Hola, maaf ya baru update. Pie sibuk duta jadi kurang sehat. Mkasih ya udah sabar nunggu cerita ... and doanya juga
“Pak Aldino harus menjaga istri Bapak. I mean, Bapak harus memberikan pengawalan ketat di rumah Bapak. Sekarang tidak hanya anak buah Ravenscroft yang terus memburu Putri Melati, melainkan White Dragon, pasukan para elit yang memburu bukti kejahatan mereka.Bahkan mereka saling serang sekarang dengan pasukan Ravenscroft. Pak harus segera temui Jenderal Tubagus untuk mengamankan barang bukti itu. Jenderal Tubagus ayah angkat Xie Mei Ling. Alias ayah angkat ibunya Putri Melati.”Mr Bon menjelaskan duduk perkara setelah mendapat penemuan barang bukti kejahatan para oknum pejabat milik Xie Mei Ling dari tangan Aldino.Aldino menemukan hardisk, flashdisk, laptop, dokumen penting, foto-foto dokumentasi hingga chips berisi bukti kejahatan massal yang dilakukan oleh oknum pejabat dalam berbagai tindakan ilegal dalam kurun waktu yang berbeda. Tak membuang waktu ia langsung mengumpulkan benda teramat berharga itu dan menyerahkannya pada Mr Bon tanpa sepengetahuan Malati.Malati tertidur pulas h
Suasana kediaman Eyang Waluyo yang hangat seketika berubah menjadi penuh ketegangan. Puluhan orang berpakaian serba hitam datang menyerbu rumah mewah itu. Mereka menyerang satu per satu pengawal yang dikirim Eyang Waluyo dengan membabi buta. Bahkan hingga mereka bisa masuk dan lolos melewati pengawalan sayap depan. Mereka menyerang para tante Aldino yang tengah berada di ruang keluarga.“Putri, lari!” titah Bude Gayatri sembari menghadang salah satu pria berpakaian serba hitam dengan satu tendangan mematikan. Rupanya Bude Gayatri merupakan mantan atlit taekwondo. Kendati usianya tak lagi muda, namun gerakan refleknya sangat terlatih sehingga dengan mudah langsung melakukan perlawanan.Dalam beberapa jurus ia berhasil melumpuhkan penyusup yang tiba-tiba menyerbu ruangan lantai bawah itu. Bude Gendhis pun tak kalah heboh. Ia menghabisi salah satu penyusup dengan kekuatan Muay Thai yang dikuasainya. Ia menendang dan memukul secara brutal pada dua orang pria yang menyerangnya. Beruntung m
“Mas, aku baik-baik saja.”Putri Melati menutup bagian depan tubuhnya dengan menyilangkan ke dua tangannya. Ada rona merah jambu menyembul di ke dua pipinya yang terlihat berisi sekarang. Sungguh, ia merasa malu luar biasa.Aldino memaksanya melepas pakaian yang dikenakannya hanya untuk memeriksa kondisi tubuhnya. Pria itu syok dan merasa takut jika istrinya terluka parah. Ia tahu betul istrinya bukan seorang wanita yang suka mengeluh. Oleh karena itu saat situasi sudah terkendali, pria dewasa itu memeriksa seluruh tubuh istrinya.Seketika pria itu mendesah berat tatkala melihat kulit istrinya yang bersih mulai muncul warna kebiru-biruan akibat benturan. Hal yang paling Aldino benci.Aldino berjalan menuju walk in closet lalu mengambil setelan baju tidur berbentuk piyama berlengan pendek untuk istrinya.“Mala, pakailah!” titahnya tak terbantahkan. Dibantu suaminya, Malati mengenakan piyama itu cepat. Lalu pria itu mengecup keningnya terlebih dahulu sebelum beranjak dari kamar itu.“Ma
“Tuan, Qing Yi tewas!”Pria bergaya rambut undercut melapor pada bosnya. Cerutu Gurkha yang digenggamnya jatuh seketika. Terkejut bukan main. Salah satu sosok mafia yang berpengaruh binasa. “Tewas? Dia salah satu anggota White Dragon yang disegani. Liar, kejam dan tak ada ampun. Bagaimana bisa?” telisik atasannya dengan penuh penasaran yang tinggi. Kabar yang sangat mengejutkan bagi dunia hitam.“White Dragon menyerang kediaman TARGET! Terjadi pertarungan di antara Nona Mei dengan Qing Yi. Tak lama Qing Yi tewas setelah bertarung melawan Nona Mei.”Ravenscroft mengambil cerutu lainnya lalu menyalakannya. ‘Bagaimana bisa Mei melawannya? Dia ringkih dan sangat lemah. Dia juga sedang hamil.’“Nona Mei ternyata ahli memainkan pedang Anggar sehingga bisa melawan Qing Yi.”Pria berjas hitam itu kembali menjelaskan berdasarkan informasi yang diperolehnya dari anak buahnya.Senyum terukir di wajah Ravenscroft. Ia menghembuskan asap berasal dari cerutunya. “Gadis itu rupanya sudah pintar! Di
Malati mengulum senyum saat melihat raut wajah suaminya yang terlihat ditekuk. Namun auranya yang judes malah semakin menambah ketampanannya.Aldino membuka daun pintu dengan malas. Ia keberatan karena aktifitasnya terusik. “Maaf, Mas, di bawah pengawal menunggu.”Mbok Darmi dengan menahan kantuk melapor. Hanya Mbok Darmi yang berani naik ke lantai dua ruangannya di rumah itu. Para pengawal hanya berada di luar rumah dan tidur di paviliun bergantian.Aldino mendengus kesal tatkala mendengar laporannya. Mengapa begitu cepat pengawalnya pergi ke apotek. Ia membalikkan tubuhnya lalu berkata. “Ambil saja obatnya!”“Siap, Mas,” tukas Mbok Darmi dengan patuh. Wanita tua itu berjalan ke bawah mengambil obat yang diminta Aldino meski merasa letih tungkai kakinya. Anak tangga menuju lantai dua lebar dan banyak.Aldino masih berdiri mematung dengan punggung bersandar pada dinding di samping pintu berukiran jepara itu. Ia belum masuk ke kamarnya lagi.“Mas, ini obatnya,” imbuh Mbok Darmi seraya
“Siang!” Malati menyapa pria yang sudah beruban itu dengan penuh keramah tamahan. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman hangat. Melihat pria berwajah keras namun dengan tatapan teduh saat melihatnya membuatnya merasa nyaman.Sebelumnya ia dilanda gugup mengingat jika ia akan bertemu dengan seorang jenderal besar. Dalam benaknya, ia pasti akan bertemu dengan sosok pria berwajah dingin, keras dan kejam.“Duduklah, Nak!” Pria itu menyambut kedatangan suami istri itu dengan hangat. Tatapannya beralih pada pria besar berwajah dingin yang menggenggam erat tangan mungil Malati.“Kau suaminya?” Pria itu berbasa-basi. Namun ia tahu jika sosok suami Putri Melati itu seorang yang posesif pada istrinya. Tingkah pria bertubuh bagaikan binaragawan itu mengingatkannya pada dirinya sendiri. Ia begitu posesif pada mendiang istrinya.Baik Aldino maupun Putri Melati duduk di atas sofa single yang berada dekat ranjang tersebut.“Maaf, aku memanggilmu, Mei. Kau mirip sekali Ibumu, Nak,” imbuh pria
Malati mengangkat telepon Erlangga dengan agak ragu. Pasalnya Aldino menatapnya seolah ia kepalang basàh ketahuan selingkuh.“Angkat saja!” imbuh Aldino dengan mengatur ekspresi wajahnya. Ia berdiri menjulang di dekat istrinya seakan mengintimidasinya. Malati mengangkat telepon itu dengan agak cemas.[Halo, Waalaikumsalam!]Malati menjawab salam Erlangga dengan menahan nafas. Aldino menggodanya. Saat ia menempelkan telepon genggamnya pada telinganya, Aldino memeluk pinggangnya dan meniup-niup lehernya. Menjengkelkan memang pria dewasa itu.[Bagaimana kabarmu Putri Melati? Aku dengar kau mengambil cuti kuliah. Apa yang terjadi? Kau juga susah dihubungi,]Di seberang sana Erlangga berkata dengan penuh khawatir, mirip seorang pria yang mengkhawatirkan kekasihnya.Aldino mendengus pelan. Ia bisa mendengar pertanyaan Erlangga yang tidak pantas. Namun sedetik kemudian ia baru sàdar mungkin pemuda itu tidak tahu jika Malati sudah menikah.[Baik. Aku …] Kata-kata Malati menggantung. Aldino
Pagi itu Malati tengah bersiap-siap ke kampus. Ia akan datang kesana karena undangan pihak kampus yang memintanya datang untuk mengikuti technical meeting penyelenggaraan event olimpiade Matematika di sana. Aldino mendukung istrinya. Ia tidak akan membatasi kegiatan istrinya selama kegiatan yang dilakukan itu tidak menguras energi dan selalu didampingi oleh pengawal. Ya, meskipun risi, Malati tidak pernah pergi kemanapun sendirian. Ia akan ditemani Mbok Darmi dan dua orang pengawal yang menemaninya saat Aldino tak bisa menemani. Meskipun ancaman dari mafia sudah tak lagi ada.Persidangan para oknum pejabat yang berhubungan dengan mendiang ibunya kini sudah ditangkap. Mereka sedang mengikuti proses hukum dan bersiap-siap akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatan mereka yang merugikan keuangan negara. Beberapa kali Putri Melati mengikuti proses persidangan itu. Bahkan proses persidangan itu semakin panjang ketika para saksi dan bukti kejahatan mereka menguak pelaku lain sep
Di tempat berbeda, kini pasangan lain pun tengah diberkati kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya setelah hampir setahun lamanya, Aldino kini bisa kembali berjalan. Setelah mengikuti terapi dan pengobatan hingga berbulan-bulan lamanya di Singapura, pria berwajah tampan dan bertubuh bak binaragawan itu akhirnya bisa berjalan normal kembali. Ia sangat bekerja keras selama berada di Singapura.Ia akan pulang dengan memberikan kejutan pada istri tercinta dan putra tampannya yang kini sudah berusia setahun.Hari itu, Malati tengah mengasuh Manggala bermain di ruang bermain yang dibuat khusus, di ruang keluarga kediaman Eyang Waluyo. Cicit tersayang selalu mendapat perhatian lebih dari Eyang buyutnya. Malati dan putra tampannya mendapatkan privilege luar biasa dari Eyang Waluyo hingga keluarga besar lainnya.“Gala! Sini Nak!”Kakek tua yang masih berdiri tegap itu memanggil cicitnya. Meskipun Manggala baru berusia setahun namun anak itu sangat cerdas. Ia sudah bisa berjalan dengan baik dan bi
Ali pun menarik handle pintu kamar pengàntin hingga terbuka. Sulis langsung antusias melihat untuk pertama kali kamar pengàntin yang sangat indah karena dihias sedemikian rupa. “Aa, bagus banget!” Sulis mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar berukuran presidential suit tersebut. Kamarnya didominasi warna putih dan warna-warna pastel sesuai keinginannya. Matanya berbinar mengamati setiap detail hiasan bebungaan yang berada di atas ranjang. Seketika ia tertawa melihat ada dua ekor angsa yang tergolek di atas ranjang. Angsa yang dibentuk dari selimut berwarna putih. Tangannya terulur mengusap angsa tersebut. “Lucunya! Aku mau foto dulu,”Seketika Sulis mengambil ponselnya lalu memotret ranjang pengàntin yang begitu indah itu dengan senyum yang berseri-seri.“Sini, Aa yang fotoin!” imbuh Ali dari belakang tubuh gadis itu. Sulis mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia senang mendengar usulan Ali. Sulis pun duduk dengan posisi anggun di atas ranjang. Ali pun mengambil ponsel is
Ali berusaha menormalkan perasaannya dalam menyikapi Sulis. Sulis memàng sedang sakit, penyakitnya yang dideritanya juga tidak main-main. Oleh karena itu mungkin ia mulai merasa frustasi.Sulis tidak menyadari jika calon suaminya bertopeng dingin dari luar, padahal hatinya begitu hangat. Pada adiknya saja Ali begitu mengkhawatirkannya saat ia sakit. Tak jauh berbeda pada kekasih hatinya, ia merasakan kekhawatiran yang sama. “Sulis, stop overthinking! Kita akan tetap pada rencana awal kita. Kita akan menikah! Kau juga akan ikut pengobatan.”Ali berbicara tegas. Ia tidak suka sikap Sulis yang mendadak melankolis.Sulis terdiam dengan isak yang tertahan dan menggigit bibir bawahnya, “Ali, aku takut gak bisa hamil! Aku perokok berat. Argh, Shit! Aku mungkin tak subur!”Kini Sulis berkata hal lain yang malah memperkeruh suasana. Ali semakin jengkel mendengarnya, “Terus kau mau hubungan kita berakhir begitu saja? Kita batalkan tunangan begitu?”Sulis mengangguk dengan air mata yang bercucu
Ali tertegun saat mendengar kabar dari dokter bahwa kekasihnya harus menjalani beberapa tes kesehatan di antaranya tes darah dan rontgen. Sebelum jatuh pingsan Sulis sempat muntah darah penyebabnya. Kesimpulannya ada bagian organ dalamnya yang terluka dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.Ali merasa bersalah, telah mengabaikan kekasihnya karena masalah sepele. Sederhananya, mungkin jika tidak ada drama cemburu tadi sore mungkin Sulis akan baik-baik saja. Sungguh, Ali menyesali sikapnya yang tidak dewasa. “Argh, maafkan aku Sulis. Aku kadang egois.”Ali bergumam dengan helaan nafas berat. Pria itu berjalan lesu dari ruangan dokter dan pergi menuju ruangan di mana kekasihnya dirawat malam itu. Perlahan Ali membuka pintu ruang rawat inap gadis itu. Tampak Sulis sedang tertidur pulas mungkin karena pengaruh obat. Untuk sementara ia dirawat karena kurang darah. Namun penyebab yang lebih serius belum diketahui. Ali berjalan mendekati kekasihnya. Ia berdiri di depan ranjang hidrolik s
Dua orang pemuda tampan tengah menahan kesal menunggu kekasih mereka yang sibuk memilih gaun. Sudah lebih dari dua jam lamanya mereka berusaha memanjangkan sumbu kesabaran. Rasa panas menjalari punggung mereka karena terlalu lama duduk di sofa.Meskipun pelayan butik itu melayani mereka dengan istimewa, memberikan minuman hingga camilan, tetap saja tak bisa mengusir rasa jenuh mereka. Mereka bahkan sudah memainkan ponsel masing-masing, men scroll media sosial tak jelas untuk membunuh waktu. Nihil! “Lama banget! Mereka ngapain aja sih?” ucap pemuda berhidung bangir yang tak lain Mustafa Ali Basalamah pada pemuda tampan bermata sipit yang tengah duduk di sampingnya, dr Zain. Ali beringsut berdiri lalu merenggangkan tubuhnya beberapa saat karena rasa pegal akibat duduk lumayan lama di sofa berbentuk letter U. Ia pun memutar lehernya hingga menimbulkan bunyi kretek yang membuat dr Zain meringis mendengarnya. dr Zain hanya mendesah pelan mendengar keluhan calon iparnya. Dokter muda itu
“Mala, sini Bude yang gendong Gala!”Bude Ratna menghampiri Malati yang baru saja menyusui bayi tampannya. Malati gegas mengancingkan kancing bajunya kemudian melepas apron menyusui saat Gala terlihat sudah kenyang menyusu. Biasanya bayi yang memiliki garis wajah mirip sekali ayahnya itu tertidur saat merasa perutnya penuh, namun kali ini ia terjaga seakan ingin bermain dengan neneknya.Malati pun menyerahkan Gala pada pangkuan Bude Ratna. Bayi itu tersenyum dan menatap neneknya dengan mata yang bening. Sungguh terlihat menggemaskan.Bude Ratna menyematkan senyuman yang lebar menatap cucunya itu dengan penuh haru. Bukan tanpa alasan, Gala terlahir saat ke dua orang tuanya mengalami kecelakaan yang mengerikan.Atas kehendakNya, mereka semua selamat kendati ayahnya kini harus menjalani pengobatan di luar negeri. Seminggu sudah kepergian Aldino ke Singapura. Terpaksa, Malati mengikhlaskan kepergian suaminya bersama Bude Gendhis, suaminya dan beberapa pengawal pribadi utusan Eyang Waluyo.
“Bulan depan!”Ali menjawab dengan penuh keyakinan pertanyaan ayah Sulis. Setelah acara lamaran selesai, Hendi-Ayah Sulis bertanya pada Ali tentang hubungan putrinya dan Ali sudah sampai sejauh mana. Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab Hendi mengira jika kedatangan keluarga Basalamah itu untuk acara pertunangan. Bukan lamaran menuju pernikahan.Nyatanya, sebelum mereka benar-benar pergi dari kediaman Sulis, Ali memberanikan dirinya, secara langsung ia mengungkapkan rencananya ingin menikahi Sulis sesegera mungkin. Ali berusaha bernegosiasi dengan calon ayah mertuanya, bahwasanya meskipun hubungan mereka belum lama, namun mereka sudah bisa saling memahami karakter masing-masing sehingga ingin segera melangsungkan hubungan mereka ke arah yang serius. Terlebih usia ke duanya telah matang. Sudah sama-sama dewasa.Hendi menatap Sulis sejenak kemudian kembali menggerakan bibirnya. “Nak Ali, Bapak sebagai orang tua sangat bahagia mendengar rencana baik Nak Ali dengan melamar Sulis untuk d
“Ali, kenapa kau belum datang juga? Kenapa juga kau tidak mengangkat telepon dariku? Argh, awas kalau kabur dari acara pertunangan! Aku tak segan memberi perhitungan padamu!” gumam Sulis dengan perasaan yang teramat gelisah. Saat ini Sulis berada di rumahnya di kota Bandung.Hari itu adalah hari bersejarah baginya. Akhirnya Sulis akan dilamar oleh pria tampan dan kaya raya seperti angan-angannya selama ini. Gadis bertubuh jangkung itu berdiri mematung di taman depan rumahnya, menunggu detik-detik kehadiran Ali bersama keluarga besarnya.Ternyata Ali tidak main-main dengan hubungan yang terjalin di antara mereka. Ia serius ingin meminang Sulis. Lamaran Ali sebetulnya ialah waktu yang tepat untuk menentukan kapan waktu pernikahan mereka akan berlangsung. Sebaliknya, Sulis hanya mengira jika lamaran Ali hanyalah pengikat atau tanda keseriusan Ali atas hubungan percintaan mereka. Atau pertunangan biasa.“Sulis, diam bisa gak?” Dari dalam rumah, sang Ibu memanggil putrinya itu dengan suar
Aldino hanya menghela nafas pelan. Ia sebetulnya tak tega jika harus meninggalkan istri dan bayi tampannya yang baru lahir. Namun niatnya sudah bulat. Ia ingin segera sembuh dan tak ingin merepotkan istrinya atau siapapun. Aldino yakin pengobatan medis di luar negeri lebih baik. Oleh karena itu ia menyetujui usulan Eyang Waluyo untuk berobat di Singapura. Aldino akan mengikuti prosedur operasi di sana dan mengikuti terapi hingga kakinya sembuh seperti sedia kala.“Sayang, udah dong! Ini demi kebaikan kita semua.”Aldino mengusap-usap punggung istrinya yang tenggelam di balik dada bidangnya. Mendengar Aldino akan pergi jauh, Putri Melati terlihat murung. Bahkan ia menangis tersedu sedan.Malati bukan tidak ingin suaminya mengikuti pengobatan di rumah sakit luar negeri. Namun ia ingin ikut bersamanya ke negeri yang terkenal dengan patung Merlionnya.Malati dan baby Gala belum bisa berangkat mengingat usia bayi mereka masih belum siap untuk berpergian jauh. Begitupula dengan Malati yang