Suara lenguhan dan desahan memenuhi sebuah kamar mewah hotel tipe presidential suite. Sepasang wanita dan pria dewasa tengah bergumul di atas ranjang berukuran king size. Mereka menghabiskan malam mereka dengan wine dan bercinta meskipun ke duanya tidak terikat dalam hubungan yang sah. Sang wanita telah bersuami sedangkan sang pria tidak pernah benar-benar menjalin hubungan serius dengan wanita. Pria berotot itu hanya memanfaatkan para wanita sebagai pemuas sek* semata.“Rav, faster!!” imbuh sang wanita dengan menjambak rambut sang pria ketika ia berada di bawah kungkungan sang pria.“Okay, Baby!!!” jawab sang pria dengan senang hati mengabulkan permintaam sang wanita.Akhirnya ke duanya tumbang setelah mengejar puncak kenikmatan dunia sesaat itu.Sang pria langsung berguling dan berbaring di samping wanita berambut pirang yang ditidurinya. Tangannya terulur mengusai rambutnya yang bersimbah keringat.“Thanks,” serunya mengecup pipi kanan wanita di sampingnya.Wanita itu hanya bergum
“Mala, Sayang,” imbuh Aldino tiba-tiba mencemaskan istrinya. “Apa kau baik-baik saja?”Aldino menjadi teringat istrinya. Semoga istrinya berada dalam kondisi baik.Usai bermonolog, pria bertubuh besar itu buru-buru merapikan pecahan bekas vas bunga dan membuangnya ke dalam tong sampah.Tak lama kemudian ia merasa pusing dan merasa mual kembali. Padahal selama perjalanan perutnya dalam kondisi baik-baik saja.Gegas, pria besar itu memuntahkan seluruh isi lambungnya di wastafel kamar itu hingga yang tersisa hanyalah air yang terasa pahit. Perutnya sudah benar-benar kosong.“Pak, Anda butuh obat?” tanya Jimmy yang kebetulan memasuki kamar yang dihuni Aldino-kedatangannya untuk mengecek pria itu. Dan, pintunya tidak dikunci. Ia diminta Mr Bon untuk menjaga tuan muda Waluyo.“Sorry, Pak, aku masuk tanpa ijin.”Jimmy berkata sembari mendekati Aldino. Ia mengecek Aldino.Melihat Aldino yang tengah muntah, Jimmy langsung kembali ke kamarnya dan membawa kotak obat.“Pak, ini ada obat. Sepertin
Di bawah komando Anton, Aldino dan tim bergerak mengikuti arahannya. Kini mereka sudah berada di sebuah mansion yang terletak di balik hutan rawa yang sepi. Mereka menyebar dan menyerbu ke beberapa titik untuk menaklukan barikade pengawal yang berada di sana. Mansion milik Ravenscroft berdiri kokoh bagaikan istana buckingham Palace namun di tempat terpencil.Yang pasti halaman mansion itu dikelilingi oleh tanaman pagar boxwood yang berbentuk labirin sehingga menyulitkan siapapun yang melewatinya kecuali sang empunya mansion.“One, two, three! Let’s go!!” imbuh Anton pada anak buahnya. Pria itu meminta anak buahnya menyebar ke berbagai arah.Mereka tidak melumpuhkan security system sebab system yang mereka gunakan canggih. Salah satu cara yang mereka lakukan ialah dengan menaklukan satu per satu orang Ravenscroft dan menyamar jadi bagian dari mereka agar bisa masuk ke dalam mansion yang sangat luas itu.Beberapa berhasil menaklukan sayap barat. Sementara itu Aldino bersama Jimmy dan d
“Pak Al, sudah-sudah. Kau bisa melukai dirimu.”Jimmy memeluk punggung pria itu yang terus menerus memukul tembok sebuah bangunan. Jari jemarinya terluka dan berdarah selain lengannya yang berdarah akibat peluru yang melintas.Aksi penyelamatan istrinya tak sesuai harapan. Aldino frustrasi karena tak bisa menemukan istrinya di mansion itu. Padahal ia sudah berada di sana.Jimmy memberi kode pada kawannya yang lain, meminta bantuan pada kawan lainnya agar menahan Aldino yang tengah mengamuk.“Pak Al, hentikan!! Kita akan mencari istri Bapak lagi!” imbuh Anton yang baru saja membantu mengobati kawan lainnya yang tertembak. Tak mungkin mereka pergi ke rumah sakit karena pasti mereka akan ditangkap.Nafas Aldino memburu dengan dada yang terasa sesak. Seakan ada bara api yang bersemayam dalam dadanya. Sungguh, ia merasa menjadi manusia tak berguna karena kalah cepat. Tak berselang lama pasukan Ravenscroft ditaklukan, Ravenscroft sudah keburu pergi meninggalkan mansion dengan menggunakan he
“P-Pak …” imbuh Malati dengan perasaan penuh haru. “Sudah, Sayang!! Semua sudah berlalu!! Kita akan pulang!”Aldino merenggangkan pelukannya. Ia membingkai wajah istrinya yang pucat dengan mata yang sembab.Diciumlah kening lalu ke dua pipi istrinya bergantian. Lantas turun melumat bibir istrinya sebentar. Ia memeluk lagi istrinya erat. Tak ingin kehilangannya lagi. Tak boleh … Pria besar itu bisa gila karena kehilangan istrinya.“Sayang, apa mereka melakukan sesuatu yang buruk padamu?” telisik Aldino menyingkirkan helaian rambut yang berantakan pada wajah istrinya.Malati menggeleng pelan. “A-aku gak tau kalo Pak Al-dino tidak datang, mungkin mereka sudah mmphhh ….” imbuh Malati dengan tergeragap karena ia berbicara sembari menangis pilu.Aldino memandangi istrinya lekat. Ingin sekali ia bertanya padanya apakah Ravenscroft melakukan sesuatu padanya mengingat menurut pelayan Malati hamil sedangkan pria itu ingin menghabisi janin dalam kandungannya. Aldino salah paham ketika mengira
“Pantas,” gumam Linda ketika mendengar cerita singkat Aldino tentang pernikahannya dengan Putri Melati.Linda baru sadar saat mengingat ketika mengapa Aldino menaruh perhatian yang begitu besar pada Malati. Bahkan ketika olimpiade Matematika berlangsung, Aldino terlihat posesif, selalu berada di dekatnya. Sebuah hubungan yang tak lazim di antara kepala sekolah dan muridnya.“Well, tugas sekolah sementara Pak Yuda yang pegang,” imbuh Aldino di depan para guru yang membesuknya.“Tak usah khawatir, Pak! Sekolah baik-baik saja. Yang penting Pak Aldino sehat kembali dan istri Pak Aldino juga sehat,” sambung Linda kembali.“Eh, ngomong-ngomong istri Pak Al sakit apa? Kok bisa barengan ya dirawatnya kompak,” cetus salah satu guru muda. Hanya orang-orang terdekat yang mengetahui ihwal Putri Melati diculik oleh seorang mafia.“Istri saya sedang hamil,” jawab Aldino sembari mengusap pucuk kepala istrinya yang tertidur pulas.Semua orang terpelongo mendengar pengakuan Aldino.“Serius??” pekik Yu
Siang itu panas matahari terasa terik membakar kulit. Namun cuaca yang kurang bersahabat itu sama sekali tidak mengurungkan niat pria besar itu untuk menunggu antrian panjang di salah satu foodcourt yang baru buka di salah satu mall kota. Padahal ia baru pulang dari rumah sakit lalu pergi ke sekolah menyelesaikan urusannya sebagai seorang kepala sekolah.Pria besar itu-Aldino Tama Waluyo ingin sekali makan cumi bakar. Beberapa pengawal mengawasi tindak tanduknya dari jarak yang aman. Sebetulnya pria itu tinggal menyuruh salah satu pengawalnya namun ia tidak ingin dengan alasan jika mengantri ia akan merasakan nikmatnya berburu makanan yang sangat ingin dicicipi olehnya.Tinggal tiga orang lain berada di barisan depan. Seorang wanita yang tengah menuntun anaknya yang baru berusia lima tahun dan dua orang wanita paruh baya.Sang anak kecil sesekali melirik ke belakang untuk melihat siapakah sosok pria bertubuh besar itu dan berkacamata hitam. Terlihat menakutkan sehingga membuatnya bers
“Assalamualaikum!!” sapa Aldino ketika memasuki bibir pintu ruangan di mana istrinya dirawat. Ia menguak pintunya pelan, tak ingin mengejutkannya.Sikap Aldino berubah total seratus delapan puluh derajat pada Putri Melati. Ia menjadi sosok suami yang lembut, hangat dan perhatian. Perubahan itu ditengarai saat Malati diculik oleh Ravenscroft dan pasukannya.Ternyata, kehilangan Malati benar-benar membuatnya lemah tak berdaya. Ia benar-benar hancur ketika wanita muda yang dinikahinya secara kontrak itu tiada.Barulah Aldino sadar betapa besar rasa cintanya pada wanita berwajah Chindo itu. Jauh berbeda dengan apa yang dialaminya pada Ana kendati merasa kehilangan namun terasa berbeda.Aldino berjalan mengendap-endap dengan tangan yang penuh. Satu tangan membawa buket bunga dan tangan lainnya membawa satu kantong plastik berisi makanan yang dipesannya dari foodcourt.Sebelumnya Aldino ingin membesuk Ana. Terbesit pikiran seperti itu karena perasaan bersalahnya. Namun seketika pria itu men
Di tempat berbeda, kini pasangan lain pun tengah diberkati kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya setelah hampir setahun lamanya, Aldino kini bisa kembali berjalan. Setelah mengikuti terapi dan pengobatan hingga berbulan-bulan lamanya di Singapura, pria berwajah tampan dan bertubuh bak binaragawan itu akhirnya bisa berjalan normal kembali. Ia sangat bekerja keras selama berada di Singapura.Ia akan pulang dengan memberikan kejutan pada istri tercinta dan putra tampannya yang kini sudah berusia setahun.Hari itu, Malati tengah mengasuh Manggala bermain di ruang bermain yang dibuat khusus, di ruang keluarga kediaman Eyang Waluyo. Cicit tersayang selalu mendapat perhatian lebih dari Eyang buyutnya. Malati dan putra tampannya mendapatkan privilege luar biasa dari Eyang Waluyo hingga keluarga besar lainnya.“Gala! Sini Nak!”Kakek tua yang masih berdiri tegap itu memanggil cicitnya. Meskipun Manggala baru berusia setahun namun anak itu sangat cerdas. Ia sudah bisa berjalan dengan baik dan bi
Ali pun menarik handle pintu kamar pengàntin hingga terbuka. Sulis langsung antusias melihat untuk pertama kali kamar pengàntin yang sangat indah karena dihias sedemikian rupa. “Aa, bagus banget!” Sulis mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar berukuran presidential suit tersebut. Kamarnya didominasi warna putih dan warna-warna pastel sesuai keinginannya. Matanya berbinar mengamati setiap detail hiasan bebungaan yang berada di atas ranjang. Seketika ia tertawa melihat ada dua ekor angsa yang tergolek di atas ranjang. Angsa yang dibentuk dari selimut berwarna putih. Tangannya terulur mengusap angsa tersebut. “Lucunya! Aku mau foto dulu,”Seketika Sulis mengambil ponselnya lalu memotret ranjang pengàntin yang begitu indah itu dengan senyum yang berseri-seri.“Sini, Aa yang fotoin!” imbuh Ali dari belakang tubuh gadis itu. Sulis mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia senang mendengar usulan Ali. Sulis pun duduk dengan posisi anggun di atas ranjang. Ali pun mengambil ponsel is
Ali berusaha menormalkan perasaannya dalam menyikapi Sulis. Sulis memàng sedang sakit, penyakitnya yang dideritanya juga tidak main-main. Oleh karena itu mungkin ia mulai merasa frustasi.Sulis tidak menyadari jika calon suaminya bertopeng dingin dari luar, padahal hatinya begitu hangat. Pada adiknya saja Ali begitu mengkhawatirkannya saat ia sakit. Tak jauh berbeda pada kekasih hatinya, ia merasakan kekhawatiran yang sama. “Sulis, stop overthinking! Kita akan tetap pada rencana awal kita. Kita akan menikah! Kau juga akan ikut pengobatan.”Ali berbicara tegas. Ia tidak suka sikap Sulis yang mendadak melankolis.Sulis terdiam dengan isak yang tertahan dan menggigit bibir bawahnya, “Ali, aku takut gak bisa hamil! Aku perokok berat. Argh, Shit! Aku mungkin tak subur!”Kini Sulis berkata hal lain yang malah memperkeruh suasana. Ali semakin jengkel mendengarnya, “Terus kau mau hubungan kita berakhir begitu saja? Kita batalkan tunangan begitu?”Sulis mengangguk dengan air mata yang bercucu
Ali tertegun saat mendengar kabar dari dokter bahwa kekasihnya harus menjalani beberapa tes kesehatan di antaranya tes darah dan rontgen. Sebelum jatuh pingsan Sulis sempat muntah darah penyebabnya. Kesimpulannya ada bagian organ dalamnya yang terluka dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.Ali merasa bersalah, telah mengabaikan kekasihnya karena masalah sepele. Sederhananya, mungkin jika tidak ada drama cemburu tadi sore mungkin Sulis akan baik-baik saja. Sungguh, Ali menyesali sikapnya yang tidak dewasa. “Argh, maafkan aku Sulis. Aku kadang egois.”Ali bergumam dengan helaan nafas berat. Pria itu berjalan lesu dari ruangan dokter dan pergi menuju ruangan di mana kekasihnya dirawat malam itu. Perlahan Ali membuka pintu ruang rawat inap gadis itu. Tampak Sulis sedang tertidur pulas mungkin karena pengaruh obat. Untuk sementara ia dirawat karena kurang darah. Namun penyebab yang lebih serius belum diketahui. Ali berjalan mendekati kekasihnya. Ia berdiri di depan ranjang hidrolik s
Dua orang pemuda tampan tengah menahan kesal menunggu kekasih mereka yang sibuk memilih gaun. Sudah lebih dari dua jam lamanya mereka berusaha memanjangkan sumbu kesabaran. Rasa panas menjalari punggung mereka karena terlalu lama duduk di sofa.Meskipun pelayan butik itu melayani mereka dengan istimewa, memberikan minuman hingga camilan, tetap saja tak bisa mengusir rasa jenuh mereka. Mereka bahkan sudah memainkan ponsel masing-masing, men scroll media sosial tak jelas untuk membunuh waktu. Nihil! “Lama banget! Mereka ngapain aja sih?” ucap pemuda berhidung bangir yang tak lain Mustafa Ali Basalamah pada pemuda tampan bermata sipit yang tengah duduk di sampingnya, dr Zain. Ali beringsut berdiri lalu merenggangkan tubuhnya beberapa saat karena rasa pegal akibat duduk lumayan lama di sofa berbentuk letter U. Ia pun memutar lehernya hingga menimbulkan bunyi kretek yang membuat dr Zain meringis mendengarnya. dr Zain hanya mendesah pelan mendengar keluhan calon iparnya. Dokter muda itu
“Mala, sini Bude yang gendong Gala!”Bude Ratna menghampiri Malati yang baru saja menyusui bayi tampannya. Malati gegas mengancingkan kancing bajunya kemudian melepas apron menyusui saat Gala terlihat sudah kenyang menyusu. Biasanya bayi yang memiliki garis wajah mirip sekali ayahnya itu tertidur saat merasa perutnya penuh, namun kali ini ia terjaga seakan ingin bermain dengan neneknya.Malati pun menyerahkan Gala pada pangkuan Bude Ratna. Bayi itu tersenyum dan menatap neneknya dengan mata yang bening. Sungguh terlihat menggemaskan.Bude Ratna menyematkan senyuman yang lebar menatap cucunya itu dengan penuh haru. Bukan tanpa alasan, Gala terlahir saat ke dua orang tuanya mengalami kecelakaan yang mengerikan.Atas kehendakNya, mereka semua selamat kendati ayahnya kini harus menjalani pengobatan di luar negeri. Seminggu sudah kepergian Aldino ke Singapura. Terpaksa, Malati mengikhlaskan kepergian suaminya bersama Bude Gendhis, suaminya dan beberapa pengawal pribadi utusan Eyang Waluyo.
“Bulan depan!”Ali menjawab dengan penuh keyakinan pertanyaan ayah Sulis. Setelah acara lamaran selesai, Hendi-Ayah Sulis bertanya pada Ali tentang hubungan putrinya dan Ali sudah sampai sejauh mana. Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab Hendi mengira jika kedatangan keluarga Basalamah itu untuk acara pertunangan. Bukan lamaran menuju pernikahan.Nyatanya, sebelum mereka benar-benar pergi dari kediaman Sulis, Ali memberanikan dirinya, secara langsung ia mengungkapkan rencananya ingin menikahi Sulis sesegera mungkin. Ali berusaha bernegosiasi dengan calon ayah mertuanya, bahwasanya meskipun hubungan mereka belum lama, namun mereka sudah bisa saling memahami karakter masing-masing sehingga ingin segera melangsungkan hubungan mereka ke arah yang serius. Terlebih usia ke duanya telah matang. Sudah sama-sama dewasa.Hendi menatap Sulis sejenak kemudian kembali menggerakan bibirnya. “Nak Ali, Bapak sebagai orang tua sangat bahagia mendengar rencana baik Nak Ali dengan melamar Sulis untuk d
“Ali, kenapa kau belum datang juga? Kenapa juga kau tidak mengangkat telepon dariku? Argh, awas kalau kabur dari acara pertunangan! Aku tak segan memberi perhitungan padamu!” gumam Sulis dengan perasaan yang teramat gelisah. Saat ini Sulis berada di rumahnya di kota Bandung.Hari itu adalah hari bersejarah baginya. Akhirnya Sulis akan dilamar oleh pria tampan dan kaya raya seperti angan-angannya selama ini. Gadis bertubuh jangkung itu berdiri mematung di taman depan rumahnya, menunggu detik-detik kehadiran Ali bersama keluarga besarnya.Ternyata Ali tidak main-main dengan hubungan yang terjalin di antara mereka. Ia serius ingin meminang Sulis. Lamaran Ali sebetulnya ialah waktu yang tepat untuk menentukan kapan waktu pernikahan mereka akan berlangsung. Sebaliknya, Sulis hanya mengira jika lamaran Ali hanyalah pengikat atau tanda keseriusan Ali atas hubungan percintaan mereka. Atau pertunangan biasa.“Sulis, diam bisa gak?” Dari dalam rumah, sang Ibu memanggil putrinya itu dengan suar
Aldino hanya menghela nafas pelan. Ia sebetulnya tak tega jika harus meninggalkan istri dan bayi tampannya yang baru lahir. Namun niatnya sudah bulat. Ia ingin segera sembuh dan tak ingin merepotkan istrinya atau siapapun. Aldino yakin pengobatan medis di luar negeri lebih baik. Oleh karena itu ia menyetujui usulan Eyang Waluyo untuk berobat di Singapura. Aldino akan mengikuti prosedur operasi di sana dan mengikuti terapi hingga kakinya sembuh seperti sedia kala.“Sayang, udah dong! Ini demi kebaikan kita semua.”Aldino mengusap-usap punggung istrinya yang tenggelam di balik dada bidangnya. Mendengar Aldino akan pergi jauh, Putri Melati terlihat murung. Bahkan ia menangis tersedu sedan.Malati bukan tidak ingin suaminya mengikuti pengobatan di rumah sakit luar negeri. Namun ia ingin ikut bersamanya ke negeri yang terkenal dengan patung Merlionnya.Malati dan baby Gala belum bisa berangkat mengingat usia bayi mereka masih belum siap untuk berpergian jauh. Begitupula dengan Malati yang