Candra lega mendengar ucapan Joy. Dia meraih lengan gadis itu. “Aku mendukungmu, ayo ... aku akan mentraktirmu.”Mata Joy langsung cerah dan langsung melupakan kekesalannya. “Ada kafe baru di depan kampus ....”Candra terkekeh dan menggangguk. Keduanya mengobrol banyak hal keluar dari gerbang kampus.“Candra!” seseroang memanggil Candra di dekat gerbang kampus.Candra langsung berhenti. Matanya melebar melihat seorang pria paruh baya melambaikan tangannya padanya dengan senyum lebar di dekat gerbang.Joy juga ikut berhenti dan memandang ke arah pria paruh baya itu.“Siapa orang itu? Apa kamu mengenalnya?” tanya Joy.Candra mengepalkan tangannya dan menoleh memandang Joy. “Joy, bisakah kamu duluan ke kafe. Aku akan menyusulmu nanti.”“Oh okey ....” Joy memiringkan kepala memandang Candra khawatir tapi berjalan duluan meninggalkan Candra.Setelah Joy pergi, Candra menarik napas dalam-dalam sebelum berjalan mendekati Carter.“Apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah aku sudah memperingatk
Mata gadis itu terpenjam, tangannya menggaruk-garuk pelipis dan mengusap bibirnya. Dia mengernyit dan mengangkat kepala merasakan lengket di pipinya.Candra langsung tersentak dan bangun mengusap air liur di pipinya. Dia meringis menutup membersihkan air liur yang menempel di meja dan merenggangkan tubuhnya kerena tidur dengan punggung di tekuk. “Jam berapa sekarang ....” gumamnya.“Jam tujuh lewat tiga puluh menit.”Candra tersentak dan membuka matanya menatap orang di depannya.“L-Lorcan ... kapan kamu di situ?” bisiknya kaku menatap pemuda tampan yang duduk di depannya.Lorcan tersenyum. “Satu jam lalu.”“Oh ....” Candra tidak berkata apa-apa lagi dan buru-buru menutup mulutnya, takut ada jejak liur di sudut matanya. dia berdeham. “Apa sedang kamu kerjakan?” ujarnya basa-basi.“Tugas presentasi dari profesor Bill.”Candra tiba-tiba ingat bahwa mereka seharusnya mengerjakan tugas kelompok di perpustakaan. Dia dan Lorcan satu kelompok. Dia menunggu teman-teman kelompoknya untuk menge
“Terima kasih sudah membantuku mengerjakan bagian tugasku,” ujar Candra memasukkan barang-barang ke dalam tas.“Sama-sama.”Candra menggendong tasnya dan mengucapkan selamat tinggal pada pemuda itu sebelum berbalik pergi untuk mengembalikan buku-buku referensi.“Candra, tunggu ....” Lorcan menahan lengan gadis itu sebelum dia pergi.Candra berbalik. “Ya?”Lorcan berdeham dan menggaruk-garuk belakang kepalanya. “Bisakah ... bisakah kita berbicara?”Candra menatapnya dengan alis terangkat dan berbalik menghadap pria itu sepenuhnya.“Ya, tentu. Apa yang ingin kamu bicarakan padaku?”“Aku ... aku minta maaf karena sudah bersikap dingin padamu selama beberapa minggu ini. Aku ... aku ingin kita bicara dan berteman seperti biasa,” ujar Lorcan menatap Candra penuh harap.Candra terdiam sesaat sebelum berkata, “Kamu tidak salah kok. Kamu tidak perlu meminta maaf padaku. Dan ya ... kita selalu berteman.”Candra memang tidak ada masalah dengan Lorcan. Pria itu yang tidak ingin berbicara denganny
Lorcan terdiam menatapnya dengan tatapan aneh, lalu melirik Candra yang memandang Hugo tanpa ekspresi. Entah mengapa dia merasa suasana di antara keduanya terasa dingin. Apa mereka bertengkar.“Dia temanku dan ketua kelasku,” balas Candra mengerut kening.“Kalian dari mana saja? Mengapa kamu baru pulang jam segini?” tanya Hugo lagi dengan suara dingin.Candra menatapnya sebal merasa sedang diinterogasi. “Kami dari perpustakaan, kerja tugas kelompok,” ujarnya tidak sabar lalu menatap Lorcan yang mengamati mereka dengan tatapan ingin tahun.Candra tidak ingin Lorcan melihat hubungan atau bertengkarannya dengan Hugo.“Terima kasih sudah mengantarku Lorcan, maaf sudah merepotkanmu. Apa kamu tidak pulang ke asrama?”“Ah, aku baru akan pergi,” kata Lorcan sambil tersenyum pada Candra. “Sampai jumpa besok Candra,” lanjutnya melambaikan tangan dan menatap Hugp sopan sebelum masuk ke dalam mobilnya.Candra menyaksikan mobil Lorcan pergi meninggalkan gedung asrama wanita sebelum mengalihkan pan
Candra Joy keluar dari kafe sambil cekikikan mendiskusikan menu dan pelayan kafe laki-laki yang tampan.Joy mentraktirnya makan di kafe untuk merayakan mobil barunya yang diberi oleh orang tuanya.Keduanya hendak masuk ke dalam mobil saat seorang pria tiba-tiba mendekat dan menarik lengan Candra.“Kyaaa!l” Candra tersentak ketika tangannya ditarik dengan paksa saat dia keluar dari kafe bersama Joy.“Candra, ini Ayah.” Carter berkata menenangkan Candra yang kaget.Candra berhenti berterika dan memandang orang yang menarik lengannya.“Apa yang kamu lakukan? Lepaskan!” Candra menarik lengannya dengan paksa dari pria paruh bayah itu.Joy mendengar teriakan Candra bergegas mendekati mereka dan mendorong pria berpakaian lusuh menjauh dari Candra.“Kamu baik-baik saja? Siapa dia?” Joy berbisik memandang Carter waspada. Dia mengernyit melihat penampilan pria itu sangat lusuh dan berbau alkohol. Dia menjauh sedikit karena baunya yang menyengat seolah pria itu tidak mandi berhari-hari.Dia per
“Candra!”Candra memejamkan mata dan menggeleng kepala putus asa terus berlari menjauh dari Carter. dia menabrak beberapa orang yang dia lewati tanpa meminta maaf.“Dasar anak sialan!” Suara Carter meraung di belakangnya membuatnya gemetar ketakutan. Candra melihat ke depan melihat Lorcan dan beberapa teman-temannya baru keluar dari kafe. Dia bergegas berlari ke arah Lorcan.“Lorcan!”Lorcan segera menoleh dan terkejut melihat Candra berlari ke arah dengan wajah bengkak.Candra langsung memeluk pria itu dan bersembunyi di belakangnya. “Tolong aku,” bisiknya terisak bersembunyi di belakang punggung Lorcan.Lorcan sangat terkejut. Keterkejutan langsung terjawab ketika seorang paruh bayah berhenti di depan mereka dengan wajah marah.“Anak kurang aja! Beraninya kamu kabur dariku!” Carter meraung murka mengulurkan tangannya untuk menarik Candra dari Lorcan.Lorcan langsung melindungi Candra di belakang punggungnya dan menepis tangan pria paruh baya berpakaian lusuh. Teman-temannya yang la
“Candra, kamu sebaiknya mengambil cuti kuliah. Ayahmu sudah tahu kamu kuliah di kampus ini dan akan terus mendatangimu di kampus,” ujar Lorcan begitu mereka sampai di depan gedung apartemen Marcus sesuai yang diminta Candra. Dia tidak ingin kembali ke kampus di mana Carter bisa mendatanginya kapan saja. Candra mengangguk lemah. “Ya, terima kasih sudah mengantarku, Lorcan.” Lorcan menatapnya prihatin. “Apa sungguh tidak ingin di periksa ke rumah sakit? Wajahmu membengkak, bibirmu juga berdarah,” ujarnya dengan ekspresi serius menatap pipi kiri Candra yang memar dan serta sudut bibirnya robek di bawah penerangan lampu parkiran. Bengkak di wajah gadis itu terlihat mengerikan membuat siapa pun yang melihat meringis.“Tidak perlu, aku hanya perlu mengompres dan bengkaknya akan hilang,” balas Candra meraba pipinya yang masih terasa menyengat akibat pukulan Carter.Dia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Carter sungguh ayah kejam. Andai Marcus ada di sini, tidak akan mengalami
Candra membelalak menatapnya kesal. Ucapan Hugo seolah menuduhnya berselingkuh. “Memangnya apa pedulimu? Kita sudah berakhir! lepaskan aku!” serunya berusaha melepaskan tangan Hugo dari pinggangnnya dan meronta dalam pelukan tubuh pria itu.Hugo sangat kuat dan tidak melepaskannya. Candra bertubuh mungil dan pendek. Hugo hanya seperti memeluk boneka pandang besar. perlawanan Candra hanya menggelikan Hugo.Hugo tiba-tiba menangkup belakang kepala Candra sebelum menunduk mencium bibir gadis itu tanpa ragu-ragu.Rasanya sudah lama sekali sejak dia mencium bibir lezat gadis itu. Hugo dapat merasakan kerinduan langsung meluap ketika menyentuh bibir lembutnya. Dia tidak bisa berhenti ketiak bibir mereka bersentuhan. Gadis itu sangat manis, bibirnya lembut dan lezat. Dia menghisap bibir Candra sebanyak dia merindukannya hingga terasa menyakitkan.Hugo hampir dia menghisap kedua bibirnya dan menciumnya terus menerus dengan agresif seolah-olah dia ingin memakan bibir gadis itu. Hugo menciumnya