“Jangan masuk! Aku tidak ingin bicara denganmu!” seru Iris berlari ke pintu untuk mengunci pintu kamarnya.Tapi dia terlambat. Hugo membuka pintu dan keduanya saling berhadapan.Iris berhenti di depan pintu. Wajahnya tegang memandang sepupunya di depan.“Aku bilang jangan masuk! Tidak ada yang ingin aku bicarakan denganmu!” Dia dengan paksa mendorong Hugo keluar dari kamarnya.Tapi Hugo menangkap tangannya dan mendorong Iris masuk ke kamarnya sebelum menutup pintu di belakang.“Apa yang kamu lakukan! Keluar!” teriak Iris panik dan cemas.Wajah Hugi tampak ekspresi menatap Iris. “Aku tidak akan memperkosamu, jangan membuat ekspresi seperti itu," desisnya dengan suara rendah.Iris menepis tangannya dan mundur sambil menyilangkan tangan di depan dada, menatapnya waspada.“Apa yang kamu inginkan?”Hugo tidak menjawab. Dia memandang ke sekeliling kamar Iris. “Aku dengar kamu selalu mengurung diri kamar. Keluarlah mencari udara segar. Mengurung diri tidak baik dan membuatmu tertekan.”“Kamu
Iris memejamkan mata dengan gemetar dan menggelengkan kepalanya menolak bibir Hugo yang memaksakan ciuman padanya. Jijik dan takut memenuhi dadanya. Bukan pertama kali Hugo memaksakan ciuman padanya. Tapi kali ini Iris tidak bisa mentoleransi dengan perilaku sepupunya.“Hmp-!” Iris mengatupkan bibirnya dan berusaha mendorong Hugo dengan kuat.Hugo menggeram menangkap tangan Iris dan menekan pergelangan tangannya di atas kepala wanita itu. Salah satu tangannya turun meraba-raba paha Iris.Iris membelalak ngeri merasakan bahaya pada dirinya. Dia memberontak dalam kungkungan tubuh Hugo dan engggunakan lututnya menendang bagian pribadi pria itu.Hugo seolah bisa mengantisipasi serangan Iris dan menangkap lututnya. Dia enarik kaki Iris terangkat ke pahanya dan menekan bagian intimnya keras ke perut wanita itu, membuktikan tanda gairahnya. Bibirnya turun ke leher Iris dan menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam.Iris merasa mulas dan ngeri dalam dadanya merasakan hasrat Hugo menekan perutnya.
Iris berhenti di depan ruang tunggu spesialis Obgyn dan melihat banyak antrean wanita hamil yang sedang menunggu pemeriksaan di ruang tunggu. Mereka mendongak memandang Iris dengan tatapan ingin tahu, mungkin karena penasaran dengan penampilannya yang terkesan mewah atau karena pria yang berpakaian serba hitam mengikutinya di belakang.Iris berbalik menghadap Hugo yang setia mengikutinya di belakang.“Pergilah, kamu membuatku tidak nyaman.”Marcus menggelengkan kepala dengan ekspresi datar.“Maaf Nona, aku tidak bisa meninggalkanmu.” Dia kemudian memandang ke sekeliling melihat antrean ibu hamil masih banyak.“Nona, kamu seharusnya bilang jika ingin memeriksa kandungan. Aku akan menghubungi kepala rumah sakit untuk memberimu pemeriksaan pribadi agar tidak perlu mengantre, Nona.”Iris mendengus menyilangkan tangannya di depan dada. “Mengapa aku harus memberitahumu? Memangnya kamu suamiku hingga memutuskan semuanya untukku?” balasnya mencemooh.Marcus berdeham mendengar ucapan terakhir
“Wah, apa suamimu yang mengirim pengawal untuk menjagamu? Itu romantis sekali,” ujar wanita itu.Iris mendengus getir. Dia mendekatkan wajahnya ke wanita itu dan balas berbisik dengan suara pelan yang tidak bisa didengar Marcus.“Dia tidak dikirim oleh suamiku. Tapi dikirim oleh keluargaku untuk mengawasiku.”Iris tidak ingin memberitahu bahwa Hugo yang mengirim Marcus untuk mengawasinya. Akan terdengar tidak memalukan jika lelaki lain menahan dan mengawasi seorang wanita yang sudah bersuami dan sedang hamil.“Hah?” Wanita itu menatap Iris heran. “Lalu di mana suamimu? Mengapa mereka mengawasimu?”Iris menggigit bibir bawahnya dan menatap wanita itu dengan tatapan penuh harap.“Keluargaku tidak menyukai suamiku. Mereka memisahkan kami dan tidak membiarkan kami bertemu. Aku sangat ingin bertemu dengan suamiku,” ujarnya kecut. Wanita itu menatap Iris prihatin. Dia meraih tangan Iris menghiburnya. “Apa kamu ingin aku membantumu lepas dari pengawasan orang itu?” bisiknya dengan suara pel
Iris berjalan cepat sambil menundukkan kepalanya menghindar ketika dia melihat beberapa pria bersetelan seperti Marcus di mana-mana. Untunglah dia sudah mengganti gaunnya dengan seragam perawat yang diambil di ruang ganti.Iris menggigit bibirnya bawahnya cemas melihat ada begitu banyak pria berpakaian setelan hitam di mana seolah mereka sedang mencari seseorang. Bahkan ada yang berjaga di pintu keluar rumah sakit, membuatnya tidak bisa keluar.Apa yang terjadi? Apa mereka mencarinya?Dia pikir hanya Marcus orang yang mengawasinya.“Apa sih yang diperbuat Hugo,” gerutu Iris panik melihat dari kejauhan Marcus tampak sedang berbicara dengan seorang pria tua yang mengenakan jas putih dokter, yang terlihat seperti orang penting.Iris langsung menunduk ketika pandangan Marcus tertuju padanya. Dia berjalan dengan senormal mungkin mendorong keranjang berisi obat-obatan. Untunglah dia mengenakan masker steril hingga wajahnya tidak bisa dikenali.Dia melirik dari ujung matanya melihat Marcus
Keduanya terengah-engah dengan tubuh saling menempel di dinding dengan pakaian yang berantakan. Bagian depan seragam Iris terbuka memperlihat lembah payudarannya yang lembab dan menggoda. Roknya kusut dan terangkat sampai ke atas pinggul, sementara potongan celana dalam Iris tergelatak robek di lantai gudang.Pemandangan itu sangat menggoda Aiden dan membuatnya ingin melanjutkan ronde selanjutnya, tapi dia menahan dirinya.Aiden menyandarkan keningnya ke sisi wajah Iris. “Apa aku terlalu keras” bisiknya serak meraba-raba perut Iris.“Hmmm ... lumayan, tapi tidak menyakitiku,” balas Iris malu-malu.Aiden menyeringai puas. Ekspresi wajahnya berubah lembut. Dia mencium sudut bibirnya dengan lembut tanpa nafsu.“Aku sangat merindukanmu.”“Aku juga. Aku merindukanmu dan Dimitri,” Iris memeluk pinggang Aiden dan menyandarkan wajahnya di dada bidang pria itu. semua keluhan, kecemasan dan kerinduannya menguap saat bersama pria itu.Aiden balas memeluknya tak kalah erat. Matanya terpenjam meng
Iris menunduk menatap ke bawah. Dia memiliki keterikatan dengan WLT Group karena dia tahu bagaimana ibunya berjuang dan bekerja keras menghadapi tekan para kerabat yang menginginkan WLT Group dari keluarga utama.Tapi dia tidak merasa pantas untuk memegang WLT Group di tangannya. Dia tidak kompeten seperti Hugo dan dewan direksi sering mengkritiknya. Iris mengakui dirinya sangat egois ingin lepas dari tanggung jawab mengelola WLT Group setelah semua upaya yang dilakukan ibunya untuk membuat Iris menjadi pewaris WLT Group.Dia hanya ingin hidup tenang membesarkan anak-anak dan suaminya.Iris menghela napas dan mendongak memandang Aiden sambil tersenyum.“Aku hanya ingin hidup bersamamu dan anak-anak kita. Tolong bebaskan aku.”Aiden menghembuskan napas lega dan tersenyum mencium bibir Iris dengan kuat.“Aku tahu kamu akan peduli padaku dan anak-anak kita,” bisiknya mengelus perut Iris.Iris memejamkan matanya memeluk Aiden. “Jangan membuatku menunggu lama.”“Tidak akan. Ini akan sege
Marcus mengawal Iris kembali ke kediaman Wallington. Kediaman Wallington dulu hangat dengan anggota keluarga Wallington yang menghuni dan datang berkunjung. Namun sejak kematian Lilian, tidak ada kerabat yang datang berkunjung dan rumah itu selalu sunyi. Rumah itu hanya di huni oleh Iris dan beberapa pelayan yang bekerja dengan tertib. Sejak Hugo menahannya di rumah, Iris tidak merasakan kehangatan seperti dulu dan kesepian tanpa ibu dan Dimitri.Namun ketika dia kembali ke kediaman itu, Iris tidak merasa tertekan seperti seminggu lalu. karena pertemuan dan janji Aiden untuk mengeluarkannya dari kekangan Hugo, membuat perasaan Iris menjadi lebih ringan, bahkan tidak terganggu ketika melihat Hugo menunggunya di ruang tamu.Hugo duduk di sofa ruang tamu sambil memutar-mutar gelas vodka di tangannya dengan wajah tanpa ekspresi. Botol vodka di atas meja tinggal setengah, sementara wajah Hugo tampak muram dan merah mabuk.Marcus berhenti di depan Hugo dan menyapanya dengan hormat.“Tuan, a
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug