“Tolong beri aku waktu enam bulan untuk bersamamu. Aku membuktikan padamu aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku dan melupakan pria yang sudah menyia-nyiakanmu.”Puk!“Sial!” Candra menggerutu mengusap keningnya yang baru saja menghantam meja.“Kamu sudah gila?” Joy duduk di depannya dengan ekspresi bosan melihat temannya sejak tadi memukul keningnya di meja berkali-kali.Mereka berada di salah satu Cafe besar di tengah kota dan paling terkenal di ibukota. Kafe ini terkenal karena rasa dan elegan, serta menjadi tempat para elite untuk tempat berkumpul. Namun sayang harga menu di kafe ini sangat mahal untuk mahasiswi seperti Candra dan Joy.Candra memandang dengan muram temannya yang tampak menikmati kue-kuenya. Sementara kepalanya sangat pusing. Dua hari sudah berlalu sejak malam pengakuan Lorcan. Sejak saat itu pula Candra belum bertemu Lorcan. Pria itu cukup pengertian untuk memberi Candra waktu untuk memikirkan perasaannya. Dia tidak berusaha menelepon atau mengirim SMS pada Cand
Joy memutar mata jengkel. “Jadi intinya begini, terima saja kencan dengan Lorcan untuk membuat Paman Hugo-mu cemburu dan tidak suka kamu dekat dengan Lorcan. Jika dia cemburu, berarti dia memiliki perasaan padamu dan kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan.”Candra berkedip dengan ekspresi tidak yakin. “Tapi itu akan menyakiti Lorcan.”“itu sudah resikonya dia. Dia sendiri meminta kesempatan dan menjadi orang kedua. Lorcan pasti mengerti jika kamu akan tetap memilih Paman Hugo-mu.”“Benarkah? Bagaimana kamu bisa yakin Lorcan tidak akan tersakiti dengan pilihanku?” Candra tetap tidak yakin.Joy memelototinya. “Kamu meragukan kata-kataku? Asal tahu saja aku memiliki banyak teman pria dan mantan selusin, aku lebih berpengalaman dari pada kamu,” ujarnya kesal.Candra tersenyum buru-buru menenangkannya dengan menyodorkan kue pancake-nya yang masih utuh.“Tentu aku percayamu. Nasehatmu yang terbaik, tidak ada yang bisa menyaingi pengalamanmu.” Dia menyanjung gadis itu untuk menyenangkannya.
“Sorry, sorry, apa benar-benar sakit?” Joy benar-benar prihatin. Dia yakin tangisan Candra bukan karena tendangannya di tulang keringnya.“Kenapa kamu tidak coba saja tendang tulang keringmu dan rasakan sakitnya,” Candra menangis sedih. Dia menjadi sedikit lebih tenang. tindakannya Joy sedikit menyelamatkan harga dirinya jika dia menangis karena mendengar pertunangan Hugo dan Liera.“Sorry, aku akan membayar biaya perawatan rumah sakit,” Joy tersenyum merasa bersalah.“Ada apa? Candra? Biar aku lihat tulang keringmu.” Hugo khawatir mendengar percakapan mereka dan tangisan Candra yang terdengar menyayat hati.Dia tiba-tiba berlutut di depan Candra meraih kaki gadis itu dan menggulung celana jeans.Candra masih terluka karena berita pertunangan Hugo hingga tindakan perhatian pria itu tidak membahagiakannya.Ekspresi Liera berubah marah melihat tindakan Hugo yang langsung berlutut untuk memeriksa kaki gadis jelek itu.“Hugo, apa yang sedang kamu lakukan?” desisnya marah dan cemburu.Hugo
“Hai Lorcan, ini aku Joy, teman sekamar Candra. Begini kamu berada di kafe Peach Blossom, aku tidak sengaja menendang tulang kering Candra. Mungkin tulang keringnya retak atau tergeser, Candra sampai menangis kesakitan seperti tulangnya patah. Kupikir harus membawanya ke rumah sakit. Aku tak jauh dari Kafe Peach Blossom.” Joy menjelaskan luka Candra dengan dramatis dan berlebihan untuk memberi efek panik pemuda itu. dia mendapat tatapan aneh dari ketiga orang lainnya.Seperti yang dia harapkan, suara Lorcan terdengar panik dan cemas. pemuda itu berkata dengan tergesa-gesa. “Tunggu aku, aku akan menjemput kalian dan membawa Candra ke rumah sakit. Aku tak jauh dari tempat kalian.”Panggilan langsung berakhir. Joy tersenyum menyerahkan ponselnya pada Candra. “Lorcan akan segera datang. Dia bilang“Kamu tidak perlu repot-repot menelepon orang lain saat ada aku di sini. Aku bisa mengantarmu ke rumah sakit,” kata Hugo mengerut keningnya.“Lorcan bukan orang lain, dia pacar Candra, Paman,”
“Mengapa kamu melakukan itu?”“Melakukan apa?” Liera balik bertanya dengan ekspresi polos.Hugo meraih lengannya dan mencengkeram lengan wanita agak kasar. Liera meringis.“Dengar, siapa memberimu izin berbohong pada orang lain kalau kita bertunangan?”“Tapi kamu juga tidak membantah, kan?” balas Liera tenang.Hugo mengerut kening. “Bukan berarti kamu bisa seenaknya,” desisnya tajam.Liera tertawa mencemooh. “Keluarga kita sudah sepakat untuk menjodohkan kita, bukan kah sama saja kita sudah bertunangan? Kamu juga tidak menolak kemarin saat orang kita mendiskusikan perjodohan kita. Kamu ingin aku menjadi temeng dan menahan ibumu agar kamu tidak terus diperkenalkan dari wanita lain ke wanita lain. Kamu juga tidak membantah ucapan karena kamu ingin gadis kecil itu tahu dan tidak mengejarmu, kan?”Dia tersenyum memandang Hugo. “kamu mencintai Iris, namun hatimu tidak pernah dibalas oleh sepupumu. Kamu meniduri para wanita untuk mengalihkan perhatianmu dari Iris. kamu bersalah pada Candra
“Terima kasih sudah mengantar kami Lorcan, maaf sudah merepotkanmu.” Joy tersenyum manis menatap pemuda di depannya, namun tidak membiarkannya masuk ke kamar asrama mereka.“Tidak apa-apa, tidak merepotkan. Apa Candra baik-baik saja?” Lorcan bertanya cemas memandang celah pintu kamar asrama, namun Joy sedikit menutupi celah pintu hingga dia tidak bisa melihat sosok Candra yang membelakangi pintu di balik pintu yang duduk di ruang tamu.Sepanjang perjalanan Candra tidak banyak bicara dan tenggelam dalam pikiranya. Raut wajahnya tampak sedih seolah dia mendengar berita duka. Lorcan sangat mengkhawatirkan gadis itu. dia tidak mau ke rumah sakit dan langsung masuk ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Joy melirik melalui bahunya pada sosok Candra. “Ya, dia mendengar berita duka yang begitu dasyat. Suasana hatinya tidak begitu baik dan tidak ingin bicara dengan siapa pun.”“Apa seseorang di keluarganya meninggal?” Ekspresi Lorcan tampak prihatin dan cemas memandang ke dalam pada
Joy mengangkat bahu. “Bagaimana pun, kamu tidak akan bisa bersama dengan pria itu. Jurang perbedaan kalian sangat jauh.”“Kenapa? Jelaskan padaku?”“Pertama, pria itu sudah tua. Sangat jauh lebih tua darimu. Di mata orang lain, kamu sudah seperti putrinya dan dia pula yang membesarkanmu. Tidak akan ada orang lain mau menerima itu. Jika kalian sampai menjalin hubungan, kamu orang pertama yang akan dicaci.”“Aku tidak peduli dengan cacian mereka, aku sudah kebal.”Joy memutar mata. “Yang kedua, kamu tidak memiliki latar belakang keluarga kaya atau memiliki status sosial di masyarakat kelas atas, keluarga Wallington tidak akan membiarkanmu menjadi menantu mereka. Kamu juga tidak akan menjadi idaman mertua kaya manapun apalagi keluarga Wallington. Kamu hanya menggenggam harapan kosong,” Joy menatapnya dengan ekspresi prihatin.Ekspresi Candra berkerut masam.“Aku akui sih Hugo Wallington sangat tampan dan hot, dia membuat Lorcan si prince charming kampus kita tampak membosankan. Tapi aku
Hugo membawa Candra ke rumah sakit untuk tes rontgen setelah melihat tulang kering kanan Candra menjadi tambah parah, bengkak dan robek karena menghantam pinggiran meja.Setelah memastikan tidak ada masalah serius dalam hasil tes rontgen, dokter membiarkan mereka pergi. Tulang kering Candra hanya dikompres dengan es dan diplester untuk menutup luka robek di tulang keringnya.“Maaf sudah merepotkanmu, Paman Hugo,” ujar Candra dengan kepala tertunduk berdiri di samping mobil. Setelah semua kekonyolan untuk mendapatkan perhatian Hugo, Candra menyadari dia benar-benar sudah tidak waras berani menyakiti dirinya sendiri hanya untuk mendapatkan perhatian. Sakit di tulang keringnya masih terasa.“Kamu memang selalu merepotkan, mengapa baru sadar?” kata Hugo mengacak-acak poni rambut gadis itu.Candra menatapnya dengan mata lebar sebelkum menunduk dengan ekspresi berkerut masam, cukup terpengaruh dengan ucapan pria itu. Ya, dia memang merepotkan, kekanakkan, dan egois hingga beberapa teman s
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug