Marquis memanggil Silia dan Mario untuk bertemu secara pribadi di ruang kerjanya. Tentu saja setelah menempatkan banyak penjaga di sekitar kami. Mario hanya diam menunduk sedangkan Silia menatap tajam padaku. Kedua tangan mereka di ikat dengan sangat kuat dan kini mereka duduk di lantai berhadapan denganku dan Marquis, termasuk Revanov yang berdiri tepat di belakangku dengan tenang. "Tuan apa Anda akhirnya berubah pikiran?" ujar Silia dengan penuh semangat tapi di tangan oleh Mario yang faham tentang situasinya. "Maafkan kami istri saya Tuan," ujar Mario. "Ketahuilah, aku membawa kalian kesini bukan untuk memaafkan kalian. Tapi ini semua karena permintaan Putri yang dengan baik hati memberi kalian kesempatan untuk berbicara. Jadi jelaskan secara cepat tujuan kalian sebenarnya," jawab Marquis dengan nada suara rendah namun mengintimidasi. Bukannya menjelaskan Silia justru dengan serampangan mencoba meraihku dengan tangannya yang terikat. Yah, inilah yang kuinginkan, semakin kau mar
Keesokan harinya Eva datang ke kediaman Marquis bersama dengan Viscount Valerian, mereka bilang ingin memberikan semangat pada Marquis dan aku. Eva yang baru saja datang langsung memelukku dengan erat dan menepuk-nepuk punggungku."Kau pasti sangat terkejut Cecil, padahal tingal seminggu lagi hari bahagiamu datang tapi kedua orang itu justru merusak semuanya," lirihnya tepat di sampng telingaku.Ku balas pelukannya dengan lembut. "Terima kasih sudah datang Eva.""Untuk menghilangkan stressmu, bagaimana kalau kita jalan-jalan?" tawarnya setelah menarik diri dariku.Tanpa menunggu jawabanku dia langsung meminta izin pada Ayahnya dan juga Marquis, yang sedang berbincang di ambang pintu. Padahal mereka baru saja datang bahkan belum masuk ke rumahku, tapi mungkin karena kami masih satu keluarga. Oleh sebab itu mereka langsung memberikan izin dan tanpa persiapan apapun aku keluar bersama Eva untuk jalan-jalan."Cecil, apa ada tempat favoritemu di sini?" tanya Eva begitu kami berada di dalam
Kami kembali setelah larut malam, awalnya Marquis menawarkan untuk keluarga Viscount menginap tapi mereka memutuskan pulang karena ada urusan yang mendesak. Kami mengantarkan mereka sampai ke depan gerbang. Begitu mereka pergi, Marquis mulai mengajakku bicara. Ini adalah kali pertama dia berbicara padaku setelah kematian kedua temannya itu."Apa kau bersenang- senang dengan sepupumu?" tanyanya."Iya Ayah, dia juga membelikan gaun ini padaku. Bukankah gaunnya cantik?""Ya, itu terlihat cocok untukmu. Kalau begitu ayo kita masuk, udaranya sudah semakin dingin," ujarnya.Marquis memberikan jubahnya padaku karena udaranya memang cukup dingin malam ini. Aku melirik wajahnya yang nampak lesu, terkadang aku merasa kasihan dengannya tapi setelah mengingat semua perlakuannya rasa kasihan itu berubah menjadi benci.Tidak ada niatan sama sekali untukku memulai pembicaraan dengannya malam ini sehingga kami hanya saling diam hingga sampai di dalam rumah, dia langsung kembali ke ruang kerjanya dan
Tentu saja harapan hidup dengan tenang akan langsung hancur karen surat undangan minum teh dari Putri Amelia datang. Dia mengatakan bahwa akan mengadakan pertemuan para gadis untuk merayakan hari sebelum pernikahanku."Kenapa kau harus terlibat dengan orang merepotkan seperti ini?" tanyaku pada Revanov yang juga mendapat undangan dari Pangeran Bian."Karena cara itu saja yang bisa membuatku bekerja sama denganmu," jawabnya dengan enteng."Kau tidak berbakat dalam bercanda.""Kau tahu sendiri bagaimana sifatku."Dia beranjak dari kursi teras dan seperti biasa akan pergi tanpa melalui pintu utama karena tadi dia datang juga lewat teras. Mungkin pria itu lupa jalan masuk yang sebenarnya karena keseringan datang secara diam-diam."Sampai jumpa di Istana, Cecilku!" serunya sebelum menghilang di antara semak-semak.Tidak terasa pernikahan kami tinggal seminggu lagi dan itu artinya aku akan pergi ke istana besok pagi bersama Marquis, dia menjadi lebih diam setelah kematian Silia dan Mario.
Setelah perjalanan panjang akhirnya kami tiba di Ibu kota, rasanya sudah sangat lama sejak terakhir kali aku bekerja sarabutan di sini. Tadi kami juga melewati bar tempatku bekerja terakhir kali, tempat itu masih ramai bahkan terlihat sangat penuh. Sepertinya memang banyak orang yang datang karena penasaran dengan pernikahan seorang Duke yang terkenal suka membunuh orang. Jalanan ibukota bahkan lebih ramai daripada saat perayaan hari panen. "Selamat datang Tuan Marquis dan Nona Magrita," sambut seorang pelayan begitu kami tiba di Istana. Keliatannya dia memang khusus di siapkan untuk menyambut kami. "Perkenalkan saya Gilbert yang akan memandu Nona selama berada di Istana," lanjutnya"Terima kasih," ujarku."Kalau begitu Ayah akan pergi dulu, kau istirahatlah Putriku," ujar Marquis. "Baik Ayah, anda juga harus segera istirahat dan jangan terlalu memaksakan diri," jawabku.Dihadapan banyak orang Marquis mengelus pucuk kepalaku dan tersenyum, seolah dia bangga memiliki putri seperti
Bebebrapa saat sebelumnya aku masih bersama Revanov untuk membahas perihal pernikahan kami sampai seorang pelayan tiba-tiba datang dan mengatakan padaku bahwa Putri amelia mengundangku untuk minum teh bersama."Terima kasih, sampaikan pada Tuan putri bahwa aku akan segera datang," ujarku mengakhiri perbincangan dengan pelayan dari Istana putri.Revanov yang juga mendengar percakapan kami tertawa saat mendengar bahwa aku langsung berurusan dengan Putri."Bukankah kau tadi bilang tidak ingin berurusan dengannya? Kupikir hubungan kalian nanti akan jadi lebih dari seorang teman biasa," ujar Revanov dengan tawanya."Kau tahu kalau dia akan memanggilku 'kan?" tanyaku dengan nada ketus.Dia mengangkat kedua bahunya dan tersenyum ke arahku. Ternyata dia benar-benar tahu, jadi karena itulah dia datang memperingatiku. Benar-benar pria yang menjengkelkan, sekarang aku harus bertemu dengan Putri di hari pertama aku tiba di sini."Haah, sudahlah. Karena tujuanmu sudah tercapai sebaiknya kau keluar
Aku tidak tahu apakah pria ini tidak tahu artinya atau memang sengaja memberikan benda ini padaku. Tapi yang pasti aku bisa merasakan niat tidak baik dari mereka yang ada disini. "Tuan, hadiah ini terlalu berharga untuk di berikan pada seorang 'teman'. Saya merasa tidak pantas untuk menerimanya," ujarku."Tidak apa-apa Nona, tolong di terima saja dan saya juga ingin Anda terus menjadi teman Amelia," ujar Tristan dengan senyumnya.Aku terdiam sejenak sebelum menjawabnya. "Tuan, pengetahuan yang saya miliki tidak sebanding dengan tuan putri. Tidak pantas rasanya saya di sebut sebagai teman dari orang yang bermartabat seperti Tuan putri.""Nona, anda tidak perlu merasa rendah diri. Marquis sudah sering membanggakan kecemerlangan putrinya pada semua bangsawan dan saya merasa itu benar," celetuk Duke."Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya seseorang dari belakangku.Kedatangannya membuat suasana canggung ini terasa semakin canggung. Aku benar-benar belum tahu cara menghadapi orang-oran
Akhirnya tiba waktu makan malam dan bersama dengan Marquis aku datang memenuhi undangan Raja untuk makan malam. Sebenarnya aku tidak ingin hadir apalagi Revanov uga pasti akan datang malam ini, tapi akupun tidak bisa menolak undangan raja begitu saja."Ada apa? Kau terus menghela nafas dari tadi," tanya Marquis begitu kami tiba di depan pintu ruang makan."Tidak ada apa-apa, saya hanya gugup," jawabku."Jangan pasang wajah lesu begitu atau mereka akan salah sangka bahwa kau di paksa datang ke sini," lirih Marquis padaku.Orang yang pertama kali menarik perhatianku adalah Revanov yang berpakaian lebih rapi dari biasanya. Dia langsung melihat kearahku begitu kami memasuki ruangan, rasanya sangat tidak nyaman hingga aku mengalihkan pandangan darinya. Yang tanpa kusadari ternyata itu menarik perhatian Raja."Selamat datang Marquis dan Nona magrita, silahkan duduk," ucap sang Raja pada kami."Terima kasih sudah mengundang kami Yang mulia," ujar Marquis."Kau tidak perlu sungkan begitu, aku
Sehari sebelumnya."Apa kau yakin Kinsey bekerja sama dengan Gabriel? Bukankah tidak ada alasan untuk Kinsey bekerjasama dengan orang seperti itu?" Tanya Bian sembari menandai beberapa ttitik di peta yang dia temukan.Kemungkinana untuk keluarga Kinsey bekerjasama dengan Gabriel sangatlah kecil terlebih mereka adalah keluarga yang selalu mencoba menghindari sekandal. Itulah sebabnya Amelia tidak terlalu memperlihatkan kedekatan dirinya dengan mereka karena resikonya begitu besar."Tidak ada satupun kemungkinan untuk mereka bekerjasama dengan Gabriel, Rev." Tambah Bian.Sedangkan pria itu memilih tidak menjawab pertanyaan temannya dan mempelajari peta untuk mengingat beberapa titik yang mungkin bisa mereka gunakan untuk menyelamatkan Cecilia. Dia bersandar pada meja dan mulai menjelaskan sedikit kemungkinan yang tengah dia pikirkan."Bukankah kita tahu bahwa Amelia bekerja sama dengan Kinsey, adikmu itu juga bekerja sama dengan Gabriel," jelas Revanov."Lalu apa hubungannya? kau pikir
Sudah berapa lama aku ada disini, semua yang kulihat hanyalah kegelapan dan secercah cahaya dari lilin yang di bawa oleh Marquis. Apa aku benar-benar sudah di campakan oleh Revanov. Kenapa berisik sekali di luar? "Kau sudah bangun rupanya," ujar seseorang yang suaranya terdengar tidak asing, dia berdiri di hadapanku dengan jubah yang menutupi wajahnya namun tidak bisa menyembunyikan betapa kuatnya aura keberadaan manusia satu ini."Gabri ... el?""Oh, kau mengenaliku." Dia menyingkap tudung yang menyembunyikan wajahnya. "Sudah kuduga Revanov memilih wanita yang tepat untuk kujadikan umpan. Lihatlah dia dengan bodohnya melawan para monster itu. Heh, dia tidak pernah berubah karena itulah dia akan tetap kalah," jelas Gabriel dengan senyum sinis di wajahnya."Monster?" "Kau baru bertanya sekarang?" Ujarnya dengan tawa yang menggema.Apa itu berarti selama ini aku sedang ada di hutan selatan? Tapi bagaimana bisa itu terjadi?! Sial, pikiranku menjadi semakin sulit mencerna apa yang terja
Pandangan yang buram, suara tetesan air yang jatuh adalah satu-satunya hal yang menemaniku disini dan membuatku tetap tersadar bahwa aku masih hidup. Sudah berapa hari aku ada disini aku tidak tahu, yang pasti adalah orang-orang itu sesekali datang menemui untuk melampiaskan amarah mereka seperti saat ini."Kau sudah gila? Bagaimana jika Tuan Gabriel tahu tentang hal ini?" tanya seorang pria dengan suara seraknya pada Marques."Gabriel? Ha! Apa maksudmu? Dia anakku jadi aku bebas melakukan apapun," jawab Marquis dengan nada mengejek.Akupun tidak tahu pasti apa yang sedang mereka bicarakan ataupun rencanakan, tapi Gabriel? Bukankah dia kakak Revanov, kenapa mereka tiba-tiba membawa nama itu. "Ack!" rintihku saat Marquis lagi-lagi menendangku dan menjambak rambutku."Lihatlah! Anak pembawa petaka ini! Dia yang membuat bisnis kita bangkrut!" ujar Marquis dengan nada geram sebelum kembali menjatuhkan tubuhku.Sudah berapa lama aku seperti ini, semuanya membuatku kembali mengingat kenang
Tidak ada satupun yang berhasil kuingat saat tak sadarkan diri setelah acara minum teh bersama Putri Amelia dan sekarang aku sudah berada di sebuah tempat yang sangat asing. Tanpa ada seorang pun di sampingku, kedua tanganku terikat termasuk kakiku dan saat itu aku baru sadar bahwa semua ini mungkin adalah rencana dari Amelia. Bagaimana bisa dia menculikku bahkan saat aku ada di kediamanku sendiri. "Revanov? Apa itu kau?" Sialnya suaraku juga seolah hilang, tak butuh waktu lama karena setelah aku terbangun sebuah bayangan menghampiriku di dalam ruangan yang gelap ini, dia membawa sebuah lentera di tangannya. "Kau sudah bangun? Putriku?" Deg! Jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat mendengar suara yang begitu familiar. Dan apa yang kulihat sekarang benar-benar di luar perkiraanku, aku lengah ketika berfikir sudah berhasil menghancurkannya. Pria tua itu sudah berdiri di hdapanku dengan sebuah benda pisau di tangan yang satunya. "Marquis?" "Apa kau merindukan Ayahmu ini?" t
Entah Seperti yang di katakan melalui surat bahwa Putri Amelia akan datang berkunjung. Ternyata dia langsung datang hari ini dengan membawa beberapa pengawal dan pelayannya."Salam untuk matahari Avalon," sapaku bersamaan dengan Revanov yang juga menyambutnya."Terima kasih atas sambutan hangat kalian, tapi kudengar Duches sedang sakit. Apa tidak masalah jika anda pergi keluar seperti ini?" tanya Amelia.Dia memberikan isyarat pada salah satu pelayannya untuk memberikan sebuah mantel padaku."Anda harus menjaga suhu tubuh saat berada di Arcelio, tempat ini lebih dingin dari daerah-daerah lainnya," jelas Amelia begitu menempatkan mantel tadi padaku."Terima kasih Yang mulia," ucapku.Apa ini perasaanku saja atau memang ada sesuatu yang salah disini? Dia berkata seolah dirinya yang paling tahu tempat ini bahkan dia juga memberikan beberapa mantel kepada pelayan yang ikut menyambutnya."Kuharap kalian juga bisa bekerja lebih nyaman disini," ucap Amelia begitu memberikan mantel-mantel tad
Pada akhirnya aku tidak bisa menemui Alfonso sampai aku tiba di Arcelio. Orang-orang di kediaman itu membuat keributan setelah melihat luka yang ada pada tubuhku.Padahal aku sudah mencoba menyembunyikannya sebisa mungkin tapi ternyata bekasnya lebih parah dari yang kukira."Fred, aku menunggu penjelasanmu nanti," ujar Revanov pada Frederick begitu melihatku kembali dengan badan penuh lebam.Frederick hanya mengangguk hormat dan dengan cepat memanggil tabib untuk mengobatiku. Sedangkan Revanov kini menatap tajam padaku, lebih tepatnya pada luka lebam yang ada di pipiku."Kenapa?" tanyaku karena dia tak kunjung bicara namun malah mengepalkan tangannya."Tidak apa-apa, masuklah kau harus segera di obati," ucapnya."Iya, tapi kau mau kemana?"Kupikir dia akan mengantarku masuk untuk diobati tapi ternyata malah meminta seorang pelayan untuk menyiapkan kudanya. Dia nampak terburu-buru, apa mungkin urusan dengan orang yang mengaku sebagai kakaknya itu belum selesai?"Aku akan segera kembali
Setelah tubuhku di pontang pantingkan oleh Marquis sebagian baju yang kupakai akhirnya robek dan ada banyak bekas goresan di sekujur tubuhku. Meskipun aku tahu bahwa dia sangat marah tapi apa memang harus sampai seperti ini? Tidak ada yang bisa kulakukan selain menerima semua serangannya."Kau hanya anak bodoh yang tak berguna!" serunya tiap kali menjambak rambutku."Tapi kenapa kau menggunakan aku sebagai jaminan perjanjian itu?"Plak!!Bekas tangannya pasti sangat kentara di wajahku. "Harusnya kubiarkan saja kau di jalanan saat itu. Dasar putri tidak tahu diri. Kau sudah kubiarkan hidup harusnya kau berterima kasih bukannya malah mengkhianati ayahmu seperti ini!""Lihat siapa yang berbicara sekarang, anda mengatakan saya berkhianat? Lalu anda sebut apa perlakuan yang anda lakukan pada ibu saya?!""Berhentilah mengelak! Itu karena ibumu saja yang tak mau mengerti keinginan suaminya. Harusnya dia tahu bahwa menuruti perkataan suami itu hal yang harus dilakukan.""Haha..."Tanganku y
Malam telah larut ketika aku dan Revanov kembali ke kediaman Arcelio. Kami membahas tentang pengembangan wilayah sebentar sebelum tidur.Kali ini sudah kupikirkan dengan matang bahwa besok aku akan memenuhi panggilan Marquis, apalagi pria tua itu sudah mulai mengancamku melalui surat-suratnya. "Kurasa kau menyukai hadiahku ya, Ayah," gumamku pada langit-langit kamar.Kamar ini sengaja di buat sedikit redup karena aku yang memintanya, kupikir cahaya bukanlah hal yang cocok untukku. Dan kegelapan akan membuatku terus tersadar tentang apa tujuanku sebenarnya.Tidak ada cahaya yang benar-benar hadis di hidup ini, sekarang yang bisa kulakukan hanyalah berfokus pada pembalasan dendam.******Suara telapak kaki kuda mengiringi perjalananku menuju Magrita, tak kusangka akan secepat ini kembali ke tempat itu.Revanov tidak membiarkanku pergi sendirian karena dia mengirimkan Frederick untuk pergi bersamaku."Dia pasti sangat mempercayaimu sampai memberikan tugas seperti ini," ujarku pada Frede
Ke esokan harinya aku keluar bersama dengan Revanov untuk melihat kondisi para penduduk, Meskipun tempat ini sangat dingin ta[i aku senang melihat banyak orang yang maih mau tinggal disini. Kulihat perdagangan disini berjalan dengan lancar lalu penyupaian bahan pangan juga berjalan dengan baik. "Selain tambang, sumber penghasilan di Arcelio ada apa saja?" tanyaku pada Revanov yang setia berjalan berdampingan denganku. "Tidak ada sumber penghasilan lain, sejauh ini Arcelio terus bertahan dengan mengandalkan pertambangan," jawab Revanov. Selama kami mengunjungi wilayah, para penduduk menyambut dengan baik bahkan mereka memberikan beberapa buah untukku dan Revanov sebagai tanda terima kasih sudah merawat wilayah ini. Saat menghadapi para penduduk sifat revanov sangat berbeda, dia menjadi orang yang lebih lembut dan terlihat seperti pemimpin yang sangat mengayomi. Pasti berat baginya setelah memberikan tambang berlian pada Marquis dan hanya mendapatkan aku sebagai gantinya. Apa tidak