Candra menggertakkan gigi. Dia merasa iba melihat kondisi wanita itu yang putus asa sejak kejadian dia menghalangi mobil Hugo di jalan dengan penampilan layu dan putus asa. Tapi Candra juga sakit hati ada wanita lain yang mengandung anak dari pria yang dicintai dan sekaligus kekasihnyaSetelah Hugo menerima anak itu, lalu apa? Wanita itu tidak mungkin akan menyingkir selamanya dari hidup Hugo.Candra menguatkan hatinya agar tidak merasa iba. “Kamu meminta pada orang yang salah. Kamu harus meminta pada Liera Walton, bukan aku.”Dia bahkan tidak yakin Hugo memikirkan hubungan mereka begitu penting dan Candra hanya salah satu gadis yang menjadi penghangat ranjang pria itu. Di hati Hugo hanya ada Iris Wallington, pikirnya getir.Rasa frustasi, marah dan sakit hati membuat dada gadis itu merasa tidak enak. Dia tidak memedulikan tangisan kesedihan Tiffany dan para karyawan yang menonton di sekitarnya. Dia menarik kain celananya menjauh dari cengkeraman tangan Tiffany dengan paksa. Namun wa
“Syukurlah dia diselamatkan tepat waktu. Jika terlambat sedikit, anak di perutnya akan hilang.”Raut wajah Hugo terlihat suram mendengar ucapan dokter di depannya. Dia menatap sosok wanita yang terbaring lemah di tempat tidur.“Pastikan dia baik-baik saja,” balas Hugo datar dan berbalik hendak pergi.Tiba-tiba sebuah tangan menahan lengannya. Hugo menoleh menatap Tiffany datar.Mata wanita itu berkaca-kaca menatapnya sedih. “Ke mana kamu pergi?”“Kenapa kamu datang ke perusahaanku?” Hugo balik bertanya dengan suara dingin dan menepis tangan wanita itu.Dokter yang menangani Tiffany mundur diam-diam dan memberi mereka ruang untuk berbicara.Tiffany mencoba duduk. Tubuhnya lemah, hingga gerakannya sangat pelan. Hugo tidak mengulurkan tangannya untuk membantu wanita itu. dia hanya memasukkan tangannya di saku celana dan memandang dingin sampai Tiffany akhirnya duduk.wanita memandang Hugo dengan penuh kerinduan dan sedih.“Aku merindukanmu. Tidak, anak ini yang merindukanmu,” bisik Tiffa
Hugo tidak menanggapi. Raut wajahnya justru terlihat tenang. dia menatap Lily dengan tatapan dalam.“Ibu ... aku tidak mengerti apa maksudmu.”Lily melotot muram. “Jangan berpura-pura lagi. Ibu tahu bagaimana kamu berbohong. Selain itu, Candra juga muncul di perusahaan dan bertengkar wanitamu yang lain,” ujarnya menunjuk pintu kamar rawat di belakang Hugo.“Apa kamu tahu kamu sudah menjadi bahan gosip di perusahaan. Semua orang tahu bahwa kamu adalah wali Candra karena gadis itu mengaku pada resepsionis. Sekarang dia bertengkar dengan wanita simpananmu yang menyebabkan semua ini terjadi. Apa kamu tahu apa yang dikatakan orang-orang tentangmu?” ujar Lily menyipitkan mata sebelum melanjutkan kalimatnya.“Kamu menyimpan seorang wanita simpanan dan kamu tidur dengan anak asuhmu. Hugo, kamu tidak tahu betapa menjijikkan itu ketika ibu mendengarnya. Bagaimana kamu akan tetap bekerja dengan semua sentimen itu?”Raut wajah Hugo terdistorsi. Dia mengepalkan tangannya dengan ekspresi tenang. “A
Hugo menatap Candra saat air mata mengalir di pipi gadis itu. Dia menghela napas dan meremas bahunya lembut.“Aku mengerti apa yang kamu rasakan, ini juga sulit bagiku untuk mengungkap hubungan kita karena aku pernah menjadi walimu. Tolong mengertilah. Bukankah aku sudah pernah bilang padamu? Jangan kekananakkan, okey.”Candra menghapus air matanya dengan kesal.“Benar, aku kekanakkan. Jadi mari akhiri saja hubungan ini. Aku tidak tahan menjadi kekasih gelap atau simpananmu. Semua orang juga menentang hubungan ini dan mencaciku.”Hugo menatapnya dalam dengan tenang seolah melihat seorang anak yang merajuk. “Aku mengerti, aku akan membereskan semua ini, aku akan lebih sering meluangkan waktu untukmu,” ujarnya menepuk puncak kepala gadis itu menenangkan.Itu membuat gadis itu kesal dan kecewa. Dia menepis tangan Hugo dan mengangkat kepalanya mencoba tegar.“Aku serius, aku tidak ingin melanjutkan hubungan ini, Paman.” Dia berhenti sejenak dan menarik napas untuk menenangkan dirinya.“Ma
Candra keluar dari gedung kelas bersama Joy dan melihat kerumunan mahasiswi yang berkumpul di depan gedung. Mereka cekikikan dan tertawa. Suasana cukup heboh seolah-olah ada artis yang datang.“Apa yang terjadi? Apa ada artis yang datang ke kampus kita?” Joy bertanya heran dan berjinjit-jinjit ingin melihat apa yang dibalik kerumunan itu.Candra mengangkat bahu dan menarik lengan Joy untuk pergi.“Ayo pergi, sebentar lagi kelas Prof. Grey masuk.”“Tunggu sebentar, ayo lihat apa yang di situ,” Joy berkata antusias berlari ke depan meninggalkan Candra di belakangnya.Candra tidak mengikutinya karena ada banyak orang berkerumun. Dia tetap diam di tempatnya menunggu Joy.Tiba Joy berbalik memandang Candra dengan ekspresi aneh. Kerumunan seperti membuka jalan memperlihat sosok pria yang duduk bersandar di kap mobil sport putih.Candra tertegun melihat siapa pria itu yang sudah menimbulkan kehebohan para mahasiswi.“Paman Hugo ....”Yang lebih mengejutkan baginya Hugo terlihat sangat berbe
Candra mencoba banyak gaun yang menurutnya cantik-cantik dan menunjukkan pada Hugo. Pria itu mengangguk melihat setiap penampilan Candra dengan berbagai gaun tapi menyuruhnya berganti dengan lain seolah tidak puas. Yang membuat Candra merona ada beberapa gaun yang menurutnya cukup terbuka dan mendapat senyum simpul dari Hugo.“Paman, aku tidak suka gaun ini. terlalu terbuka,” seru Candra menutup area dadanya yang kerah gaunnya melorot dan memelototi cemberut pada pria itu.Hugo duduk di sofa yang disediakan untuknya dengan kaki menyilangkan di atas paha, ada majalah mode di atas pangkuannya. Dia hanya tersenyum. “Kamu cantik.”Candra menahan bibirnya agar tidak tersenyum dan berkata acuh tak acuh. “Aku memang selalu cantik.”Hugo hanya tersenyum. Tiba-tiba ponselnya di atas meja samping sofa bergetar dan berkelip-kelip. Sebuah panggilan tanpa nama kontak muncul di layar ponsel.Candra melirik ingin tahu. Dari tadi dia melihat ponsel Hugo terus bergetar menunjukkan panggilan masuk. Tap
Ketika Hugo masuk ke ruang rawat Tiffany, dia melihat wanita itu sedang mengancam duduk di tepi jendela yang terbuka. Wajah wanita itu tidak terlihat sehat. Dia tidak membaik sejak di bawah ke rumah sakit.“Pergi! Biarkan aku pergi atau aku akan melompat dari sini! Jika aku dan anak ini mati, Hugo tidak melepaskan kalian!” serunya pada dokter dan perawat yang mengelilinginya.“Apa-aapan ini!” Hugo berkata dengan kesal.Perhatian semua orang langsung tertuju pada Hugo.“Tuan Wallington, Anda akhirnya tiba. Kami tidak bisa berbuat apa-apa pada Nona Tiffany,” kata salah satu dokter pria meringis menghampiri Hugo.Hugo menatap tajam ke arah wanita yang duduk di tepi jendela. “Apa yang kamu lakukan di situ, Tiffany?” desisnya dingin.Wanita itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dia perlahan turun dari tepi jendela dan berlari menghampiri Hugo. Dia melingkari lengannya memeluk punggung pria itu dan terisak. Perut besarnya menekan tubuh pria itu membuat Hugo tidak nyaman.“Aku merindukanm
“Apa kamu mendapat kabar dari kakakku?” tanya Candra dalam mobil yang dikendarai Andrew menuju ke sebuah tempat.“Tidak, aku belum mendapat kabar dari Marcus. Dia tidak mengangkat panggilanku atau menelepon kami,” jawab Andrew melirik Candra dari kaca spion mobil.“Apa kamu sedang bertengkar dengan kakakmu? Mungkin dia marah dan pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri.”Candra tidak menjawab. dia menggigit bibir bawahnya muram dan gelisah sebelum akhirnya menjawab. “Aku sudah mengecewakan kakakku. dia tahu tentang hubungan aku dan Paman Hugo.”Mata Andrew melebar, “A-apa?! bagaimana dia bisa tahu?” tanyanya heran lalu buru-buru berkata sambil mengangkat dua jarinya ke atas ketika mendapat lirik Candra. “Aku bersumpah tidak pernah memberitahu Marcus tentang hubungan kalian. Tuan Hugo akan memecatku jika aku berani memberitahu Marcus.Candra tersenyum tipis. “Aku mempercayaimu.”“Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana Marcus bisa tahu hubungan kalian?” tanya Andrew penasaran.“Dia