luciana! Minta penjelasan darinya, jangan hanya menilai masalah dari sebelah pihak saja!"Aku gak tahu rumah Luci Rin.""Nanti kita cari sama-sama," ujar Arin."Tapi kamu jangan tanya Mas Farel!""Kenapa?""Bisa saja kan nanti Mas Farel bersengkongkol dengan Luci untuk membodohiku."Arin menggeleng ," Ane, ane kalau sama Riana, setiap ucapannya kamu telan mentah-mentah, giliran sama Farel yang notabenenya suamimu kamu ragu," ujar Arin.Mendadak kepalaku pusing dan perutku sedikit mual."Ahh..," rintihku sambil me
Bab 23 Awas Kau Luciana!Pov RianaAku tersenyum puas setelah mengirim video mesra Farel dan Luciana mantan tunangnya. Mereka berada di sebuah kafe di samping Rumah Sakit tempat aku terapi.Sengaja aku mengikuti Farel saat akumelihatnya bersama Luci"Sasaran empuk ni," gumamku. Aku lalu diam-diam merekam mereka dari tempat yang mereka tak ketahui.Aku tahu Ane adalah wanita lemah yang dengan mudah aku pengaruhi dengan kata-kata yang aku goreng secara sempurna agar Dia kasihan padaku. Aku yakin setelah ini mereka akan perang.Aku tersenyum miring membayangkanya."Salah kamu Ane, kamu terlalu lugu jadi wanita," gumamku.Beberapa saat setelah video kukirim aku mendapat pesan dari Ane.[Ini ka
Bab 22 Jangan Bodoh Ane!"Ane!"Saat aku sedang asyik mengingat Mas Farel aku dikejutkan oleh sebuah suara. Aku pun menoleh ke arah sumber suara."Mbak Riana.""Kamu ngapain di sini?""Mau makan Mbak, oya kenalkan Mbak ini Arin temanku."Arin mengulurkan tangannya dan bersalaman dengan Mbak Riana."Bu Guru.""Hai sayang," ujarku pada Tasya. Anak itu berlari kepelukanku saat aku mengembangkan tangan. Ada rasa rindu padanya setelah beberapa hari gak ketemu."Kamu dari mana sayang?""Dari bimba di jemput Papa sama Mama."Hatiku berdesir lirih takut kalau-kalau Mas Farel muncul
Bab 21 Separu jiwaku PergiPov Farel"Aku sudah gak papa, nanti malam giliran Mas pergi ke rumah Mbak Riana, Tasya pasti sudah rindu sama Mas.""Tapi Mas ingin menemanimu," ujarku lembut.Suami mana yang tega meninggalkan istrinya yang sedang mengandung dan dalam keadaan lemah seperti itu. Hatiku bagai teriris tiap melihatnya muntah, lemah dan tak berdaya seperti itu. Sempat terpikir olehku untuk menggugurkan saja kandungan istriku, dari pada melihat istriku menderita seperti itu.Tubuhnya kurus, wajahnya pucat bahkan selalu muntah tiap dia memakan sesuatu. Ingin ini muntah ingin itu muntah, apa memang begini kalau wanita sedang mengandung."Wanita hamil memang seperti itu Le, Ibu juga dulu seperti itu. Itu bawaan bayi, jika sudah tiga atau empat bulan juga akan baik sendiri," ujar Ibuku lembut saat aku mengadu tentang kekawatiranku
Bab 20 Aku Menyerah"Ya Allah," gumamku sambil menutup mulutku begitu video kuputar. Aku lihat Mas Farel sedang berada di mall dengan luciana dan anaknya dan mereka tampak sedang berbahagia seperti sebuah keluarga.Kali ini aku sudah tak tahan lagi, aku harus segera pergi dari sini.[Ini kapan Mbak?] chatku pada Mbak Riana.[Tadi Dik][Ya Alah Mbak, jadi Mas Farel gak antar Mbak terapi?][Tiap terapi juga Mbak sendiri Dik, jujur Mbak sudah gak tahan tapi Mbak bisa apa, dengan kondisi Mbak sekarang ini, Mbak gak mungkin bisa menghidupi Tasya, jangankan menghidupi Tasya Dik, menghidupi diri sendiri pun Mbak tak mampu]Ya Allah luruh air mataku membaca pesan dari Mbak Riana, aku mencoba menempatkan diri ini pada posisi Mbak R
Bab 19"Riana sakit kanker hati akibat komplikasi dari sakit hepatitis. Dan kamu tahu sistem penularanya lewat apa? Lewat sperma, tahu gak kamu!" ujar Mas Farel dengan nada tinggi, matanya tajam menatap kearahku."Maksudnya, Mas?""Coba pikir kalau aku sehat, lalu bagaimana dia bisa tertular?""Maksud Mas, Mbak Riana melakukan hubungan sexsu*l dengan pria lain?""Iya, Dia menjebakku, Dia sudah hamil saat aku melakukannya padanya, Dia juga memberiku obat perangsang di minumanku malam itu. Tujuan Dia adalah agar aku bisa dikambing hitamkan atas perbuatanya.""Kejam!""Iya, sekarang kamu tahu kan, Riana itu cuma manis di mulut, kelihatan baik tapi hatinya busuk, itu kenapa aku melarang kamu memakan makanan dari Dia. Bisa saja Dia memasukkan obat tertentu yang membaha
Bab 34"Ini Rumah Sakit tau gak! Banyak orang sakit ! Kenapa teriak seperti itu," ujar Mas Farel dengan mata yang masih mendelik menatap Tasya, bocah itu sembunyi di balik tubuh Mbak Riana, bibirnya gemetar, sepertinya dia ketakutan dengan ulah Papanya.Keterlaluan!"Mas!" kataku menatap tajam Mas Farel, sungguh aku tak suka caranya menegur Tasya. " Kok kamu kasar begitu sama anak," ujarku kesal."Gak papa dik, memang Tasya yang salah kok. Tasya minta maaf sama Papa!" seru Mbak Riana bernada perintah pada Tasya putrinya.Tasya tampak takut-takut mendekati Mas Farel " Tasya minta maap Pa," ujarnya dengan suara bergetar dan sedikit terbata."Lain kali jangan di ulang lagi!" kata Mas Farel dengan nada dingin. Bahkan dia juga seperti enggan menatap Tasya anknya._____________Beberapa saat kemudian,Mbak Riana akhirnya pamit pulang setelah beberapa lama menemaniku, kami cerita banyak hal, selama itu pula aku lihat sikap Mas Farel
Bab33Gak Mas, kalau Mas gak mau bersikap adil, lebih baik aku mundur. Ceraikan aku!'Ku tatap Mas Farel yang tampak terkejut, pundaknya berjengkit, mulutnya sedikitterbuka. Namun, segera menutup kembali."Baiklah kalau itu maumu, aku akan ceraikan kamu sekarang juga,"Jujur aku terkejut saat Mas Farel dengan entengnya bilang soal perceraian padaku seolah tanpa beban. Seperti benar kata orang, lelaki itu hanya manis di bibir saja."Aku akan ceraikan kamu tapi langkahi dulu mayatku, lebih baik aku mati dari pada aku harus pisah dari kamu!" ujar Mas farel menatap nanar ke arahku.Aku hanya diam dan tak menunjukkan reaksi apapun dengan kata-kata Mas Farel itu, mungkin harusnya aku merasa teruja dengan ungkapannya tapi tidak untuk saat ini, hatiku sudah terlanjur hambar untuk merasakannya.Luka akibat kebohongan Mas Farel sudah menggores hatiku sangat dalam yang bahkan tak kan mungkin bisa hilang bekasnya&nbs