Ruangan berukuran sedang yang saat ini Noura berada di dalamnya begitu terasa sejuk dengan AC yang mengeluarkan udara dingin ke seluruh ruangan. Seorang lelaki muda di depannya tampak serius ketika membaca CV milik Noura yang ada di kotak emailnya. "Anda seseorang yang luar biasa. Jabatan Anda sebagai kepala divisi di stasiun TV yang sangat terkenal seperti sebuah candaan ketika Anda melamar di tempat seperti ini," ucap lelaki itu sesekali menatap Noura. "Apa Anda tidak salah, Mbak Noura?" lanjutnya. "Salah kenapa, Pak?""Ya, apa Anda tidak salah melamar kerja sebagai seorang pelayan di restoran cepat saji seperti ini?""Tidak, Pak. Saya benar telah melamar kerja di sini ketika tahu ada lowongan."Lelaki itu kemudian menatap Noura serius. Tampangnya tidak main-main ketika hendak melontarkan kata demi kata kepada Noura. "Dengan pengalaman dan disiplin ilmu yang Anda punya, seharusnya Anda tidak melamar ke sini. Saya yakin masih banyak tempat atau perusahaan yang mau menerima Anda s
"Restoran dan kafe, apa kamu serius melamar ke dua tempat itu?""Aku bahkan sudah diterima," sahut Noura seakan bangga. "Yeah, tapi restoran?" Kenz tampak tersenyum. "Itu bukan passion-mu, Noura.""Perusahaan dengan passion yang aku miliki tidak ada satu pun yang memanggil apalagi menerima aku." Noura menyahut pasrah. "Itu pasti karena lelaki brengsek itu!" Kenz tampak kesal. "Dan anehnya kamu masih bertahan bersamanya." Lagi-lagi Kenz menyenggol, dan hal itu hanya membuat Noura tersenyum. "Jadi, menurutmu mana yang harus aku pilih? Apa lebih baik aku ambil keduanya saja? Lumayan 'kan yah gajinya double." Noura terkekeh. Kenz juga ikut tertawa. Sejenak ia berpikir apa jawaban yang sekiranya bisa ia sampaikan pada Noura. "Bagaimana kalau kamu ambil keduanya?"Noura tampak senang mendengar saran yang Kenz berikan. "Jadi, kamu setuju kalau aku ambil keduanya supaya penghasilanku banyak?""Ya, salah satunya itu. Tapi, ada hal lain yang aku pikirkan supaya kamu mengambilnya.""Apa it
Noura benar- benar menikmati masa kerjanya yang baru. Pagi bekerja di restoran cepat saji, dan sore menjelang malam ia sudah berada di salah satu kafe yang ada di pinggiran kota. Semua ia jalani dengan penuh senyuman. Bahkan, ia seperti menemukan jati dirinya yang baru di usianya yang akan menuju kepala tiga. Bertemu dengan orang-orang baru dalam bidang pekerjaan yang berbeda dengan disiplin ilmu juga pengalaman bekerjanya selama ini, membuat Noura bahagia. Kebahagiaan yang ia harap tak akan lagi direbut oleh Dean. "Mbak, bisa minta tolong siapin meja kosong buat sepuluh orang?"Siang itu di hari kelimanya sebagai seorang waitress, Noura bekerja dengan sangat giat. Jam makan siang di akhir week day membuatnya sangat sibuk. Banyak orang yang datang berkunjung untuk menikmati makan siang yang sebetulnya sudah lewat. Namun, meski pengunjung ramai yang otomatis akan membuat Noura sibuk, ia tetap bekerja dengan wajah begitu ceria. 'Siapa yang tidak bahagia jika bisa melewati hari denga
Noura tampak tak nyaman kali ini. Setelah momen di mana Dean mengantarnya bekerja, sejak saat itu teman-temannya saling berbisik setiap kali ia lewat. 'Apakah ia seorang simpanan?''Mobilnya sangat mewah. Tapi, tidak tahu siapa yang ada di balik kemudi.''Jangan berburuk sangka, siapa tahu dia memang benar-benar anak orang kaya yang lagi gabut. Gak punya kerjaan karena uangnya banyak, yang membuatnya asal memilih kerjaan.'Ucapan-ucapan itu yang tak sengaja Noura tangkap dari para waitress senior-nya di restoran. Meski sebelumnya diterima dengan baik di tempat tersebut, tapi ada sebagian dari mereka yang langsung bersikap lain setelah melihat momen pagi tadi. "Tak mungkin jadi sugar baby bukan, ia terlalu tua. Kalau simpanan om-om atau pengusaha kaya mungkin saja. Tapi, kalau anak dari keluarga kaya raya, sepertinya itu tak masuk akal. Lihat saja pakaiannya jauh dari kata bagus. Bukan baju yang bermerk khas orang kaya pada umumnya."Siang saat jam istirahat, Noura yang memilih makan
Noura masih membeku di posisinya ketika semua mata memandang ke arahnya. Bukan cuma sang kapten, tapi beberapa rekan senior yang sudah akan keluar tampak berdiri dengan tatapan sinis padanya. "Noura!" Sang kapten memanggil. Namun, wanita itu masih tak bergeming dan masih diam dengan perasaan khawatir. "Noura, apa kamu baik-baik saja?" Kembali sang kapten memanggil, bahkan menunjukkan sikap perhatian yang membuat Dean melirik sebentar. "Ah! Ehm, aku oke! Yeah, ada yang bisa aku bantu, Kapten?" sahut Noura terlihat gugup. "Tolong ke sini sebentar! Tuan Dean minta tolong kamu memilihkan makanan atau minuman untuk menemani waktu sorenya.""Eh, yah. Baik." Noura tampak sulit mengendalikan dirinya. Hal tersebut membuat kecurigaan para senior semakin nyata adanya. Noura berjalan menghampiri Dean dan kapten restoran dengan diiringi tatapan para senior yang masih belum beranjak. Mereka bahkan sudah mulai berbisik satu dengan yang lain. 'Apakah yang kapten katakan benar, kalau ternyata o
Berkali-kali Noura memukul bantal di kamarnya. Setelah cukup lama ia menahan diri sepanjang perjalanan pulang dari restoran menuju ke rumah, kali ini ia ingin meluapkan perasaan aneh yang mengganjal di hatinya. 'Apa maksudnya sih!' geram Noura masih memukul bantal, dan bahkan sekarang ia melemparnya ke tembok kamar. "Pagi-pagi dia antar semua orang dibikin heboh gara-gara dia gak mau berhenti di pinggir jalan, malah sengaja menurunkan aku di parkiran restoran. Terus tadi, tiba-tiba datang dengan mengajak Renee, maunya apa sih?" kata Noura menahan kesal. "Bukannya bikin gosip berhenti, yang ada aku malah jadi bulan-bulanan para senior besok. Pasti aku akan dikatakan halu atau ke-PD-an sama mereka," ucap Noura merasa kesal. "Sebenarnya gak masalah, tapi tuduhan itu bikin aku seolah-olah jadi perempuan gak baik."Sampai Noura selesai dengan semuanya, termasuk mandi bahkan berendam, sosok Dean masih belum muncul. Pesan atau panggilan juga tak ada yang masuk ke ponsel Noura. Berpikir j
Wajah Noura tampak lelah dan lesu. Semalam ia dibangunkan oleh Dean dan dipaksa untuk makan. Padahal berkali-kali ia bilang tak lapar dan tidak mau makan. Tapi, karena tak mau berkelahi malam-malam dengan suaminya itu, ia terpaksa bangun. Alhasil, kantuknya pun hilang. Kesempatan tersebut diambil Dean untuk melampiaskan nafsunya. Noura sudah bersiap untuk pergi kerja dan duduk di meja makan menunggu Dean turun. Beberapa kali menguap sehingga mengundang senyum dari beberapa pelayan yang tengah menyiapkan sarapan pagi. "Sepertinya Anda masih mengantuk, Nona?" Alton tiba-tiba muncul di dekat Noura. Perempuan itu pun menengok dan berusaha tersenyum di tengah kemalasan yang dirinya rasakan. "Ya, kamu tahu Alton. Tuanmu itu semalam membangunkan aku dan memaksa makan."Alton membalas senyum Noura. "Tapi, bukankah semalam juga Anda meminta untuk dibangunkan kalau Tuan Dean pulang?""Iya sih. Tapi, ternyata aku ngantuk sekali. Seminggu ini aku belum libur.""Tak ada yang memintamu bekerja.
"Maafkan papaku, Dean." Renee terlihat menyesal ketika Dean akhirnya tahu mengenai penyakit yang dideritanya selama ini. Saat ini keduanya tengah duduk bersama di taman belakang kediaman keluarga Willow. Dean baru saja mengantar pulang Renee setelah sore tadi menemani wanita itu melakukan pemeriksaan ke rumah sakit. "Tidak apa-apa. Aku merasa tidak terganggu sama sekali. Aku bahkan senang karena kalian masih menganggapku keluarga.""Kamu ini bicara apa. Kami tentu masih menganggapmu seperti itu. Kalau kamu mau tahu, hampir setiap hari mama menanyakan kabarmu. Aku sampai bosan menjawab," ujar Renew terkekeh. Terlihat senyum tipis tersungging di bibir Dean. Ia yang sebelumnya memang sempat mengurung diri paska kematian Rachel, merasa terharu sebab perhatian yang masih diberikan keluarga Willow kepadanya. "Kamu yang sempat menjauh dari kami.""Aku tidak begitu.""Ya, papa sendiri yang bilang. Padahal dulu hampir setiap hari kamu datang berkunjung.""Ya, harap maklum. Kematian Rachel
Meski awalnya Dean menolak, pada akhirnya ia menyetujui permintaan Mat yang menginginkannya untuk menjadi bagian dari panitia pernikahannya. Ia membantu Mat dengan menjadi panitia penyambutan para tamu undangan dari keluarga dan kawan bisnis. "Sayang, apa kamu sudah siap?" Dean bertanya pada istrinya yang masih sibuk berdandan. "Sudah. Ini tinggal pakai lipstik saja.""Lama sekali," sahut Dean yang sejak pagi merasakan dadanya berdebar. "Ya ampun, aku cuma pakai bedak dan lipstik saja disebut lama. Lalu, yang sejak tadi subuh bolak balik ke kamar mandi siapa. Sampai aku mau mandi saja tidak kebagian.""Haha, maafkan aku, Sayang. Tapi, aku sendiri tidak mengerti kenapa aku hatiku tak tenang begini. Aku mulas tapi tidak mau buang air. Noura tersenyum, memasukkan lipstik ke dalam tas. " Mungkin karena kamu bahagia. Sahabatmu akan menikah. Menempuh hidup baru dengan wanita yang dicintainya.""Mungkin," sahut Dean terdiam. Tapi, sedetik kemudian ia tersenyum dan menatap Noura seolah me
Setelah pulih dari cedera, Dean kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Dia dan Noura memutuskan untuk memulai hidup baru, meninggalkan kenangan pahit di belakang.Setelah rumah mereka terbakar, Dean kemudian memboyong semua orang ke istana miliknya yang lain. Sebuah rumah yang tak kalah besar dan mewahnya yang terletak di pinggiran kota, yang selama ini memang ia siapkan untuk istri dan anaknya. Di sana terdapat taman yang indah dan pemandangan alam yang menenangkan. Noura pun mulai mengatur rumah baru mereka, sementara Dean kembali bekerja."Dokter berpesan agar kamu tidak terlalu memporsir kegiatanmu di kantor. Tubuhmu masih pemulihan, Dean. Jadi, menurutku lebih baik kamu serahkan sementara pekerjaanmu kepada Steven," ucap Noura di satu malam. "Iya, Sayang. Aku mengerti. Sebelum kamu mengatakan hal itu, aku sudah menyerahkan tugas dan beberapa tanggung jawabku kepadanya." Dean tersenyum menatap sang istri. "Hem, baguslah. Aku bisa tenang sekarang."Mendengar kata tenang, seket
Komandan mendekati mobil dengan hati-hati. "Alvin, jangan buat keadaan semakin buruk. Lepaskan senjata dan keluarlah!"Alvin menjawab, "Kami tidak akan menyerah! Kita memiliki rencana cadangan!"Renee tiba-tiba muncul di jendela mobil dengan senjata di tangan. "Kita tidak takut mati!"Komandan tetap tenang. "Jangan lakukan kebodohan, Nona. Kita bisa menyelesaikan ini dengan tenang."Renee berteriak, "Tidak ada jalan keluar! Kami akan mati di sini!"Tiba-tiba, benda kecil di telinga sang komandan bersuara. "Komandan, kami siap menembak."Komandan menggelengkan kepala. "Tunggu, kita harus menyelamatkan nyawa mereka."Penembak jitu yang sudah bersiap di posisi, menahan tembakan sebab belum mendapat persetujuan. "Letakkan senjata kalian, lalu angkat kedua tangan ke atas kepala." Komandan kembali bicara pada Alvin dan Renee, mencoba menggunakan cara baik-baik dibanding cara tegas yang bisa saja mereka lakukan sejak awal penyergapan. Alvin dan Renee saling menatap, ragu-ragu. Alvin berbis
Dean dibawa ke ruang operasi. Noura menunggu dengan cemas di luar, memanjatkan doa.Stevens meminta pada timnya untuk membantu pihak kepolisian. "Tangkap Renee dan Alvin sekarang juga! Kita harus membuat mereka membayar apa yang sudah diperbuatnya."Sementara itu, dokter memimpin tim medis untuk menyelamatkan Dean. Tak pernah Noura sangka jika suaminya mengalami keadaan yang lumayan kritis. Padahal tadi Dean masih sempat menggendong Zayn dan menggenggam tangannya. Bahkan, ketika sampai di rumah sakit, Dean sempat marah saat mengetahui bahwa semua yang terjadi adalah ulah Renee dan Alvin. Noura berdoa, "Ya Tuhan, selamatkan Dean."Kali ini giliran Noura yang harus merasakan ketegangan sebab menunggu suaminya berjuang di meja operasi. Bersama ibunya, Noura menggendong bayinya di depan ruangan. Sang ibu yang juga sempat mendapatkan perawatan medis karena luka lecet di lengannya, terus memberi semangat pada sang putri. "Yang bisa kita lakukan hanya berdo'a. Seperti juga Dean yang berdo
Renee tersenyum sinis. "Aku sudah mempersiapkan segalanya. Dean dan Noura tidak akan selamat lagi."Steven dan polisi saling menatap khawatir. Mereka harus bertindak cepat."Tunggu, Renee! Jangan lakukan hal bodoh!" teriak Steven.Renee tertawa. "Terlambat! Aku sudah memicu bom di rumah Dean. Mereka akan mati!"Semua orang terkejut. Polisi segera menghubungi tim bomb disposal.Dean dan Noura, yang tidak menyadari bahaya, berada di rumah. Tiba-tiba, alarm berbunyi."Apa itu?" tanya Noura khawatir.Dean memeriksa sistem keamanan. "Ada bom di rumah kita!"Mereka berdua panik. Dean dan Noura berlari keluar rumah, mencari tempat aman. Mereka mendengar suara bom menghitung mundur."Kita harus segera pergi dari sini!" teriak Dean. Semua penghuni keluar dari rumah. Mereka cemas dan takut jika sampai bom meledak sebelum dapat keluar. Noura menggenggam tangan Dean erat. "Aku takut!"Sedangkan Dean terlihat menggendong bayinya di tangan yang lain. Ibu Noura mengikuti dari belakang. Suara bom
Steven segera menghubungi Dean dan memberitahu tentang hasil penggeledahan."Apa kata polisi?" tanya Dean."Mereka menemukan bukti tambahan, tapi Renee tidak ditemukan di rumah keluarganya," jawab Steven."Apa maksudnya?" tanya Dean penasaran."Renee bersembunyi di tempat lain. Kami harus mencari lagi," kata Steven serius."Apakah kalian menemukan petunjuk?""Ya, dan sekarang kami sedang meluncur ke sana.""Baiklah, Steven. Lanjutkan! Aku terus menunggu perkembangan kalian.""Siap, Tuan. Nanti saya akan hubungi lagi."Setelah itu panggilan kembali berakhir. Dean yang tengah mengambil air minum di ruang makan, memilih duduk sebelum kembali ke atas. "Renee, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Dean seolah ada perempuan itu di depannya. Renee Abigail Willow adalah anak kedua dari pasangan Federick dan Vivian Willow. Ia adalah saudara kembar Rachel Willow —mantan tunangan Dean, yang cantik dan populer. Renee kecil sudah merasa kesal karena kerap dibandingkan dengan Rachel dan merasa tidak
Dean merasa cemas memikirkan keselamatan Noura dan Zayn. Ia meminta para pengawal meningkatkan keamanan di rumah. Sementara itu pihak kepolisian dan Steven masih mencoba menyusuri semua area gudang. Seluruh pihak mencari dan memeriksa apa saja yang ada di sana. Meski target yang mereka cari tidak ada di sana. "Kita sepertinya harus mendatangi langsung kediaman keluarga Willow," ucap Steven memberi saran. "Apakah selama ini wanita itu tinggal di sana bersama keluarganya?""Sejauh yang saya tahu, iya. Dia masih tinggal bersama kedua orang tuanya.""Baiklah. Kalau begitu lebih baik kita meluncur ke sana."Bapak polisi itu kemudian memerintahkan pasukannya meninggalkan area dan berpindah pencarian. Mereka akan menyergap Renee di rumah orang tuanya. "Kami akan mencari Nona Renee di rumahnya, Tuan." Steven memberi kabar Dean mengenai rencana penyergapan ke rumah keluarga Willow. "Benarkah? Baiklah, kabari aku terus."Dean memutuskan panggilan. Di sebelahnya Noura memeluknya erat. "Ada
Dean terlihat serius, pikirannya mulai menghubungkan antara kejadian yang menimpa Ronald dan kaburnya Alvin dari penjara. Ia meminta Steven untuk segera menghubungi polisi dan meminta mereka untuk menyelidiki lebih lanjut.Sementara itu, Noura yang tadinya sudah kembali ke kamar, tidak bisa menahan rasa penasaran. Ia kembali turun dan mendengarkan pembicaraan Dean dan Steven tanpa sepengetahuan mereka."Apakah kita bisa yakin kalau Alvin-lah pelakunya?" tanya Dean."Belum, Tuan. Tapi, ada kemungkinan besar dia terlibat," jawab Steven.Noura merasa bulu kuduknya berdiri. Ia ingat akan kejadian beberapa waktu lalu ketika Alvin mencoba mencelakakannya. Noura kembali ke kamar, pikirannya dipenuhi kecemasan. Ia takut Alvin akan kembali melakukan aksi serupa. Ia takut lelaki itu melakukan berbagai cara untuk membunuhnya. Sementara itu, Dean meminta Steven untuk meningkatkan keamanan di rumah."Pastikan tidak ada yang bisa masuk tanpa izin," perintah Dean.Steven mengangguk dan segera mela
Renee melaju kencang, terobsesi untuk membalas dendam pada Ronald. Ia tidak peduli dengan risiko yang akan dihadapi. Satu-satunya pikiran yang ada di kepalanya adalah memastikan Ronald tahu bahwa ia tidak bisa dianggap remeh.Di sisi lain, Dean dan Noura menikmati malam mereka, terlepas dari bayang-bayang Renee. Mereka berdua terjebak dalam kebahagiaan yang baru ditemukan.Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu yang otomatis mengganggu keintiman mereka."Siapa itu?" tanya Dean dengan kesal. Mereka baru mau masuk intinya, tapi seseorang malah mengganggu keintiman ia dan Noura. "Aku tidak tahu," jawab Noura yang kemudian mendekati pintu sembari merapikan kembali penampilannya yang sudah acak-acakan. Ingin ia tertawa melihat kekesalan Dean, tapi ketukan di pintu tidak mungkin ia abaikan."Ya?" sapa Noura sesaat setelah membuka pintu. Sosok Alton berdiri di depannya dengan raut muka tak enak hati. "Maafkan saya mengganggu waktu istirahat Anda, Nona. Tapi, di bawah ada Steven