'Seniman berinisial AD booking kamar hotel bersama selingkuhan?!’ batin Anais terkejut.
Maniknya berubah selebar cakram begitu mengetahui tajuk berita di surat kabar tersebut. Wajahnya semakin tegang kala menemukan potret dirinya tengah bercumbu dengan pria asing di depan pintu kamar hotel.Sungguh sial, semesta benar-benar menumpahkan kemalangan tanpa ampunan pada Anais. Rupanya malam itu ada paparazi yang membuntuti dan mengambil gambar dirinya, kala masuk ke dalam kamar Jade. Namun, bagaimana bisa dia tidak menyadarinya?“I-ini … ini tidak benar!” sungut Anais menelan salivanya dengan getir.Dia tahu betul, bahwa mustahil untuk mengelak. Meski sang pria tampak diburamkan, tapi jelas-jelas wujud dirinya yang tercetak di surat kabar itu. Anais merasa payah, tapi dia tak ingin mengakuinya.“Hah ... apanya yang tidak benar? Kakak tidak buta, jadi jangan menghindarinya. Bahkan semua orang bisa melihatnya jika wanita menjijikkan ini adalah Kak Anais!” sergah Aretha kian memperkeruh suasana.Hawa panas sudah merayapi leher hingga pipi Anais. Giginya menggertak ingin mengunyah adiknya itu hidup-hidup.Namun, belum sempat dirinya menyahut, Aretha kembali menimpali, “Bagaimana bisa Kak Anais mengkhianati Kak Denver, sampai menghancurkan harga diri keluarga Devante? Bukankah ini sangat memalukan, Ayah?”Wanita licik itu menautkan sepasang alisnya sembari melirik ke arah Tigris.‘Ah, jadi jalang ini berkoar karena Denver?’Dari kalimat Aretha, Anais bisa langsung menerka niat busuk adiknya itu.Namun, tanpa Anais duga, Aretha tiba-tiba menarik syal yang menutupi leher dan bagian atas dadanya. Seketika, semua pasang mata membelalak mendapati bercak kemerahan di kulit putihnya.“Astaga!”Bola mata Aretha membesar, kedua tangannya pun menutup mulutnya. Namun, siapa sangka bahwa wanita itu menyembunyikan seringai miringnya?“Apa yang kau lakukan, Aretha?” dengus Anais dengan wajah menegang.“Kakak benar-benar berselingkuh dari Kak Denver! Bagaimana mungkin Kak Anais tega berkhianat saat akan menikah dengannya?!”Sungguh, mulut pedas Aretha semakin membara.Namun, Anais yang sudah gatal ingin menjambaknya tak kuasa berbuat apa-apa, saat ayah dan ibu Aretha memicingkan tatapan tajam padanya.“Apa yang kau pikirkan sampai berbuat sesuatu yang memalukan seperti ini, Anais?”Pineti-ibu kandung Aretha yang sedari tadi berusaha keras menahan emosi, langsung melibatkan diri. Kerutan di sekitar keningnya terlihat jelas begitu memindai penampilan Anais yang berantakan.“Apa kau sadar, bahwa kau telah melempar kotoran ke wajah keluarga Devante? Kau adalah tunangan Denver Herakles dan sebentar lagi akan menikah dengannya. Tuan Hans bisa membatalkan kerja sama dengan DV Group, hanya karena kau telah berselingkuh dari Cucunya!” Nyonya Devante tersebut menyentak dengan nada lebih tinggi.Detik itu juga, Anais seperti dikuliti hidup-hidup. Siapa yang berselingkuh, siapa pula yang menjadi korban? Buana ini sungguh tidak adil padanya.“Ibu, jika bicara tentang Denver dan perselingkuhan, bukankah lebih tepat bertanya pada Aretha?” sahut Anais menggulir irisnya pada sang Adik.Dirinya yang kian tersudut, tentu saja tak ingin jatuh begitu saja.Aretha pun tersentak dan lekas menyela, “Mengapa Kakak membawa-bawa diriku? Di sini Kak Anais yang salah, tapi kenapa malah menyeretku?!”“Kau menyukai Denver dan kau merebutnya dariku!”Anais menyergah dengan tedas, sampai-sampai membuat wajah adiknya berubah kaku karena kelakuan busuknya terungkap.“Jaga ucapan Kakak!” Aretha yang geram pun melayangkan tamparan ke wajah sang kakak.Namun, Anais yang menatap tajam, berhasil menahan lengan adiknya sebelum telapak itu meninggalkan bekas di pipinya.“Cukup! Apa yang kalian lakukan?!”Tigris yang sedari tadi bungkam, akhirnya nyaris meledak ketika dua anak perempuannya beradu fisik.“Apa kalian bocah kecil? Sekarang bukan saatnya untuk bertengkar. Tuan Hans ingin mengadakan pertemuan malam ini. Jadi bersiaplah untuk menghadapi kemarahannya!” dengusnya melanjutkan.Lelaki yang memimpin DV Group itu pun mangkir setelah berdecak murka. Dia tak tahan melihat tampang Anais yang sudah menempatkannya di jurang masalah. Namun, meski amarah Tigris memuncak, dia tidak bisa mendepak Anais keluar dari ranah keluarga Devante.“Dan kau, Anais, lepaskan Aretha! Apapun yang terjadi, malam ini kau harus menjelaskan pada Tuan Hans bahwa rumor ini tidak benar. Membungkuk dan berlututlah jika perlu. Kita tidak boleh kehilangan kerja sama dengan Hera Group!” Pineti kembali membentak saat sang suami telah berlalu.Anais yang mendapat sorot lebih dingin itu, terpaksa menghempas lengan adiknya.Aretha yang kegirangan melihat Anais terjebak masalah pun membatin, ‘Tamatlah riwayatmu, Anais Devante!’Dia lekas menggayut lengan Pineti dengan sudut bibir melengkung ke bawah, seolah mengadu bahwa dirinya begitu tersiksa karena perbuatan sang kakak.Ketika Aretha dan Pineti berlalu, Anais juga segera naik ke kamarnya.“Benar-benar melelahkan!” keluhnya hampir frustasi.Sepertinya langit sedang murka padanya, hingga beragam masalah menimpa dalam waktu bersamaan.‘Ini semua karena alkohol sialan!’Anais tak mampu berkata-kata, rumor perselingkuhan sangat buruk bagi citranya sebagai seniman yang sudah bertunangan. Lantas bagaimana tanggapan rekan-rekan, apalagi seniman senior yang mengenalnya?Selagi tenggelam dalam pikirannya, mendadak Anais dikejutkan dengan dering nyaring dari dalam tas tangannya. Dahinya mengernyit ketika merogoh benda yang terus saja berteriak itu.“Ini bukan ponselku!” pekiknya tertegun.Ya, tentu saja, sebab gawai itu milik Jade Herakles. Anais yang kalang kabut tak menyadari kecerobohannya dan malah membawa ponsel Jade, yang mempunyai design serupa dengan miliknya.“Argh! Mengapa aku sangat sial?!” tambahnya ingin mengumpat.Dunia seolah menertawakan kebodohannya. Anais menyibak belahan rambutnya dengan netra terpejam rapat.***Sampai malam di mana Anais harus bersimpuh di hadapan keluarga Herakles, wanita itu pun keluar dengan gaun hitam sebatas lutut yang sederhana, tapi tentunya tampak elegan di tubuhnya. Sesungguhnya dia tidak sudi melihat tampang Denver, tapi dirinya tak bisa menghindari situasi ini.Keluarga Devante tiba lebih awal dari waktu yang ditentukan. Anais duduk di bangku paling ujung, di sebelahnya ada Aretha dan disusul kedua orang tuanya.“Selamat datang, Tuan Hans!”Tigris yang baru saja mendapati Hans masuk ruangan, langsung berdiri tegak. Dia memberi isyarat pada keluarganya untuk turut memberi hormat.Pria lanjut usia itu tampak tegas untuk orang seumurannya. Diikuti Denver dan Leah-putrinya, Hans pun duduk di hadapan Tigris.‘Denver, dasar pria sialan. Rupanya kau sama rendahannya seperti Adikku!’ sengit Anais membatin.Tangannya mengepal saat menatap mantan tunangannya dan Aretha saling melempar pandangan. Namun, dia tak bisa menggila, atau harga dirinya akan lebih hancur.“Mengapa Anda tidak bisa mengurus putri Anda, Tuan Tigris?”Belum ada satu menit berlalu, Hans sudah melayangkan sindrian tedas pada Tigris Devante.“Ah, mohon maaf, Tuan Hans. Saya rasa ada kesalahpahaman. Mengenai berita yang tengah beredar, semua itu tidak benar. Putri saya—”“Bagaimana bisa Anda menganggap perjodohan ini sebagai lelucon?! Tindakan tercela putri Anda telah mencoreng kehormatan keluarga Herakles juga. Bagaimana Anda akan bertanggung jawab?” Hans segera memotong ucapan Tigris yang terdengar basa-basi di telinganya.Saat itu juga, Pineti melirik ke arah Anais. Nyonya Devante itu seolah memberi kode pada Anais untuk bersimpuh memohon ampunan Hans.Namun, belum sempat Anais membuka suara, Denver lebih dulu menginterupsi.“Kakek, saya mengerti perjodohan ini demi bisnis kedua perusahaan. Namun, Anais telah berlaku buruk dengan bermain api di belakang saya. Dengan ini saya rasa Anais tidak pantas menjadi istri saya!” tukas Denver yang lantas membuat Hans berpaling.“Tunggu dulu, Tuan Denver. Menurut Anais, semua ini hanya—”“Jadi, maksudmu kau ingin membatalkan pertunangan?” Hans segera menyahut saat Tigris berupaya menyela.Denver yang menjadi pusat perhatian saat ini tersenyum lembut, tapi Anais bisa melihat bahwa itu hanyalah topeng belaka. Karena sesungguhnya Anais tahu, bahwa pria tersebut lebih buruk dari anjing-anjing liar di luaran sana.“Benar, Kakek. Saya ingin memutus pertunangan dengan Anais. Namun, saya tidak mau membatalkan perjodohan. Saya ingin Aretha menggantikan Anais menikah dengan saya!”“Apa?!”Seluruh pasang mata langsung terbelalak mengetahui keputusan Denver yang tak terduga. Termasuk Aretha yang memang menunggu momen ini.‘Bagus, Denver! Akhirnya kau benar-benar membuang Kak Anais!’ batin adik Anais itu girang.“Apa yang baru saja kau katakan, Denver?” Leah-ibu Denver yang berpenampilan nyentrik dengan model rambut pixie cut silvernya itu mengerutkan kening. Dia seolah tak percaya dengan ucapan sang putra yang masih ingin melanjutkan perjodohan dengan keluarga Devante.“Ibu, kerja sama kita dengan DV Group tidak bisa hancur begitu saja hanya karena rumor ini. Akan lebih baik jika Aretha menggantikan Anais sebagai calon istriku. Bukankah ini solusi yang tepat dan tidak merugikan pihak manapun?” Denver dan otak liciknya itu menyahut dengan mulus.Dirinya yang mendapat tatapan dari berbagai arah, merasakan sorotan lebih tedas dari sisi Anais. Ya, dia yakin bahwa mantan tunangan yang dibuangnya itu tengah terbakar lava amarah.Namun, Denver sengaja dan terang-terangan meman
“Maaf?” Anais menyahut dengan kening mengernyit.Debar jantungnya bergemuruh keras karena Jade ternyata mengenali dirinya. Namun, dia tak bisa langsung membenarkan asumsi pria itu atau suasana akan menjadi kacau, bila semua orang tahu bahwa Jade adalah pria yang tersandung rumor bersama dirinya.“Anda terlihat tidak asing. Di mana kita pernah bertemu?” Jade bertanya seraya mengangkat sebelah alisnya.Sungguh, Anais merasa pria itu sengaja memancingnya. Dia pun memasang air muka sedingin mungkin, agar lawan bincangnya tak bisa melihat sisi dirinya yang gugup.“Saya rasa Anda salah orang, Tuan. Saya belum pernah melihat Anda. Jadi permisi, saya sedang buru-buru!” tukas Anais amat tegas.Dia langsung berlalu melewati Jade yang memasang tatapan lekat. ‘Ah … menarik. Biar aku lihat, mau seberapa jauh kau akan melarikan diri dariku, Nona!’ Pria itu membatin penuh tekad.Jade memang bungkam, tapi telinganya terpampang tajam mendengar arah langkah Anais yang tampaknya bergerak ke sisi kiri.
Anais mengerjap tidak percaya. Dia benar-benar tak menyangka jika Jade akan melontarkan kata-kata yang teramat gila. “Lelucon Anda sangat tidak lucu, Tuan!” sungut wanita itu menahan kesal. Dia berpaling dan ingin segera meninggalkan Jade, tapi mendadak sang pria malah mengeluarkan benda pipih hitam yang sangat membuat Anais tertegun. ‘Ah, ponselku!’ Dirinya membatin dalam benak. Nyaris saja tangannya merebut gawai itu, tapi Anais menahan diri karena tak mau ketahuan langsung oleh Jade bahwa sejak tadi dia berbohong. “Saya menemukan ponsel asing yang ditinggalkan seseorang. Menurut Nona, siapa pemilik yang ceroboh ini?” tutur Jade seraya menekan tombol power pada benda tersebut. Seketika, potret cantik Anais pun terpampang di sana. Kali ini wanita itu tidak bisa mengelak apapun, dirinya hanya bungkam dengan leher menegang. Meski kesal, Anais tak mungkin berdusta atau dia akan tampak semakin konyol. ‘Aish, sial! Mengapa dia harus membawa ponselku?’ batinnya dengan manik gemetar.
“Selamat malam, Ibu,” tutur Jade berhenti sejenak di hadapan Leah.CEO dari Oran Brewery itu akhirnya datang ke mansion besar Herakles untuk memenuhi panggilan sang kakek. Manik tegasnya menatap Leah, tapi ibunya itu sama sekali tak sudi memandangnya. Jangankan menyahut sapaan Jade, bahkan Leah rasanya mual mengetahui putra sulungnya tersebut berada di depan matanya.“Untuk apa kau datang ke sini, hah?” sungut Denver dengan sorot masamnya.Namun, alih-alih menjawab, Jade justru merapikan kancing jasnya dan lekas berlalu menuju ruangan Hans. Dia tak ada niat sama sekali untuk mendengar ocehan adiknya yang tak berotak. “Sialan, berani sekali anjing liar itu mengabaikanku?” Putra kedua Leah tersebut menggerutu sengit.“Tutup mulutmu, Denver. Bukan ini yang harus kau khawatirkan sekarang. Cepat ikuti dia dan cari tahu apa yang Kakekmu bicarakan dengannya!” sambar Leah memicing tajam.Dirinya tak bisa berpangku tangan saat Jade mendapat kesempatan. Meski dia adalah darah dagingnya sendiri
Manik hazel Anais terbelalak melihat sang pria, dia sungguh tak menyangka mendapati sosok itu di sini. Namun, tangannya bergerak otomatis membuka pintu mobilnya seakan terhipnotis arahan orang tersebut.Iris wanita itu melayap buncah saat kilatan cahaya kamera memotret dirinya.Dengan sigap, pria yang membantu Anais itu pun merengkuh bahunya dan lantas menyeru, “Mohon tenang, semuanya. Nona Anais pasti akan memberikan klarifikasi setelah situasinya kondusif!”“Kami sudah lama menunggu, setidaknya tolong jawab satu pertanyaan saja. Mengapa seorang Seniman seperti Nona Anais berselingkuh?!” Dengan entengnya mulut Wartawan itu terbuka.Sontak, pria tadi langsung menghunus tatapan sengitnya pada si juru warta.“Jaga bicara Anda. Kata-kata Anda sangat keterlaluan!” sentaknya dengan air muka mengeras.Tanpa menunggu tanggapan, dia pun lekas membimbing Anais pergi. Keduanya segera masuk ke dalam galeri untuk menghindari para pemburu desas-desus tersebut.Jajaran pegawai di Dante’s Gallery pu
“Ah!” Anais pun seketika terkejut dengan leher menegang.Dia tak mengerti mengapa Jade mendadak bertingkah aneh padanya.Namun, mengingat situasi awal saat Aretha menuduhnya sebagai penguntit, Anais pun mengambil kesempatan ini.“Tidak, aku juga baru datang,” tukasnya seraya mengulas senyum lembut pada Jade.Sungguh, Aretha dan Denver yang sudah tertegun, kini semakin melebarkan bola matanya begitu melihat interaksi dua orang di hadapannya.‘Apa-apaan mereka? Mengapa anjing liar itu bisa dekat dengan Anais? Sejak kapan mereka menjalin hubungan?’ Denver bertanya-tanya dalam batinnya.Gelombang kedongkolan langsung menyapu benaknya. Entah mengapa hatinya terasa risih mendapati sang mantan terlibat dengan kakaknya. Meski sangat penasaran, tapi cucu kedua Tigris Devante itu memilih bungkam sebab egonya yang tinggi.“Apa hubungan Kakak dengan pria ini? Apa kalian berpacaran?” Tanpa ragu Aretha pun menguarkan rasa ingin tahunya.Sungguh berbanding terbalik dengan Denver. Tatapannya yang sen
“Anda sangat tidak sopan pada seorang wanita!” Manik Jade gemetar seiring dengan nadanya yang meninggi. Cekalannya pada si pelayan pun bertambah erat seolah dia ingin mematahkan tulangnya. Ya, Jade sungguh terusik kala mendapati pegawai restoran itu menatap Anais penuh nafsu. “Ba-baik, Tuan. Tolong lepaskan saya!” sahut Pelayan tadi terbata. ‘Dasar, sialan!’ Dia segera menarik tangannya saat Jade melonggarkan cengkeraman. Irisnya pun menggulir buncah ke arah Anais dan lantas membungkukkan badannya berulang kali. “Saya benar-benar mohon maaf, Nona. Saya sudah ceroboh dan malah menumpahkan minuman ini pada—” “Baiklah, saya tidak apa-apa. Saya harap lain kali Anda lebih berhati-hati.” Anais lekas memangkas ucapan Pelayan tadi sebab canggung menjadi bahan tontonan. Wanita itu memilih untuk menahan diri. Sudah banyak perkara yang membelit kepalanya, jika dia juga menangapi masalah sepele seperti ini, maka hanya akan membuang energi dengan sia-sia. Meski Anais tak memperpanjang perka
Hembusan napas Jade yang mengenai wajah Anais terasa begitu hangat. Bahkan hidung bahari mereka yang nyaris bersinggungan, membawa sensasi berdebar yang membingungan bagi sang wanita.Jade yang sengaja menggoda Anais untuk melepas tegangnya pun menaikan salah satu alisnya. Di bawah remang lampu depan pintu toilet itu, dirinya berbisik, “Saya akan memikirkannya nanti.”Seketika, kelopak mata Anais terangkat. Dirinya terkejut kala tangan Jade melangkupkan jas hitam ke tubuhnya untuk menutupi bagian yang basah.“Sekarang Anda memiliki satu hutang lagi pada saya, Nona,” tukas Jade yang kini menarik dirinya agak menjauh.Sungguh, garis wajahnya yang menguarkan otoritas, sangatlah mengusik Anais. Maniknya yang setegas elang, juga sudut bibir yang kerap kali tersungging miring, sungguh terasa menekan.Anais membeku. Tulang selangkanya yang terpahat indah menonjol seiring dengan rasa geramnya terhadap Jade.“Anda benar-benar pria yang tak ingin rugi rupanya. Berapa yang Anda inginkan agar ki
“Putramu sangat menggemaskan. Lebih baik kau bergabung bersama mereka,” tutur Hans tersenyum saat melihat Jade menggandeng anaknya. “Jade sudah menemaninya, aku akan di sini bersama Kakek.” Anais membalas selaras dengan bibirnya yang tertarik ke atas. Meski dia bilang seperti itu, tapi Hans tahu benar bahwa cicitnya lebih membutuhkan Anais. “Bukankah Kakek sudah bilang, Jade tidak ingin putranya berakhir seperti dirinya. Jadi, kau harus membantu suamimu agar dia bisa memberikan kasih sayang yang berlimpah pada anaknya.” Mendengar nasihat Hans, kali ini Anais tak bisa bersikeras. Usai pamit pada kakek mertuanya, wanita itu pun menghampiri Jade dan sang putra yang sudah rapi dengan pakaian berkuda. “Reins!” tukas Anais menyeru. Ya, River Reiner Herakles-yang akrab disapa Reins oleh Anais itu adalah bocah lelaki kecil yang menawan dan energik. Semakin dia tumbuh besar, rupa wajahnya semakin mirip dengan Jade. “Lihat aku, Mommy! Apa aku sudah mirip Daddy?” tukas River memamerkan pen
***“Sebaiknya Anda berhenti minum, Tuan,” tukas seorang lelaki yang merupakan Asisten Pribadi Denver selama di Asia.“Singkirkan tanganmu, sialan!”Alih-alih menurut, Denver malah menampik tangan asistennya seraya mengumpat geram. Dia justru mengisi gelasnya dengan vodka karena pikirannya sangat semrawut. Akan tetapi, lagi-lagi asistennya menahan saat dirinya hendak meneguk minumannya.“Mengapa? Apa kau akan mengadu pada Kakek?!” decak Cucu kedua Hans tersebut.Dia merengkuh kerah sang asisten hingga wajah mereka lebih dekat. “Katakan pada Kakek, bahwa aku hanya bermain-main di sini. Laporkan saja kerjaku tidak becus dan hanya membuang waktu dengan para wanita penghibur. Bukankah itu sudah cukup untuk memenuhi laporanmu tentangku?!”“Tuan, Anda tidak boleh—”“Berisik!” Denver kembali menyambar dan lantas melepas cekalan tangan dari kerah asistennya.Dia menyabit gelas vodkanya, lantas meneguk minumannya hingga tandas. Begitu cairan memabukkan itu mengaliri tenggorokannya, pria itu m
“Dokter, bicaralah dengan jujur. Istri saya sedang dalam bahaya, tapi bagaimana bisa Anda mengatakan sesuatu yang konyol?!” Jade memberang seiring amarah perih menjalari raganya. “Mohon maaf, Tuan. Kami tidak ada pilihan lain, sebab jika kami memaksa melakukan operasi untuk mengeluarkan pelurunya, bayi dalam kandungan istri Anda bisa dalam bahaya. Namun, apabila peluru itu tidak segera dikeluarkan, nyawa istri Anda bisa terancam,” balas Dokter itu dengan raut wajah gelisah. Memang, dirinya seperti menemui jalan buntu. Dia pun tidak bisa mengambil risiko sebab ini menyangkut hidup dan mati seseorang. “Se-sebab itu, kami menyerahkan keputusan pada Anda, selaku suaminya. Apapun pilihan—” “Pilihan?!” Jade lantas menyahut sebelum ucapan tenaga medis itu tuntas. “Apa yang Anda maksud dengan pilihan, Dokter? Anda sama saja meminta saya untuk membunuh salah satu dari mereka!” Manik abu pria tersebut tampak membesar dengan getir. Dirinya sungguh tak bisa mengambil keputusan mengenai perkar
Netra abu Jade membelalak selebar cakram begitu melihat peluru melesat ke dada kiri Anais. Sensasi terbakar bercampur perih, kini seolah menyobek jantung pria itu.“Tidak, Anais!” Dirinya buru-buru menuju istrinya, tapi tanpa dia tahu, Aretha malah mengarahkan pistol padanya.‘Dasar pasangan sialan! Lebih baik kalian ke neraka bersama!’ decak Adik angkat Anais itu dalam batin.Tangannya bersiap menarik pelatuk senjata apinya, tapi Carlein yang berada di belakang Jade, lebih dulu melesatkan tembakan hingga tepat mengenai lengan Aretha. Suara desingan peluru Cerlein sontak membuat semua orang tertegun, tapi Jade tanpa peduli hanya berlari pada Anais.Pria tersebut merengkuh sang istri yang masih terikat di kursi. Gelenyar merah pun merembes dari balik dress putih gading yang wanita itu kenakan. Dan begitu menyadari sang suami tiba, manik Anais pun bergetar seolah menemukan muaranya.“Jade … a-aku tahu kau akan datang. Kau pasti menemukanku di mana pun aku berada.” Anais bertutur dengan
***Nyaris satu jam, akhirnya Jade baru membuka ponselnya. Dan saat itu juga, keningnya mengernyit sebab ada beberapa panggilan tak terjawab dari sang istri. Dirinya yang kini berangkat menuju mansion Herakles, berupaya menelepon Anais kembali, tapi hasilnya nihil sebab istrinya tak mengangkat.“Mengapa dia tidak menerima panggilanku?” gumam Jade terserang bingung.“Mungkin saja Nyonya Anais saat ini sedang berbincang dengan Pimpinan, Tuan. Jadi Nyonya tidak sempat melihat ponselnya.” Carlein pun menyahut untuk menenangkan.Jika dipikir jernih, bisa saja itu benar, sehingga Jade pun membalas, “ya, mungkin. Terlebih lagi, Kakek sangat menantikan kelahiran bayi kami. Pasti Kakek mengajak Anais bicara banyak hal.”Jade menghela napas sembari merebahkan kepalanya di badan kursi mobilnya.‘Walau begitu, aku sangat cemas karena membiarkan Anais be
*** “Hei, mengapa di sini tidak ada minuman?!” Cedric membanting pintu lemari pendingin dengan emosi. Sepasang matanya yang cekung tampak mengerikan di wajahnya yang berang. Dia lantas menendang kursi, sampai membuat Aretha yang sedari tadi melihat sesuatu di laptopnya menjadi terusik. “Hah, sialan! Rumah macam apa ini?! Benar-benar memuakkan!” Cedric kembali mengumpat kasar. Sang adik yang sudah tidak tahan dengan tabiat kakaknya pun menyambar, “apa Kak Cedric buta? Di sana banyak air, apa susahnya minum air itu?!” “Aku tidak butuh air, berengsek! Tapi alkohol, alkohol, sialan! Aku benar-benar stress, jadi setidaknya berikan aku bir!” Putra sulung Tigris Devante itu kembali mendengus dengan amukan berapi-api. Dia yang merupakan seorang pecandu narkotika sudah kesulitan mendapat obat terlarangnya, hingga setiap hari hanya melampiaskannya pada minuman. “Aish, sial! Ini bukan bar. Jika Kakak ingin bir, pergilah ke bar atau club malam. Jadi berhentilah mengeluh dan mengumpat, karen
‘A-apa aku tidak salah lihat?’ Anais membatin seiring dengan maniknya yang berkedip.Dirinya tercengang mendapati Lariat Anne datang bersama seorang pria. Mungkin di mata publik itu adalah hal biasa, tapi bagi Anais ini sungguh tak terduga sebab pria yang tengah menemani Anne tak lain adalah Eldhan Hermeden.‘Apakah selama ini mereka saling kenal? Mengapa Anne bisa datang bersama Eldhan?’ sambung wanita itu dalam hati.Apa saja yang sudah Anais lewatkan? Dia cukup lama tidak melihat Eldhan sejak tahu bahwa pria tersebut memiliki perasaan padanya. Ya, meski saat itu Anais belum jatuh cinta pada Jade, tapi dirinya merasa aneh dan tak bisa menerima hati Eldhan.Dari lawan arah, Lariat Anne mendekat bersama Eldhan di sebelahnya. Dan seperti biasa, penampilan Anne yang glamor, kini diimbangi Eldhan yang tampil dengan setelan jas berkelas.“Selamat atas pelantikan Anda sebagai Presiden Direktur DV Group, Nona,” tuturnya disertai senyum anggun.Anais dengan santun pun membalas, “terima kasih,
“A-apakah pria yang ada di foto waktu itu adalah ayahmu?” Anais bertanya ragu-ragu, dan itu sekejap membuat Jade menaikkan kedua alisnya. “Foto apa yang kau maksud?” balas sang pria bertanya. Ada jeda beberapa saat sebelum Anais menjawab. Dan ya, wanita itu baru sadar bawah dulu dia masuk ke ruang rahasia penthouse Jade tanpa persetujuan suaminya. ‘Aish, mengapa aku jadi mengungkit masalah itu? Harusnya aku tidak usah membahas tentang ayahnya lagi ‘kan? Dia menyembunyikan foto-foto itu pasti karena suatu alasan. Sekarang dia pasti curiga padaku. Apa yang harus aku katakan?’ geming Anais bingung dalam batin. “Apa kau—” “Ma-maafkan aku, Jade.” Anais segera menyahut ucapan sang pria yang belum tuntas. “Saat itu, ketika kau memergoki diriku di ruang rahasia penthouse milikmu, aku tidak sengaja melihat foto anak laki-laki kecil bersama seorang pria. A-aku pikir, itu adalah dirimu dan ayah mertua.” Mendengar penjelasan sang istri, Jade sekarang ingat. Ya, untuk pertama kalinya, dia mel
Jade segera membuka amplop putih dari Carlein. Irisnya memindai penasaran sebab asistennya bilang dia telah ditipu. Dan ya, di bagian akhir surat hasil tes yang kini dipegangnya, Jade melihat jelas bahwa keterangannya negative! Dia bahkan membaca berkali-kali, khawatir bila matanya salah menilik. Akan tetapi, keterangannya memang menunjukan bahwa hasil tes DNA yang dia lakukan bersama Anais tidak cocok. “Apa arti surat ini, Carlein?” tukasnya menuntut penjelasan. Sang asisten segera menjawab dengan tegas. “Ini adalah hasil tes yang sebenarnya, Tuan. Dokter itu telah menipu Anda dengan memalsukan hasil tes menjadi positif karena permintaan seseorang.” Detik itu juga, manik abu Jade tampak menyorot tajam dengan alis saling mendapuk. Tak bisa dipungkiri bahwa dia sungguh senang jika ternyata dirinya dan Anais bukanlah saudara, tapi di sisi lain, pria tersebut pasti akan murka karena ada orang yang ingin main-main dengannya. Namun, Jade tak bisa langsung girang sebelum memastikan semua