“Berengsek! Beraninya jalang itu melompat ke jurang!” umpat sosok lelaki yang nyaris menembak Anais.Beberapa rekannya terkejut dan buru-buru menengok ke dasar tebing, tetapi tempat curam itu terlihat gelap hingga mereka tak bisa melihat Anais.“Apa dia benar-benar mati?” sahut pria dengan perawakan gempal.Lelaki yang mengenakan masker seketika menyahut, “siapa yang tahu? Tentu saja kita harus turun ke jurang dan memastikan wanita itu sudah lenyap!”Ya, sekelompok pembunuh bayaran professional itu akan bekerja sampai akhir. Mereka memegang teguh prinsipnya bahwa klien harus melihat mayat targetnya, untuk mendapat sisa pembayaran. Tanpa basa-basi, segerombol lelaki beringas tadi mencari jalur turun untuk menemukan Anais entah hidup atau mati.Sementara di bawah sana, Anais yang baru saja jatuh dari tebing masih beruntung karena Tuhan belum ada niat mencabut nyawanya. Barutan luka berdarah memenuhi lengan dan kakinya, perut dan lututnya menghantam bebatuan beberapa kali hingga rasa nye
“Tuan, semua orang sudah menunggu Nona Anais. Apakah Anda sudah bisa menghubungi beliau?” Seorang pria keluar dari ruang rapat dan bicara dengan nada cemas pada Malgun. Kuasa hukum mendiang Esteban itu semakin dirundung gelisah, terlebih tatapan Pineti juga kian mengejeknya seolah berkata, ‘rasakanlah kalian!’ “Maaf, bagaimana, Tuan Malgun?” desak pria tadi. Malgun yang tak bisa memberi janji, hanya menghela napas resah dan lantas menjawab, “sebentar lagi saya akan masuk dan bicara dengan semua orang. Sepertinya Nona Anais masih terjebak macet.” Sederet kalimat lelaki itu seketika mendapat seringai miring dari Pineti. Aretha hanya menatapnya tajam sementara Cedric langsung mendengus, “Tuan Malgun yang terhormat. Apa Anda tidak mendengar ucapan Ibu saya? Anais tidak bisa datang, mau Anda menunggunya sampai kiamat sekalipun, Anais tidak mungkin menghadiri rapat hari ini!” “Siapa yang kau maksud tidak datang?” Dari ujung koridor, sosok wanita dengan suit hitam dan sepatu hak tinggi
“Tuan!”Carlein tersentak saat melihat Jade terkena tembakan. Dia yang semula berdiri di dekat limosin mewah, seketika berlari menghampiri Jade.“Tuan?!” tukasnya semakin cemas saat menyadari anak timah bersarang di bahu sang tuan.“Aku baik-baik saja.” Jade menyambar dengan suara tertahan. “Temukan si berengsek itu, dia hampir membunuh istriku!”“B-baik, Tuan!”Mendengar titah atasannya, Carlein segera berpaling ke segala arah. Netra tajamnya berhasil menangkap sosok pria dengan pakaian serba hitam, juga topi berwarna senada menyingkur dari gedung sebelah. Dengan sigap, Carlein pun berlari mengejar pria sialan tersebut.Sementara itu, beberapa meter dari lobi DV Group, Aretha dan Pineti yang menyaksikan insiden dari mobil menjadi amat geram.“Aish, berengsek!” Nyonya Devante tersebut memaki dengan dongkolnya. “Mengapa lagi-lagi kita gagal? Semua pembunuh bayaran itu benar-benar tidak becus bekerja!”Mata bulat Aretha membelalak, dia kesal karena rencana cadangan kali ini juga tak ses
‘Apa dia bilang? Suka? Jade menyukaiku?!’ batin Anais terus terusik dengan kalimat sang suami. ‘Aish … mustahil! Itu benar-benar tidak mungkin. Dia pasti hanya asal bicara, bahkan sebelumnya dia juga mengingau ‘kan?’Wanita itu akhirnya terjaga sepanjang malam. Rasa penasaran mendominasi, tapi sialnya dia tak bisa memastikan sebab demam menyerang suaminya.‘Aish, sial! Memangnya itu penting? Sadarlah, Anais. Sebenarnya apa yang kau pikirkan?!’ gemingnya memeringati diri sendiri.Meski kesal sampai membuatnya tak bisa tidur, pagi ini Anais kembali mendatangi Jade dengan membawa sandwich dan susu hangat. Begitu masuk, dia disambut tatapan datar Jade yang bersandar di badan ranjang.“Kau sudah bangun?” Anais mendekati Jade dengan segan.“A-aku membawa sarapan untukmu,” sambungnya saat meletakkan nampan di atas nakas.Alih-alih menyahut, Jade hanya bungkam memperhatikan gelagat sang istri yang tampak canggung padanya.Namun, belum sempat Jade membuka tanya, Anais lebih dulu berkata, “baga
Jade semakin berat membuka suara seolah mulutnya menelan lem. Sikapnya itu tentu semakin membuat kecurigaan Anais menggunung.Dengan leher menegang, wanita itu kembali mendesak. “Apa menjawabnya begitu sulit? Kau tidak bisu, jadi jawab aku, Jade. Jangan hanya diam seperti seorang pecundang!”Alih-alih langsung menyahut, Jade malah melangkah mendekati sang istri. Dia meraih tangan Anais dan hendak membawanya ke tempat yang lebih privat, tapi sang wanita lekas menampik cekalan itu seakan Jade membawa wabah.“Jangan mendekat sebelum kau mengatakan semuanya!” sungut Anais menarik batas.“Apa kau lebih percaya pada Denver yang jelas-jelas berengsek?” Akhirnya Jade angkat bicara dengan sorot dinginnya.Iris Anais gemetar mendapati Jade malah berkilah seakan menghindari pertanyaan.“Jika memang itu tidak benar,
***Jade mengulurkan tangannya pada Anais yang hari ini keluar rumah sakit. Akan tetapi, tingkahnya itu malah mendapat kernyitan dari sang istri.“Apa yang kau inginkan?” tutur Anais bingung.“Kau sedang hamil, Dokter memintaku menjagamu. Peganglah, jangan sampai kau jatuh.” Pria tersebut menyahut dengan wajah datar.Anais belum benar-benar mempercayainya, jadi dia masih meragukan setiap tindakan Jade.“Aku hamil, bukan berarti aku tidak bisa jalan sendiri. Dan lagi, aku bukan anak kecil. Aku tidak mungkin jatuh hanya dengan berjalan!” sambar Anais yang lantas mangkir menuju pintu keluar.Namun, Jade beranjak dan menghadang istrinya tersebut.Dengan tatapan dominan, pria yang akan menjadi ayah itu mendengus, “pegang tanganku atau aku akan menggendongmu!”Sungguh, Anais nyaris tak percaya ucapan itu keluar dari mulut Jade. Dia ingin menyentak, tapi suaranya terpaksa tersangkut di tenggorokan saat menyadari Carlein ada di luar pintu.Meski mulutnya bungkam, tapi sorot mata asisten Jade
‘Apa maksud berandal ini?’ batin Hans dalam hati. Dia menilik dokumen yang disodorkan Jade di atas meja. Begitu membaca isinya, sepasang iris abunya membola. “Bagaimana mungkin kau bisa mendapatkannya?” tukasnya menatap tak percaya. “Bukankah La Huerta Golf setimpal dengan tanah Dante’s Gallery, Kakek?” Jade menyahut selaras dengan netranya yang tajam. Bukannya langsung menyetujui asumsi Jade, Hans masih terpaku pada keterangan di file yang dipegangnya. Tempat elit milik I&S Group yang biasa didatanginya untuk bermain golf, kini berhasil ditaklukkan cucunya?! “Kakek pasti tahu berapa nilai La Huerta Golf sebab I&S Group mustahil memiliki gedung maupun property rendahan. Ini sebanding dengan Dante’s Gallery, bahkan mungkin lebih menjanjikan jika Kakek membangun Hotel Herakles di sana.” Jade kembali berkata dengan wajah dinginnya. Jika ditelaah, pasti Hera Group akan meraup banyak keuntungan karena pada dasarnya La Huerta sudah menjadi langganan para konglomerat di penjuru San Pedr
“Kau benar-benar ingin bayi ini lahir?” Anais bertanya usai bungkam beberapa saat. Tatapannya menyelami manik abu Jade yang kini memandangnya lekat. “Tentu saja, karena itu anakku,” balas pria tersebut tanpa ragu. Ya, dia yang telah merasakan pengasingan dari orang tuanya sejak lahir, bahkan mendapat imbas kebencian ibunya sampai sekarang, tentu tak ingin nasibnya dialami oleh darah dagingnya. Dengan manik berangsur tajam, Jade kembali melanjutkan. “Aku akan membuat kerjaan bisnis yang mendominasi seluruh San Pedro, di mana anak ini menjadi rajanya.” Sungguh, Anais langsung tertegun mendengar ambisi besar suaminya. Dia tak menyangka akan sampai pada momen ini, padahal pria itu akan meninggalkannya usai kontrak pernikahan mereka berakhir. “Kau tidak bisa mengambil anakku, Jade!” sahut Anais yang lantas membuat lawan bincangnya mengernyit. “Aku yang mengandungnya, aku yang akan melahirkannya. Jadi kau tidak berhak merebutnya dariku setelah kita berpisah, tidak akan pernah!” Mendap
“Putramu sangat menggemaskan. Lebih baik kau bergabung bersama mereka,” tutur Hans tersenyum saat melihat Jade menggandeng anaknya. “Jade sudah menemaninya, aku akan di sini bersama Kakek.” Anais membalas selaras dengan bibirnya yang tertarik ke atas. Meski dia bilang seperti itu, tapi Hans tahu benar bahwa cicitnya lebih membutuhkan Anais. “Bukankah Kakek sudah bilang, Jade tidak ingin putranya berakhir seperti dirinya. Jadi, kau harus membantu suamimu agar dia bisa memberikan kasih sayang yang berlimpah pada anaknya.” Mendengar nasihat Hans, kali ini Anais tak bisa bersikeras. Usai pamit pada kakek mertuanya, wanita itu pun menghampiri Jade dan sang putra yang sudah rapi dengan pakaian berkuda. “Reins!” tukas Anais menyeru. Ya, River Reiner Herakles-yang akrab disapa Reins oleh Anais itu adalah bocah lelaki kecil yang menawan dan energik. Semakin dia tumbuh besar, rupa wajahnya semakin mirip dengan Jade. “Lihat aku, Mommy! Apa aku sudah mirip Daddy?” tukas River memamerkan pen
***“Sebaiknya Anda berhenti minum, Tuan,” tukas seorang lelaki yang merupakan Asisten Pribadi Denver selama di Asia.“Singkirkan tanganmu, sialan!”Alih-alih menurut, Denver malah menampik tangan asistennya seraya mengumpat geram. Dia justru mengisi gelasnya dengan vodka karena pikirannya sangat semrawut. Akan tetapi, lagi-lagi asistennya menahan saat dirinya hendak meneguk minumannya.“Mengapa? Apa kau akan mengadu pada Kakek?!” decak Cucu kedua Hans tersebut.Dia merengkuh kerah sang asisten hingga wajah mereka lebih dekat. “Katakan pada Kakek, bahwa aku hanya bermain-main di sini. Laporkan saja kerjaku tidak becus dan hanya membuang waktu dengan para wanita penghibur. Bukankah itu sudah cukup untuk memenuhi laporanmu tentangku?!”“Tuan, Anda tidak boleh—”“Berisik!” Denver kembali menyambar dan lantas melepas cekalan tangan dari kerah asistennya.Dia menyabit gelas vodkanya, lantas meneguk minumannya hingga tandas. Begitu cairan memabukkan itu mengaliri tenggorokannya, pria itu m
“Dokter, bicaralah dengan jujur. Istri saya sedang dalam bahaya, tapi bagaimana bisa Anda mengatakan sesuatu yang konyol?!” Jade memberang seiring amarah perih menjalari raganya. “Mohon maaf, Tuan. Kami tidak ada pilihan lain, sebab jika kami memaksa melakukan operasi untuk mengeluarkan pelurunya, bayi dalam kandungan istri Anda bisa dalam bahaya. Namun, apabila peluru itu tidak segera dikeluarkan, nyawa istri Anda bisa terancam,” balas Dokter itu dengan raut wajah gelisah. Memang, dirinya seperti menemui jalan buntu. Dia pun tidak bisa mengambil risiko sebab ini menyangkut hidup dan mati seseorang. “Se-sebab itu, kami menyerahkan keputusan pada Anda, selaku suaminya. Apapun pilihan—” “Pilihan?!” Jade lantas menyahut sebelum ucapan tenaga medis itu tuntas. “Apa yang Anda maksud dengan pilihan, Dokter? Anda sama saja meminta saya untuk membunuh salah satu dari mereka!” Manik abu pria tersebut tampak membesar dengan getir. Dirinya sungguh tak bisa mengambil keputusan mengenai perkar
Netra abu Jade membelalak selebar cakram begitu melihat peluru melesat ke dada kiri Anais. Sensasi terbakar bercampur perih, kini seolah menyobek jantung pria itu.“Tidak, Anais!” Dirinya buru-buru menuju istrinya, tapi tanpa dia tahu, Aretha malah mengarahkan pistol padanya.‘Dasar pasangan sialan! Lebih baik kalian ke neraka bersama!’ decak Adik angkat Anais itu dalam batin.Tangannya bersiap menarik pelatuk senjata apinya, tapi Carlein yang berada di belakang Jade, lebih dulu melesatkan tembakan hingga tepat mengenai lengan Aretha. Suara desingan peluru Cerlein sontak membuat semua orang tertegun, tapi Jade tanpa peduli hanya berlari pada Anais.Pria tersebut merengkuh sang istri yang masih terikat di kursi. Gelenyar merah pun merembes dari balik dress putih gading yang wanita itu kenakan. Dan begitu menyadari sang suami tiba, manik Anais pun bergetar seolah menemukan muaranya.“Jade … a-aku tahu kau akan datang. Kau pasti menemukanku di mana pun aku berada.” Anais bertutur dengan
***Nyaris satu jam, akhirnya Jade baru membuka ponselnya. Dan saat itu juga, keningnya mengernyit sebab ada beberapa panggilan tak terjawab dari sang istri. Dirinya yang kini berangkat menuju mansion Herakles, berupaya menelepon Anais kembali, tapi hasilnya nihil sebab istrinya tak mengangkat.“Mengapa dia tidak menerima panggilanku?” gumam Jade terserang bingung.“Mungkin saja Nyonya Anais saat ini sedang berbincang dengan Pimpinan, Tuan. Jadi Nyonya tidak sempat melihat ponselnya.” Carlein pun menyahut untuk menenangkan.Jika dipikir jernih, bisa saja itu benar, sehingga Jade pun membalas, “ya, mungkin. Terlebih lagi, Kakek sangat menantikan kelahiran bayi kami. Pasti Kakek mengajak Anais bicara banyak hal.”Jade menghela napas sembari merebahkan kepalanya di badan kursi mobilnya.‘Walau begitu, aku sangat cemas karena membiarkan Anais be
*** “Hei, mengapa di sini tidak ada minuman?!” Cedric membanting pintu lemari pendingin dengan emosi. Sepasang matanya yang cekung tampak mengerikan di wajahnya yang berang. Dia lantas menendang kursi, sampai membuat Aretha yang sedari tadi melihat sesuatu di laptopnya menjadi terusik. “Hah, sialan! Rumah macam apa ini?! Benar-benar memuakkan!” Cedric kembali mengumpat kasar. Sang adik yang sudah tidak tahan dengan tabiat kakaknya pun menyambar, “apa Kak Cedric buta? Di sana banyak air, apa susahnya minum air itu?!” “Aku tidak butuh air, berengsek! Tapi alkohol, alkohol, sialan! Aku benar-benar stress, jadi setidaknya berikan aku bir!” Putra sulung Tigris Devante itu kembali mendengus dengan amukan berapi-api. Dia yang merupakan seorang pecandu narkotika sudah kesulitan mendapat obat terlarangnya, hingga setiap hari hanya melampiaskannya pada minuman. “Aish, sial! Ini bukan bar. Jika Kakak ingin bir, pergilah ke bar atau club malam. Jadi berhentilah mengeluh dan mengumpat, karen
‘A-apa aku tidak salah lihat?’ Anais membatin seiring dengan maniknya yang berkedip.Dirinya tercengang mendapati Lariat Anne datang bersama seorang pria. Mungkin di mata publik itu adalah hal biasa, tapi bagi Anais ini sungguh tak terduga sebab pria yang tengah menemani Anne tak lain adalah Eldhan Hermeden.‘Apakah selama ini mereka saling kenal? Mengapa Anne bisa datang bersama Eldhan?’ sambung wanita itu dalam hati.Apa saja yang sudah Anais lewatkan? Dia cukup lama tidak melihat Eldhan sejak tahu bahwa pria tersebut memiliki perasaan padanya. Ya, meski saat itu Anais belum jatuh cinta pada Jade, tapi dirinya merasa aneh dan tak bisa menerima hati Eldhan.Dari lawan arah, Lariat Anne mendekat bersama Eldhan di sebelahnya. Dan seperti biasa, penampilan Anne yang glamor, kini diimbangi Eldhan yang tampil dengan setelan jas berkelas.“Selamat atas pelantikan Anda sebagai Presiden Direktur DV Group, Nona,” tuturnya disertai senyum anggun.Anais dengan santun pun membalas, “terima kasih,
“A-apakah pria yang ada di foto waktu itu adalah ayahmu?” Anais bertanya ragu-ragu, dan itu sekejap membuat Jade menaikkan kedua alisnya. “Foto apa yang kau maksud?” balas sang pria bertanya. Ada jeda beberapa saat sebelum Anais menjawab. Dan ya, wanita itu baru sadar bawah dulu dia masuk ke ruang rahasia penthouse Jade tanpa persetujuan suaminya. ‘Aish, mengapa aku jadi mengungkit masalah itu? Harusnya aku tidak usah membahas tentang ayahnya lagi ‘kan? Dia menyembunyikan foto-foto itu pasti karena suatu alasan. Sekarang dia pasti curiga padaku. Apa yang harus aku katakan?’ geming Anais bingung dalam batin. “Apa kau—” “Ma-maafkan aku, Jade.” Anais segera menyahut ucapan sang pria yang belum tuntas. “Saat itu, ketika kau memergoki diriku di ruang rahasia penthouse milikmu, aku tidak sengaja melihat foto anak laki-laki kecil bersama seorang pria. A-aku pikir, itu adalah dirimu dan ayah mertua.” Mendengar penjelasan sang istri, Jade sekarang ingat. Ya, untuk pertama kalinya, dia mel
Jade segera membuka amplop putih dari Carlein. Irisnya memindai penasaran sebab asistennya bilang dia telah ditipu. Dan ya, di bagian akhir surat hasil tes yang kini dipegangnya, Jade melihat jelas bahwa keterangannya negative! Dia bahkan membaca berkali-kali, khawatir bila matanya salah menilik. Akan tetapi, keterangannya memang menunjukan bahwa hasil tes DNA yang dia lakukan bersama Anais tidak cocok. “Apa arti surat ini, Carlein?” tukasnya menuntut penjelasan. Sang asisten segera menjawab dengan tegas. “Ini adalah hasil tes yang sebenarnya, Tuan. Dokter itu telah menipu Anda dengan memalsukan hasil tes menjadi positif karena permintaan seseorang.” Detik itu juga, manik abu Jade tampak menyorot tajam dengan alis saling mendapuk. Tak bisa dipungkiri bahwa dia sungguh senang jika ternyata dirinya dan Anais bukanlah saudara, tapi di sisi lain, pria tersebut pasti akan murka karena ada orang yang ingin main-main dengannya. Namun, Jade tak bisa langsung girang sebelum memastikan semua