“Pantas,” gumam Linda ketika mendengar cerita singkat Aldino tentang pernikahannya dengan Putri Melati.Linda baru sadar saat mengingat ketika mengapa Aldino menaruh perhatian yang begitu besar pada Malati. Bahkan ketika olimpiade Matematika berlangsung, Aldino terlihat posesif, selalu berada di dekatnya. Sebuah hubungan yang tak lazim di antara kepala sekolah dan muridnya.“Well, tugas sekolah sementara Pak Yuda yang pegang,” imbuh Aldino di depan para guru yang membesuknya.“Tak usah khawatir, Pak! Sekolah baik-baik saja. Yang penting Pak Aldino sehat kembali dan istri Pak Aldino juga sehat,” sambung Linda kembali.“Eh, ngomong-ngomong istri Pak Al sakit apa? Kok bisa barengan ya dirawatnya kompak,” cetus salah satu guru muda. Hanya orang-orang terdekat yang mengetahui ihwal Putri Melati diculik oleh seorang mafia.“Istri saya sedang hamil,” jawab Aldino sembari mengusap pucuk kepala istrinya yang tertidur pulas.Semua orang terpelongo mendengar pengakuan Aldino.“Serius??” pekik Yu
Siang itu panas matahari terasa terik membakar kulit. Namun cuaca yang kurang bersahabat itu sama sekali tidak mengurungkan niat pria besar itu untuk menunggu antrian panjang di salah satu foodcourt yang baru buka di salah satu mall kota. Padahal ia baru pulang dari rumah sakit lalu pergi ke sekolah menyelesaikan urusannya sebagai seorang kepala sekolah.Pria besar itu-Aldino Tama Waluyo ingin sekali makan cumi bakar. Beberapa pengawal mengawasi tindak tanduknya dari jarak yang aman. Sebetulnya pria itu tinggal menyuruh salah satu pengawalnya namun ia tidak ingin dengan alasan jika mengantri ia akan merasakan nikmatnya berburu makanan yang sangat ingin dicicipi olehnya.Tinggal tiga orang lain berada di barisan depan. Seorang wanita yang tengah menuntun anaknya yang baru berusia lima tahun dan dua orang wanita paruh baya.Sang anak kecil sesekali melirik ke belakang untuk melihat siapakah sosok pria bertubuh besar itu dan berkacamata hitam. Terlihat menakutkan sehingga membuatnya bers
“Assalamualaikum!!” sapa Aldino ketika memasuki bibir pintu ruangan di mana istrinya dirawat. Ia menguak pintunya pelan, tak ingin mengejutkannya.Sikap Aldino berubah total seratus delapan puluh derajat pada Putri Melati. Ia menjadi sosok suami yang lembut, hangat dan perhatian. Perubahan itu ditengarai saat Malati diculik oleh Ravenscroft dan pasukannya.Ternyata, kehilangan Malati benar-benar membuatnya lemah tak berdaya. Ia benar-benar hancur ketika wanita muda yang dinikahinya secara kontrak itu tiada.Barulah Aldino sadar betapa besar rasa cintanya pada wanita berwajah Chindo itu. Jauh berbeda dengan apa yang dialaminya pada Ana kendati merasa kehilangan namun terasa berbeda.Aldino berjalan mengendap-endap dengan tangan yang penuh. Satu tangan membawa buket bunga dan tangan lainnya membawa satu kantong plastik berisi makanan yang dipesannya dari foodcourt.Sebelumnya Aldino ingin membesuk Ana. Terbesit pikiran seperti itu karena perasaan bersalahnya. Namun seketika pria itu men
Terik mentari telah mengintip di balik jendela disertai embusan angin yang menyelinap melalui tirai vitrase hingga membuatnya bergoyang.Samar-samar mata wanita muda itu membelalakan matanya berusaha beradaptasi dengan cahaya yang masuk melalui retina matanya.“Mphmmmmp,” gumamnya sembari menggeliat. Namun dalam sekejap mata ia terhenyak ketika mendapati ada tangan yang besar memeluknya dengan erat. Dan, lebih mengejutkan lagi mereka berada dalam keadaan polos.Wanita muda itu buru-buru berusaha melepas rangkulan pria besar itu dengan panik.“Pak Aldino? Apa yang Bapak lakukan padaku?” gumamnya dengan meringis.Aldino memicingkan matanya menatap wanita muda itu lalu tertawa pelan. “Aku menidurimu! Kenapa? Mala, kau amnesia? Mala lupa kalau Mala istri Mas Aldino?”Aldino bangun lalu menatap wajah Malati yang menggemaskan.“A-aku lupa …” imbuh Malati memalingkan wajahnya dari pria dewasa tampan di hadapannya. Bagaimana bisa, bahkan Aldino terlihat makin seksi saat bangun tidur. Rambutnya
Malati mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang dilihatnya betul atau tidak. Ia melihat salah satu anak buah Ravenscroft berada wara wiri di depan sebuah toko perhiasan.Namun sedetik kemudian, Malati teralihkan oleh panggilan Bude Ratna padanya.Pria tadi memang anak buah Ravencroft namun ia tidak sedang melihatnya. Pria itu berjalan melewati Malati begitu saja menuju salah satu rekannya yang berada di dekat toko tas di mana Malati berada.Malati buru-buru merangkul lengan Aldino. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada suaminya. Oleh karena itu ia memilih menggelayut manja pada lengan kekar suaminya. Ia membawa suaminya masuk ke dalam butik.“Mas, aku mau pergi ke dalam butik sama Mas.”Malati mengatakan itu dengan senyum yang manja. Aldino senang sekali melihat tingkah Malati yang bermanja-manja padanya. Biasanya Malati kelewat mandiri.“Tentu, Sayang! Ayo!”Aldino dengan senang hati mengikuti keinginan istri kecilnya. Pria besar itu senang ketika merasa dibutuhkan.
“Tunggu, Mala! Kau harus pakai masker dulu!”Aldino sedikit membuat Putri Melati jengkel. Pria itu sangat keras kepala, suka memaksa dan lebih cerewet saat ini.Hanya untuk melihat rumah lamanya, Malati harus mengikuti prosedur yang disuruh Aldino. Mereka kini tiba di rumah lama Malati-yang merupakan rumah peninggalan ke dua orang tuanya. Namun sebelum masuk ke dalam, Aldino menyuruh ke dua pengawalnya terlebih dahulu untuk masuk ke dalam rumah tersebut untuk mengecek bagian dalam. Hanya memastikan keamanannya.Setelah itu barulah dirinya yang masuk terlebih dahulu, memastikan di rumah itu tidak ada apapun atau sesuatu yang membahayakan istrinya yang sedang hamil. Barulah setelah semua clear dan aman, Aldino memasangkan istrinya sebuah masker Fitcare KN95 yang merupakan masker medis dengan kualitas tinggi. Aldino khawatir jika rumah yang ditinggali pasti akan ada banyak debu yang menempel. Malati menghela nafas pelan lalu mengayunkan kakinya masuk ke dalam rumah penuh kenangan itu. T
“Pak Aldino harus menjaga istri Bapak. I mean, Bapak harus memberikan pengawalan ketat di rumah Bapak. Sekarang tidak hanya anak buah Ravenscroft yang terus memburu Putri Melati, melainkan White Dragon, pasukan para elit yang memburu bukti kejahatan mereka.Bahkan mereka saling serang sekarang dengan pasukan Ravenscroft. Pak harus segera temui Jenderal Tubagus untuk mengamankan barang bukti itu. Jenderal Tubagus ayah angkat Xie Mei Ling. Alias ayah angkat ibunya Putri Melati.”Mr Bon menjelaskan duduk perkara setelah mendapat penemuan barang bukti kejahatan para oknum pejabat milik Xie Mei Ling dari tangan Aldino.Aldino menemukan hardisk, flashdisk, laptop, dokumen penting, foto-foto dokumentasi hingga chips berisi bukti kejahatan massal yang dilakukan oleh oknum pejabat dalam berbagai tindakan ilegal dalam kurun waktu yang berbeda. Tak membuang waktu ia langsung mengumpulkan benda teramat berharga itu dan menyerahkannya pada Mr Bon tanpa sepengetahuan Malati.Malati tertidur pulas h
Suasana kediaman Eyang Waluyo yang hangat seketika berubah menjadi penuh ketegangan. Puluhan orang berpakaian serba hitam datang menyerbu rumah mewah itu. Mereka menyerang satu per satu pengawal yang dikirim Eyang Waluyo dengan membabi buta. Bahkan hingga mereka bisa masuk dan lolos melewati pengawalan sayap depan. Mereka menyerang para tante Aldino yang tengah berada di ruang keluarga.“Putri, lari!” titah Bude Gayatri sembari menghadang salah satu pria berpakaian serba hitam dengan satu tendangan mematikan. Rupanya Bude Gayatri merupakan mantan atlit taekwondo. Kendati usianya tak lagi muda, namun gerakan refleknya sangat terlatih sehingga dengan mudah langsung melakukan perlawanan.Dalam beberapa jurus ia berhasil melumpuhkan penyusup yang tiba-tiba menyerbu ruangan lantai bawah itu. Bude Gendhis pun tak kalah heboh. Ia menghabisi salah satu penyusup dengan kekuatan Muay Thai yang dikuasainya. Ia menendang dan memukul secara brutal pada dua orang pria yang menyerangnya. Beruntung m
Di tempat berbeda, kini pasangan lain pun tengah diberkati kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya setelah hampir setahun lamanya, Aldino kini bisa kembali berjalan. Setelah mengikuti terapi dan pengobatan hingga berbulan-bulan lamanya di Singapura, pria berwajah tampan dan bertubuh bak binaragawan itu akhirnya bisa berjalan normal kembali. Ia sangat bekerja keras selama berada di Singapura.Ia akan pulang dengan memberikan kejutan pada istri tercinta dan putra tampannya yang kini sudah berusia setahun.Hari itu, Malati tengah mengasuh Manggala bermain di ruang bermain yang dibuat khusus, di ruang keluarga kediaman Eyang Waluyo. Cicit tersayang selalu mendapat perhatian lebih dari Eyang buyutnya. Malati dan putra tampannya mendapatkan privilege luar biasa dari Eyang Waluyo hingga keluarga besar lainnya.“Gala! Sini Nak!”Kakek tua yang masih berdiri tegap itu memanggil cicitnya. Meskipun Manggala baru berusia setahun namun anak itu sangat cerdas. Ia sudah bisa berjalan dengan baik dan bi
Ali pun menarik handle pintu kamar pengàntin hingga terbuka. Sulis langsung antusias melihat untuk pertama kali kamar pengàntin yang sangat indah karena dihias sedemikian rupa. “Aa, bagus banget!” Sulis mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar berukuran presidential suit tersebut. Kamarnya didominasi warna putih dan warna-warna pastel sesuai keinginannya. Matanya berbinar mengamati setiap detail hiasan bebungaan yang berada di atas ranjang. Seketika ia tertawa melihat ada dua ekor angsa yang tergolek di atas ranjang. Angsa yang dibentuk dari selimut berwarna putih. Tangannya terulur mengusap angsa tersebut. “Lucunya! Aku mau foto dulu,”Seketika Sulis mengambil ponselnya lalu memotret ranjang pengàntin yang begitu indah itu dengan senyum yang berseri-seri.“Sini, Aa yang fotoin!” imbuh Ali dari belakang tubuh gadis itu. Sulis mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia senang mendengar usulan Ali. Sulis pun duduk dengan posisi anggun di atas ranjang. Ali pun mengambil ponsel is
Ali berusaha menormalkan perasaannya dalam menyikapi Sulis. Sulis memàng sedang sakit, penyakitnya yang dideritanya juga tidak main-main. Oleh karena itu mungkin ia mulai merasa frustasi.Sulis tidak menyadari jika calon suaminya bertopeng dingin dari luar, padahal hatinya begitu hangat. Pada adiknya saja Ali begitu mengkhawatirkannya saat ia sakit. Tak jauh berbeda pada kekasih hatinya, ia merasakan kekhawatiran yang sama. “Sulis, stop overthinking! Kita akan tetap pada rencana awal kita. Kita akan menikah! Kau juga akan ikut pengobatan.”Ali berbicara tegas. Ia tidak suka sikap Sulis yang mendadak melankolis.Sulis terdiam dengan isak yang tertahan dan menggigit bibir bawahnya, “Ali, aku takut gak bisa hamil! Aku perokok berat. Argh, Shit! Aku mungkin tak subur!”Kini Sulis berkata hal lain yang malah memperkeruh suasana. Ali semakin jengkel mendengarnya, “Terus kau mau hubungan kita berakhir begitu saja? Kita batalkan tunangan begitu?”Sulis mengangguk dengan air mata yang bercucu
Ali tertegun saat mendengar kabar dari dokter bahwa kekasihnya harus menjalani beberapa tes kesehatan di antaranya tes darah dan rontgen. Sebelum jatuh pingsan Sulis sempat muntah darah penyebabnya. Kesimpulannya ada bagian organ dalamnya yang terluka dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.Ali merasa bersalah, telah mengabaikan kekasihnya karena masalah sepele. Sederhananya, mungkin jika tidak ada drama cemburu tadi sore mungkin Sulis akan baik-baik saja. Sungguh, Ali menyesali sikapnya yang tidak dewasa. “Argh, maafkan aku Sulis. Aku kadang egois.”Ali bergumam dengan helaan nafas berat. Pria itu berjalan lesu dari ruangan dokter dan pergi menuju ruangan di mana kekasihnya dirawat malam itu. Perlahan Ali membuka pintu ruang rawat inap gadis itu. Tampak Sulis sedang tertidur pulas mungkin karena pengaruh obat. Untuk sementara ia dirawat karena kurang darah. Namun penyebab yang lebih serius belum diketahui. Ali berjalan mendekati kekasihnya. Ia berdiri di depan ranjang hidrolik s
Dua orang pemuda tampan tengah menahan kesal menunggu kekasih mereka yang sibuk memilih gaun. Sudah lebih dari dua jam lamanya mereka berusaha memanjangkan sumbu kesabaran. Rasa panas menjalari punggung mereka karena terlalu lama duduk di sofa.Meskipun pelayan butik itu melayani mereka dengan istimewa, memberikan minuman hingga camilan, tetap saja tak bisa mengusir rasa jenuh mereka. Mereka bahkan sudah memainkan ponsel masing-masing, men scroll media sosial tak jelas untuk membunuh waktu. Nihil! “Lama banget! Mereka ngapain aja sih?” ucap pemuda berhidung bangir yang tak lain Mustafa Ali Basalamah pada pemuda tampan bermata sipit yang tengah duduk di sampingnya, dr Zain. Ali beringsut berdiri lalu merenggangkan tubuhnya beberapa saat karena rasa pegal akibat duduk lumayan lama di sofa berbentuk letter U. Ia pun memutar lehernya hingga menimbulkan bunyi kretek yang membuat dr Zain meringis mendengarnya. dr Zain hanya mendesah pelan mendengar keluhan calon iparnya. Dokter muda itu
“Mala, sini Bude yang gendong Gala!”Bude Ratna menghampiri Malati yang baru saja menyusui bayi tampannya. Malati gegas mengancingkan kancing bajunya kemudian melepas apron menyusui saat Gala terlihat sudah kenyang menyusu. Biasanya bayi yang memiliki garis wajah mirip sekali ayahnya itu tertidur saat merasa perutnya penuh, namun kali ini ia terjaga seakan ingin bermain dengan neneknya.Malati pun menyerahkan Gala pada pangkuan Bude Ratna. Bayi itu tersenyum dan menatap neneknya dengan mata yang bening. Sungguh terlihat menggemaskan.Bude Ratna menyematkan senyuman yang lebar menatap cucunya itu dengan penuh haru. Bukan tanpa alasan, Gala terlahir saat ke dua orang tuanya mengalami kecelakaan yang mengerikan.Atas kehendakNya, mereka semua selamat kendati ayahnya kini harus menjalani pengobatan di luar negeri. Seminggu sudah kepergian Aldino ke Singapura. Terpaksa, Malati mengikhlaskan kepergian suaminya bersama Bude Gendhis, suaminya dan beberapa pengawal pribadi utusan Eyang Waluyo.
“Bulan depan!”Ali menjawab dengan penuh keyakinan pertanyaan ayah Sulis. Setelah acara lamaran selesai, Hendi-Ayah Sulis bertanya pada Ali tentang hubungan putrinya dan Ali sudah sampai sejauh mana. Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab Hendi mengira jika kedatangan keluarga Basalamah itu untuk acara pertunangan. Bukan lamaran menuju pernikahan.Nyatanya, sebelum mereka benar-benar pergi dari kediaman Sulis, Ali memberanikan dirinya, secara langsung ia mengungkapkan rencananya ingin menikahi Sulis sesegera mungkin. Ali berusaha bernegosiasi dengan calon ayah mertuanya, bahwasanya meskipun hubungan mereka belum lama, namun mereka sudah bisa saling memahami karakter masing-masing sehingga ingin segera melangsungkan hubungan mereka ke arah yang serius. Terlebih usia ke duanya telah matang. Sudah sama-sama dewasa.Hendi menatap Sulis sejenak kemudian kembali menggerakan bibirnya. “Nak Ali, Bapak sebagai orang tua sangat bahagia mendengar rencana baik Nak Ali dengan melamar Sulis untuk d
“Ali, kenapa kau belum datang juga? Kenapa juga kau tidak mengangkat telepon dariku? Argh, awas kalau kabur dari acara pertunangan! Aku tak segan memberi perhitungan padamu!” gumam Sulis dengan perasaan yang teramat gelisah. Saat ini Sulis berada di rumahnya di kota Bandung.Hari itu adalah hari bersejarah baginya. Akhirnya Sulis akan dilamar oleh pria tampan dan kaya raya seperti angan-angannya selama ini. Gadis bertubuh jangkung itu berdiri mematung di taman depan rumahnya, menunggu detik-detik kehadiran Ali bersama keluarga besarnya.Ternyata Ali tidak main-main dengan hubungan yang terjalin di antara mereka. Ia serius ingin meminang Sulis. Lamaran Ali sebetulnya ialah waktu yang tepat untuk menentukan kapan waktu pernikahan mereka akan berlangsung. Sebaliknya, Sulis hanya mengira jika lamaran Ali hanyalah pengikat atau tanda keseriusan Ali atas hubungan percintaan mereka. Atau pertunangan biasa.“Sulis, diam bisa gak?” Dari dalam rumah, sang Ibu memanggil putrinya itu dengan suar
Aldino hanya menghela nafas pelan. Ia sebetulnya tak tega jika harus meninggalkan istri dan bayi tampannya yang baru lahir. Namun niatnya sudah bulat. Ia ingin segera sembuh dan tak ingin merepotkan istrinya atau siapapun. Aldino yakin pengobatan medis di luar negeri lebih baik. Oleh karena itu ia menyetujui usulan Eyang Waluyo untuk berobat di Singapura. Aldino akan mengikuti prosedur operasi di sana dan mengikuti terapi hingga kakinya sembuh seperti sedia kala.“Sayang, udah dong! Ini demi kebaikan kita semua.”Aldino mengusap-usap punggung istrinya yang tenggelam di balik dada bidangnya. Mendengar Aldino akan pergi jauh, Putri Melati terlihat murung. Bahkan ia menangis tersedu sedan.Malati bukan tidak ingin suaminya mengikuti pengobatan di rumah sakit luar negeri. Namun ia ingin ikut bersamanya ke negeri yang terkenal dengan patung Merlionnya.Malati dan baby Gala belum bisa berangkat mengingat usia bayi mereka masih belum siap untuk berpergian jauh. Begitupula dengan Malati yang