"Apalagi, Rey?" tanya Emran."Delisha juga sedang hamil, Pa."Emran terdiam sesaat, matanya membulat sempurna memancarkan kebingungan yang mendalam."Apa?! Delisha sedang hamil?" Emran terkesiap ketika mendengar bahwa Delisha sedang hamil.Rey mengangguk dengan cepat, dia tahu bahwa ia harus segera memberi tahu keluarganya tentang kabar baik ini. "Ya, Pa. Delisha hamil."Emran duduk di kursinya, matanya masih terbelalak oleh berita yang tiba-tiba ia dengar hari ini. Dia merasa seperti dunianya berputar."Papa tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana ini bisa terjadi?"Rey mencoba menjelaskan situasi dengan hati-hati. "Rey rasa ini sudah saatnya, Pa. Rey ingin memiliki anak, dan Papa pasti juga ingin memiliki cucu."Emran masih dalam kebingungan dan kekhawatiran yang mendalam. Fakta bahwa Delisha sedang hamil membuatnya begitu terkejut, terutama setelah ia melihat kebersama Delisha dengan lelaki lain, menambah kerumitan situasi ini. Emran tak ingin membayangkan bahwa anak yang dikandung
Rey yang sedang mengendarai mobilnya duduk di sebelah Delisha begitu santai, ia pun memandang istrinya yang duduk di sebelahnya dengan wajah serius. Rey begitu bahagia, akhirnya Delisha sudah memercayainya, bahwa ia dan Erlin sudah tak memiliki hubungan apa pun. Apalagi kini Delisha tengah mengandung anak pertama mereka. Meskipun Rey sudah meminta agar Delisha tak bekerja saja karena Rey begitu khawatir melihat istrinya yang sedang mengandung anaknya, kondisi kehamilan Delisha yang masih sangat muda membuat Rey menjadi overprotektif sendiri. Apalagi Rey melihat Delisha yang tampak begitu lelah, dan itu membuat Rey merasa cemas."Sayang, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu." Rey berkata dengan perlahan, sebenarnya ia begitu bingung dengan keinginan ayahnya yang meminta agar mereka melakukan tes DNA.Delisha mengernyitkan dahi melihat ke arah Rey yang ada di sampingnya, lalu berkata, "Apa, Rey? Kamu terlihat khawatir."Rey mengambil napas dalam-dalam mencoba untuk memberanikan
Delisha tengah sibuk di dapur, memasak berbagai menu sarapan pagi ini dari mulai sup ayam, tempe goreng, sambal, dan menu lainnya. Aroma makanan yang lezat mengisi seluruh rumah. Wanita itu sangat begitu semangat dalam aktivitasnya pagi ini.Dia berusaha keras menyiapkan sarapan pagi yang begitu istimewa untuk suaminya, Rey.Delisha yang merasa terbebani oleh masalah yang menghantuinya sejak kemarin. Dia menyadari bahwa terusmenerus memikirkan masalah itu hanya akan membuatnya semakin stres dan tidak bisa berfokus pada hal-hal lain dalam hidupnya.Untuk itu, dia pun ingin memasak dan menyibukan harinya dengan bersenang-senang.Seketika Delisha menghentikan aktivitasnya, pandangannya beralih ke arah kamarnya, Delisha tak mendengar adanya suara yang tercipta dari dalam kamarnya."Apa Rey masih tidur?" Delisha bergumam dalam monolognya.Delisha kembali melanjutkan aktivitasnya. Kini, ia sibuk memotong sayuran dengan hati-hati. Rey yang sedari tadi ada di dalam kamar, perutnya terasa lapa
"Awhh! Rey!" Lagi-lagi Delisha terkesiap ketika menghadap ke arah belakang, ternyata sedari tadi Rey mengikutinya masuk ke dalam kamar mandi dari arah belakang.Rey langsung menutup pintu kamar mandi dan langsung membawa Delisha ke bawah shower, Rey memutar kran shower, gemericik dinginnya air yang berjatuhan dari atas shower menyatu dengan tubuh mereka."R-rey ... jangan, aku bisa sendiri!"Delisha menyingkirkan tangan Rey ketika akan membuka pakaiannya. Rasa malu sudah mulai memuncak pada diri Delisha, bahkan semburat kedua pipinya sudah terlihat memerah."Rey, aku bisa mandi sendiri.""Kita mandi bersama saja biar cepat," alibi Rey, padahal, ia sudah menunggu momen yang seperti ini sebelumnya.Jantung Delisha berdetak begitu kencang, ketika tangan kekar Rey mulai mengoleskan sabun ke tubuhnya. Delisha langsung mengambil alih shower puff dari tangan Rey."Tadi kamu bilang ingin cepat, kan? Kalau kamu yang membersihkan tubuh aku nanti bisa lama. Jadi, biar aku saja yang membersihkann
Delisha terkesiap, dan dengan cepat ia mencari ponselnya yang ada di dalam tasnya. Saat ia menariknya keluar, wajahnya terpancar raut keheranan. "Siapa yang menghubungi aku pada saat seperti ini?" gumam Delisha.Rey mendekati Delisha dengan langkah lebarnya. "Ada apa, Sayang? Semuanya baik-baik saja?"Delisha mengangguk, tetapi ada ekspresi heran di wajahnya. "Tidak tahu, Rey. Tiba-tiba ada panggilan masuk."Setelah Delisha mengeluarkan ponselnya dan melihat ada nama papanya pada layar ponselnya. Mata Delisha bersinar ketika dia melihat semua itu. "Siapa?" tanya Rey yang penasaran."Papa, bentar aku angkat dulu telepon dari Papa."Tanpa ragu, Delisha langsung segera mengangkat panggilan telepon papanya."Halo, Pa!" sapa Delisha dengan seutas senyum yang begitu manis.Suara hangat Jonathan terdengar di seberang sambungan. "Halo, sayangku! Bagaimana kabarmu, Nak?"Delisha memegang ponsel dengan erat, merasa bahagia karena Jonathan menghubunginya. "Delisha baik, Pa. Dan bagaimana dengan
Delisha melangkah memutuskan untuk menuju ke arah Erlin dan Rey dengan kepala tegak, dan sikap yang tenang seraya meremas gelas yang ada di tangannya.Byyuurr!Ahhh …!Ketika sudah berada di dekat Erlin, Delisha sengaja menabrak wanita itu, dan segelas jus mangga yang ada di tangannya tumpah dan mengenai baju Erlin sampai basah. Erlin merasa kesal, apalagi kekesalannya bertambah ketika ia melihat itu semua adalah ulah Delisha."Aduh, maaf sekali, itu hanya murni kecelakaan!" alibi Delisha berusaha meminta maaf dengan tulus.Erlin merasa kesal dan marah. "Kecelakaan? Kamu jelas-jelas melakukannya dengan sengaja!"Delisha menatap tajam pada Erlin, mencoba untuk lebih tenang lagi, walau hatinya sudah menggebu-gebu ingin menjambak rambut Erlin. "Tidak, ini memang kecelakaan. Aku benar-benar tidak bermaksud melakukan hal ini." Delisha masih mengelak.Namun, Erlin tidak terima dengan penjelasan Delisha. Dia melihat tajam mata Delisha, dan merasa yakin bahwa ini adalah ulahnya yang sengaja
Delisha memandang pemandangan hamparan hijau yang meluncur cepat di luar jendela mobilnya. Pikirannya melayang, terbagi antara keindahan alam dan masalah yang mengganggu ketenangannya.Dia merasa geram melihat bagaimana Erlin selalu saja mendekati suaminya, Rey. Hatinya begitu sakit, ia tidak akan membiarkan Erlin merebut Rey-nya lagi. Kali ini, Delisha bersumpah pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan membiarkan Erlin mengambil suaminya.Rey melihat ke arah Delisha yang ada di sampingnya, ia pun begitu bingung mengapa sedari tadi Delisha terdiam."Sayang," seru Rey pelan sambil menggenggam setir mobilnya."Hmm …" Delisha menjawab melalui dehemannya tanpa menoleh ke arah Rey, entah mengapa kali ini ia merasa bad mood."Kamu kenapa? Dari tadi aku lihat kamu hanya diam saja?"Delisha menghembuskan napas pelan sambil memainkan jari jemari lentiknya. "Aku … aku hanya memikirkan beberapa hal, Rey," jawabnya, mencoba menyembunyikan perasaan gelisahnya terhadap Rey."Ada apa? Aku merasa ada
Hari ini Rey duduk di ruang kerjanya, menatap layar monitor yang penuh dengan tumpukan pekerjaan yang harus ia selesaikan. Tangannya bekerja dengan cepat, mencoba menyelesaikan tugas-tugas yang menumpuk. Ruangan kerja Rey dipenuhi dengan gesekan pena di atas kertas dan bunyi tik-tak jam dinding. Namun, tiba-tiba, teleponnya berdering begitu sangat nyaring, seketika mengusik ketenangannya.Rey mengangkat panggilan tersebut, suara dokter dari Rumah Sakit Citra Medika terdengar di seberang sambungan."Rey, hasil tes DNA sudah keluar. Saya sarankan kamu segera datang ke rumah sakit hari ini juga untuk mendiskusikannya," ujar Dokter Ardi dengan serius.Rey bisa merasakan detak jantungnya berpacu kencang kala mendengar bila hasil tes DNA yang ia nantikan selama ini telah keluar. Ia mengangguk dengan tidak percaya. "Baik, Dokter. Saya akan segera ke rumah sakit," jawabnya dengan nada suara yang serius.Setelah menutup telepon, Rey berdiri dari kursinya, untuk meninggalkan ruang kerjanya denga