"Loh, Naya mana, Neo? Bukankah kau pergi menjemputnya tadi?" Abia bertanya bingung begitu melihat putranya pulang tanpa sang istri lagi.Neo menoleh pada sang Mama dengan helaan napas berat. Dia sedang tidak ingin membahas perempuan itu sekarang. Kepalanya terasa hampir meledak karena bimbang."Jangan bilang kau hanya pergi menemui Nara?" tebak Abia lagi begitu teringat kebiasaan putranya.Bukannya menjawab, perempuan itu malah menghela kasar sebelum kemudian beranjak menuju tangga rumah. Tapi, belum sampai tangga pertama, pria itu meringis sakit begitu punggungnya terhantam sesuatu."Argh!" erang pria sipit itu kesakitan sambil memandangi sandal jepit rumahan yang tiba-tiba dilempar Arya."Kau sudah merasa begitu besar sehingga berani mengabaikan pertanyaan Mamamu?" tanya sang ayah dengan wajah mengeras karena amarah.Seketika, Neo bergidik takut. Sadar bahwa kelakuannya memancing emosi pria galak yang begitu menyayangi istrinya tersebut."Maaf, Daddy." Neo menyahut lirih."Minta maa
Neo melangkah tergesa di antara lorong rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa. Berbagai kemungkinan terburuk terus bercokol di tempurung kepalanya membuat pria itu akhirnya mempercepat langkah dengan berlari.Begitu menemukan presensi sang Mama, Ayah juga Ayah mertuanya, pria sipit itu segera mendekat dan bertanya cepat."Bagaimana dengannya?" tanya Neo tanpa punya waktu untuk mengatur napasnya yang tidak beraturan terlebih dahulu."Mama juga belum tahu jelas. Dia masih diperiksa oleh Dokter," jelas Abia mewakili suami juga besannya yang hanya terdiam tanpa berniat bicara.Keduanya terlihat terlalu terkejut dan khawatir. Hal yang paling tidak Abia bayangkan, Arya yang tidak pernah terlalu peduli pada orang lain selain dirinya, kini terlihat sama cemasnya dengan sang putra."Ini semua karenamu! Kenapa kau tidak membawanya pulang tadi? Daddy tidak mengerti kenapa kau masih bisa disebut seorang suami," tukas Arya dengan nada menyeramkan.Tapi, lebih daripada ketakutannya pada amara
"Ayah kembali ke rumah sakit dulu, ya? Panggil saja pembantu jika kau butuh sesuatu. Atau telepon Ayah," pesan Bintang sambil mengusap puncak kepala Nara lembut.Nara membalas ucapan ayahnya dengab anggukan dan senyum terpaksa. Begitu pria itu pamit sambil keluar dan menutup pintu, senyum di wajah perempuan cantik itu kontan pudar.Jika boleh mengatakannya ... Nara merasa kesepian dan tidak nyaman. Sejak Naya keluar dari pelatnas dan hamil, apalagi setelah Kakaknya menikah dengan sang kekasih, Nara tentu saja sadar sebagian besar kasih sayang Ayahnya hanya tertuju pada sang kakak.Saat perempuan itu sakit sedikit saja, semua orang akan panik luar biasa. Tidak terkecuali Neo yang biasanya hanya akan peduli dan khawatir pada Nara saja. Tapi kali ini ... pria itu bahkan melupakan Nara karena perempuan yang berstatus istrinya.Nara bahkan tidak yakin apa perasaan Neo masih sama untuknya sejak terakhir kali. Terutama sejak pria itu bersama Kakaknya."Kenapa aku mulai kesal?" Nara menggumam
"Kenapa kau baru kembali?" Arya bertanya kesal pada putranya yang baru membuka pintu ruang rawat sang istri.Neo mencebik sebal. "Menurutmu aku harus kembali kapan? Ini kan memang sudah waktunya pulang kerja!" sahut pria sipit itu ngegas.Arya memandangnya aneh. Neo yang ditatap seperti itu tentu saja merasa tidak nyaman."Kenapa Daddy menatapku seperti itu?" tanya Neo curiga dan sedikit tersinggung."Itu kan perusahaan milikmu. Kenapa kau harus pulang sesuai aturan para pegawai? Kau bisa pulang kapan pun kau ingin jika pekerjaanmu sudah selesai," jawab Arya tidak habis pikir.Neo mendelik. "Sejak kapan itu jadi milikku?! Aku pegawai biasa di kantormu! Jadi aku harus mematuhi aturan yang ada," jawab Neo yang hanya dibalas Arya dengan anggukan malas."Iya iya. Kau memang sangat mirip dengan Biya-mu. Meski dia istrinya Daddy, dia bersikap seperti sekretaris teladan pada umumnya. Ya Tuhan ... kenapa istri dan anakku tidak bisa memanfaatkan kemudahan yang kuberikan?" gumam Arya meratap ya
"Kau jaga diri baik-baik. Jangan sampai sakit lagi!" Bintang menegur tegas yang diangguki Naya pasrah.Tidak ingin membuat Ayahnya mengomel lebih banyak lagi. Perempuan itu hanya duduk diam sambil memandangi Neo yang sibuk memasukkan pakaiannya ke dalam tas dengan telaten."Neo!" Naya memanggil pelan.Pria sipit yang masih terlihat sibuk itu kontan menoleh. "Apa?""Kau terlihat cocok jadi pembantuku," sahut Naya tanpa dosa.Bintang yang mendengarnya, kontan memelototi sang putri memperingati. Berbanding terbalik dengan Arya dan Abia yang sudah tertawa geli."Mana ada pembantu setampan aku. Bisa-bisa setiap agensi entertaiment yang datang ke rumahmu malah merekrutku menjadi aktor," sahut Neo kelewat percaya diri."Kau jangan jadi aktor! Nanti siapa yang mengurus perusahaanku?" sanggah Arya yang hanya dibalas Neo dengan putaran bola mata malas."Aku tidak akan menjadi aktor apalagi mengurus perusahaan Daddy. Aku punya rencana sendiri. Iya kan, Nay?" sahut Neo sambil melempar kedipan kep
"Kenapa kalian hanya diam? Apa aku mengganggu?" Nara bertanya pada seluruh penghuni meja makan yang tidak bergeming.Hanya ada suara alat makan yang saling beradu dengan orang-orangnya yang sibuk menekuri piring masing-masing. Tidak ada yang tampak berniat membuka obrolan. Membuat Nara tentu saja sadar keheningan itu ada sesaat setelah dia bergabung bersama mereka."Tidak boleh berbicara saat sedang makan, Nar. Itu tidak sopan," tegur Neo mencoba mencari alasan."Tapi tadi kalian terlihat banyak bicara sebelum aku melihat dari dekat. Kalian bahkan tertawa," sanggah Nara polos yang kontan membuat Neo meringis."Sudahlah, makan saja!" sahut Neo yang akhirnya hanya dibalas Nara dengan angkatan bahu acuh.Naya memandangi sang adik dengan tatapan penuh selidik. Untuk apa adiknya mencari sang suami sepagi ini? Apa mereka akan pergi berkencan? Bukankah pagi ini dia dan Neo akan pergi mengecek lokasi untuk bisnis mereka?"Kenapa kau ke sini sepagi ini?" tanya Naya akhirnya mengutarakan isi ha
Begitu terbangun dari tidurnya, Neo menemukan Naya yang tengah sibuk menonton live pertandingan badmintonnya di laptop. Entah perempuan itu mendapat benda tersebut darimana."Ini sudah jam berapa?" Neo bertanya serak sambil mengucek matanya yang masih setengah mengantuk."Jam delapan malam. Kau tidur seperti orang mati. Bahkan aku di sini daritadi pun kau tidak menyadarinya," sahut Naya yang terus fokus pada pertandingan badminton di laptopnya."Aku lelah sekali. Sudah lama sejak terakhir kali aku libur selama ini. Aku bahkan takut mengambil cuti saat sakit karena pegawai-pegawai banyak omong kesayangannya Daddy," omel pria sipit itu sambil merangkak mendekati sang istri yang berada di sisi kasur lainnya."Laptop ini terlihat masih sangat baru. Kapan kau membelinya?" tanya Neo penasaran begitu melihat beberapa tempelan-tempelan di sana bahkan masih belum dicabut."Aku beli tadi sore, karena Ayah sedang menonton bola di televisi ruang tengah, aku malu untuk bilang ingin menonton pertan
"Neo kemana, Bun?" Naya bertanya sambil melongokkan kepala dari luar pintu dapur.Abia yang tengah memasak untuk makan malam tentu saja menoleh. Begitu mendapati kehadiran sang menantu di sana, perempuan itu memberi kode untuk mendekat.Naya segera menghampiri dan melihat apa yang dikerjakan sang Mama mertua. Begitu melihat perempuan itu yang tengah memandang aneh jantung pisang di atas talenan, Naya mengerjap."Bunda mendapatkan ini di mana?" tanya Naya heran."Tadi ada tetangga yang memberikannya. Katanya ini enak dimasak dengan kacang merah. Bunda ingin menolak karena tidak tahu cara memasaknya, tapi gengsi." Abia bercerita sambil menggaruk tengkuk malu.Naya terkekeh kecil sebelum kemudian mengambil alih jantung pisang berwarna ungu tersebut. Berikutnya mengupas kelopaknya satu-persatu dan membuang bagian keras pada ujung bakal buah pisang yang masih berbentuk kuncup bunga tersebut.Abia memandangi dengan serius apa yang dilakukan sang menantu. "Bunda bisa mengupasnya begini. Lal
"Putramu begitu kompeten, Kak. Mengapa kau masih belum menyerahkan jabatanmu padanya? Dia sudah pantas menjadi CEO, kan?" Keanu, salah satu sahabat dekat juga mantan aktor di bawah naungannya berkomentar.Arya melengos tidak peduli. Jika saja pria itu tahu kalau malah Neo yang tidak mau menerima jabatan ini. Mungkin pria itu juga akan terkejut jika tahu Neo bekerja di sini dengan mengirimkan lowongan kerja kemudian menjalani interview layaknya pegawai biasa."Ayolah, Kak! Kau sudah tua, kenapa belum pensiun juga? Aku saja bosan melihatmu terus-terusan bekerja, kasihan Abia." Keanu semakin menyudutkan membuat Arya mendelik tajam pada pria tampan meski sudah lumayan tua itu."Jangan urus urusanku dengan istriku. Apa jangan-jangan kau masih melajang sampai setua ini karena masih menyukai Abia?" tanya Arya pedas.Keanu mencebik sebal. Pria tua ini masih saja curiga dan cemburu berat padanya. Mentang-mentang hingga setua ini dia belum menikah juga."Kau tahu seleraku tinggi. Tentu saja aku
Begitu terbangun dari tidur, pemandangan pertama yang tertangkap oleh Neo adalah sang istri. Perempuan itu tengah memakai sedikit krim siang pada wajahnya yang kian hari terlihat semakin sehat di mata Neo.Padahal, Neo sendiri tahu, yang digunakan Naya hanya salah satu produk perawatan kulit wajah yang kemasan paling besarnya tidak sampai seharga lima puluh ribu. Perempuan itu juga tidak memakainya jika lupa atau sedang tidak ingin.Naya bahkan tidak punya hal sesederhana bedak dan lipstick. Apalagi peralatan make up lain seperti pensil alis, maskara, eyeliner dan peretelannya."Kau sudah bangun?" sapa Naya basa-basi begitu menoleh dan mendapati pria sipit itu tengah berbaring tengkurap sambil memandanginya.Neo mengangguk singkat. Anggukan yang sialnya terlihat menggemaskan di mata Naya. Apalagi dengan wajah khas bangun tidur dan rambut berantakan suaminya. Rasanya tidak adil. Pria sipit itu bahkan terlihat tampan saat baru bangun tidur."Apa kau hanya punya itu untuk wajahmu?" tanya
[Neo, ayo bertemu.][Aku merindukanmu:)]Dua pesan dari Nara.Hal yang membuat Neo langsung menyembunyikan ponselnya begitu Naya masuk ke kamar. Ini sudah pukul sembilan malam. Seharusnya, dia sudah tidur bersama sang istri.Apa yang harus ia jadikan alasan agar bisa keluar setelah ini? Terlebih, Neo sudah bilang pada Naya bahwa ia sudha mengantuk sejak tadi."Kau tidak ingin makan sesuatu? Seperti sate? Ayam geprek? Atau mie ayam?" Neo menawarkan tiba-tiba begitu Naya naik ke atas ranjang dan berbaring di samping sang suami.Naya kontan berbaring menghadap Neo. Membuat pria itu mendadak gelagapan karena takut Naya mengetahui alasan terselubung di balik niat baiknya.Tentu saja perempuan ini tidak boleh tahu dia masih bertemu Nara. Naya pasti akan mengamuk dan membatalkan kerja sama mereka."Tumben kau menawariku tanpa kuminta lebih dulu," tanya Naya heran dan sedikit terkesan.Kebetulan dia sedang ingin makan sate ayam. Entah kenapa, dari tadi pagi sebenarnya dia ingin makan itu. Han
Neo mendengkus begitu sore ini tidak menemukan Naya di rumah. Perempuan itu pasti masih pergi bersama sang Mama. "Mereka memang para istri yang lupa suami. Mana mungkin sampai jam segini belum pulang juga?" tanya Neo tidak habis pikir. Pria sipit itu mengambil beberapa cemilan di kulkas sebelum kemudian duduk di sofa dan menyetel TV. Tadi dia ingin makan, tapi melihat lauk di dapur hanya lauk sisa tadi pagi, Neo mendadak kehilangan nafsu makannya.Mereka bahkan pergi tanpa memasak terlebih dahulu. Benar-benar menyebalkan dan tidak bertanggung jawab."Kenapa wajahmu jelek sekali?" Arya bertanya sambil mencomot toples berisi pop corn yang dipangku sang putra.Neo menoleh kemudian memberi kode ke arah dapur. "Biya dan Naya belum kembali. Mereka bahkan tidak memasak. Mereka benar-benar tidak memikirkan kita yang akan kelaparan saat pulang kerja," curhat Neo mendramatisir.Arya memutar bola mata malas. "Lalu apa gunanya pembantu? Itu gunanya Daddy menggaji mereka. Saat Mama dan istrimu i
Begitu mendapat berita tentang sang menantu yang sakit, seperti biasa, Arya akan mengomeli Neo. Tidak terkecuali Abia yang akan ikut-ikutan melakukan hal yang sama.Tapi, untuk pertama kalinya, Neo tidak balik mengomel pada Naya dan mengeluhkan sikap orang tuanya. Pria sipit itu malah bersikap baik dan perhatian. Seperti saat ini."Kepalamu sudah tidak terlalu sakit, kan?" tanya pria sipit itu memastikan sambil mengancingkan bajunya.Naya yang tengah memakai krim paginya kontan menoleh kemudian mengangguk singkat. Perempuan itu memperhatikan kerah kemeja sang suami yang tampak berantakan dan tidak beraturan."Kau akan melakukan apa hari ini?" tanya Naya sambil meratakan krim yang sudah ia oleskan di wajahnya.Sejak menikah dengan Neo dan tidak memiliki kesibukan lain, Naya mulai senang merawat diri. Perempuan itu bahkan rajin mengenakan produk perawatan kulit setelah diberikan arahan dan bimbingan oleh Nara dan Ima---sahabatnya.Entah kenapa, sekarang dia ingin terlihat cantik."Tumbe
"Tuan, Non Naya di mana, ya?" Pak Samsul---satpam di kediaman mereka bertanya. Pria berkumis tebal yang biasa menjaga gerbang di posnya itu celingak-celinguk ke dalam rumah. Neo mengernyit. Untuk apa Pak Samsul mencari istrinya sore-sore begini?"Ada apa, Pak?" tanya Neo mengutarakan rasa penasarannya."Ini, tadi Non Naya telepon saya. Katanya minta dibelikan obat lalu diantarkan ke dalam. Saya pikir Den Neo tidak ada, makanya dia nitip ke saya." Pak Samsul menjelaskan apa adanya.Tadi, istri sang majikan memang meneleponnya. Suara perempuan itu terdengar seperti menahan sakit. Oleh karena itu Pak Samsul buru-buru mencarikannya obat lalu mengantarkannya ke sini."Loh, memangnya dia sakit, Pak?" tanya Neo bingung yang dibalas Pak Samsul dengan kernyitan heran."Loh, mana saya tahu, Den. Kan Den Neo yang di dalam dari tadi," jawab Pak Samsul balik.Neo membenarkan dalam hati sebelum kemudian mengambil obat di tangan sang satpam. Begitu melihat obat tersebut, mata sipitnya menyorot Pak
Neo mendengkus sebal begitu melihat senyum Naya yang kian melebar begitu hampir sampai asrama pelatnas. Jujur saja, dia merasa muak melihatnya. Entah karena apa."Kau sepertinya begitu senang akan bertemu pria itu. Apa kalian begitu dekat?" tanya Neo terdengar sewot yang dibalas Naya dengan anggukan tanpa ragu."Tentu saja. Dia teman pertamaku, bahkan sejak aku belum masuk pelatnas. Kami tumbuh menjadi atlet dari kecil bersama. Kemudian mengejar mimpi bersama," jawab Naya jujur membayangkan apa saja yang sudah dia lalui bersama Bagas."Hm ... dongeng yang indah. Dan berakhir tragis," sahut Neo sambil terkekeh mengejek.Naya menoleh bingung. "Kenapa begitu?" tanya Naya heran."Kalian sudah bersama sejauh itu, tapi kau malah menikah denganku." Neo menjelaskan yang sejenak membuat Naya teringat ucapan Bagas sebelumnya."Iya, mungkin jika janin di kandunganku ini tidak ada, aku sudah menikah dengannya. Bukan dengan orang sepertimu," sahut Naya apa adanya.Mendengar itu, Neo melotot tidak
Selesai memakan mie ayam yang dibawakan Neo, Arya dan sang suami bergotong royong memasangkan TV baru Naya di kamar. Sedangkan Naya dan Abia, sibuk menghidangkan makan malam meski kedua pria itu mengeluh kenyang.Abia ingin mencicipi jantung pisang yang susah payah dikupasnya. Meski pada akhirnya, sang menantu yang memasak karena Abia tidak tahu bumbu dan cara memasaknya."Neo! Mas Arya! Ayo cepat keluar jika kalian sudah selesai!" teriak Abia dari ruang tengah.Beberapa saat kemudian, kedua pria itu sudah berjalan cepat dan duduk di sofa. Naya terkikik geli melihat seberapa 'jinak' kedua makhluk itu di hadapan sang mama mertua."Kenapa kita tidak makan di meja makan saja?" tanya Neo begitu melihat makanan sudah terhidang di atas meja ruang tengah."Naya ingin menonton TV sambil makan," jawab Abia santai.Neo mendecih sambil melirik sinis pada sang istri. Selalu saja dituruti."Baiklah, Tuan putri kita ingin makan sambil menonton TV. Jadi kita harus patuh dan mengikuti keinginannya, D
"Neo kemana, Bun?" Naya bertanya sambil melongokkan kepala dari luar pintu dapur.Abia yang tengah memasak untuk makan malam tentu saja menoleh. Begitu mendapati kehadiran sang menantu di sana, perempuan itu memberi kode untuk mendekat.Naya segera menghampiri dan melihat apa yang dikerjakan sang Mama mertua. Begitu melihat perempuan itu yang tengah memandang aneh jantung pisang di atas talenan, Naya mengerjap."Bunda mendapatkan ini di mana?" tanya Naya heran."Tadi ada tetangga yang memberikannya. Katanya ini enak dimasak dengan kacang merah. Bunda ingin menolak karena tidak tahu cara memasaknya, tapi gengsi." Abia bercerita sambil menggaruk tengkuk malu.Naya terkekeh kecil sebelum kemudian mengambil alih jantung pisang berwarna ungu tersebut. Berikutnya mengupas kelopaknya satu-persatu dan membuang bagian keras pada ujung bakal buah pisang yang masih berbentuk kuncup bunga tersebut.Abia memandangi dengan serius apa yang dilakukan sang menantu. "Bunda bisa mengupasnya begini. Lal