Tepat pukul 5 sore, Kalila bertemu dengan Aji di apartemen. Saat dibukakan pintu, Kalila tampak cuek dan malah berjalan masuk ke kamar.Wanita itu membereskan pakaian dan barang-barang yang sebelumnya dibawa olehnya. Aji yang melihat itu merasa kesal.“Apakah ini sifat aslimu, hah?!” tanya Aji tiba-tiba dengan nada kesal.Kalila yang sudah selesai membereskan semuanya pun tak menghiraukan pertanyaan Aji. Wanita itu memilih untuk berbaik dan akan mempertanyakan perihal dirinya yang di-DO dari kampus.“Simpan dulu pertanyaanmu. Aku ingin bicara serius. Apa kamu yang mengadukanku pada rektor tentang video syur itu sampai aku di-DO dari kampus?”“Apa?!”Wajah yang semula diselimuti kekesalan sekarang berubah menjadi kaget.“Kamu di-DO?”Kalila memutar bola mata, gemas. “Jangan berpura-pura deh, Mas. Kalau bukan kamu yang malakukannya, siapa lagi?”Aji mendelik. “Kenapa kamu pikir aku yang melakukan itu semua?”“Ya, karena kamu kesal sebab aku selingkuh. Jadi, kamu melakukan ini semua.”Aj
Suara ringisan keluar dari mulut wanita yang mulutnya tersumpal kain. Wanita itu berusaha membuka mata dan menyesuaikan dengan cahaya sekitar yang remang-remang.Dia melihat sekeliling yang tampak asing baginya. Setelah mulai terbiasa dengan pandangan sekitar, orang itu pun berlonjak kaget dan hampir saja terjatuh dari kursi yang ternyata terikat pada tubuhnya.Dia berusaha membuka suara, tapi tak da yang keluar. Orang itu adalah Kalila. Sang wanita merasakan perih di pipi, leher dan telinga. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi hingga dirinya disekap dengan tangan dan kaki terikat.Terakhir yng diingatnya, Aji memukul lehernya hingga semuanya gelap. Tampaknya Kalila pingsan dan dibawa ke sini.Wanita itu mulai disergap kepanikan. Itu artinya, sekarang dia sedang diculik dan disekap. Kalila berusaha melepaskan diri, tapi ikatannya kuat sekali. Tak habis akal, sang wanita mencari benda apa saja yang bisa dijadikan alat untuk melapas tali ini.Namun sayangnya, tidak ada apa-apa. Dia
“Rido, Mas Rido. Dia pasti akan mencariku!” seru Kalila dengan percaya diri.Sebab, Rido pasti masih membutuhkannya meskipun hanya sebagai alat untuk mmenuhi kebutuhan pria itu saja.Aji terperangah, lalu tak lama kemudian terdengar gelak tawa membahana. Kalila sampai kaget.“Rido? Kamu yakin? Dia itu akan lebih memilih istrinya yang galak dibandingkan kamu. Kamu tidak sepenting itu, Kal.”Kalila tampak marah. Apakah benar yang dikatakan oleh Aji? Kalimat itu yang terngiang di benak Kalila.Aji tersenyum miring. “Kalau kamu tidak ada, tinggal cari yang lain saja. Wanita model kamu itu banyak, Kal. Yang penting ada uang.”“Mas!”Bahu Kalila naik turun, menandakan kalau emosi sudah menguasai hati. Dia berusaha melepaskan diri, tapi sayangnya itu hanya sia-sia saja.“Kenapa kamu marah? Benar, kan? Kalau kamu tidak percaya, bagaimana kalau taruhan?”“Apa maksudmu?”“Aku akan menyekapmu di sini. Kita lihat, apakah si Rido itu akan mencarimu?”Kalila menautkan kedua alisnya. “Aku tidak mau.
Aji terlihat gugup saat dipergoki oleh Hana. Pria itu bahkan sampai meneguk saliva dengan susah payah. Otaknya tiba-tiba saja blank untuk mencari alasan pada Hana.“Kenapa diam saja, Mas? Untuk apa kamu membuka lemari Kalila? Bukankah itu semua barangnya?”“Em, itu. Aku hanya ingin melihat isi lemari saja. Kalau tidak terpakai, mungkin cocok untuk tambahan lemari kita. Iya, kan?”Hana tidak percaya begitu saja. Apalagi melihat reaksi sang pria. Namun, Hana tidak mau berdebat. Moodnya sudah hancur oleh Bu Minarti. Jadi, tidak mau malah menambah hancur lagi dengan bertengkar.“Tidak perlu. Biarkan saja di sana. Sebaiknya, kamu cepat mandi.”Setelah itu Hana pun memilih untuk pergi. Untuk beberapa hari sampai sudah gugatan cerai turun, Hana akan bersikap seperti biasa.Bukan hanya perceraian yang akan dilakukan oleh sang wanita. Hana akan membuat Aji miskin dan mengirim dua pengkhianat itu ke balik jeruji.Mungkin Hana juga akan disibukan dengan bisnis kulinernya.***Selama makan malam,
“Aku sudah bilang, kan? Kalila yang memulai duluan, adikmu penyebab semua ini.”Pria itu memang tidak pernah mau mengaku atas apa yang sudah diperbuat. Hana juga jadi kesal, ternyata suaminya bukan seorang gantel man.“Baiklah, kalau kamu masih saja berpikir seperti itu, kita bertemu bertiga. Aku akan tanya Kalila lagi, agar jelas. Bagaimanapun dia adalah adikku.”Aji terlihat pucat dan gugup mendengar Lusi ingin bertemu Kalila. Padahal dia yakin tidak akan ada yang mencari wanita itu.“Aku akan menghubungi Kalila dan memintanya untuk bertemu.”Hana hendak menelepon sang Adik, tapi dengan cepat Aji melarangnya. “Jangan!”Hana menoleh dan kaget mendengar suara Aji yang menggelegar.“Kenapa, Mas?”“Jangan telepon Kalila sekarang. Sebaiknya besok saja. Ini sudah malam. Aku tidak akan keberatan kalau kita berkumpul. Tapi, sebaiknya besok.”Hana menelisik wajah Aji, melihat apakah pria itu sedang membual lagi. Tetapi, wajah Aji begitu serius. Jadi, Hana pun memilih untuk mengikuti saran sa
“Ini, makanlah.”Aji menyodorkan makanan kesukaan Kalila. Sesaat wanita itu merasa aneh dengan sikap Aji. Jika dia jahat, kenapa sampai membelikan makanan ksuakaannya?Hingga satu pemikiran terlintas di benak. Tentu saja, Aji mungkin akan melenyapkan Kalila lewat makanan ini.Sang wanita tersenyum miring. “Apa kamu berencana membunuhku juga?”Aji sempat kaget. Dia yang baru membuka sedikit makanan yang dibawa pun langsung terhenti, lalu menatap Kalila dengan datar. Tak lama kemudian, terdengar gelak tawa dari sang pria.“Ya, aku inginnya begitu. Tapi, sayangnya aku tidak bisa melakukan itu sekarang. Sebelum kamu memberitahukan di mana bukti itu, aku akan berbaik hati membiarkanmu hidup.”Pria itu kembali membuka makanan yang dibawa, lalu menyodorkan di depan mulut Kalila. Sang pria tidak akan membiarkan wanita itu lepas meskipun dalam keadaan makan.“Makan, aku tidak meracuninya. Kecuali kalau kamu mau mati dengan cepat, ya silakan kelaparan.”Kalila sempat diam sejenak. Dia sebenarny
Kalila terengah-engah menyusuri rimbunnya tanaman di sana, apalagi dalam keadaan gelap. Dia berusaha untuk mencari jalan keluar dari sana. Tampaknya, ini sebuah hutan atau perkebunan. Karena banyak pohon buah-buahan.Kalila berusaha untuk mencari jalan utama di sana, sembari sesekali menengok ke belakang, takut jika Aji mengikutinya.Sampai, tiba-tiba Kalila jatuh. Ada sebuah lubang besar di sana, tampak seperti jebakan. Entah siapa yang membuat, tapi Kalila terperangkap di sana.Kalila meringis kesakitan. Kakinya berdarah sebab terpeleset tadi. Sang wanita sempat menjerit, tapi untunglah jauh dari pendengaran Aji yang sedang mencari Kalila.“Akh, sial! Aku tidak bisa mencarinya dalam keadaan seperti ini. Wanita itu harusnya tidak jauh dari sini. Aku harus pastikan dulu kalau bukti itu ada di tangan.”Kalau pun Kalila selamat, dia tidak akan bisa menuntut apa-apa darinya. Sebab tidak ada saksi dan bukti.Tak ada sidik jari di tubuh Kalila, karena Aji hanya mengikatnya saja. Sempat men
“Siapa kamu sebenarnya?”Hana masih mencari tahu tentang identitas wanita di seberang sana. Tetapi, lagi-lagi sang wanita tak mengatakan apa pun.“Kamu akan tahu siapa aku setelah nanti kita bertemu.”Hana diam sejenak, memikirkan apa yang harus dia lakukan.“Kalau kamu mau tahu tentang adikmu dan suamimu, datanglah besok jam 8. Aku akan mengirimkan alamatnya.”Setelah itu panggilan pun terputus. Lalu, sebuah pesan masuk. Isinya alamat dari si penelepon tadi.Entah apa yang akan Hana perbuat besok. Yang pasti dia harus hati-hati dengan kemungkinan terburuk.***Suara pintu utama terbuka membuat Hana terkesiap. Sang wanita langsung mencari tahu siapa yang datang, ternyata itu adalah suaminya.Aji terlihat pucat dan juga terengah-engah. Hana mengernyit, bingung. Sebab tak biasanya Aji seperti ini.Pantas saja sedari tadi dia tak melihat keberadaan sang pria.“Kamu dari mana, Mas? Lalu, kenapa seperti habis dikejar orang?”Aji berusaha menenangkan diri. Yang sebenarnya, saat pulang tadi
Hana tak bertanya atau walaupun menimpali ucapan wanita itu, tetapi lebih meneliti bagaimana wajah Kalila saat ini. Mungkin saja wanita itu sedang berbohong kepadanya. Dia benar-benar harus berhati-hati kepada Kalila. Wajahnya saja yang terlihat lugu, tapi ternyata hatinya busuk dan kelakuannya di luar batas. Bahkan dia tidak menyangka kalau Adik yang selama ini disayangi dan juga dilindungi malah menusuknya dari belakang. "Aku benar-benar serius mengatakan itu. Kalau misalkan Kakak tidak percaya, aku bisa memberikan buktinya. Aku sudah mengumpulkan banyak bukti tentang kejahatan Mas Aji kepada Kakak," ujar Kalila. Dia tidak mau sampai diserang oleh Hana atau malah sendirian menghadapi Aji. "Kamu punya bukti-buktinya? Kenapa kamu melakukan itu? Berarti benar kamu mengakui kalau kamu itu sudah jahat kepadaku?" tanya Hana sembari melipat tangan di depan dada. Dia ingin sekali melakukan ini dari dulu, menginterogasi atau bahkan memaki-maki adiknya sendiri. Tak masalah, karena memang
Melihat situasi yang mulai memanas, sang kakek pun langsung buka suara. "Maaf kalau saya memotong pembicaraan kalian. Saya ingin menjelaskan duduk permasalahannya, agar tidak ada salah paham, ya," ucap Kakek itu yang membuat mereka bertiga menoleh. Kebetulan di sana juga sudah ada Rendi. "Maaf, Kakek ini siapa, ya?" tanya Hana, dia tidak bisa mudah percaya begitu saja. Mengingat kalau Kalila itu mungkin licik dan menyewa Kakek ini untuk pura-pura menjadi saksi. Walaupun memang saat ini keadaan Kalila begitu kacau, tapi entah kenapa rasa percaya terhadap adiknya itu sudah hilang begitu saja. Harus punya bukti yang kuat, baru benar-benar bisa paham dengan situasi yang terjadi. "Saya Tono. Saya orang yang tinggal di sekitaran perkebunan itu." Pria tua itu pun menceritakan kronologis saat ia menemukan Kalila di sebuah lubang. Hana hanya terdiam. Dia melihat tidak ada kebohongan di sorot mata Kakek ini. Tampak benar-benar tulus dan juga jujur. "Seperti itu, Nak. Saya datang ke sini h
Saat ini Hana sedang berada di mobil menuju perjalanan pulan. Dia terus saja memikirkan perkataan Sabrina kepadanya. Wanita itu hampir saja tergoda untuk ikut kerjasama dengan Sabrina perihal Kalila, tetapi Hana sadar kalau yang dihadapinya adalah Rido dan orang kaya yang mungkin saja bisa melakukan segala cara dengan uang atau bisa saja dia dimanfaatkan oleh Sabrina demi kepentingan tertentu. Lalu, ujungnya Hana juga yang menjadi tersangka atau kambing hitam mereka. "Aku tidak mau berurusan dengan orang-orang kaya seperti itu. Mereka terlihat baik, padahal di belakangnya busuk. Untuk masalah Kalila, biarlah aku sendiri akan berpikir sesuai dengan rencanaku sebelumnya," gumam Hana saat masih di dalam mobil.Dia benar-benar tidak mau berurusan lagi dengan Rido atau istrinya, berharap semuanya akan segera berakhir dan bisa memulai hidup baru dengan baik. Suara ponsel berdering, di sana tertera nama Rendi. Wanita itu menautkan kedua alisnya. Biasanya Rendi akan menelepon Hana jika mema
“Aku ingin mengajakmu kerja sama.”Hana masih tampak kebingungan, terlihat dari wajahnya serta alis yang saling bertautan.“Untuk?”Sabrina tersenyum, lalu menghela napas panjang. wanita itu begitu santai. Tetapi, wajahnya kali ini tampak serius.“Aku tahu, suamimu selingkuh dengan adikmu.”Lagi-lagi tubuh Hana menegang. Satu pertanyaan muncul di benak, bagaimana wanita itu bisa tahu?Seolah paham dengan mimik wajah Hana, Sabrina kembali melanjutkan ucapannya yang malah membuat Hana tidak bisa berkata-kata.“Aku mengikuti kegiatan dan gerak-gerik Kalila.”Hana menghela napas berat. Adiknya itu memang sangat memalukan. Dia malah merebut seorang suami yang sudah beristri.Namun, sekarang bukan itu point masalahnya. Kenapa Sabrina harus mengajaknya kerja sama? Dia sama sekali tidak butuh patner untuk memberikan adiknya hukuman.“Kamu bisa memakai uangmu untuk membereskan Kalila. Dia memang adikku, tapi perlakuan dan tindakannya bukan tanggung jawabku.”Sabrina takjub dengan keteguhan dan
“Kalau itu saya kurang tahu, Non. Tapi, sedari pagi Tuan memang sudah berangkat.”Kalila masih khawatir. Jadi, dia hanya bisa berharap kalau Aji tidak dulu pulang dan Hana segara kembali.Sementara itu di sebuah kafe, Hana sedang bertemu dengan wanita yang kemarin meneleponnya. Pada akhirnya, sang wanita tidak punya pilihan lain.Rasa penasaran membuatnya mengambil keputusan ini. Apalagi, mungkin ini bisa dijadikan bahan bukti penangkapan Adik dan suaminya.Namun, yang membuat Hana kaget adalah wanita itu dikenal olehnya. Dia adalah Sabrina, istri dari Rido.Wanita cantik dan elegan itu tersenyum simpul pada Hana. Entah kenapa, kesan pertama yang dilihat bukanlah takut atau risi, melainkan merasa terpukau.“Pasti kamu kenal aku, kan?” tanya Sabrina dengan ramah.Hana ikut tersenyum sembari mengangguk. “Iya, aku mengenalmu.”“Sama, aku juga kenal kamu. Termasuk hubunganmu dengan suamiku.”Kali ini Hana mengernyit bingung. “Maksudmu? Maaf, aku tidak punya hubungan apa pun dengan Rido.”
“Tas?”Rendi bergegas melihat isi tas itu, tentu saja menggunakan sarung tangan. Ini akan jadi bukti untuk diperlihatkan pada Hana. Isinya masih aman, kecuali HP. Sudah dipastikan kalau Aji menculik Kalila.Pria itu mencoba mencari apalagi yang bisa dijadikan bukti, sampai Rendi melihat ada jaket milik Aji yang tertinggal di sana. Rendi pun langsung mengambilnya. Ini akan semakin memperkuat kesalahan Aji.Setelah itu sang pria pun langsung pergi dari sana. Dia akan mencari jejak Kalila sepanjang pulang dari sini. Mungkin saja wanita itu masih ada di sekitaran sini.Sementara itu, tepat pukul 9 Kalila bisa menaiki mobil sayur. Dia diantar oleh kakek itu untuk ke kantor polisi.Selama perjalanan, Kalila terus berdoa, semoga dia tidak bertemu dengan Aji. Kalau tidak, bukan hanya dirinya yang ada dalam masalah, tapi sang Kakek juga.Kalila menutupi kepalanya dengan kain jarik yang diberikan Nenek. Ini digunakan agar Kalila aman dan tidak ada yang mengenali.Hingga satu jam kemudian, akhir
“Ini, Nak. Minumlah.”Kakek tua itu menyerahkan teh hangat pada Kalila yang sedang duduk di dipan sebuah rumah sederhana berdinding anyaman bambu.Dengan tangan gemetar, wanita itu menerimanya dan langsung meminumnya.“Pelan-pelan, Nak. Itu masih panas.”Kalila tahu, teh itu masih agak panas. Tetapi, semalaman dia tidak makan maupun minum. Entah bagaimana kalau dirinya sampai tak tertolong, mungkin kejahatan Aji tidak akan pernah bisa terbongkar.“Kamu sudah tenang?”Tanya seorang nenek yang keluar dari arah dapur. Sepasang sepuh itu tinggal dengan cucunya. Mereka ada di ujung perkambungan, dan hanya rumah ini yang ada di sepanjang jalan setapak. Terbilang hidup sangat sederhana.Nenek itu duduk di pinggir dipan dan mengusap pundak Kalila dengan pelan.“Ya Allah, Nak. Badanmu sampai gemetar seperti ini. Dia pasti sangat ketakutan,” ucap Nenek itu pada sang Kakek.Pria sepuh mengangguk setuju. “Iya, Bu. Kalau saja kita tidak menemukannya, dia pasti sudah tertangkap lagi oleh penculik i
Kalila menangis dengan suara parau. Dia benar-benar mulai putus asa. Kalau tidak ada yang menolongnya, maka kemungkinan besar dirinya akan ketangkap oleh Aji.Dia menggelengkan kepala. Membayangkannya saja sudah membuat dirinya merasa takut.Ternyata Aji punya sisi jahat yang mengerikan. Mungkin saja, Kalila akan habis di tangan pria itu kalau tidak kabur. Tetapi, masalahnya dia tidak tahu cara keluar dari sini.Wanita itu menangis sembari berusaha berpikir, bagaimana caranya agar bisa keluar dari sini. Tak ada jalan selain terus menyerukan permintaan tolong dan berdoa pada Tuhan.“Ya Tuhan, aku benar-benar menyesal. Tidak mau berurusan dengan Mas Aji lagi. Kalau aku keluar dari sini, aku akan membuka kebusukan pria itu. Aku janji.”Kalila menangis sesenggukan, sampai tiba-tiba ....“Ternyata orang!” seru seorang anak remaja dengan pakaian kaos dan celana panjang. Ada topi bambu yang menempel di kepalanya.Kalila langsung mendongak dan menghapus jejak air mata. Wanita itu merasa senan
“Siapa kamu sebenarnya?”Hana masih mencari tahu tentang identitas wanita di seberang sana. Tetapi, lagi-lagi sang wanita tak mengatakan apa pun.“Kamu akan tahu siapa aku setelah nanti kita bertemu.”Hana diam sejenak, memikirkan apa yang harus dia lakukan.“Kalau kamu mau tahu tentang adikmu dan suamimu, datanglah besok jam 8. Aku akan mengirimkan alamatnya.”Setelah itu panggilan pun terputus. Lalu, sebuah pesan masuk. Isinya alamat dari si penelepon tadi.Entah apa yang akan Hana perbuat besok. Yang pasti dia harus hati-hati dengan kemungkinan terburuk.***Suara pintu utama terbuka membuat Hana terkesiap. Sang wanita langsung mencari tahu siapa yang datang, ternyata itu adalah suaminya.Aji terlihat pucat dan juga terengah-engah. Hana mengernyit, bingung. Sebab tak biasanya Aji seperti ini.Pantas saja sedari tadi dia tak melihat keberadaan sang pria.“Kamu dari mana, Mas? Lalu, kenapa seperti habis dikejar orang?”Aji berusaha menenangkan diri. Yang sebenarnya, saat pulang tadi