Arsen berdiri tepat dihadapan cermin besar yang kini menampakkan dirinya dengan setelan suit blue. Gagah dan berwibawa kini sangat melekat pada dirinya, ditambah dengan tata rambutnya yang side undercut high top fade membuatnya tampak lebih tampan dan rapi. Arsen tersenyum melihat wanita di belakang yang melihatnya dengan tatapan kagum. Ayana melangkah masuk kedalam bilik Arsen yang terkesan minimalis dengan tema warna gray and white membuat ruangan terasa segar.“Gue jadi sedih,” ucap Ayana yang kini berdiri di samping Arsen. Arsen tertawa, “Kenapa Na?” tanya Arsen dengan menatap Ayana lembut.“Lo tiba-tiba sih. Gue jadi merasa kehilangan,” lirih Ayana dengan mengubah tatapannya menjadi sendu. Arsen menarik napas dalam, ia memeluk tubuh Ayana dengan penuh hangat. “Abang bakalan tetap sama Ana kok. Jangan sedih ya,” sahut Arsen dengan mengusap punggung Ayana agar ia bisa tenang.“Gue juga belum kenal dekat sama calon lo. Kenapa harus cepat banget si
Adira melangkah penuh semangat menjelajahi lorong Apartement milik Ayana yang selama ini tidak di ketahuinya. Aji mengirimkannya alamat tersebut agar Adira bisa menjaganya, karena Aji sedang ada urusan di perusahaannya yang tidak bisa lagi di tinggal. Tepat seminggu Ayana sudah kembali dari Rumah sakit. Pikiran, sifat, dan sikapnya pun terkadang bersahabat namun juga tidak. Sorot mata Ayana setiap kali melihat Adira masih menampakkan tatapan takut, dan itu berhasil menyayat hati keras Adira. Adira menekan bel saat sudah sampai di depan unit Apartement yang di tunjukkan Aji padanya. Harapnya besar hari ini untuk bisa mendapatkan Ayana kembali dengan segera. Banyak angan dan harap yang harus terealisasikan demi masa depan keluarga mereka. Tak butuh waktu lama untuk Adira berdiri menunggu sang empu membukakan pintu. Terlihat Ayana berdiri dari balik pintu berwarna cokelat itu dengan tatapan terkejut saat melihat Adira.“Hari ini ngga ada Papa. Lo bisa
Sinar matahari menyinarkan cahaya terangnya yang memiliki banyak manfaat untuk manusia di bumi. Hari ini Adira terjaga hingga pagi, memikirkan banyak kekhawatirannya yang terpampang nyata di depan matanya. Sudah ada tiga botol wine yang habis di teguknya seorang diri, juga empat batang rokok yang di habiskannya hanya dalam waktu tiga jam. Hilir angin sejuk sedikit menenangkan pikiran penuhnya. Ia pun mengusap wajahnya kasar, seolah berusaha membuat dirinya sadar untuk kembali menjalani aktivitas di pagi hari ini. Tak lama terdengar suara pintu terbuka, menampakkan Sarah yang tengah mencari keberadaan Adira. Sejak Adira memutuskan untuk kembali tinggal di rumahnya, ia selalu mengurusnya dengan baik. Membangunkan, mengingatkan, dan kembali memanjakannya agar tidak terlalu terpikirkan masalah yang sedang menimpa anak sulungnya.“Astaga, kamu masih sama aja rupanya,” ucap Sarah yang terkejut karena melihat puntung rokok yang bersebaran, juga botol wine yang terjeje
Setibanya disana, Ayana berjalan dengan perasaan aneh saat pertama kali menginjakkan kakinya di Hotel yang akan mereka tempati selama di Paris. Sorot matanya seolah menatap Lobi dengan tatapan mencurigakan. Ia merasa sudah pernah kesini, namun ia tidak mengingat dengan pasti kapan ia kesini dan bersama siapa ia disini. Ayana terus berjalan mengekor di belakang Arsen yang kini berjalan di antara lorong hotel. Tidak membutuhkan waktu lama untuk Arsen menemukan kamar milik Ayana. Tepat pada kamar Suite (Eiffel Tower) di Hotel Hyatt Paris Madeleine, kamar termahal di hotel ini. Arsen pun memberikan kunci akses kamar pada Rissa yang akan menjadi roommate dari Ayana. Saat Rissa berhasil membuka kamar, Ayana terpaku melihat isi yang tampak tak asing baginya. Rissa yang masuk terlebih dahulu sadar jika Ayana masih berdiri terpaku tepat di depan pintu.“Kenapa Na?” tanya Rissa bingung melihat raut wajah Ayana.“Kayak ngga asing aja sama tempatnya Kak.” jawab Ayana semba
Terik matahari bersinar dengan terangnya. Cuacanya pun bagus untuk melakukan aktivitas di luar hotel. Seolah semesta tahu jika ada pribuminya yang sedang berbahagia, mereka pun mendukung dengan memberikan cuaca indah bagi penikmatnya. Hari ini adalah jadwal mereka untuk bermain di Disneyland, sesuai permintaan Ayana. Setelah kejadian kemarin malam, Ayana memang tidak memakai sekat pembatas lagi pada Adira. Namun ia juga tidak terlalu menggubris keadaan Adira yang selalu berada di sampingnya. Dengan raut wajah bahagianya, Ayana tersenyum sejak memasuki Disneyland. Ia kembali terlihat seperti anak kecil yang imut dan lugu. Adira menyukai melihat senyum Ayana tanpa ada suatu paksaan dari seseorang. Walaupun ia belum bisa benar-benar kembali menggandeng tangan hangat Ayana.“Na, lo sama Adira ya. Kan lo udah janji mau bantu dia buat balikin sebagian memori lo,” ucap Arsen pada Ayana setelah mereka berhasil masuk ke Disneyland. Terlihat dari raut wajahn
Bagi Adira hari pertamanya hari ini berjalan dengan lacar dan sesuai apa yang di harapkannya. Ia bisa memangkas dinding tebal yang menjadi penyekat kuat diantara mereka. Ya, walaupun ia rela menantang nyali dengan menaiki wahana yang sangat di bencinya semenjak masa kanak-kanak. Ketakutan Adira akan ketinggian, juga kecepatan tempo laju membuatnya takut akan terjadi hal buruk. Tapi semuanya setimpal dengan apa yang sudah di dapatkannya hari ini. Ia tak henti-hentinya mengucap terima kasih pada tuhan yang sempat ia ragukan, karena tidak pernah sedikitpun memihaknya. Bahagianya kembali terpancar setelah sekian lama meredup merindukan kasih yang tak sampai. Tapi tenang saja, seiring berjalannya waktu sang kasih akan tiba untuknya, bahkan selamanya. Itu lah kekuatan Adira untuk bisa berdiri tegak saat ini.“Gimana? Aman?” tanya Arsen pada Adira yang kini sedang terbaring nyaman di atas kasur.“Aman lah,” jawab Adira dengan senangnya.“Ana ada ingat sesuatu?” Adira
Hari ini merupakan malam ketiga untuk Adira berjuang. Hari-hari telah di laluinya dengan penuh harap hanya kepada tuhan dan semesta agar terus mendukungnya. Adira kini tengah bersiap dengan celana kain hitam, dan kaos hitamnya. Ia berdiri di hadapan kaca untuk membenarkan tampilannya yang sedikit berantakan. Hari ini, mereka tidak memutuskan untuk kemana-mana. Ayana hanya ingin membahas lebih detail mengenai hidupnya saat bersama dengan Adira, daripada harus mengunjungi banyak tempat. Adira yang sudah siap dengan tampilan sederhananya, kini ia memutuskan pergi menuju kamar Ayana yang terletak di samping kamarnya dengan Arsen.“Good luck, broo.” Teriak Arsen yang menyemangati sahabatnya itu. Ia hanya mengangguk sembari mengacungkan jempolnya ke udara untuk membalas perkataan Arsen barusan. Adira pun melangkah dengan percaya diri untuk menuju semestanya. Setelah sampai tepat di hadapan kamar milik Ayana, Adira menarik napas dalam. Dalam keadaan seperti ini, ia me
Malam semakin larut, kedua insan yang patah ini tampak diam menyembunyikan berbagai perasaan seperti, rindu akan kehangatan, cerita yang sudah meluap, dan air mata yang ingin di tepis sang kasih. Mereka semua membenamnya hanya karena suatu malam yang tidak pernah mereka inginkan terjadi. Malam yang sudah menjungkir balikkan kehidupan dua insan ini. Adira dengan patah hati terhebatnya karena hampir kehilangan Ayana untuk kali keduanya dengan luka parah yang di deritanya. Sedangkan Ayana yang terbangun dengan memori tidak penuh setelah kejadian tersebut berlangsung. Tidak ada yang salah disini, hanya saja mereka harus saling sabar untuk lebih menguatkan dan percaya satu sama lain. Adira yang sabar dengan tingkah Ayana yang tidak peduli padanya. Sedangkan Ayana yang harus percaya bahwa Adira adalah suaminya, setelah menerima berbagai macam bukti nyata di hadapannya. Angin semakin kencang, dan waktu pun semakin larut. Ayana tertidur di bahu Adira saat A