Arsen menghentikan langkahnya tepat dihadapan sosok lelaki yang kini sedang duduk di depan kamar rawat inap istrinya. Arsen sudah mendapat kabar terbaru mengenai Ayana, dan ia turut bersedih melihat Adira yang semakin rapuh. Pagi ini Arsen membantu Adira untuk mengurus masalah kantor yang masih tertunda karena insiden Ayana. Ia mengurusnya seorang diri, karena Rissa tidak masuk hari ini. Setelah selesai mengurus kantor, Arsen pun mampir untuk melihat kondisi Ayana yang sedari tadi mencarinya. Arsen tampak menyodorkan tas berisi baju ganti untuk Adira kenakan. Adira bahkan belum mengganti bajunya selepas insiden terjadi.“Lo bersih-bersih badan dulu deh. Kalau bisa pulang sebentar dan istirahat, setelah itu kita cari jalan keluarnya.” Ucap Arsen pada Adira yang masih menunduk bertumpu pada kedua tangan kosongnya. Wajah kusut Adira tampak jelas, wibawa yang melekat pada dirinya sirna hanya karena tampilannya yang sangat berantakan. Kemeja putih penuh
Suasana kantor tampak canggung setelah kejadian beberapa hari yang lalu. Zayna pun sudah dibawa menuju kantor polisi untuk di mintai pertanggung jawabannya. Rissa duduk di kursinya, dengan pikiran yang tidak pada posisinya. Sudah beberapa hari ini ia tidak melihat Arsen. Ia pun juga tidak tahu kabar dari Adira dan Ayana. Kejadian saat malam hari, dimana ia marah tanpa alasan yang pasti pada Arsen membuatnya malu jika harus bertemu lagi dengan Arsen. Rissa melihat kalender diatas mejanya. Sorot matanya gusar melihat tanggal yang sudah dilingkarinya.“Lo harus terima kenyataan Sa. Ngga akan ada yang bantu lo lari dari semua ini,” lirih Rissa dengan kepala yang tertunduk. Di sisi lain, Adira, Arsen, dan Ryan kini sudah berada di ruang kerja Adira sejak pagi buta. Mereka tengah merencanakan sidang dan gugatan pada Zayna untuk bertanggung jawab. Tidak hanya itu, merekaa juga memberi solusi pada Adira supaya bisa membuat ingatan Ayana kembali secara perlahan.“Kalau
Arsen berdiri tepat dihadapan cermin besar yang kini menampakkan dirinya dengan setelan suit blue. Gagah dan berwibawa kini sangat melekat pada dirinya, ditambah dengan tata rambutnya yang side undercut high top fade membuatnya tampak lebih tampan dan rapi. Arsen tersenyum melihat wanita di belakang yang melihatnya dengan tatapan kagum. Ayana melangkah masuk kedalam bilik Arsen yang terkesan minimalis dengan tema warna gray and white membuat ruangan terasa segar.“Gue jadi sedih,” ucap Ayana yang kini berdiri di samping Arsen. Arsen tertawa, “Kenapa Na?” tanya Arsen dengan menatap Ayana lembut.“Lo tiba-tiba sih. Gue jadi merasa kehilangan,” lirih Ayana dengan mengubah tatapannya menjadi sendu. Arsen menarik napas dalam, ia memeluk tubuh Ayana dengan penuh hangat. “Abang bakalan tetap sama Ana kok. Jangan sedih ya,” sahut Arsen dengan mengusap punggung Ayana agar ia bisa tenang.“Gue juga belum kenal dekat sama calon lo. Kenapa harus cepat banget si
Adira melangkah penuh semangat menjelajahi lorong Apartement milik Ayana yang selama ini tidak di ketahuinya. Aji mengirimkannya alamat tersebut agar Adira bisa menjaganya, karena Aji sedang ada urusan di perusahaannya yang tidak bisa lagi di tinggal. Tepat seminggu Ayana sudah kembali dari Rumah sakit. Pikiran, sifat, dan sikapnya pun terkadang bersahabat namun juga tidak. Sorot mata Ayana setiap kali melihat Adira masih menampakkan tatapan takut, dan itu berhasil menyayat hati keras Adira. Adira menekan bel saat sudah sampai di depan unit Apartement yang di tunjukkan Aji padanya. Harapnya besar hari ini untuk bisa mendapatkan Ayana kembali dengan segera. Banyak angan dan harap yang harus terealisasikan demi masa depan keluarga mereka. Tak butuh waktu lama untuk Adira berdiri menunggu sang empu membukakan pintu. Terlihat Ayana berdiri dari balik pintu berwarna cokelat itu dengan tatapan terkejut saat melihat Adira.“Hari ini ngga ada Papa. Lo bisa
Sinar matahari menyinarkan cahaya terangnya yang memiliki banyak manfaat untuk manusia di bumi. Hari ini Adira terjaga hingga pagi, memikirkan banyak kekhawatirannya yang terpampang nyata di depan matanya. Sudah ada tiga botol wine yang habis di teguknya seorang diri, juga empat batang rokok yang di habiskannya hanya dalam waktu tiga jam. Hilir angin sejuk sedikit menenangkan pikiran penuhnya. Ia pun mengusap wajahnya kasar, seolah berusaha membuat dirinya sadar untuk kembali menjalani aktivitas di pagi hari ini. Tak lama terdengar suara pintu terbuka, menampakkan Sarah yang tengah mencari keberadaan Adira. Sejak Adira memutuskan untuk kembali tinggal di rumahnya, ia selalu mengurusnya dengan baik. Membangunkan, mengingatkan, dan kembali memanjakannya agar tidak terlalu terpikirkan masalah yang sedang menimpa anak sulungnya.“Astaga, kamu masih sama aja rupanya,” ucap Sarah yang terkejut karena melihat puntung rokok yang bersebaran, juga botol wine yang terjeje
Setibanya disana, Ayana berjalan dengan perasaan aneh saat pertama kali menginjakkan kakinya di Hotel yang akan mereka tempati selama di Paris. Sorot matanya seolah menatap Lobi dengan tatapan mencurigakan. Ia merasa sudah pernah kesini, namun ia tidak mengingat dengan pasti kapan ia kesini dan bersama siapa ia disini. Ayana terus berjalan mengekor di belakang Arsen yang kini berjalan di antara lorong hotel. Tidak membutuhkan waktu lama untuk Arsen menemukan kamar milik Ayana. Tepat pada kamar Suite (Eiffel Tower) di Hotel Hyatt Paris Madeleine, kamar termahal di hotel ini. Arsen pun memberikan kunci akses kamar pada Rissa yang akan menjadi roommate dari Ayana. Saat Rissa berhasil membuka kamar, Ayana terpaku melihat isi yang tampak tak asing baginya. Rissa yang masuk terlebih dahulu sadar jika Ayana masih berdiri terpaku tepat di depan pintu.“Kenapa Na?” tanya Rissa bingung melihat raut wajah Ayana.“Kayak ngga asing aja sama tempatnya Kak.” jawab Ayana semba
Terik matahari bersinar dengan terangnya. Cuacanya pun bagus untuk melakukan aktivitas di luar hotel. Seolah semesta tahu jika ada pribuminya yang sedang berbahagia, mereka pun mendukung dengan memberikan cuaca indah bagi penikmatnya. Hari ini adalah jadwal mereka untuk bermain di Disneyland, sesuai permintaan Ayana. Setelah kejadian kemarin malam, Ayana memang tidak memakai sekat pembatas lagi pada Adira. Namun ia juga tidak terlalu menggubris keadaan Adira yang selalu berada di sampingnya. Dengan raut wajah bahagianya, Ayana tersenyum sejak memasuki Disneyland. Ia kembali terlihat seperti anak kecil yang imut dan lugu. Adira menyukai melihat senyum Ayana tanpa ada suatu paksaan dari seseorang. Walaupun ia belum bisa benar-benar kembali menggandeng tangan hangat Ayana.“Na, lo sama Adira ya. Kan lo udah janji mau bantu dia buat balikin sebagian memori lo,” ucap Arsen pada Ayana setelah mereka berhasil masuk ke Disneyland. Terlihat dari raut wajahn
Bagi Adira hari pertamanya hari ini berjalan dengan lacar dan sesuai apa yang di harapkannya. Ia bisa memangkas dinding tebal yang menjadi penyekat kuat diantara mereka. Ya, walaupun ia rela menantang nyali dengan menaiki wahana yang sangat di bencinya semenjak masa kanak-kanak. Ketakutan Adira akan ketinggian, juga kecepatan tempo laju membuatnya takut akan terjadi hal buruk. Tapi semuanya setimpal dengan apa yang sudah di dapatkannya hari ini. Ia tak henti-hentinya mengucap terima kasih pada tuhan yang sempat ia ragukan, karena tidak pernah sedikitpun memihaknya. Bahagianya kembali terpancar setelah sekian lama meredup merindukan kasih yang tak sampai. Tapi tenang saja, seiring berjalannya waktu sang kasih akan tiba untuknya, bahkan selamanya. Itu lah kekuatan Adira untuk bisa berdiri tegak saat ini.“Gimana? Aman?” tanya Arsen pada Adira yang kini sedang terbaring nyaman di atas kasur.“Aman lah,” jawab Adira dengan senangnya.“Ana ada ingat sesuatu?” Adira
Terdengar suara ricuh dalam suatu ruangan. Teriakan dan goresan antar benda sangat terdengar dengan jelas. Terdapat empat orang di dalamnya yang tampak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.“Kak, itu balonnya kurang gede,” peringat gadis berusia lima belas tahun itu dengan meneriaki salah satu kakak laki-lakinya.“Jangan gede-gede, nanti meletus. Terus habis balonnya,” jawabnya yang enggan mendengarkan suara adiknya.“Tapi ngga sekecil ini juga bego,” sahut lainnya dengan menoyor kepala orang yang di panggil Kak tadi. Ry, mendengus kesal setelah mendapatkan toyoran keras di kepala oleh Theo. Theo pun mengambil balon yang sudah di tiup oleh Ry dan menunjukkannya pada Ayah mereka. Adira yang tadi berada di dapur pun keluar menuju ruang tamu saat mendengar anak-anak mereka bertengkar seperti biasa.“Yah, lihat deh. Balonnya terlalu kecil kan?” tanya Theo pada Adira. Adira tertawa melihat balon seukuran tangan yang bisa di genggamnya itu. “Siapa yang tiup?” tany
Dentuman suara musik mengalun menyeruak kedalam telinga setiap orang yang datang. Lampu terang mampu memperlihatkan setiap insan yang datang dengan riasan wajah yang sudah mereka persiapkan. Dalam ruangan yang besar ini mampu menampung ribuan orang, dan saat ini sudah banyak orang yang datang untuk mengikuti Pesta Relasi di Perusahaan milik Adira. Ya, ini adalah hari sabtu. Dimana semua rekan kantornya menghadiri pesta yang sudah ia janjikan untuk lebih mempererat tali silaturahmi antara rekan kerja dan atasan. Semua mata pun tampak tertuju pada Adira yang berjalan dengan menggandeng Ayana di sampingnya. Bak seorang Raja dan Ratu, kini mereka menjadi pusat perhatian selama mereka berjalan masuk kedalam ruangan. Tatapan kagum terpancar dengan nyata di mata setiap orang yang menatap mereka. Ayana yang memakai dress Vero Navy Blue Smocked Off-Shoulder mini dress. Dress tersebut sangan pas untuk tubuh Ayana, karena mampu membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ti
Dalam sebuah kabin dengan sentuhan warna putih membuat ruangan terlihat sangat lebar. Disana terlihat Aji dan Elvina yang tampak berbaring diatas ranjang mereka, menikmati waktu santai seperti biasanya.“Beberapa hari ini badan ku tidak sesehat seperti dulu. Rasanya lemas sekali, sampai mikirin masalah perusahaan pun belum tentu bisa,” lirih Aji yang sedang membaringkan tubuhnya. Elvina yang sedari tadi nampak asik bermain ponsel pun kini mengalihkan pandangannya pada Aji yang nampak lemas.“Yaudah serahin aja perusahaan ke Tiara. Biar dia yang urus, kamu tinggal rebahan di rumah.” Jawab Elvina dengan wajah sumringahnya. Aji menggeleng, “Aku sudah memutuskan untuk memberikan kuasa perusahaan ini pada Ana. Tiara hanya akan mendapatkan beberapa persen saham saja,” balas Aji menolak. Raut kesal pun terpancar dengan jelas pada wajah Elvina. “Kamu kira lulusan SMA bisa memimpin sebuah perusahaan? Lagian Ana ngga akan bisa ambil kendali perusahaan, kamu i
Langkah kaki besar milik Adira membawanya untuk masuk kedalam gedung besar milik RAJI'S COMPANNY. Sejak kedatangannya raut wajahnya nampak serius dan tidak menampakkan kesenangan sama sekali. Adira menghentikan langkahnya tepat pada lift yang masih tertutup dengan rapat. Ia pun tampak menunggu lift tersebut untuk segera terbuka. Diamnya membuat pikirannya terbawa pada percakapan semalam bersama Aji, Papa mertuanya. Saat itu Adira berada di taman dengan cuaca dingin di tengah-tengah tubuhnya yang masih belum pulih seutuhnya.-^Adira dapat email masuk, apa benar besok pengalihan CEO baru?^^Betul, nak. Papa akan serahkan perusahaan pada CEO baru agar bisa di kelola dengan baik,^^Siapa Pa?^ Marah Adira seolah teredam di balik saluran telephone di ponselnya. Ia tampak menunduk kesal, sembari mengepalkan tangannya dengan kuat setelah mendengarkan jawaban dari Aji tentang siapa yang akan menggantikannya.^Ngga bisa dong Pa. Ini ngga adil buat Ana,^ tegas Adira pada
Ayana tampak membawa nampan berisi bubur ayam dan segelas air putih serta obat yang sudah di berikan dokter untuk Adira. Ia pun menaruhnya diatas nakas sebelah ranjang mereka. Ayana kini tampak membantu Adira untuk bisa duduk dengan nyaman. Adira sudah sadar sejak kedatangan dokter yang menanganinya tadi. Tentu saja ia mendapatkan amukan dari dokter karena terus mendapatkan keluhan tentang perut Adira. Sudah empat tahun terakhir Adira memiliki penyakit ini, dan baru tiga tahun ia menuruti perkataan dokter agar penyakitnya tidak kambuh. Adira tampak tersenyum tipis dengan bibirnya yang pucat.“Makan dulu Mas,” ucap Ayana dengan meraih semangkuk bubur hangat tersebut. Perlahan Ayana tampak mengarahkan sendok berisikan bubur tersebut pada mulut Adira. Adira pun menurutinya dan memakannya walau terasa sedikit pahit di dalam mulutnya. Seperti itu hingga makanannya habis tak tersisa. Kini Ayana pun berganti untuk memberikan minum kepada Adira sebelum meny
Arsen berjalan masuk kedalam ruang kantor yang sudah lama tidak ia kunjungi. Setelah kepulangannya dari Paris, ia langsung memutuskan untuk kembali bekerja agar bisa membantu Adira yang pasti kewalahan mengurus kantornya sendiri. Tidak hanya itu, ia membantu Adira sebagai ucapan terima kasih telah memberikan banyak hal selama ia di Paris.“Selamat pagi, Pak Arsen.” Sapa seorang karyawan perusahaan.“Pagi.” Sahut Arsen. Ia pun terus melangkah menuju ruangan milik Adira, dimana itu adalah rumah kedua untuknya. Ia membukanya tanpa permisi, dan mendapati Adira yang sudah fokus pada pekerjaannya.“Gila, pagi banget lo. Tumben?” tanya Arsen alih-alih menyapa Adira yang sudah fokus pada pekerjaannya.“Banyak banget kerjaan yang terbengkalai selama gue ngga masuk kantor. Ngga ada yang backup gue juga,” jawab Adira tanpa mengalihkan fokusnya sama sekali.“Gue bisa bantu apa?” Adira diam. Ia sepertinya sedang memikirkan apa yang bisa dilakukan Arsen untuknya. “Minta tolo
Ayana mengeliat tak nyaman saat ada sinar matahari masuk menembus celah gorden yang terbuka. Perlahan ia membuka matanya setelah tidur dengan sangat nyeyak tanpa adanya gangguan. Tangan kirinya meraba untuk memastikan bahwa seseorang tetap ada di sampingnya semalam. Tapi nihil, tidak ada orang sama sekali di sampingnya. Dengan cepat, ia pun membuka matanya dan mencari keberadaan sang suami. Awalnya ia terkejut saat tidak mendapati Adira yang tidur di sampingnya, namun sedetik kemudian senyumnya terpancar saat melihat Adira tengah bermain dengan si kembar.“Mas kok udah bangun? Masih pagi loh ini,” tanya Ayana dengan suara seraknya sehabis bangun tidur. Adira menoleh, matanya sangat sayup karena kurang tidur. Semalam, setelah membaca ketikan Ayana, ia tidak bisa kembali tidur. Banyak hal yang dia segera selesaikan untuk menebus semua kesalahannya. Setelah menyudahi pekerjaannya yang terhambat, Adira sebenarnya ingin sekali tidur. Tapi ternyata jam su
Ayana POV Hai, aku Nadira Ayana Wangsa. Wanita berusia dua puluh tahun yang saat ini sudah memiliki dua anak. Aku tidak pernah membayangkan hidupku akan menjadi roller coaster seperti ini. Hidup indah yang menjadi dambaan banyak orang, sudah sirna sejak aku berusia sepuluh tahun. Usia dimana aku masih di temani oleh kedua orang tua yang lengkap untuk mengajarkan ku berbagai banyak hal yang belum ku mengerti sama sekali. Tapi Mama sudah pergi lebih dulu meninggalkan ku dan Papa. Saat itu semuanya menjadi berubah. Papa menjadikan dirinya lebih sibuk alih-alih berusaha melupakan Mama, sehingga aku tidak pernah lagi mendapatkan perhatiannya. Aku tumbuh seorang diri bersama gelapnya warna yang menghiasi hidup ku. Hingga akhirnya Papa memuutuskan untuk menikah kembali. Aku sangat ingat bagaimana waktu aku menolak keras Papa yang meminta izin untuk menikah kembali. Hanya berselang satu tahun, Papa lalu kembali memutuskan untuk menikah dengan wanita janda y
Ayana’s POV Hembusan angin dingin menjalar ke seluruh tubuh. Aku terperanga saat melihat keadaan yang di penuhi kegelapan di depanku. Tangan ku berusaha untuk meraba sekeliling, namun nihil. Tidak ada barang atau seorang pun yang berada disana. Mulutku tak henti-hentinya berteriak memanggil seseorang. Adira. Hanya dia yang ada di dalam pikiranku saat ini. Tidak ada suara apapun disana, kecuali suara pantulan dari teriakan ku. Aku melangkah penuh akan ketakukan ke sembarang arah yang bisa membebaskan ku dari sana. Terus berusaha mencari cara agar bisa keluar dari ruangan mengerikan ini.“Adira!” teriak ku dengan keras. Tangis luruh dengan alasan ketakutan akan kegelapan. Aku terus melangkah untuk mencari jalan keluar, karena tidak ada yang bisa membantuku saat ini kecuali diriku sendiri. Beberapa kali melangkah, kini aku jatuh. Kaki ku lemas karena merasa takut. Tinggal aku sendiri disini.“Na tolong aku.” Aku terkejut saat mendengar suar