Bukan Bumi namanya jika tidak menepati apa yang sudah diucapkannya. Setelah memutuskan untuk menginap di villa selama mereka di Bali, lelaki itu mengajak Lunar untuk berkemah di hutan buatan. Tepatnya di depan danau buatan yang terlihat cukup luas dan terdapat perahu kayu di sana. "Di sini tidak ada buaya 'kan, Mas?" tanya Lunar saat mereka berada di depan tenda. Bumi yang baru saja duduk di samping istrinya berkata, "Aku tidak berminat pelihara buaya!"Lunar membuatkan bibirnya, lalu melihat ke arah matahari tenggelam. Pemandangan yang begitu indah dan belum pernah dia rasakan. "Mau mandi di danau?" ajak Bumi pada istrinya. "Hah?""Ayo, aku tahu kamu belum mandi. Lagipula aku mau mencoba sensasi baru," ucap lelaki itu seraya menggendong istrinya dan masuk ke dalam danau. Lunar mau menolak, tetapi apalah daya dia tidak pernah bisa melakukannya. "Mas, a-aku tidak bisa berenang," ujarnya mengeratkan pegangan pada leher suaminya. "Kalau begitu biar aku ajari!"Gelengan keras diber
Tidak mau membuang waktunya dengan dua manusia tidak penting di depannya, Lunar segera masuk ke dalam ruangan. Sudah ada yang mendaftarkannya, sehingga tinggal masuk dan bertemu dengan dokternya. "Selamat siang, silakan duduk. Dengan Ibu siapa?" tanya dokter perempuan paruh baya yang sangat ramah. "Saya Lunar, Dok. Saya ingin berkonsultasi tentang bagaimana cara baik agar lekas diberikan momongan," seru Lunar sama seperti dulu saat dia masih jadi istri Satria, padahal mantan suaminya tidak sekalipun mau menyentuhnya dengan lebih. "Sebelumnya, saya cek dulu kandungan Ibu ya?"Lunar mengangguk setuju. Walau dia sudah pernah cek dan hasilnya baik-baik saja, tetapi tidak ada salahnya cek kembali. Dokter meminta perempuan itu berbaring di ranjang, lalu mengoleskan gel pe perutnya. Setelah itu, dia mengusap perutnya dengan alat pendeteksi yang muncul di layar kecil. Seusai itu, pasien dan dokter itu kembali berhadapan. "Jadi, bagaimana Dok? Apakah tidak ada masalah dengan rahim saya?"
Seusai makan siang, Lunar pikir bahwa suaminya akan kembali ke kantor. Lelaki itu malah membawa pekerjaannya ke apartemen dan memintanya untuk menemani bekerja di dekat balkon. "Mas, boleh aku minta sesuatu?" tanya Lunar yang duduk di samping suaminya. "Apa?""Tadi, aku bertemu dengan Mella dan Satria yang keluar dari dokter kandungan. Bisakah, Mas mendapatkan hasil pemeriksaannya? Aku sudah bertanya pada dokternya, tetapi dia tidak mungkin bilang karena bisa melanggar kode etik. Jadi, kalau sama Mas ... ."Lunar menggantung ucapannya karena ditatap oleh suaminya. "Akan aku dapatkan hasilnya! Ada lagi yang kamu inginkan?"Tidak ada atau belum ada yang dia inginkan, jadi Lunar pun menggelengkan kepalanya. "Jadi, tadi kamu bertemu dengan mantan suami dan sepupumu? Apakah mereka mengganggu?" "Em, tidak menggangu, Mas. Hanya saja, terjadi sedikit terjadi perdebatan di antara kami. Namun, masih bisa aku tangani," balas Lunar meyakinkan suaminya. Sayangnya lelaki itu bukanlah orang ya
Hari ini Lunar sudah kembali ke kantor untuk bekerja. Dia membawa bekal seperti yang suaminya minta. Kotak bekal dia tata di atas meja bersama kopi susu yang biasa diminta oleh Bumi. "Selamat sarapan, Tuan," kata Lunar pada atasannya. "Hm. Nanti akan ada tamu dari Pabrik Kayu Sejahtera. Aku harap kamu juga di sini untuk menemui mereka!"Pabrik itu adalah pabrik milik almarhum papa Lunar yang direbut oleh saudara laknat dan mantan suaminya. "Memang mau bahas apa, Tuan? Apakah masalah keuangan yang mereka naikkan begitu saja?""Salah satunya. Mereka juga meminta pada Septian untuk diberi kesempatan menangani pembangunan! Padahal bukan ranah mereka. Karena memaksa makanya Septian meminta mereka menemuiku!"Lunar berdecak dengan kemauan mantan suaminya yang aneh-aneh saja. Sudah jelas masalah pembangunan ada pembagiannya sendiri, malah sok ingin menangani. Belum lagi sesuka hati menaikkan harga kayu, setelah Lunar lihat datanya sangat jauh dengan harga yang biasa ditetapkan. "Nanti, a
Di dalam sebuah ruangan terdengar suara desahan dari dua orang yang sedang saling menyentuh. Hanya saling menyentuh, tidak sampai melakukan hubungan intim. Siapa lagi jika bukan Lunar dan Bumi. Siang sudah beranjak malam, namun keduanya masih berada di sana. Awalnya Lunar mau pamit pulang, sayangnya Bumi melarang dengan memberikan tugas yang harus dikerjakan di ruangannya. Lunar menurut dan siapa sangka suaminya malah mengambil kesempatan untuk menyentuhnya. "Mas, nanti ada kebablasan," kata Lunar yang terbaring di sofa dengan pakaian berantakan. Sedangkan Bumi, berada di atasanya sambil menikmati bagian depan tubuh Lunar yang menonjol dan menggoda untuk disentuh. "Malam ini aku tidak bisa menemanimu di apartemen, jadi aku ingin menikmati malam ini denganmu," kata Bumi melabuhkan bibirnya pada bagian leher istrinya seraya memberikan sebuah tanda. Ingin Lunar melarang, tetapi percuma. Mana mungkin suaminya mau menurut. Yang ada, lelaki itu akan semakin membuat banyak tanda pada tu
Lunar tidak menduga bahwa suaminya benar-benar datang, walau mengenakan pakaian yang serba tertutup. "Sudah bertemunya?" tanya Bumi dengan suara sedikit pelan agar tidak di kenali oleh Satria. "Hm." Lunar mengangguk. "Ayo kita pulang."Diraihnya tangan sang suami untuk meninggalkan tempat itu. "Hei, Bung. Benarkah kamu suaminya Lunar?" tanya Satria yang berdiri dari duduknya. Lunar dan sang suami berbalik menatap pria yang tersenyum mengejek. "Ya, aku suaminya!" sahut Bumi dengan lantang. Satria melihat penampilan tertutup lelaki di depannya. Seolah memindai, lalu menunjukkaj wajah sinisnya. "Kenapa kamu mengenakan pakaian seperti ini? Apakah kamu seorang teroris?""Jaga bicaramu, Satria! Suamiku seperti ini karena dia sedang dalam masa pemulihan!" sentak Lunar berbohong. Dahi Satria mengerut. "Pemulihan? Jadi kamu menikahi seorang penyakitan? Ah, pantas saja dia mau dengan janda sepertimu!"Kedua tangan Lunar terkepal dengan erat. Sebuah sentuhan membuatnya menoleh dan tangan
Setelah pembicaraan dengan pelayan dari Bumi, Lunar bersiap untuk berangkat ke kantor. Hari ini dia akan mengunjungi pabrik setelah sekian lama tidak datang ke sana. Saat ini dia masih berada di dalam mobil yang melaju menuju ke kantor. Pembicaraan dengan Bibi masih bisa Lunar ingat dengan jelas. Walaupun Bibi tidak mengatakan dengan jelas apakah istri pertama suaminya tinggal dengan keluarga Mahendra. Secara tersirat Bibi menunjukkan bahwa hubungan mereka dengan Clara kurang baik. "Kita sudah sampai di kantor, Nyonya," seru Pak Sopir pada majikannya. Lunar tersadar dari lamunannya. "Ah, oke."Dia pun turun dari mobil dengan membawa bekal untuk suaminya. Seperti biasa beberapa orang tidak bosan dan jegah melihatnya turun dari mobil. Mereka semua sudah tahu bahwa dirinya sudah menikah. Pandangan mereka jadi berubah dengan kabar yang mulai beredar bahwa dirinya simpanan om-om. "Aku jadi penasaran, Om-om macam apa yang jadi suaminya," kata karyawan yang melewatinya. "Mungkin saja Om
"Di sini kami mendatangkan kayu-kayu berkualitas dan harganya mahal. Apalagi kayu-kayu itu cukup langka," jelas Satria pada kedua orang yang berkunjung di pabriknya. Lunar yang paham jenis-jenis kayu berkualitas melihat dari dekat pohon yang baru saja diturunkan dari truk. "Aku pikir jenis kayu eboni atau gaharu, ternyata bukan ya," kata Lunar dengan senyum manis yang secara tidak langsung menyiratkan ejekan. "Kalau dilihat memang bukan, Mbak. Mungkin karena jenis kayu ini mulai langka," timpal Septian. "Tidak juga," balas Lunar melihat pada pemimpin pabrik itu. "Di Indonesia banyak sekali jenis kayu yang bisa kita gunakan, tergantung bagaimana kita mau mengajak pemilik lahan pohon itu kerja sama.""Dan mereka biasanya mau kerja sama jika harganya mahal!" sambung Satria. Pria itu tahu bahwa mantan istrinya pasti sengaja mengatakan hal itu untuk menjelekkannya. Tidak akan dia biarkan perempuan yang sudah mulai berani padanya melakukan hal itu. "Jika menawarkan dengan harga pas-pa
Gundukan tanah basah masih ramai pelayat yang datang untuk melihat pemakaman Satria. Begitupun dengan Lunar yang datang bersama keluarga suaminya. Mereka datang sebagai bentuk rasa terima kasih karena Satria sudah memberikan mereka informasi serta secara tidak langsung merenggang nyawa demi menyelamatkan Lunar. "Semua ini pasti rencanamu 'kan Lunar?! Kamu sengaja menyuruh Satria naik mobilmu agar bisa kamu celakai! Kamu licik, Lunar!" sentak Mella yang hendak melayangkan tangannya pada Lunar, akan tetapi dia orang pengawal langsung mencegah bahkan mendorongnya dengan kasar. "Sialan kamu Lunar! Tidak cukup mengambil harta kami, kamu juga mengambil nyawa menantuku! Kamu sengaja melakukannya, iya 'kan?!" ucap Tuan Andre seraya membantu anaknya untuk berdiri tegak. Lunar yang mendengarkannya merasa jegah, bahkan sang suami sudah tampak kesal dengan wajah mengeratnya. Dia tahu, pasti keluarga benalu itu sengaja mengatakan hal tersebut karena banyak orang di sana dengan harapan dapat men
Seminggu berlalu setelah konferensi pers yang Bumi lakukan. Hal itu membuat sedikit perubahan, di antaranya adalah pandangan orang tentang Lunar yang tidak lagi negatif, meskipun masih ada yang membela Clara dan menyalahkan perempuan tersebut. Saat ini Lunar sudah berada di pabrik bersama mertuanya. Nyonya Mahendra tidak mau terjadi apa pun pada menantunya, sehingga dia memilih untuk ikut menantunya bekerja sekaligus untuk mengawasi perempuan itu agar tidak lelah bekerja. "Jangan capek-capek, Lunar. Kamu harus istirahat," ujar Mama Bumi pada menantunya yang mengecek berkas dari Anya yang selama ini meng-handle pabrik. "Baru beberapa menit, Ma. Kalau capek aku akan istirahat," sahut Lunar sambil tersenyum. Nyonya Mahendra tidak lagi berkata apa pun dan membiarkan menantunya untuk kembali bekerja dan membahas masalah pabrik.Tok ... Tok ... Tok ... Suara ketukan di depan pintu membuat ketiga wanita yang ada di sana menoleh dan melihat seorang pria paruh baya dengan seragam khas pab
Beberapa jam setelah ucapan yang dikatakan oleh Bumi, konferensi pers segera diadakan. Seluruh keluarga Mahendra, termasuk Lunar ada di sana seraya menatap pada wartawan yang berada di pihak mereka. "Tujuanku mengadakan konferensi pers ini adalah untuk memberitahu semua orang bahwa aku sudah menikah dengan perempuan di sampingku dan kami akan segera memiliki anak!" ujar Bumi sebagai pembuka. "Berita yang mengatakan bahwa istriku adalah pelakor, sangat salah besar. Akulah yang memintanya menikah denganku karena memang dialah yang layak untuk menjadi istriku!"Semua yang ada di sana memotret serta merekam perkataan pewaris Mahendra Corp itu. "Maksud anda apa dengan mengatakan bahwa perempuan di samping anda yang layak berada di posisi Nyonya Clara?" tanya seorang wartawan wanita dengan kacamata tebal. Lunar yang bersebelahan dengan suaminya menatap lelaki itu dengan perasaan yang tidak menentu. Namun, Bumi tersenyum seolah semua akan baik-baik saja. "Aku mengatakan hal itu karena ak
Lunar tidak menyangka bahwa apa yang dikatakan oleh kepala pelayan ada benarnya bahwa jika tidak ada yang mengaku siapa yang sudah melukainya, maka semua pelayan serta penjaga yang bersamanya akan kena hukuman. "Jadi ... belum ada yang mau mengaku? Ah, kalian lebih suka dipotong gaji rupanya!" ucap Nyonya Mahendra seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Yang melakukannya Suci, Nyonya," jawab kepala pelayan yang tidak mau semua temannya kena imbas hanya karena seorang pelayan yang tidak kompeten. "Benarkah?" seru Langit yang sedari tadi menyaksikan apa yang ibunya lakukan. "Ah, bukannya di dapur ada CCTV, kalau begitu kita lihat saja di sana. Dia sengaja atau tidak mencelakai Kakak Ipar."Sebenarnya Lunar kurang setuju dengan ide Langit karena dia yakin kalau pelayan itu tidak sengaja. Namun, dia tidak bisa melakukan apa pun selain menuruti apa yang hendak keluarga Mahendra lakukan. "Aku punya salinan CCTV di sini!" seru Bumi yang duduk di samping perempuan itu sambil memega
Tidak terasa sudah seminggu Lunar tinggal di rumah utama bersama suaminya. Tak ada hal cukup mengkhawatirkan, tetapi tetap saja semua yang ada di sana sangat protektif dan posesif padanya. Sama seperti saat ini, di mana Lunar tidak diperbolehkan untuk masak atau membuat kue. Akan tetapi, sang ibu mertua melarangnya seperti biasa. "Ayolah, Ma. Aku mau buat kue brownies keju buat Mas Bumi. Sekali ini saja, oke?" kekeuh Lunar dengan wajah memelasnya. Tidak tega melihat menantunya seperti itu, Nyonya Mahendra terpaksa mengijinkan perempuan itu untuk melakukan apa yang diinginkan. "Terima kasih, Mama," seru Lunar dengan girang seraya memeluk ibu mertuanya. "Asal Mama ada di sana! Kamu tidak boleh di sana sendiri dan cukup mengadonnya saja! Kalau butuh apa-apa, biar pelayan yang ambilkan. Oke nggak oke, harus oke!"Pasrah, itulah yang Lunar lakukan. Yang penting dia sudah diijinkan untuk membuat kue. Dari pada nanti anaknya ileran dan dia yang sebenarnya merasa bosan. Hingga kedua per
Setelah pembicaraan dengan papa mertuanya sudah selesai, Bumi, Langit, dan Nyonya Mahendra diperbolehkan masuk kembali ke ruangan itu. Langsung saja Bumi duduk di samping Lunar dan memeriksa keadaan istrinya yang memang tidak kenapa-napa. "Aku tidak apa-apa, Mas. Tadi hanya bicara biasa tentang apa yang harus aku lakukan selama menjadi menantu di sini," sahut Lunar sambil tersenyum pada sang suami. "Ck, kamu akan selamanya menjadi istriku!" balas Bumi dengan penuh keyakinan. "Baguslah kalau begitu! Tapi Mas harus selesaikan masalah dengan Mbak Clara dulu! Aku yakin bahwa dia tidak akan baik- baik saja setelah tahu apa yang terjadi dengan kita! Bisa saja dia akan ... ."Lunar menghentikan kalimatnya karena tidak sanggup membayangkan jika apa yang ada dalam benaknya sungguh-sungguh terjadi. "Kamu takut kalau Clara mencelakai kamu dan anak kita?" seru Bumi seraya memegang sebelah wajah istrinya. Anggukan dilakukan oleh Lunar karena dia sudah tahu betapa terobsesinya wanita itu ingi
Lunar tidak mengerti kenapa ayah mertuanya mau bicara berdua dengan dirinya. Banyak hal yang bercokol dalam benaknya, baik pikiran baik ataupun pikiran buruk yang saling beradu. "Aku tidak akan biarkan Papa berdua saja dengan istriku! Kalau memang Papa memaksa, maka aku akan membawanya pergi dari sini!" seru Bumi menatap tajam ayahnya. Tuan Mahendra mendengus sebal dengan kelakuan anaknya yang begitu posesif pada perempuan yang di samping lelaki itu. "Aku juga tidak akan membiarkan Lunar di sini bersama Papa! Bisa saja nanti Papa menggodanya! Awws, sakit, Ma!" sambung Langit yang seketika meringis karena dicubit oleh sang Mama. "Makanya kamu kalau bicara jangan sembarangan! Papa mau bicara dengan Lunar pasti memang ada hal penting yang mau dibicarakan!" ucap Nyonya Mahendra pada kedua anaknya, lalu melihat pada sang suami. "Kalau Papa mau bicara dengan Lunar, ada baiknya Mama juga di sini agar kedua anak kita tidak perlu khawatir."Dengusan dilakukan oleh Bumi dan Langit setelah
Setelah menyelesaikan masalah di pabrik, Lunar memberikan tugas selanjutnya pada Anya. Sedangkan dia keluar pabrik karena sudah janjian dengan sang suami. "Kita ke rumah utama, Pak," serunya pada sopir di depannya. Tak lupa juga dia mengirimkan pesan pada sang suami yang akhirnya akan dibaca saja tanpa ada niatan untuk membalas. "Ish, Mas Bumi selalu saja begitu! Lihat saja nanti kalau bertemu!" ucapnya dengan sebal. Mobil pun melaju dengan pelan karena sang majikan yang tidak mau jika terjadi apa-apa dengan istrinya. Padahal, Lunar sangat ingin segera lekas sampai. Meski di sisi lain, dia juga khawatir jika nanti ditolak oleh ayah dari suaminya. Hingga beberapa menit berlalu dan Lunar tidak menyangka bahwa mobil yang dia naiki sudah masuk dalam area perumahan yang sangat mewah sampai membuatnya melongo tidak percaya. "Ini rumah apa istana? Bagus dan mewah sekali," pujinya dengan tidak percaya. "Tuan sudah menunggu ada di dalam, Nyonya," kata sopir yang sudah membukakan pintun
Tidak ada rasa gentar dalam diri Lunar melihat wajah pamannya yang mengetat marah. Justru dia tetap duduk santai seraya memandang dengan senyum amat tipis. "Tuan Andre, tolong duduk dengan tenang! Dan jangan kurang ajar pada Nyonya Lunar! Beliau 'lah yang sudah membeli pabrik yang hampir bangkrut ini! Jika bukan beliau sudah pasti pabrik ini akan terbengkalau begitu saja!" seru pengacara yang ikut berdiri karena istri atasannya yang diperlakukan tidak sopan. Merasa tidak mampu untuk melawan, Tuan Andre kembali duduk. Apalagi sang anak dan menantu yang menarik tangannya untuk tidak berbuat gegabah. "Mulai saja, Pak!" kata Anya yang mewakili Lunar. Pengacara itu pun mengangguk seraya memberikan berkas pada perempuan di sampingnya. "Berkas tersebut adalah bukti bahwa pabrik ini dan seluruh isinya sudah menjadi milik Nyonya. Bahkan pekerja di sini ... ."Lunar mengangkat tangannya tanda agar pengacara tersebut berhenti. "Aku ingin data semua pekerja dan mungkin akan ada beberapa yang