Hidup bebas seperti seekor burung yang lepas dari sangkar, sejatinya itu yang saat tengah Noura rasakan. Hidup bahagia di tempat yang baru, yang selama ini tidak pernah ia bayangkan akan tinggal. Sahabatnya, Feli, sangat membantunya. Sampai masalah rumah saja, perempuan itu mencarikan tempat yang nyaman Noura tempati."Yang penting nyaman, itu saja."Namun yang terjadi, Feli mendapatkan sebuah rumah berukuran sedang yang masih baru, yang langsung Noura bayar sewanya karena fasilitasnya yang sayang untuk ia tolak. "Ini lebih dari cukup. Sangat jauh dari ekspektasiku." Noura berkali-kali mengucapkan terima kasih sebab bantuan Feli. Hingga seminggu kemudian ia tinggal, hidupnya begitu tentram dan damai. "Apakah ada yang bisa aku lakukan untuk membantumu, Feli?" tanya Noura di suatu pagi. Kebetulan rumah mereka yang berdekatan, sehingga membuat keduanya hampir setiap hari bertemu. "Membantu apa? Tidak ada kesulitan yang membuatku harus mendapatkan pertolongan. Hans sangat membantuku.
Noura sudah akan pulang ketika Hans muncul sepulangnya dari bekerja. "Mau ke mana, Noura?" tanya suami Feli yang saat itu langsung menyambut rentangan tangan putri bungsunya. "Aku mau pulang. Ini sudah sore. Sudah seharian aku menjaga istri tercintamu."Hans yang ramah dan mudah akrab, mampu membuat seorang perempuan seperti Noura tidak sungkan untuk bersikap sok kenal dan dekat. Selain itu, sang kawan yang juga tidak peduli ketika Noura akrab dengan suaminya. "Benarkah? Terima kasih kalau begitu. Jangan bosan untuk selalu menemaninya," ucap Hans yang kemudian berbicara sedikit berbisik saat Feli menatap sebal padanya. "Dia pasti bosan karena tidak punya kegiatan lain selain menjaga kedua anaknya yang lucu dan menggemaskan ini," lanjut lelaki itu seraya menurunkan anak perempuannya tadi. Tak ayal Hans pun mendapat cubitan manja dari sang istri. Noura pun sontak tertawa melihat ekspresi lelaki di depannya itu yang pura-pura kesakitan. "Ah, tenang saja. Yang penting hidupku kamu ja
Rumah sakit kecil khusus ibu dan anak, adalah tempat yang Noura kunjungi untuk memeriksakan kondisi kehamilannya. Bersama Feli yang juga tengah hamil, tapi lebih dulu, keduanya bersama-sama menemui dokter kandungan. "Kau yakin mau memeriksakan dirimu di sini?" tanya Noura yang merasa tak masuk akal. "Yah, itu demi kamu." "Jangan bercanda, Fel. Kalau kamu rutin memeriksakan dirimu di rumah sakit besar, kenapa harus ikut periksa di sini?" "Itu bukan masalah, Noura. Aku bisa periksa ke rumah sakit itu lagi nanti, tentunya setelah pemeriksaan calon bayimu selesai." Noura akhirnya merasa lega setelah Feli meyakinkan dirinya bahwa setelah dari rumah sakit tersebut, kawannya itu akan pergi bersama sang suami ke rumah sakit yang kerap ia datangi. "Kalian terlalu baik. Aku sampai tidak bisa berkata-kata atas kebaikan kalian. Bahkan, untuk urusan seperti ini saja Hans melakukannya dengan sangat detail." Noura tampak terharu. Untuk kesekian kalinya Feli menunjukkan perhatiannya yang am
Sudah tidak terhitung berapa banyak detektif yang Dean sewa demi mencari keberadaan Noura. Tak terhitung pula berapa uang yang sudah ia gelontorkan. Namun, sosok sang istri masih juga belum bisa ditemukan sampai sekarang sejak pergi enam bulan yang lalu. Dean sampai frustrasi juga emosi. Entah apa penyebabnya hingga orang-orang yang ahli sekalipun sulit menemukan keberadaan istrinya itu. Alton bahkan harus meminta Mat untuk selalu datang ke rumah sebab kondisi Dean yang tak stabil. Kerap marah-marah dan berakhir pada pemecatan pelayan sebab selalu disalahkan, adalah salah satu alasan Alton melakukan itu. Ia berpikir jika keadaan psikis Dean tidak baik-baik saja. Seperti pagi di satu weekend, Mat dan Sarah datang bersama dua keponakan mereka untuk kesekian kalinya. Dua keponakan kembar yang sangat lucu di usia keduanya yang masih tiga tahun, membuat Mat berinisiatif membawa keduanya main ke rumah Dean.Dua anak kembar itu sedang dalam tahap berbicara. Kosa kata yang masih baru, membu
Sarah memberi tahu Dean di mana kamarnya. Mat yang seharusnya menjadi guide, terlihat sibuk mengantar kakek dan neneknya ke tempat istirahat sebelum memulai acara liburan. Pasangan itu memang sudah sepakat dengan tugas masing-masing. Sarah yang juga dekat dengan Dean, memang diminta oleh sang kekasih menemani sahabatnya itu. "Sarah, apa aku boleh tahu mengenai kalimatmu tentang tujuan kalian mengajakku ke sini?" tanya Dean setelah Sarah mengantarnya sampai ke depan kamar. Wanita itu tampak tersenyum sebab dugaannya tidak salah, bahwasanya Dean akan penasaran mengenai ucapannya tadi. "Itu sebetulnya Mat yang tahu. Aku takut salah bicara.""Kalau boleh tahu, tentang apa?"Sarah terdiam sejenak. Meski Mat sudah memintanya untuk menceritakan saja alasan sebenarnya, tapi ia masih merasa sedikit ragu. "Sarah?" Dean masih menatap dua manik mata Sarah yang merespon kaget. "Eh, maaf sebelumnya. Tapi, aku harap kamu tidak marah, Dean."Dean menaikkan sebelah alisnya. "Apakah sangat menyeb
"Kamu mau ke mana, Noura?" tanya Feli di satu pagi saat ia mengunjungi kawannya itu di rumah kontrakan. Noura yang sudah akan bersiap pergi, seketika menghentikan langkah begitu melihat Feli muncul bersama si kecil. "Aku mau ke supermarket. Beberapa barang dan keperluanku sudah habis.""Sendirian? Kenapa kamu tidak bilang padaku semalam? Kalau pagi ini aku tidak datang, mungkin kamu benar-benar pergi sendirian."Noura tersenyum demi melihat kekhawatiran yang tampak terlihat di wajah kawannya itu. "Aku memang berencana pergi sendiri.""Setelah Hans memintamu untuk hati-hati?" sahut Feli cepat. Noura mengangguk. "Suamimu memang memintaku untuk berhati-hati, tapi ia tidak melarangku pergi bukan?""Yeah. Tapi, bukankah itu termasuk bahaya.""Bahaya kenapa? Apa karena beberapa waktu lalu ada seseorang yang dicurigai mengejarku?""Salah satunya itu. Tapi, dengan kondisi kehamilanmu saat ini," ucap Feli yang spontan melihat perut Noura juga dirinya. "Aku saja sudah tidak kuat berjalan ja
Noura tidak menjawab. Ia malah berbalik dan berjalan cepat meninggalkan laki-laki yang kini mengejarnya. Langkah Noura sebagai seorang perempuan, ditambah beban di perut yang ia bawa kalah cepat dengan lelaki tadi. Lelaki itu berhasil mengejar bahkan sebelum Noura sampai ke pintu masuk supermarket. Lengannya ditarik cukup kencang sehingga membuatnya tertarik mundur dan hampir terjerembab kalau saja tubuhnya tidak ditopang. "Mau pergi ke mana lagi, Noura? Tujuh purnama kau pergi meninggalkan aku dan sekarang setelah aku berhasil menemukanmu, kau ingin kembali pergi?""Lepaskan aku, Dean!" seru Noura seraya mencoba melepas pegangan di pergelangan tangannya. Lelaki yang sudah membuat Noura mengambil langkah seribu itu ternyata adalah suaminya. Dengan bantuan Mat, Dean berhasil menemukan istrinya itu. "Melepaskan kamu setelah sekian lamanya aku mencari, itu hal mustahil yang akan aku lakukan sekarang."Terlihat pertengkaran yang terjadi antara Noura dan Dean, tidak hanya membuat be
Pada akhirnya Noura harus pasrah ketika Dean membawanya ke dalam mobil. Bersama pelayan yang sejak tadi menemaninya, Noura mau masuk dan duduk di sebelah Dean, duduk di bangku penumpang. "Aku mau bicara denganmu berdua. Jadi, biar perempuan ini menunggu di luar." Dean bicara pada Noura sembari memberi kode pada perempuan muda yang duduk di bangku samping supir. "Tidak. Aku tidak mau ....""Aku tak akan macam-macam!" sahut Dean cepat, menatap serius sang istri. Sejenak Noura berpikir. Ia ragu karena sudah mengenal sifat Dean. Tapi, ia mau semua berjalan cepat, tidak berlarut-larut karena keengganannya. "Baiklah."Mengerti maksud dari perkataan Noura, pelayan yang Feli perintahkan itu kemudian keluar dan berdiri di depan pintu mobil bersama dua orang pengawal yang sejak tadi mengawasi tuannya. Sekarang Noura berdua saja dengan Dean. Ketegangan yang sejak ia rasakan masih terasa meski kini sudah tidak ada siapa pun di dekat mereka. Sedetik kemudian, masih dengan usaha Noura menormal
Meski awalnya Dean menolak, pada akhirnya ia menyetujui permintaan Mat yang menginginkannya untuk menjadi bagian dari panitia pernikahannya. Ia membantu Mat dengan menjadi panitia penyambutan para tamu undangan dari keluarga dan kawan bisnis. "Sayang, apa kamu sudah siap?" Dean bertanya pada istrinya yang masih sibuk berdandan. "Sudah. Ini tinggal pakai lipstik saja.""Lama sekali," sahut Dean yang sejak pagi merasakan dadanya berdebar. "Ya ampun, aku cuma pakai bedak dan lipstik saja disebut lama. Lalu, yang sejak tadi subuh bolak balik ke kamar mandi siapa. Sampai aku mau mandi saja tidak kebagian.""Haha, maafkan aku, Sayang. Tapi, aku sendiri tidak mengerti kenapa aku hatiku tak tenang begini. Aku mulas tapi tidak mau buang air. Noura tersenyum, memasukkan lipstik ke dalam tas. " Mungkin karena kamu bahagia. Sahabatmu akan menikah. Menempuh hidup baru dengan wanita yang dicintainya.""Mungkin," sahut Dean terdiam. Tapi, sedetik kemudian ia tersenyum dan menatap Noura seolah me
Setelah pulih dari cedera, Dean kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Dia dan Noura memutuskan untuk memulai hidup baru, meninggalkan kenangan pahit di belakang.Setelah rumah mereka terbakar, Dean kemudian memboyong semua orang ke istana miliknya yang lain. Sebuah rumah yang tak kalah besar dan mewahnya yang terletak di pinggiran kota, yang selama ini memang ia siapkan untuk istri dan anaknya. Di sana terdapat taman yang indah dan pemandangan alam yang menenangkan. Noura pun mulai mengatur rumah baru mereka, sementara Dean kembali bekerja."Dokter berpesan agar kamu tidak terlalu memporsir kegiatanmu di kantor. Tubuhmu masih pemulihan, Dean. Jadi, menurutku lebih baik kamu serahkan sementara pekerjaanmu kepada Steven," ucap Noura di satu malam. "Iya, Sayang. Aku mengerti. Sebelum kamu mengatakan hal itu, aku sudah menyerahkan tugas dan beberapa tanggung jawabku kepadanya." Dean tersenyum menatap sang istri. "Hem, baguslah. Aku bisa tenang sekarang."Mendengar kata tenang, seket
Komandan mendekati mobil dengan hati-hati. "Alvin, jangan buat keadaan semakin buruk. Lepaskan senjata dan keluarlah!"Alvin menjawab, "Kami tidak akan menyerah! Kita memiliki rencana cadangan!"Renee tiba-tiba muncul di jendela mobil dengan senjata di tangan. "Kita tidak takut mati!"Komandan tetap tenang. "Jangan lakukan kebodohan, Nona. Kita bisa menyelesaikan ini dengan tenang."Renee berteriak, "Tidak ada jalan keluar! Kami akan mati di sini!"Tiba-tiba, benda kecil di telinga sang komandan bersuara. "Komandan, kami siap menembak."Komandan menggelengkan kepala. "Tunggu, kita harus menyelamatkan nyawa mereka."Penembak jitu yang sudah bersiap di posisi, menahan tembakan sebab belum mendapat persetujuan. "Letakkan senjata kalian, lalu angkat kedua tangan ke atas kepala." Komandan kembali bicara pada Alvin dan Renee, mencoba menggunakan cara baik-baik dibanding cara tegas yang bisa saja mereka lakukan sejak awal penyergapan. Alvin dan Renee saling menatap, ragu-ragu. Alvin berbis
Dean dibawa ke ruang operasi. Noura menunggu dengan cemas di luar, memanjatkan doa.Stevens meminta pada timnya untuk membantu pihak kepolisian. "Tangkap Renee dan Alvin sekarang juga! Kita harus membuat mereka membayar apa yang sudah diperbuatnya."Sementara itu, dokter memimpin tim medis untuk menyelamatkan Dean. Tak pernah Noura sangka jika suaminya mengalami keadaan yang lumayan kritis. Padahal tadi Dean masih sempat menggendong Zayn dan menggenggam tangannya. Bahkan, ketika sampai di rumah sakit, Dean sempat marah saat mengetahui bahwa semua yang terjadi adalah ulah Renee dan Alvin. Noura berdoa, "Ya Tuhan, selamatkan Dean."Kali ini giliran Noura yang harus merasakan ketegangan sebab menunggu suaminya berjuang di meja operasi. Bersama ibunya, Noura menggendong bayinya di depan ruangan. Sang ibu yang juga sempat mendapatkan perawatan medis karena luka lecet di lengannya, terus memberi semangat pada sang putri. "Yang bisa kita lakukan hanya berdo'a. Seperti juga Dean yang berdo
Renee tersenyum sinis. "Aku sudah mempersiapkan segalanya. Dean dan Noura tidak akan selamat lagi."Steven dan polisi saling menatap khawatir. Mereka harus bertindak cepat."Tunggu, Renee! Jangan lakukan hal bodoh!" teriak Steven.Renee tertawa. "Terlambat! Aku sudah memicu bom di rumah Dean. Mereka akan mati!"Semua orang terkejut. Polisi segera menghubungi tim bomb disposal.Dean dan Noura, yang tidak menyadari bahaya, berada di rumah. Tiba-tiba, alarm berbunyi."Apa itu?" tanya Noura khawatir.Dean memeriksa sistem keamanan. "Ada bom di rumah kita!"Mereka berdua panik. Dean dan Noura berlari keluar rumah, mencari tempat aman. Mereka mendengar suara bom menghitung mundur."Kita harus segera pergi dari sini!" teriak Dean. Semua penghuni keluar dari rumah. Mereka cemas dan takut jika sampai bom meledak sebelum dapat keluar. Noura menggenggam tangan Dean erat. "Aku takut!"Sedangkan Dean terlihat menggendong bayinya di tangan yang lain. Ibu Noura mengikuti dari belakang. Suara bom
Steven segera menghubungi Dean dan memberitahu tentang hasil penggeledahan."Apa kata polisi?" tanya Dean."Mereka menemukan bukti tambahan, tapi Renee tidak ditemukan di rumah keluarganya," jawab Steven."Apa maksudnya?" tanya Dean penasaran."Renee bersembunyi di tempat lain. Kami harus mencari lagi," kata Steven serius."Apakah kalian menemukan petunjuk?""Ya, dan sekarang kami sedang meluncur ke sana.""Baiklah, Steven. Lanjutkan! Aku terus menunggu perkembangan kalian.""Siap, Tuan. Nanti saya akan hubungi lagi."Setelah itu panggilan kembali berakhir. Dean yang tengah mengambil air minum di ruang makan, memilih duduk sebelum kembali ke atas. "Renee, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Dean seolah ada perempuan itu di depannya. Renee Abigail Willow adalah anak kedua dari pasangan Federick dan Vivian Willow. Ia adalah saudara kembar Rachel Willow —mantan tunangan Dean, yang cantik dan populer. Renee kecil sudah merasa kesal karena kerap dibandingkan dengan Rachel dan merasa tidak
Dean merasa cemas memikirkan keselamatan Noura dan Zayn. Ia meminta para pengawal meningkatkan keamanan di rumah. Sementara itu pihak kepolisian dan Steven masih mencoba menyusuri semua area gudang. Seluruh pihak mencari dan memeriksa apa saja yang ada di sana. Meski target yang mereka cari tidak ada di sana. "Kita sepertinya harus mendatangi langsung kediaman keluarga Willow," ucap Steven memberi saran. "Apakah selama ini wanita itu tinggal di sana bersama keluarganya?""Sejauh yang saya tahu, iya. Dia masih tinggal bersama kedua orang tuanya.""Baiklah. Kalau begitu lebih baik kita meluncur ke sana."Bapak polisi itu kemudian memerintahkan pasukannya meninggalkan area dan berpindah pencarian. Mereka akan menyergap Renee di rumah orang tuanya. "Kami akan mencari Nona Renee di rumahnya, Tuan." Steven memberi kabar Dean mengenai rencana penyergapan ke rumah keluarga Willow. "Benarkah? Baiklah, kabari aku terus."Dean memutuskan panggilan. Di sebelahnya Noura memeluknya erat. "Ada
Dean terlihat serius, pikirannya mulai menghubungkan antara kejadian yang menimpa Ronald dan kaburnya Alvin dari penjara. Ia meminta Steven untuk segera menghubungi polisi dan meminta mereka untuk menyelidiki lebih lanjut.Sementara itu, Noura yang tadinya sudah kembali ke kamar, tidak bisa menahan rasa penasaran. Ia kembali turun dan mendengarkan pembicaraan Dean dan Steven tanpa sepengetahuan mereka."Apakah kita bisa yakin kalau Alvin-lah pelakunya?" tanya Dean."Belum, Tuan. Tapi, ada kemungkinan besar dia terlibat," jawab Steven.Noura merasa bulu kuduknya berdiri. Ia ingat akan kejadian beberapa waktu lalu ketika Alvin mencoba mencelakakannya. Noura kembali ke kamar, pikirannya dipenuhi kecemasan. Ia takut Alvin akan kembali melakukan aksi serupa. Ia takut lelaki itu melakukan berbagai cara untuk membunuhnya. Sementara itu, Dean meminta Steven untuk meningkatkan keamanan di rumah."Pastikan tidak ada yang bisa masuk tanpa izin," perintah Dean.Steven mengangguk dan segera mela
Renee melaju kencang, terobsesi untuk membalas dendam pada Ronald. Ia tidak peduli dengan risiko yang akan dihadapi. Satu-satunya pikiran yang ada di kepalanya adalah memastikan Ronald tahu bahwa ia tidak bisa dianggap remeh.Di sisi lain, Dean dan Noura menikmati malam mereka, terlepas dari bayang-bayang Renee. Mereka berdua terjebak dalam kebahagiaan yang baru ditemukan.Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu yang otomatis mengganggu keintiman mereka."Siapa itu?" tanya Dean dengan kesal. Mereka baru mau masuk intinya, tapi seseorang malah mengganggu keintiman ia dan Noura. "Aku tidak tahu," jawab Noura yang kemudian mendekati pintu sembari merapikan kembali penampilannya yang sudah acak-acakan. Ingin ia tertawa melihat kekesalan Dean, tapi ketukan di pintu tidak mungkin ia abaikan."Ya?" sapa Noura sesaat setelah membuka pintu. Sosok Alton berdiri di depannya dengan raut muka tak enak hati. "Maafkan saya mengganggu waktu istirahat Anda, Nona. Tapi, di bawah ada Steven