Wajah Anais tampak mengeras dengan segala bendungan amarah. Bahkan sampai langit menggelap pun, dirinya masih dibuat dongkol juga. “Ah, ternyata Kak Anais baru kembali?” tukas Aretha melempar tanya. “Bagaimana kencan Kakak dengan pria itu? Tumben sekali Kakak ingat pulang?” Sungguh, bibir Aretha yang tersungging sinis sangatlah memacu pertikaian. Anais yang sudah geram, kini menyorot tajam dan segera menyambar, “Telan saja basa-basimu itu! Katakan, untuk apa kau masuk ke kamarku?!” Bukannya langsung menyahut, Aretha malah mengerutkan keningnya kesal, seolah-olah tak terima mendapat amukan tanpa alasan. “Mengapa Kak Anais begitu marah? Memangnya kita orang lain? Aku hanya memeriksa, apa Kakak sudah pulang atau belum?!” Sang Adik menimpali dengan tedasnya. Lucu sekali. Dia berlagak menjadi saudara, padahal sebelumnya telah berkoar pada Denver jika Anais bukan bagian dari keluarga sahnya. Sungguh gila, bukan? Tingkahnya itu seketika membuat rasa mual naik ke tenggorokan Anais. Wan
Belum juga Jade menjawab, mendadak ada ketukan di jendela mobilnya. Sepasang manik elangnya melirik malas, terlebih dia sudah tahu siapa orang yang mendatanginya.“Keluarlah!” tukas Denver sengit.Jade sama sekali tak menanggapi, tapi sang adik malah kian keras menggedor kaca limosin yang masih terparkir itu.“Aku bilang keluar, sialan!” Cucu kedua Hans tersebut kembali memberang, sampai-sampai menarik perhatian para Karyawan yang tengah berlalu.Carlein-asisten Jade yang berada di bangku kemudi pun bimbang. Dia merasa sang tuan sudah tak nyaman berada di tempat ini, tapi dirinya juga tak bisa langsung melesat saat adik Jade melaung-laung di dekat mobilnya.“Haruskah kita pergi sekarang, Tuan?” tukas Carlein bertanya.Jade tak merespon. Dengan dahi mengerut, ekor matanya memicing ke arah sang adik.“Jagalah sikapmu, Denver. Saat ini kau sedang tidak berada di hutan!” cecar Jade usai menurunkan sebagian kacanya.Sederet ucapan itu seketika memacu rasa geram naik ke pipi Denver. Tangann
“Ada apa, Nyonya Velma? Berita buruk apa yang Anda maksud?” tanya Anais seiring dengan irisnya yang berubah lebar.Dirinya menatap pegawai wanita dengan setelan ungu muda yang dijumpainya di lobi tadi. Dari tampang kurator itu, Anais bisa menerka bahwa dia memang membawa warta tak sedap.“Apakah ini tentang karya Cosseno tadi?” tukasnya menebak.Namun, jawaban yang dia dapatkan rupanya salah. Velma menggeleng dengan gelombang kecemasan melekat di wajahnya.“Ah, itu ….” Kata-katanya terpaksa dia hentikan saat menggulir maniknya pada Eldhan.Gelagatnya seolah meminta sang pria untuk pergi. Dan Eldhan menyadari, pasti perempuan itu membutuhkan ruang privat untuk berbicara dengan Anais.“Sepertinya kita harus sarapan bersama lain waktu. Hari ini ada kasus mendesak, jadi aku pergi dulu, Anais.” Pria tersebut menutur setelah meletakkan bungkusan makanan di meja.“Oh … baiklah,” balas sang wanita singkat.Dia lega karena Eldhan bisa mengerti keadaan ini. Bibirnya tersenyum sabit saat teman p
“Sialan! Apa yang sedang mereka lakukan?!”Aretha yang baru saja keluar mansion untuk menyambut Denver, langsung dibuat kebakaran jenggot kala melihat prianya tengah bersama Anais.‘Dasar, ini tidak bisa dibiarkan!’ batinnya dengan berang.Dia yang mengenakan gaun hitam berlengan buntung itu menderap cepat, meski kakinya berdiri di sepatu hak tinggi.“Menyingkir dari calon suamiku, wanita sialan!” sentak Aretha yang tanpa segan mendorong sang Kakak menjauh dari Denver.Gerakan brutal itu, seketika membuat si pria melepaskan cengkeraman. Bahkan Anais yang tiba-tiba mendapat serangan, nyaris saja ambruk.Beruntung wanita tersebut bisa menjaga keseimbangan tubuhnya, hingga dia langsung mengetahui sosok yang bertindak kurang ajar padanya.“Berani sekali Kak Anais menggoda Kak Denver lagi!” Aretha mendengus dengan tatapan berapi-api. “Pria ini sudah membuangmu, jadi harusnya kau sadar diri, Kak! Mengapa masih berusaha menempel padanya?! Apa Kakak pikir Denver akan kembali padamu?!” Sunggu
Nyaris saja Anais tersedak air yang baru diteguknya. Setiap pasang mata pun mengarah padanya seolah kesal dengan reaksi yang dia tunjukan. “Mengapa saya harus membantunya, Ayah?” tukas wanita tersebut menaikkan sepasang alisnya. Ya, Anais memang tak ingin berpura-pura baik jika menyangkut adik ataupun mantan tunangannya. Hatinya memanas, tapi dia berupaya menata iras mukanya agar tetap tenang. Dia mengencangkan dagu dan kembali berkata, “saat ini sudah banyak tim ahli yang mengurusi acara pertunangan maupun pernikahan. Lagi pula saya bukan perencana pesta, saya juga terlalu sibuk dengan pekerjaan.” Setiap nadanya seakan ditujukan pada sang adik dengan amat menekan. Wanita itu berpaling ke arah Tigris, rasa kesal membuat mulutnya lanjut menutur tajam. “Jadi maaf, saya tidak bisa memenuhi permintaan itu, Ayah!” Tanpa menunggu acara makan malam tersebut selesai, Anais sudah lebih dulu bangkit dari bangkunya. Perasaan risih pun membawanya mangkir usai berpamitan dengan Tigris dan Pin
‘Apa yang dilakukan pria aneh itu di tempatku?’ batin Anais bertanya-tanya.Baru beberapa menit dirinya melepas tegang, kini perkara lain timbul segera setelah Jade menghubunginya. Sungguh, dengan ini dia semakin tidak menyukai setiap tingkah pria tersebut.“Nyonya Velma, tolong katakan padanya bahwa jadwal saya sedang padat. Sehingga saya tidak bisa menemui tamu yang belum membuat janji,” tutur Anais pada Kuratornya.Namun, alih-alih menurut seperti biasanya, Velma masih mematung dengan tampang yang menyimpan banyak kecanggungan.Alisnya terangkat samar, lalu ragu-ragu berkata, “maaf, Nona. Orang itu bilang, ada sesuatu yang harus diserahkan langsung pada Anda.”Seketika, bagian dalam mulut Anais terasa kering. Rasa tak nyaman pun merasukinya hingga membuatnya geram.Bahkan belum sempat menimpali, Jade yang masih tersambung telepon dengannya pun bicara, “jika tidak keluar, saya yakin Anda pasti menyesalinya, Nona.”‘Sialan! Apa yang dikatakan pria tak waras ini?’ Anais bergeming mur
‘Dia yakin ingin bertemu denganku di tempat ini?’ Anais membatin dengan wajah tercengang.Lehernya tampak tegang seakan ada laba-laba yang merayapinya. Wanita itu sungguh ragu untuk melangkah ke dalam, terlebih saat membayangkan hanya ada dirinya dan Jade di ruangan tersebut.“Silakan masuk, Nona.” Carlein yang masih memegangi gagang pintu pun bertutur.Ucapan asisten Jade itu seketika membuyarkan Anais dari ketegunan. Dirinya bisa melihat Carlein yang memandangnya dengan tatapan aneh.Alih-alih meluruskan keadaan, Anais pun memberinya anggukan hormat dan segera melenggang ke arah Jade berada.‘Sial sekali wanita ini harus terlibat dengan Tuan,’ geming Carlein dalam benaknya.Bahkan asisten yang mengenal betul tabiat Jade, sungguh menyayangkan pertemuan sang tuan dengan Anais.Namun, hal yang terjadi kini bukanlah ranahnya. Carlein akan bersikap seperti biasa, menerima dan menjalankan setiap perintah yang dikemukakan oleh Jade.Sementara di dalam, derap sepatu hak tinggi Anais menjadi
‘Bahkan saat terdesak, wanita ini masih tak menjatuhkan egonya!’ Jade bergeming dalam batin.Netranya saling beradu dengan manik hazel Anais yang kini terpampang membara. Ya, meski hancur pun, Anais bukan tipe orang yang akan memohon untuk diselamatkan. “Jika Anda membutuhkan wanita untuk memuaskan nafsu Anda, silakan cari orang lain! Mengapa harus saya?!” dengusnya penuh gertakan.“Karena … ini adalah Anda. Saya menginginkan Anda, Nona!” Sang pria langsung menyambar dengan tegas.Dan ucapan itu, seketika membuat Anais tertegun. Rahangnya mengeras, giginya menggertak seolah ingin mengunyah Jade hidup-hidup.Dia yang sudah ingin menusuk pria itu dengan garpunya pun memberang, “Anda benar-benar gila!” Namun, reaksi Anais malah memacu api dalam dada sang pria bergelora. Jade mengukir seringai sinis seakan mengejek dirinya.“Anda harus tahu, saat ini wajah Anda tampak sangat merah, Nona,” tukas Jade masih memaku tatapan.Hal itu pun langsung membuat sensasi panas naik ke pipi Anais. “M
“Putramu sangat menggemaskan. Lebih baik kau bergabung bersama mereka,” tutur Hans tersenyum saat melihat Jade menggandeng anaknya. “Jade sudah menemaninya, aku akan di sini bersama Kakek.” Anais membalas selaras dengan bibirnya yang tertarik ke atas. Meski dia bilang seperti itu, tapi Hans tahu benar bahwa cicitnya lebih membutuhkan Anais. “Bukankah Kakek sudah bilang, Jade tidak ingin putranya berakhir seperti dirinya. Jadi, kau harus membantu suamimu agar dia bisa memberikan kasih sayang yang berlimpah pada anaknya.” Mendengar nasihat Hans, kali ini Anais tak bisa bersikeras. Usai pamit pada kakek mertuanya, wanita itu pun menghampiri Jade dan sang putra yang sudah rapi dengan pakaian berkuda. “Reins!” tukas Anais menyeru. Ya, River Reiner Herakles-yang akrab disapa Reins oleh Anais itu adalah bocah lelaki kecil yang menawan dan energik. Semakin dia tumbuh besar, rupa wajahnya semakin mirip dengan Jade. “Lihat aku, Mommy! Apa aku sudah mirip Daddy?” tukas River memamerkan pen
***“Sebaiknya Anda berhenti minum, Tuan,” tukas seorang lelaki yang merupakan Asisten Pribadi Denver selama di Asia.“Singkirkan tanganmu, sialan!”Alih-alih menurut, Denver malah menampik tangan asistennya seraya mengumpat geram. Dia justru mengisi gelasnya dengan vodka karena pikirannya sangat semrawut. Akan tetapi, lagi-lagi asistennya menahan saat dirinya hendak meneguk minumannya.“Mengapa? Apa kau akan mengadu pada Kakek?!” decak Cucu kedua Hans tersebut.Dia merengkuh kerah sang asisten hingga wajah mereka lebih dekat. “Katakan pada Kakek, bahwa aku hanya bermain-main di sini. Laporkan saja kerjaku tidak becus dan hanya membuang waktu dengan para wanita penghibur. Bukankah itu sudah cukup untuk memenuhi laporanmu tentangku?!”“Tuan, Anda tidak boleh—”“Berisik!” Denver kembali menyambar dan lantas melepas cekalan tangan dari kerah asistennya.Dia menyabit gelas vodkanya, lantas meneguk minumannya hingga tandas. Begitu cairan memabukkan itu mengaliri tenggorokannya, pria itu m
“Dokter, bicaralah dengan jujur. Istri saya sedang dalam bahaya, tapi bagaimana bisa Anda mengatakan sesuatu yang konyol?!” Jade memberang seiring amarah perih menjalari raganya. “Mohon maaf, Tuan. Kami tidak ada pilihan lain, sebab jika kami memaksa melakukan operasi untuk mengeluarkan pelurunya, bayi dalam kandungan istri Anda bisa dalam bahaya. Namun, apabila peluru itu tidak segera dikeluarkan, nyawa istri Anda bisa terancam,” balas Dokter itu dengan raut wajah gelisah. Memang, dirinya seperti menemui jalan buntu. Dia pun tidak bisa mengambil risiko sebab ini menyangkut hidup dan mati seseorang. “Se-sebab itu, kami menyerahkan keputusan pada Anda, selaku suaminya. Apapun pilihan—” “Pilihan?!” Jade lantas menyahut sebelum ucapan tenaga medis itu tuntas. “Apa yang Anda maksud dengan pilihan, Dokter? Anda sama saja meminta saya untuk membunuh salah satu dari mereka!” Manik abu pria tersebut tampak membesar dengan getir. Dirinya sungguh tak bisa mengambil keputusan mengenai perkar
Netra abu Jade membelalak selebar cakram begitu melihat peluru melesat ke dada kiri Anais. Sensasi terbakar bercampur perih, kini seolah menyobek jantung pria itu.“Tidak, Anais!” Dirinya buru-buru menuju istrinya, tapi tanpa dia tahu, Aretha malah mengarahkan pistol padanya.‘Dasar pasangan sialan! Lebih baik kalian ke neraka bersama!’ decak Adik angkat Anais itu dalam batin.Tangannya bersiap menarik pelatuk senjata apinya, tapi Carlein yang berada di belakang Jade, lebih dulu melesatkan tembakan hingga tepat mengenai lengan Aretha. Suara desingan peluru Cerlein sontak membuat semua orang tertegun, tapi Jade tanpa peduli hanya berlari pada Anais.Pria tersebut merengkuh sang istri yang masih terikat di kursi. Gelenyar merah pun merembes dari balik dress putih gading yang wanita itu kenakan. Dan begitu menyadari sang suami tiba, manik Anais pun bergetar seolah menemukan muaranya.“Jade … a-aku tahu kau akan datang. Kau pasti menemukanku di mana pun aku berada.” Anais bertutur dengan
***Nyaris satu jam, akhirnya Jade baru membuka ponselnya. Dan saat itu juga, keningnya mengernyit sebab ada beberapa panggilan tak terjawab dari sang istri. Dirinya yang kini berangkat menuju mansion Herakles, berupaya menelepon Anais kembali, tapi hasilnya nihil sebab istrinya tak mengangkat.“Mengapa dia tidak menerima panggilanku?” gumam Jade terserang bingung.“Mungkin saja Nyonya Anais saat ini sedang berbincang dengan Pimpinan, Tuan. Jadi Nyonya tidak sempat melihat ponselnya.” Carlein pun menyahut untuk menenangkan.Jika dipikir jernih, bisa saja itu benar, sehingga Jade pun membalas, “ya, mungkin. Terlebih lagi, Kakek sangat menantikan kelahiran bayi kami. Pasti Kakek mengajak Anais bicara banyak hal.”Jade menghela napas sembari merebahkan kepalanya di badan kursi mobilnya.‘Walau begitu, aku sangat cemas karena membiarkan Anais be
*** “Hei, mengapa di sini tidak ada minuman?!” Cedric membanting pintu lemari pendingin dengan emosi. Sepasang matanya yang cekung tampak mengerikan di wajahnya yang berang. Dia lantas menendang kursi, sampai membuat Aretha yang sedari tadi melihat sesuatu di laptopnya menjadi terusik. “Hah, sialan! Rumah macam apa ini?! Benar-benar memuakkan!” Cedric kembali mengumpat kasar. Sang adik yang sudah tidak tahan dengan tabiat kakaknya pun menyambar, “apa Kak Cedric buta? Di sana banyak air, apa susahnya minum air itu?!” “Aku tidak butuh air, berengsek! Tapi alkohol, alkohol, sialan! Aku benar-benar stress, jadi setidaknya berikan aku bir!” Putra sulung Tigris Devante itu kembali mendengus dengan amukan berapi-api. Dia yang merupakan seorang pecandu narkotika sudah kesulitan mendapat obat terlarangnya, hingga setiap hari hanya melampiaskannya pada minuman. “Aish, sial! Ini bukan bar. Jika Kakak ingin bir, pergilah ke bar atau club malam. Jadi berhentilah mengeluh dan mengumpat, karen
‘A-apa aku tidak salah lihat?’ Anais membatin seiring dengan maniknya yang berkedip.Dirinya tercengang mendapati Lariat Anne datang bersama seorang pria. Mungkin di mata publik itu adalah hal biasa, tapi bagi Anais ini sungguh tak terduga sebab pria yang tengah menemani Anne tak lain adalah Eldhan Hermeden.‘Apakah selama ini mereka saling kenal? Mengapa Anne bisa datang bersama Eldhan?’ sambung wanita itu dalam hati.Apa saja yang sudah Anais lewatkan? Dia cukup lama tidak melihat Eldhan sejak tahu bahwa pria tersebut memiliki perasaan padanya. Ya, meski saat itu Anais belum jatuh cinta pada Jade, tapi dirinya merasa aneh dan tak bisa menerima hati Eldhan.Dari lawan arah, Lariat Anne mendekat bersama Eldhan di sebelahnya. Dan seperti biasa, penampilan Anne yang glamor, kini diimbangi Eldhan yang tampil dengan setelan jas berkelas.“Selamat atas pelantikan Anda sebagai Presiden Direktur DV Group, Nona,” tuturnya disertai senyum anggun.Anais dengan santun pun membalas, “terima kasih,
“A-apakah pria yang ada di foto waktu itu adalah ayahmu?” Anais bertanya ragu-ragu, dan itu sekejap membuat Jade menaikkan kedua alisnya. “Foto apa yang kau maksud?” balas sang pria bertanya. Ada jeda beberapa saat sebelum Anais menjawab. Dan ya, wanita itu baru sadar bawah dulu dia masuk ke ruang rahasia penthouse Jade tanpa persetujuan suaminya. ‘Aish, mengapa aku jadi mengungkit masalah itu? Harusnya aku tidak usah membahas tentang ayahnya lagi ‘kan? Dia menyembunyikan foto-foto itu pasti karena suatu alasan. Sekarang dia pasti curiga padaku. Apa yang harus aku katakan?’ geming Anais bingung dalam batin. “Apa kau—” “Ma-maafkan aku, Jade.” Anais segera menyahut ucapan sang pria yang belum tuntas. “Saat itu, ketika kau memergoki diriku di ruang rahasia penthouse milikmu, aku tidak sengaja melihat foto anak laki-laki kecil bersama seorang pria. A-aku pikir, itu adalah dirimu dan ayah mertua.” Mendengar penjelasan sang istri, Jade sekarang ingat. Ya, untuk pertama kalinya, dia mel
Jade segera membuka amplop putih dari Carlein. Irisnya memindai penasaran sebab asistennya bilang dia telah ditipu. Dan ya, di bagian akhir surat hasil tes yang kini dipegangnya, Jade melihat jelas bahwa keterangannya negative! Dia bahkan membaca berkali-kali, khawatir bila matanya salah menilik. Akan tetapi, keterangannya memang menunjukan bahwa hasil tes DNA yang dia lakukan bersama Anais tidak cocok. “Apa arti surat ini, Carlein?” tukasnya menuntut penjelasan. Sang asisten segera menjawab dengan tegas. “Ini adalah hasil tes yang sebenarnya, Tuan. Dokter itu telah menipu Anda dengan memalsukan hasil tes menjadi positif karena permintaan seseorang.” Detik itu juga, manik abu Jade tampak menyorot tajam dengan alis saling mendapuk. Tak bisa dipungkiri bahwa dia sungguh senang jika ternyata dirinya dan Anais bukanlah saudara, tapi di sisi lain, pria tersebut pasti akan murka karena ada orang yang ingin main-main dengannya. Namun, Jade tak bisa langsung girang sebelum memastikan semua