“Candra ....” Joy mengetuk pintu kamar asrama gadis itu. Namun tidak mendapat tanggapan dari dalam. Dia menghela napas dan membuka pintu kamar Candra yang tidak terkunci. Dia disambut dengan pemandangan kamar yang gelap dan sosok Candra yang berbaring di tempat tidur dengan sekujur tubuhnya ditutupi selimut. Sudah tiga hari Candra mengurung diri di kamarnya dan tidak masuk kelas. Dia hanya keluar untuk makan, minum dan mandi. Joy sudah berusaha berbicara dengan gadis itu atau menghiburnya tapi Candra hanya ingin sendirian. “Hei, berhenti mengurung diri di kamar terus. Ada paket datang untukmu.” “Taruh saja di ruang tamu,” balas Candra lesu tanpa mengangkat kepalanya dari bantal dan memejamkan matanya dengan punggung membelakangi pintu. “Ini dari kakakmu.” Candra langsung membuka matanya dan menolehkan kepalanya memandang Joy. “Apa kamu bilang tadi?” Dia berkata dengan suara serak seperti dia sudah menangis berhari-hari. Joy menggelengkan kepala menatapnya prihatin. “Ada paket
“Bagaimana kamu bisa merayu orang sudah membesarkanmu? Apa kamu begitu membutuhkan uang? Jika iya, datang saja padaku, aku akan memberi berapa pun yang kamu inginkan.”Candea mengepalkan tangannya.“Aku tidak menginginkan uang Paman Hugo!” “Tantu kamu mungkin tidak menginginkan uangnya karena putraku sudah menyediakanmu dan kakakmu selama bertahun-tahun. Kamu tidak puas? Kamu ingin status sosial dan berharap menikah dengannya agar mempertahankan semua yang kamu dapatkan dari putraku?” Lily berkata dengan nada memerahi dan keras menyebab perhatian beberapa pengujung kafe tertuju pada mereka.“Kamu pikir dengan merayu dan menjadi simpanan, kamu akan mendapatkan semua itu? Jangan mimpi! Aku tidak akan membiarkan gadis rendahan sepertimu masuk ke keluarga kami!”Mata Candra memerah. “Aku … aku tidak menginginkan status sosial itu. Aku … aku hanya mencintai Paman Hugo.”Lily mendengus. “Cinta? Karena cinta kamu begitu rela merendahkan merayu walimu dan menjadi simpanan? Itu bukan cinta, i
Seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Lily. Candra berusaha fokus pada kuliahnya dan mempertimbangkan tawaran Lily untuk pindah ke luar negeri. Tapi Candra tidak ingin pergi ke Jerman. Dia mempertimbangkan untuk pindah kembali ke London seperti yang diminta Marcus beberapa bulan yang lalu dan dia sangat akrab dengan lingkungan di London. tapi ketika Candra menghubungi Marcus, panggilannya tetap tidak pernah diangkat. Dia tidak tahu di mana Marcus berada dan tinggal di mana.Jika bukan karena kado ulang tahun yang Marcus kirim, Candra ingin melamporkan Marcus sebagai orang hilang karena hilang kontak. Dia takut saudara laki-lakinya di culik.Candra menggelengkan kepala. Marcus adalah dewasa meski usianya 21 tahun. Dia pernah bekerja sebagai supir dan pengawal yang terlatih serta memiliki koneksi yang tidak biasa. Tidak mungkin suadara laki-lakinya hilang atau diculik.Marcus mungkin pergi ke suatu tempan untuk menenangkan diri. Lagi pula, bagaimana mungkin dia ingin bekerja kembal
Candra lega mendengar ucapan Joy. Dia meraih lengan gadis itu. “Aku mendukungmu, ayo ... aku akan mentraktirmu.”Mata Joy langsung cerah dan langsung melupakan kekesalannya. “Ada kafe baru di depan kampus ....”Candra terkekeh dan menggangguk. Keduanya mengobrol banyak hal keluar dari gerbang kampus.“Candra!” seseroang memanggil Candra di dekat gerbang kampus.Candra langsung berhenti. Matanya melebar melihat seorang pria paruh baya melambaikan tangannya padanya dengan senyum lebar di dekat gerbang.Joy juga ikut berhenti dan memandang ke arah pria paruh baya itu.“Siapa orang itu? Apa kamu mengenalnya?” tanya Joy.Candra mengepalkan tangannya dan menoleh memandang Joy. “Joy, bisakah kamu duluan ke kafe. Aku akan menyusulmu nanti.”“Oh okey ....” Joy memiringkan kepala memandang Candra khawatir tapi berjalan duluan meninggalkan Candra.Setelah Joy pergi, Candra menarik napas dalam-dalam sebelum berjalan mendekati Carter.“Apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah aku sudah memperingatk
Mata gadis itu terpenjam, tangannya menggaruk-garuk pelipis dan mengusap bibirnya. Dia mengernyit dan mengangkat kepala merasakan lengket di pipinya.Candra langsung tersentak dan bangun mengusap air liur di pipinya. Dia meringis menutup membersihkan air liur yang menempel di meja dan merenggangkan tubuhnya kerena tidur dengan punggung di tekuk. “Jam berapa sekarang ....” gumamnya.“Jam tujuh lewat tiga puluh menit.”Candra tersentak dan membuka matanya menatap orang di depannya.“L-Lorcan ... kapan kamu di situ?” bisiknya kaku menatap pemuda tampan yang duduk di depannya.Lorcan tersenyum. “Satu jam lalu.”“Oh ....” Candra tidak berkata apa-apa lagi dan buru-buru menutup mulutnya, takut ada jejak liur di sudut matanya. dia berdeham. “Apa sedang kamu kerjakan?” ujarnya basa-basi.“Tugas presentasi dari profesor Bill.”Candra tiba-tiba ingat bahwa mereka seharusnya mengerjakan tugas kelompok di perpustakaan. Dia dan Lorcan satu kelompok. Dia menunggu teman-teman kelompoknya untuk menge
“Terima kasih sudah membantuku mengerjakan bagian tugasku,” ujar Candra memasukkan barang-barang ke dalam tas.“Sama-sama.”Candra menggendong tasnya dan mengucapkan selamat tinggal pada pemuda itu sebelum berbalik pergi untuk mengembalikan buku-buku referensi.“Candra, tunggu ....” Lorcan menahan lengan gadis itu sebelum dia pergi.Candra berbalik. “Ya?”Lorcan berdeham dan menggaruk-garuk belakang kepalanya. “Bisakah ... bisakah kita berbicara?”Candra menatapnya dengan alis terangkat dan berbalik menghadap pria itu sepenuhnya.“Ya, tentu. Apa yang ingin kamu bicarakan padaku?”“Aku ... aku minta maaf karena sudah bersikap dingin padamu selama beberapa minggu ini. Aku ... aku ingin kita bicara dan berteman seperti biasa,” ujar Lorcan menatap Candra penuh harap.Candra terdiam sesaat sebelum berkata, “Kamu tidak salah kok. Kamu tidak perlu meminta maaf padaku. Dan ya ... kita selalu berteman.”Candra memang tidak ada masalah dengan Lorcan. Pria itu yang tidak ingin berbicara denganny
Lorcan terdiam menatapnya dengan tatapan aneh, lalu melirik Candra yang memandang Hugo tanpa ekspresi. Entah mengapa dia merasa suasana di antara keduanya terasa dingin. Apa mereka bertengkar.“Dia temanku dan ketua kelasku,” balas Candra mengerut kening.“Kalian dari mana saja? Mengapa kamu baru pulang jam segini?” tanya Hugo lagi dengan suara dingin.Candra menatapnya sebal merasa sedang diinterogasi. “Kami dari perpustakaan, kerja tugas kelompok,” ujarnya tidak sabar lalu menatap Lorcan yang mengamati mereka dengan tatapan ingin tahun.Candra tidak ingin Lorcan melihat hubungan atau bertengkarannya dengan Hugo.“Terima kasih sudah mengantarku Lorcan, maaf sudah merepotkanmu. Apa kamu tidak pulang ke asrama?”“Ah, aku baru akan pergi,” kata Lorcan sambil tersenyum pada Candra. “Sampai jumpa besok Candra,” lanjutnya melambaikan tangan dan menatap Hugp sopan sebelum masuk ke dalam mobilnya.Candra menyaksikan mobil Lorcan pergi meninggalkan gedung asrama wanita sebelum mengalihkan pan
Candra Joy keluar dari kafe sambil cekikikan mendiskusikan menu dan pelayan kafe laki-laki yang tampan.Joy mentraktirnya makan di kafe untuk merayakan mobil barunya yang diberi oleh orang tuanya.Keduanya hendak masuk ke dalam mobil saat seorang pria tiba-tiba mendekat dan menarik lengan Candra.“Kyaaa!l” Candra tersentak ketika tangannya ditarik dengan paksa saat dia keluar dari kafe bersama Joy.“Candra, ini Ayah.” Carter berkata menenangkan Candra yang kaget.Candra berhenti berterika dan memandang orang yang menarik lengannya.“Apa yang kamu lakukan? Lepaskan!” Candra menarik lengannya dengan paksa dari pria paruh bayah itu.Joy mendengar teriakan Candra bergegas mendekati mereka dan mendorong pria berpakaian lusuh menjauh dari Candra.“Kamu baik-baik saja? Siapa dia?” Joy berbisik memandang Carter waspada. Dia mengernyit melihat penampilan pria itu sangat lusuh dan berbau alkohol. Dia menjauh sedikit karena baunya yang menyengat seolah pria itu tidak mandi berhari-hari.Dia per