Adira pun mengajak Ayana untuk kembali ke hotel yang mereka sewa selama di Paris. Waktu semakin larut, dan cuaca pun semakin dingin. Adira sangat mengkhawatirkan keadaan kedua bayinya dan Ayana jika terlalu lama terpapar cuaca malam yang dingin. Setelah sampai di hotel, Ayana memutuskan untuk berbaring diatas ranjang. Perutnya semakin besar, dan itu membuatnya semakin cepat merasakan lelah jika harus beraktifitas lama diluar ruangan. Sedangkan Adira berjalan menuju dapur untuk membuatkan Ayana susu seperti biasa. Adira melakukan ini sejak tiga bulan yang lalu, dan ini sudah menjadi kebiasaan untuk Adira.“Na, susunya diminum dulu,” ucap Adira yang tampak memberikan segelas susu pada Ayana. Ayana menggeleng seraya membelakangi Adira. Adira pun menghela, sepertinya Ayana masih marah padanya karena kejadian sepuluh tahun silam. Adira pun akhirnya duduk disamping Ayana yang membelakanginya. Ia menaruh segela susu diatas nakas yang tidak jauh
Ayana berdiri terpaku setelah ia melihat pemandangan Disney dihadapannya. Hari ini adalah hari terakhir mereka di Perancis, sebelum mereka akan kembali ke Seoul. Adira pun dengan senang hati mengabulkan keinginan istrinya sebelum mereka kembali ke Seoul. Ayana sangat ingin pergi ke Disneyland untuk mengingat masa kecilnya. Maka dari itu Adira yang telah kehilangan moment masa kecil dengan Ayana, kini ia berniat untuk mengulanginya lagi. Ayana tersenyum senang setelah ia berhasil masuk karena mengantri beberapa saat. Senyumnya tidak lekang dari wajahnya yang cantik, yang tidak berubah meskipun hormonnya mudah berubah karena sedang hamil.“Tapi ngga boleh lama – lama ya main disini, nanti kamu capek.” Ucap Adira dengan tangannya yang selalu menggenggam tangan Ayana hangat. Ayana tampak mengerucutkan bibirnya, “Baru aja masuk, masa udah ngomong keluar Disneyland sih,” ucap Ayana kesal. Adira tertawa kecil, ia gemas melihat tingkah Ayana yan
Sudah satu minggu mereka di Paris, kini mereka memutuskan untuk kembali ke Seoul karena pekerjaan Adira yang sudah tidak bisa ditinggalkan lagi. Ayana memutuskan untuk kembali ke Apartement milik Adira untuk menghabiskan waktunya hanya berdua dengan Adira di sisa pernikahannya. Ayana melangkah masuk kedalam Apartement milik Adira. Ia melangkah perlahan sembari sorot matanya yang mengitari rumah kosong ini selama dua bulan. Ayana pun terus melangkah hingga sampai di depan kamarnya. Ia membuka pintu lalu masuk kedalamnya. Suasana dingin masih sama. Ayana pun masuk dan menaruh barang – barangnya yang ia bawa dari Paris. Saat ini Adira langsung berangkat ke kantor setelah mengantarkan Ayana untuk pulang di Apartement.- Adira melangkahkan kakinya dengan tegas masuk kedalam Kantor Raja’S Companny, kantor yang sudah ia jalankan selama delapan tahun dibawah kendalinya.“Selama siang Bapak Adira,” sapa beberapa karyawan saat melihat Adira melint
Aku mengeliat nyaman saat ada tangan yang mengusik wajah ku beberapa kali. Perlahan aku membuka mataku, dan aku sedikit terkejut melihat pemandangan yang bahkan sudah empat bulan ku lihat selama aku bangun tidur. Adira tersenyum lebar kearahku dengan wajah bare facenya yang membuatnya terlihat lebih tampan dan lucu. Saat di rumah dan bersama ku, sosok wibawa Adira menghilang entaha kemana. Ia menjadi lebih manja, manis, lembut, dan humoris. Tapi aku suka.“Selamat pagi sayang,” ucapnya dengan suara serak khas bangun tidurnya. Aku tersenyum seraya mengangguk. Aku terkejut saat Adira dengan tiba – tiba mendekat kearahku. Ia memeluk tubuhku dengan hangat dibawah selimut tebal yang membungkus ku.“Aku ngga bisa tidur semalam. Dan seharusnya kamu tahu alasan dibaliknya,” ucapnya dengan nada yang terdengar sedang menggoda ku. Aku menggeleng alih – alih mengalihkan tatapanku darinya. Namun ia menggagalkannya dengan menangkup wajahku dengan tangannya.Cupp.
Adira POV April menuntun Ayana untuk ikut bersamanya. Ia menyuruh Ayana untuk berbaring diatas brankar rapi yang sudah ia bersihkan tadi. Hatiku seolah berdetak kencang sembari menunggu April yang berusaha untuk memperlihatkan wajah kedua anak ku.“Lama banget sih lo,” celetuk ku tak sabar. Aku gemas dengan April yang sangat lelet dalam melakukan pemeriksaan. Sebenarnya bukan lelet sih, hanya saja ia melakukan prosedurnya dengan benar.“Lo bacot banget sih. Keluar dari ruangan gue sekarang.” Ucap April dengan nada ngegasnya.“Gue bayar dua kali lipat ya, kalau lo lupa.” Tegasku pada April. Terdengar suara hembusan kesal darinya. Kini April menatap ku tajam. “Apa sih yang ngga bisa lo dapatin tanpa uang? Bikin gue kesal aja.” Cercahnya.“Udah deh Mas, kenapa bikin Dokter April kesal terus sih,” sahut Ayana dengan suaranya yang lembut. Dengan cepat aku mengalihkan wajahku untuk menatap wajahnya yang cantik. Aku menggeleng, “Aku sama dia u
Sudah seharian aku mengajak Ayana untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Melihat wajahnya yang sangat senang, membuat ku lega karena bisa membuatnya merasa bahagia hari ini. Aku melajukan mobil ku dengan kecepatan biasa, karena tidak ingin membangunkan tidurnya. Aku tersenyum melihatnya tidur pulas karena merasa lelah. Tanganku terulur untuk mengusap pelan kepalanya lembut. Aku menghentikan mobilku masuk kedalam sebuah gedung. Perlahan tanganku mulai mengusik wajahnya yang tenang, hingga ia perlahan membuka matanya yang sayu.“Sayang, bangun yuk.” Lirihku tepat ditelinganya. Ayana tampak merenggangkan tubuhnya, ia menatapku dalam diam. Terlihat karena ia masih berusaha untuk mengumpulkan nyawanya.“Kita dimana mas? Kok bukan di Apartement kamu?” tanyanya dengan suara seraknya. Aku hanya tersenyum tanpa menjawab. “Kita keluar yuk,” ajak ku. Ayana mengangguk tanpa menjawab. Wajahnya tampak penasaran dengan semua ini. Mulai dar
Aku berjalan masuk kedalam ruang kekuasaanku. Sudah lama sejak aku menikmati waktu bersama Ayana, seringkali aku bolos bekerja. Tapi aku tidak menyesali waktuku sama sekali, melainkan aku sangat menyukainya. Aku menghentikan langkahku saat melihat ada dua orang yang tidak tahu diri masuk kedalam ruanganku.“Welcome to the Jungle, broo.” Ucap Ryan dengan mulut penuh akan jajanan ringan yang ada di ruangan ku. Aku menghela sabar. Masih pagi sudah ada yang menggoyahkan kesabaranku.“Bahagia banget nih teman gue semalam,” lanjut Ryan dengan mengunyah makananku.“Masih pagi Yan, jangan bikin mood gue hancur deh karena kelakuan lo,” jawabku kesal dengan merapikan meja dan kursi kekuasaanku.“Cih! Jangan banyakin pakai perasaan, udah mau punya dua anak.” Sahut Ryan kembali kesal. Aku mengalihkan pandanganku pada satu pria yang duduk diatas sofa dalam diam. Arsen duduk dengan pandangan kosong tanpa mengucapkan sepatah kata pun sejak aku masuk kedalam ruang
Setelah menyelasaikan makan malam mereka, kini Adira dan Ayana tampak menghabiskan waktu mereka bersama didalam kamar milik Adira. Hobi baru Ayana adalah menonton drama yang baru saja ia ikuti akhir – akhir ini, karena Adira sudah tidak memperbolehkannya untuk meneruskan kuliah agar ia bisa fokus pada kedua anak yang sedang ia kandung. Semenjak kejadian Ayana yang terlihat drop, Adira saat itu langsung memutuskan untuk ikut mengambil keputusan dalam hidup Ayana walau awalnya Ayana menolak itu semua.“Lucu deh kalau mereka besok ternyata kembarnya sepasang Mas, kayak Hong Shi Ah sama Hong Shi Woo,” ucap Ayana disela – sela asik menonton drama kesukaannya. Saat setelah dua kembar sepasang itu keluar dan memainkan peran, Ayana jadi teringat dengan kedua anak yang sedang dikandungnya.“Yaudah kita cek aja jenis kelaminnya besok, ya sayang,” ucap Adira yang juga ikut menyaksikan gemasnya kedua saudara sepasang itu. Sifat Shi Ah yang pemberani, dan cuek,
Terdengar suara ricuh dalam suatu ruangan. Teriakan dan goresan antar benda sangat terdengar dengan jelas. Terdapat empat orang di dalamnya yang tampak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.“Kak, itu balonnya kurang gede,” peringat gadis berusia lima belas tahun itu dengan meneriaki salah satu kakak laki-lakinya.“Jangan gede-gede, nanti meletus. Terus habis balonnya,” jawabnya yang enggan mendengarkan suara adiknya.“Tapi ngga sekecil ini juga bego,” sahut lainnya dengan menoyor kepala orang yang di panggil Kak tadi. Ry, mendengus kesal setelah mendapatkan toyoran keras di kepala oleh Theo. Theo pun mengambil balon yang sudah di tiup oleh Ry dan menunjukkannya pada Ayah mereka. Adira yang tadi berada di dapur pun keluar menuju ruang tamu saat mendengar anak-anak mereka bertengkar seperti biasa.“Yah, lihat deh. Balonnya terlalu kecil kan?” tanya Theo pada Adira. Adira tertawa melihat balon seukuran tangan yang bisa di genggamnya itu. “Siapa yang tiup?” tany
Dentuman suara musik mengalun menyeruak kedalam telinga setiap orang yang datang. Lampu terang mampu memperlihatkan setiap insan yang datang dengan riasan wajah yang sudah mereka persiapkan. Dalam ruangan yang besar ini mampu menampung ribuan orang, dan saat ini sudah banyak orang yang datang untuk mengikuti Pesta Relasi di Perusahaan milik Adira. Ya, ini adalah hari sabtu. Dimana semua rekan kantornya menghadiri pesta yang sudah ia janjikan untuk lebih mempererat tali silaturahmi antara rekan kerja dan atasan. Semua mata pun tampak tertuju pada Adira yang berjalan dengan menggandeng Ayana di sampingnya. Bak seorang Raja dan Ratu, kini mereka menjadi pusat perhatian selama mereka berjalan masuk kedalam ruangan. Tatapan kagum terpancar dengan nyata di mata setiap orang yang menatap mereka. Ayana yang memakai dress Vero Navy Blue Smocked Off-Shoulder mini dress. Dress tersebut sangan pas untuk tubuh Ayana, karena mampu membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ti
Dalam sebuah kabin dengan sentuhan warna putih membuat ruangan terlihat sangat lebar. Disana terlihat Aji dan Elvina yang tampak berbaring diatas ranjang mereka, menikmati waktu santai seperti biasanya.“Beberapa hari ini badan ku tidak sesehat seperti dulu. Rasanya lemas sekali, sampai mikirin masalah perusahaan pun belum tentu bisa,” lirih Aji yang sedang membaringkan tubuhnya. Elvina yang sedari tadi nampak asik bermain ponsel pun kini mengalihkan pandangannya pada Aji yang nampak lemas.“Yaudah serahin aja perusahaan ke Tiara. Biar dia yang urus, kamu tinggal rebahan di rumah.” Jawab Elvina dengan wajah sumringahnya. Aji menggeleng, “Aku sudah memutuskan untuk memberikan kuasa perusahaan ini pada Ana. Tiara hanya akan mendapatkan beberapa persen saham saja,” balas Aji menolak. Raut kesal pun terpancar dengan jelas pada wajah Elvina. “Kamu kira lulusan SMA bisa memimpin sebuah perusahaan? Lagian Ana ngga akan bisa ambil kendali perusahaan, kamu i
Langkah kaki besar milik Adira membawanya untuk masuk kedalam gedung besar milik RAJI'S COMPANNY. Sejak kedatangannya raut wajahnya nampak serius dan tidak menampakkan kesenangan sama sekali. Adira menghentikan langkahnya tepat pada lift yang masih tertutup dengan rapat. Ia pun tampak menunggu lift tersebut untuk segera terbuka. Diamnya membuat pikirannya terbawa pada percakapan semalam bersama Aji, Papa mertuanya. Saat itu Adira berada di taman dengan cuaca dingin di tengah-tengah tubuhnya yang masih belum pulih seutuhnya.-^Adira dapat email masuk, apa benar besok pengalihan CEO baru?^^Betul, nak. Papa akan serahkan perusahaan pada CEO baru agar bisa di kelola dengan baik,^^Siapa Pa?^ Marah Adira seolah teredam di balik saluran telephone di ponselnya. Ia tampak menunduk kesal, sembari mengepalkan tangannya dengan kuat setelah mendengarkan jawaban dari Aji tentang siapa yang akan menggantikannya.^Ngga bisa dong Pa. Ini ngga adil buat Ana,^ tegas Adira pada
Ayana tampak membawa nampan berisi bubur ayam dan segelas air putih serta obat yang sudah di berikan dokter untuk Adira. Ia pun menaruhnya diatas nakas sebelah ranjang mereka. Ayana kini tampak membantu Adira untuk bisa duduk dengan nyaman. Adira sudah sadar sejak kedatangan dokter yang menanganinya tadi. Tentu saja ia mendapatkan amukan dari dokter karena terus mendapatkan keluhan tentang perut Adira. Sudah empat tahun terakhir Adira memiliki penyakit ini, dan baru tiga tahun ia menuruti perkataan dokter agar penyakitnya tidak kambuh. Adira tampak tersenyum tipis dengan bibirnya yang pucat.“Makan dulu Mas,” ucap Ayana dengan meraih semangkuk bubur hangat tersebut. Perlahan Ayana tampak mengarahkan sendok berisikan bubur tersebut pada mulut Adira. Adira pun menurutinya dan memakannya walau terasa sedikit pahit di dalam mulutnya. Seperti itu hingga makanannya habis tak tersisa. Kini Ayana pun berganti untuk memberikan minum kepada Adira sebelum meny
Arsen berjalan masuk kedalam ruang kantor yang sudah lama tidak ia kunjungi. Setelah kepulangannya dari Paris, ia langsung memutuskan untuk kembali bekerja agar bisa membantu Adira yang pasti kewalahan mengurus kantornya sendiri. Tidak hanya itu, ia membantu Adira sebagai ucapan terima kasih telah memberikan banyak hal selama ia di Paris.“Selamat pagi, Pak Arsen.” Sapa seorang karyawan perusahaan.“Pagi.” Sahut Arsen. Ia pun terus melangkah menuju ruangan milik Adira, dimana itu adalah rumah kedua untuknya. Ia membukanya tanpa permisi, dan mendapati Adira yang sudah fokus pada pekerjaannya.“Gila, pagi banget lo. Tumben?” tanya Arsen alih-alih menyapa Adira yang sudah fokus pada pekerjaannya.“Banyak banget kerjaan yang terbengkalai selama gue ngga masuk kantor. Ngga ada yang backup gue juga,” jawab Adira tanpa mengalihkan fokusnya sama sekali.“Gue bisa bantu apa?” Adira diam. Ia sepertinya sedang memikirkan apa yang bisa dilakukan Arsen untuknya. “Minta tolo
Ayana mengeliat tak nyaman saat ada sinar matahari masuk menembus celah gorden yang terbuka. Perlahan ia membuka matanya setelah tidur dengan sangat nyeyak tanpa adanya gangguan. Tangan kirinya meraba untuk memastikan bahwa seseorang tetap ada di sampingnya semalam. Tapi nihil, tidak ada orang sama sekali di sampingnya. Dengan cepat, ia pun membuka matanya dan mencari keberadaan sang suami. Awalnya ia terkejut saat tidak mendapati Adira yang tidur di sampingnya, namun sedetik kemudian senyumnya terpancar saat melihat Adira tengah bermain dengan si kembar.“Mas kok udah bangun? Masih pagi loh ini,” tanya Ayana dengan suara seraknya sehabis bangun tidur. Adira menoleh, matanya sangat sayup karena kurang tidur. Semalam, setelah membaca ketikan Ayana, ia tidak bisa kembali tidur. Banyak hal yang dia segera selesaikan untuk menebus semua kesalahannya. Setelah menyudahi pekerjaannya yang terhambat, Adira sebenarnya ingin sekali tidur. Tapi ternyata jam su
Ayana POV Hai, aku Nadira Ayana Wangsa. Wanita berusia dua puluh tahun yang saat ini sudah memiliki dua anak. Aku tidak pernah membayangkan hidupku akan menjadi roller coaster seperti ini. Hidup indah yang menjadi dambaan banyak orang, sudah sirna sejak aku berusia sepuluh tahun. Usia dimana aku masih di temani oleh kedua orang tua yang lengkap untuk mengajarkan ku berbagai banyak hal yang belum ku mengerti sama sekali. Tapi Mama sudah pergi lebih dulu meninggalkan ku dan Papa. Saat itu semuanya menjadi berubah. Papa menjadikan dirinya lebih sibuk alih-alih berusaha melupakan Mama, sehingga aku tidak pernah lagi mendapatkan perhatiannya. Aku tumbuh seorang diri bersama gelapnya warna yang menghiasi hidup ku. Hingga akhirnya Papa memuutuskan untuk menikah kembali. Aku sangat ingat bagaimana waktu aku menolak keras Papa yang meminta izin untuk menikah kembali. Hanya berselang satu tahun, Papa lalu kembali memutuskan untuk menikah dengan wanita janda y
Ayana’s POV Hembusan angin dingin menjalar ke seluruh tubuh. Aku terperanga saat melihat keadaan yang di penuhi kegelapan di depanku. Tangan ku berusaha untuk meraba sekeliling, namun nihil. Tidak ada barang atau seorang pun yang berada disana. Mulutku tak henti-hentinya berteriak memanggil seseorang. Adira. Hanya dia yang ada di dalam pikiranku saat ini. Tidak ada suara apapun disana, kecuali suara pantulan dari teriakan ku. Aku melangkah penuh akan ketakukan ke sembarang arah yang bisa membebaskan ku dari sana. Terus berusaha mencari cara agar bisa keluar dari ruangan mengerikan ini.“Adira!” teriak ku dengan keras. Tangis luruh dengan alasan ketakutan akan kegelapan. Aku terus melangkah untuk mencari jalan keluar, karena tidak ada yang bisa membantuku saat ini kecuali diriku sendiri. Beberapa kali melangkah, kini aku jatuh. Kaki ku lemas karena merasa takut. Tinggal aku sendiri disini.“Na tolong aku.” Aku terkejut saat mendengar suar