“Cepatlah, kulit kepalaku sakit!” keluh Iris mencoba melepaskan rambutnya yang tersangkut.“Maaf ....” Peter juga panik dan berdebar. Posisi mereka terlalu dekat. Jika orang lain melihat, akan muncul rumor yang tidak menyenangkan antara dia dan istri bos.“Awww, sakit sekali! Cepat lepaskan.” Iris mengerang mencoba menarik kepalanya karena dia tidak bisa melihat rambutnya yang tersangkut. “Nyonya tolong jangan bergerak! Aku hampir melepaskan—““Apa yang sedang kalian lakukan!”Terdengar sebuah suara dingin membentak mereka. Kedua orang itu langsung menoleh dan membelalak melihat sosok Aiden berdiri tak jauh sebelum mendekati mereka dengan ekspresi gelap di wajahnya. Felicia menyusulnya di belakang.Felicia tersenyum tampak senang dengan pemandangan di pemandangan di depannya.“Ya, ampun. Aku tahu kalau kalian sangat dekat, tapi apa kalian harus menunjukkan kedekatan kalian di sini, di mana siapa saja bisa melihat dan salah paham. Apa kalian sadar sedang berada di mana? Bag
Felicia menatap Iris sambil menahan senyum sebelum mengubah wajahnya menjadi sedih dan berbalik menghadap Aiden. Dia menundukkan kepalanya masuk ke dalam lift.“Maafkan aku Aiden,” bisiknya lirih memegang pipinya.Aiden tidak berkomentar dan memandang lurus wanita yang berdiri diam di depan.Iris tidak bergerak di tempat sampai pintu lift tertutup. Begitu sosok Aiden menghilang di balik lift. Air mata mengalir di pipinya. Dia bahkan tidak memakan bekal yang dibuatnya.“Nyonya, kamu tidak apa-apa?” Peter bertanya dengan hati-hati. “Maafkan aku, Presdir menjadi marah padamu karena aku— Nyonya!” Peter buru-buru menahan tubuh Iris yang terlihat lunglai.Iris mencengkeram lengan Peter dan mencoba berdiri tegak. Tangannya mencengkeram perutnya. “Aku baik-baik saja. Perutku hanya sakit,” bisik Iris lemah.Wajah Peter berubah panik. Dia baru ingat Iris sedang hamil. “Janinmu Nyonya! Aku akan menghubungi Presdir dan membawamu ke rumah sakit!” dia buru-buru mengeluarkan ponselnya, tapi
Aiden tersenyum mengacak-acak rambut putranya dan berkata pada Bibi Marry. “Tidak apa-apa, aku akan mandi bersama Dimitri. Tolong katakan pada Bibi Lina buat makan malam saja untuk Dimitri saja. Aku masih ada urusan malam ini di luar.”“Ah, baik Tuan.” Bibi Marry mengangguk dan pergi ke dapur.Di dalam kamar mandi tempat tidur Iris dan Aiden.Aiden menggenggam Dimitri masuk ke kamar mandi. “Lepaskan bajumu, daddy akan mengisi air dalam bak mandi,” kata Aiden lalu mengisi air dalam bak mandi.Dimitri mengangguk dengan semangat melepaskan pakaian di tubuh kecilnya hingga telanjang. Setelah melepas pakaiannya dia memandang Aiden yang kemudian juga melepaskan pakaian serta celana panjangnya.Mulut Dimitri terbuka dengan ekspresi kagum melihat ayahnya sangat tinggi. Dia sangat mengagumi sosok ayahnya yang tinggi dan keren. Pandangan Dimitri turun ke bawah dan melihat ‘milik’ ayahnya yang besar, lalu melihat ‘burung kecil’nya sendiri. Dia cemberut menutup miliknya sendiri dan mena
“Bagaimana menurutmu tentang hotel ini?” Hugo bertanya sambil menyesap wine di gelasnya. “Lumayan. Mereka memiliki menu makanan malam yang luar biasa. Kudengar hotel ini salah satu hotel yang cukup terkenal di York City,” kata Iris menatap buku menu di tangannya sementara pelayan mencatat pesanannya. Hugo tersenyum samar. “WLT Group sedang melakukan proses akuisisi hotel Golden Wings.” Mata Iris membelalak menatap Hugo. “Serius? Kamu baru 3 bulan di sini, tapi sudah mengakuisisi dua hotel yang cukup terkenal di York City. Kamu sangat mengagumkan.” Hugo hanya tersenyum dan melambaikan tangan pada pelayan yang sedang sedang mencatat. Pelayan itu mengangguk mengerti dan mundur sebelum keluar dari ruang privat itu. Hugo menatap Iris. “Inilah bisnis, tapi sebenarnya aku ingin meninggalkan aset untukmu di negara ini. Kamu akan memiliki sebagian saham Hotel Golden Wings. Aku tidak akan tinggal lama di sini dan kembali ke Negara S. Tapi sebaliknya kamu tinggal di negara ini dan kamu bi
“Ayolah, Iris bisa menjaga putramu, bukankah itu tugasnya sebagai seorang ibu? Mengapa kamu repot menjaga anakmu setelah seharian bekerja. Kamu butuh ruang untuk bersenang-senang dan melepas penat.” Aiden hendak menolak tapi Felicia sudah menggandeng lengannya dan membawanya menuju ruang pertemuan di restoran yang dalam hotel mewah di lantai satu. Mereka menuju ke area VIP. Aiden hanya bisa cemberut melepaskan lengannya dari Felicia. Dia memasukkan tangannya di saku celana mengikuti dan memandang ke depan. Seorang pelayan menyambut mereka. “Halo selamat malam, Tuan dan Nyonya.” Felicia tersenyum malu merasa seperti dipanggil sebagai suami istri. Dia mengalunkan tanggannya di lengan Aiden dan berkata dengan anggun. “Kamu sudah membuat reservasi di kamar privat 509 atas nama Jeremy.” “Ah, silakan ikut saya.” Pelayan itu berkata lalu kemudian menuntun mereka menuju ke area yang lebih dalam. Felicia membawa Aiden mengikuti pelayan itu dengan perasaan berbunga-bungan. Namun Aiden
Teman-teman mereka di meja itu tertawa mengingat kejadian itu. Wanita itu melotot kesal sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Felicia tertawa dan melirik Aiden. Dia menunjukkan buku menu ke depan pria itu. “Apa kamu masih suka menu makanan francis? Hotel ini menyediakan masakan prancis terbaik.” “Benar, aku suka hidangan di hotel ini karena menu makanan mereka yang terbaik, juga dengan anggur mereka.” Jeremy berkata sambil merangkul pundak Aiden. “Setelah makan malam, kita akan ke bar. Ayo kita minum di bar, sudah lama sekali kita minum-minum. Kamu ingat, setiap habis kerja kita akan berkumpul dan minum-minum untuk melepas penat, tapi di hotel ini juga bertemu dengan istrimu yang cantik.” Ucapan Jeremy langsung menarik perhatain teman-temannya yang lain. “Benarkah? Kudengar istri Aiden dulu bekerja sebagai pelayan bar di sebuah bar. Tak kusangka dia dulu bekerja di bar hotel ini,” komentar salah satu wanita menatap Aiden. “Ah, istrimu beruntung sekali. Dia memanjat dari
Wajah pria itu sedikit ceria dan bersemu kemerahan membuatnya terlihat dua kali lebih tampan. Jack memiliki pesona unik jika dibandingkan sosok Aiden dan Hugo yang tampan namun dingin. Iris sesaat terpesona tapi kemudian menggelengkan kepalanya. “Apa kamu habis minum Tuan Bilson?”“Ah! Apa aku berbau alkohol, ya?” Jack langsung mengendus badannya dan cengengesan sambil mengusap rambut belakangnyaIris tertawa tanpa sadar melihat perilaku Jack yang agak di luar karakternya. “Sedikit tercium alkohol, tapi aku menyadari karena kamu bertingkah sangat santai. Biasanya kamu sangat formal Tuan Bilson.”“Ah, begitu ya. Aku memang habis minum dengan rekan profesor. Hotel ini memiliki anggur terbaik.”Di tempat lain, Aiden keluar dari restoran dengan teman-temannya dan melihat pemandangan sosok Iris yang sedang mengobrol dengan pria lain yang tak dikenalnya di lobi hotel. Pria itu terlihat tampan dan ramah mengobrol berdua dengan istrinya seperti kenalan dekat.Dia mengeryit melihat itu. Ta
Iris menggertakkan gigi dan mengejar mobil Aiden. “Aiden! Berhenti!”Aiden melirik kaca spion melihat Iris mengejar di belakang mobil. Dia tetap menjalan mobilnya meski Iris mengejarnya di belakang, namun tatapannya tidak lepas dari kaca spion melihat wanita itu masih mengejar mobilnya.Tiba-tiba sebuah mobil muncul dari lain dan hampir menabrak Iris. Wanita itu tersentak dan jatuh ke tanah.Aiden spontan menginjak rem panik. Tanpa berpikir dia melepaskan sabuk pengaman dan membuka pintu mobil hendak turun. Akan tetapi seorang pria keluar dari mobil itu dan menghampiri Iris.Aiden berhenti melihat wajah pria itu terlihat akrab melalui kaca spion. Pria itu membantu Iris berdiri dan memeluknya erat.Wajah Aiden langsung dingin dan kembali duduk di kursinya.“Hugo Wallington? Apa dia ke sini dengan Iris?” Felicia berkomentar melihat ke belakang mobil. Dia melirik Aiden, “Apa kamu tidak ingin melihat kondisi istrimu? Sepertinya dia syok.”Aiden tersenyum sinis melihat pria lain menghampir
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug