“Daddy, aku kangen Mommy. Kapan mommy pulang?”Aiden memandang pintu lift yang tertutup dengan wajah tanpa ekspresi. Iris sama sekali tidak menelepon atau sekadar menyabari dirinya. Wanita itu hanya menghubungi ponsel putra mereka beberapa kali dan menanyakan kabar Dimitri tapi tidak pernah menyebutkan Aiden.Aiden terlalu gengsi untuk menghubungi wanita itu duluan. Apalagi setelah pertengkaran mereka.“Mungkin nanti. Daddy akan menelepon Mommy setelah makan siang.”Para wanita itu terlihat kecewa dan patah hati karena presdir mereka sudah memiliki istri.Wajah kecil Dimitri terlihat puas dan memeluk leher ayahnya dengan penuh sayang.“Okey, telepon Mommy nanti,” ujarnya dengan suara keras.Pintu lift terbuka tiba di lantai dasar.. Aiden keluar dengan Dimitri tetap dalam gendongannya. Anak itu pun enggan turun dari gendongan ayahnya.Peter sudah menunggu mereka di depan gedung.“Presdir, mobil sudah siap,” ujar pria itu membuka pintu mobil penumpang.Aiden mengangguk masuk ke dalam m
Pria yang diperkenalkan Bibi Jenny tersenyum memandang Iris dengan ekspresi tenang. Dia pria yang tampan dan tidak terlihat seperti pria yang hampir berusia empat puluhan tahun. Fitur-fitur wajahnya kencang dan baby face, kaca mata ganggang perak membingkai wajahnya tidak membuatnya terlihat tua. Aura seorang sarjana memancar kuat dari sosoknya. Iris memandang pria itu dengan senyum kaku dan tidak tulus. “Hai.”Pria itu tersenyum ramah membalas sapaan Iris, “Halo, kamu bisa memanggilku Jack. Aku mendengar ibuku sering menceritakan tentangmu,” ujarnya dengan sopan.Lilian memandang pria itu dengan pandangan puas. “Jack, kamu sudah besar dan tampan seperti ayahmu. Bibi ingat melihatmu saat kamu masih kecil, kamu belum setinggi ini.”“Bibi terlalu memuji,” balas Jack dengan senyum sopan.“Aku dengar kamu mengajar sebagai dosen dan belum menikah sampai saat ini. Mengapa kamu melajang dan tidak kunjung menikah?”“Aku belum menemukan yang cocok. Aku lebih suka mengajar daripada menghabiskan
Wanita yang ditunjuk Iris memandangnya dengan ekspresi kebingungan di wajahnya yang cantik. Dia sangat cantik dan mempesona. Mata cokelat hangatnya sangat jernih dan besar tampak sangat memikat. Tubuhnya tinggi dan langsing seperti seorang model. Tidak heran wanita itu adalah seorang model dan mantan pacar Aiden. Iris tiba-tiba tidak percaya diri. Dia merasa dirinya tidak secantik wanita itu meski dia lebih muda dari Letizia Hadid. Hati Iris penuh kecemburuan dan tidak bisa menahan dirinya berkata kesal pada Aiden.“Aku hanya pergi sehari, tapi kamu sudah membawa putraku bertemu dengan mantan pacarmu dan membuat Dimitri memanggilnya Mommy. Apa kamu bersenang-senang tanpa aku? Kamu senang reuni dengan mantan pacarmu?” desis Iris pelan dan sinis.“Mantan Pacar? Iris apa yang kamu bicarakan? Kamu bicara omong kosong, kita sedang di depan umum. Jangan bertengkar di sini,” Aiden berkata dengan suara gelap.Iris ingin membalasnya dengan marah tapi wanita di belakang Aiden mendekati merek
Aiden tersenyum mencium pipinya. “Itu artinya Mommy akan memiliki bayi dan Dimitri akan punya adik.”Mata anak itu melebar. “Adik? Dimitri akan punya adik?” Dia memandang Iris dengan pandangan berbinar dan mengulurkan tangannya untuk meraih wajah mommy-nya.“Mommy, aku mau adik perempuan!”Iris tersipu malu dan berkata tidak nyaman. “Itu belum pasti. Aku belum memeriksa ke rumah sakit. Jangan terlalu berharap.” Iris tidak ingat kapan dia lupa memakai pil KB. Dia ingat selalu memakai pil KB. Tapi jantungnya berdebar memikirkan seorang bayi sekali lagi tumbuh di perutnya. Dia sudah pernah melahirkan dua bayi, dia tidak mengharapkan bayi lagi muncul saat dia baru berusia 27 tahun.“Tidak ada salahnya berharap. Kita sudah lama menantikan bayi lagi,” kata Aiden dengan senyum bahagia di wajahnya yang tampan.Seseorang berdeham memecahkan keharmonisan keluarga kecil itu.“Ah, ternyata Anda sedang hamil Nyonya Ridley. Tidak heran Anda sensitif.” Letizia berkata dengan suara ramah menarik perh
Mata Aiden menyipit.Letizia menatapnya sambil tersenyum. “Aku tidak tahu istrimu sangat mirip denganku, dia tampak dia lebih muda.” Dia berhenti sejenak memandang Aiden dengan pandangan penuh makna.“Aiden ... apa kamu belum melupakan aku?” matanya berkedip malu-malu menatap Aiden penuh harap.Aiden menatap wajah cantik wanita itu. Mata cokelatnya yang hangat masih memikat. Wajahnya lebih dewasa daripada sepuluh tahun lalu.Letizia mirip dengan Iris, bahkan lebih cantik dari istrinya. Tapi Aiden tidak berdebar lagi. Dia pernah mencintai wanita itu dengan tergila-gila, tapi wanita itu meninggalkannya dengan kejam.Aiden mengalihkan pandangannya acuh tak acuh. “Sudah sepuluh tahun, tentu aku sudah melupakan perasaanku padamu.”Wajah cantik Letizia terlihat kecewa dan sedih. Dia meraih lengan Aiden dan mencengkeramnya memohon.“Aiden, saat itu tidak ingin meninggalkanmu. Tapi aku tidak punya pilihan—“Aiden menarik lengannya menjauh dari Letizia.“Sudah sepuluh tahun dan aku sudah me
“Siapa yang mengatakan itu padamu?”Dimitri menunjuk Bibi Jenny dengan wajah merah karena menangis.“Nenek itu! Dia bilang Mommy akan menikah. Daddy, ayo pergi bawa Mommy. Aku tidak mau mommy menikah lagi. Aku tidak mau ayah baru! Aku mau daddy saja!” isaknya dengan suara keras dan parau. Aiden memandang Bibi Jenny dan Jack dengan wajah dingin.“Aku tidak mengerti apa maksud pertemuan ini. Tapi aku tidak membiarkan istriku menikah lagi saat dia masih istriku. Apa pun kesepakatan yang kalian buat, kalian harus melewatiku dulu.” Aiden mengalihkan pandangannya pada Lilian.“Nyonya, aku mengerti kamu tidak menyukaiku. Tapi kamu sudah melewati batas menjodohkan istriku dengan pria lain di belakang punggungku. Kamu tidak hanya menyinggungku tapi juga menyakiti Dimitri,” ujarnya dengan kasar.“Aku akan berpura-pura tidak tahu tentang ini. Tapi jika kamu melakukan ini lagi, aku tidak akan diam dan aku tidak peduli kamu adalah ibu mertuaku jika kamu sudah menyakiti putraku.”Semua orang dimej
Aiden memeluk pinggangnya dan menggiling pinggul mereka memperdalam ciumannya, melampiaskan kekesalan dan hasrat dua hari tanpa menyentuh wanita itu.“Uhmp—“ Mata Iris melebar, tangannya menahan dada Aiden dan mendorongnya.Aiden mencengkeram pinggangnya menariknya semakin erat ke tubuhnya. Bibirnya meraup lidah mungil Iris dalam ciuman gairah dan menuntut. Tangannya meraba-raba payudara Iris lapar dan menarik blusnya hingga robek. Dia dengan tidak samar menangkup salah satu bukit kembarnya dan mencubit putingnya.Iris melepaskan bibirnya dan mengeluarkan suara erangan yang memikat. Tubuh Aiden terangsang mendengar suara erangannya. Dia mencium mencium leher jenjang Iris penuh nafsu.“Ahh ... Aiden— lepaskan ....” Iris susah payah menahan sensasi kenikmatan yang menjalar di tubuhnya dan mendorong dada Aiden sebelum dirinya jatuh dalam kesenangan yang dibuat pria itu. Dia menggeliat mencoba melepaskan diri dari pelukan Aiden.“Apa kamu yakin, sayang?” bisik Aiden seduktif mencium telin
“Ya. Istri Anda sedang hamil. Tapi dia baik-baik saja.” Dokter itu kemudian tersenyum menepuk pundak Aiden sebelum berbalik meninggalkannya.Aiden tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata apa yang dia rasakan. Dadanya berdebar untuk pertama kalinya dengan perasaan gembira, terkejut dan penuh harap yang bercampur aduk.Meski bukan pertama kali menjadi ayah, Aiden tetap merasa bahagia mendengar kabar menggembirakan ini.Dia ingat ketika Iris hamil Zein, dia tidak pernah merasakan perasaan seperti saat ini. Saat itu dia bingung dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dan putra keduanya, dia gembira dan kecewa telah melewatkan momen kelahiran serta pertumbuhan Dimitri.Kehamilan Iris sekali lagi memberi perasaan kegembiraan seolah dirinya menerima berita pertama kali menjadi seorang ayah.Aiden tersenyum bodoh menghampiri tempat tidur Iris dan meraih tangannya.“Sayang, terima kasih,” bisiknya mencium wajah Iris bertubi-tubi untuk melampiaskan kebahagiaan yang membuncah di dadanya.Saya