"Kamu jahat Rey, kamu memang tidak pernah berubah," ujar Delisha dengan suara lirihnya.Hatinya teramat sakit melihat apa yang sudah ia lihat, Delisha menundukan pandangannya, kepalanya ia taruh di bagian setir. Dia ingin sekali turun dari dalam mobil dan memberi pelajaran kepada wanita pengganggu itu, tetapi entah mengapa tubuhnya seperti terpaku.Delisha begitu berat untuk beranjak, hanya sebuah tangisan yang mulai menderainya."Bagaimana aku bisa percaya lagi sama kamu? Kalau kamu saja terus membohongiku, Rey. Apa kamu pikir aku ini wanita bodoh yang bisa kamu mainkan begitu saja?"Air matanya sudah mengalir begitu deras, Delisha sudah tak bisa lagi membendung air bening yang mengalir dari matanya."Aku benci kamu, Rey." Delisha bergumam, kemudian menghapus air matanya begitu kasar. Tak lama kemudian Anna kembali ke dalam mobil."Delisha, ayo kita pulang!" kata Anna yang sudah masuk ke dalam mobil.Beberapa detik kemudian, Anna melihat ke arah Delisha yang hanya terdiam. "Hai, kamu
Delisha sedang merevisi beberapa dokumen laporannya yang sudah dibuat, karena dari kemarin Bu Ranti terus saja mengomel, bila laporannya banyak yang salah. Gadis itu hanya tak ingin bila dirinya terus mendapatkan omelan lagi.Dia pun kini harus berusaha lebih baik lagi dalam menjalankan tugasnya.Delisha menelan saliva begitu susah ketika melihat sosok wanita berkacamata dengan badan gempal menghampirinya lagi, siapa lagi kalau bukan Bu Ranti.Wanita itu persis sekali seperti guru killernya dulu ketika waktu masih sekolah, itu membuat Delisha begitu takut ketika melihat wajahnya saja."Bagaimana? Apa pekerjaan kamu sudah selesai?" tanya Bu Ranti yang sudah berada di hadapan Delisha.Pandangan Delisha yang tadinya sedang melihat ke arah beberapa dokumen yang ada di atas mejanya, kini beralih ke arah Bu Ranti."Su-sudah, Bu," ucap Delisha terbata-bata.Tanpa ba-bi-bu, Bu Ranti langsung mengambil alih laporan yang sedang di revisi oleh Delisha.Wanita tua itu mencebik ketika melihat lapor
Delisha termenung dengan sudah apa yang dia lihat, dengan tatapan yang wanita itu tajamkan membuatnya tak percaya.Alih-alih ingin menghindar dari Rey. Namun takdir lagi-lagi mempertemukan mereka, dan menyatukan mereka kembali, mungkin ini yang dinamakan jodoh, sejauh mana kita melangkah, tetapi akan bertemu jua."Selamat pagi, Tuan." Nicholas menyapa Rey dengan kepala sedikit menunduk."Bagaimana dengan semuanya? Saya harap tidak akan ada masalah yang terjadi." Suara Rey terdengar begitu dingin, dan mampu berkomunikasi dengan baik sampai bisa menarik perhatian orang lain yang menatap ke arahnya."Tuan tenang saja, semuanya sudah saya urus."Rey mengangguk mengerti.Pandangan Nicholas yang awal mulanya melihat ke arah Rey, kini sudah melihat ke arah para karyawan."Semuanya, perkenalkan ini adalah Tuan Reyhan Alkantara Maduswara, beliau adalah keturunan dari pemilik MD Corporation, dan juga sebagai CEO muda pada perusahaan MD Grup." Nicholas menoleh ke arah Rey. "Tuan, apa Tuan akan m
Deg!Jantung Delisha berdetak begitu cepat, sorot mata yang begitu tajam memandangnya begitu lekat, seperti akan menelannya hidup-hidup. Mungkinkah lelaki itu akan memarahinya, atau kah akan langsung menghukumnya karena beberapa hari ini tak pernah dia membalas pesannya.Sungguh.Seandainya Delisha mempunyai kekuatan untuk menghilang, gadis itu ingin segera menghilang dari tempatnya kini.'Ya Tuhan. Apakah Rey akan memarahiku?' Wanita itu bergumam di dalam hatinya, kalau saja nanti Rey akan memarahinya, habislah riwayatnya kini.Sudah cukup baginya kemarahan yang diberikan oleh Bu Ranti. Namun, apakah suaminya akan memarahinya pula?Semua karyawan melihat ke arah kekacauan yang sudah diperbuat oleh Delisha. Tak heran bagi mereka bila gadis itu akan membuat masalah lagi, karena setiap hari pula Bu Ranti memarahinya.Bu Ranti segera menuju ke arah Delisha yang hanya terdiam sedari tadi, tanpa kata maaf yang terlontar dari mulutnya."Ya ampun, Tuan, maaf, Delisha memang selalu berbuat ona
Gadis itu mendorong tubuh Rey agar menjauh darinya, selepas Rey sudah menjauh beberapa cm dari tubuh Delisha, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangan kerja Rey.Tok! Tok! Tok!Delisha terkesiap ketika ada seseorang yang akan masuk ke ruangan tersebut, dikarenakan penampilannya sudah berantakan, kemeja yang susah terlepas kancingnya, rambut yang tak tentu arah seperti belum disisir karena saking paniknya, Delisha langsung memasukkan kembali kancing kemejanya. Lalu mulai merapikan rambutnya yang sudah kusut.Rey hanya menarik-narik dasinya saja, gairah yang sudah memuncak harus dia pendam lagi, dirinya sadar bila kini mereka sedang berada di kantor, kemungkinan besar berbagai hal akan terjadi, seperti saat ini juga bila ada yang tiba-tiba mengetuk pintu ruangannya.Setelah melihat Delisa merapikan pakaian dan rambutnya, Rey pun menyuruh orang yang ada di luar ruangannya agar segera masuk."Masuk!" Abbas yang berada di luar segera masuk ke dalam ruangan Rey."Ada sesuatu hal yang ha—"
"Ya Tuhan."Delisha langsung menyentuh kepalanya yang sakit, mengusap pelan kepalanya beberapa saat sebelum kesadarannya kembali pulih. Dia mencoba membuka matanya yang masih terpejam, wajahnya tiba-tiba meringis dengan kening yang agak sedikit berkerut."Rey," gumam Delisha lirih, "Isshh, mengapa dia datang dalam mimpiku?" Delisha menggerutu bibirnya mencebik, ketika menganggap bila Rey sedang masuk ke dalam mimpinya.Rey menangkup wajah Delisha, tangannya beralih mengelus kepala gadis itu yang terbentur karena ulahnya."Kamu gak mimpi. Sorry, aku yang membuat kepalamu terbentur dinding.""Huaahh? Apa?" Delisha terpekik menjauhkan dirinya beberapa cm dari tubuh Rey, "Jadi … aku gak lagi mimpi?" sambungnya lagi seraya menepuk-nepuk wajahnya tak menyangka.Delisha mengedarkan pandangannya menyapu ke setiap arah tempat yang dia tempati kini, dilihatnya tempat itu begitu asing baginya.Dinding yang masih terbuat dari kayu, begitu juga dengan lantai dan tangga, semua ruangan tersebut terbu
Rey menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulut Delisha, dan wanita itu pun mulai mencicipinya.Delisha membulatkan sempurna kedua bola matanya, lalu berkata, "Rey!" Delisha menimpuk bahu Rey seraya menutup mulutnya.Bukan karena masalah masakannya. Namun, karena suaminya yang tiba-tiba mengecup pipi tembemnya.Entahlah, Delisha sendiri tidak tahu mengapa suaminya itu begitu jahil terhadapnya, dia suka sekali membuat orang kesal."Bagaimana? Enak, kan?" tanya Rey."Eum … karena masakan aku sendiri. Jadi, aku bilang enak saja deh.""Kamu sekarang sudah pintar masak.""Ibu yang mengajarkan aku masak."Delisha mengambilkan dua piring nasi goreng, lalu menaruhnya di atas meja makan. "Kita sarapan dulu baru berangkat kerja," katanya.Rey menggeser kursi ke arah kursi Delisha, lelaki itu pun duduk di samping istrinya.Ini kali pertamanya lelaki itu dimasakan oleh seorang wanita yang sudah menjadi istrinya, tinggal di rumah yang sederhana yang terbuat dari kayu, udara pegunungan yang begitu sega
"Kenapa, Sayang?" tanya Rey ketika melihat mata Delisha yang membulat sempurna menatap ke arah seprai tempat tidur, sepertinya Delisha sangat begitu kaget. Rey pun langsung menghampiri wanita itu yang masih melipat selimut."Gak apa-apa." Delisha langsung menutup seprai kembali ketika pria itu sudah berada di dekatnya. Namun karena lelaki itu penasaran, Rey pun langsung membuka selimutnya kembali.Sebuah noda merah di atas seprai yang berwarna putih sudah terukir indah di sana. Rey hanya menggelengkan kepala seraya menggaruk ujung alis tebalnya saja.Seulas senyum sudah terukir di wajah Rey, dia begitu bahagia ketika melihat itu semua. Dan itu artinya, Delisha memang wanita yang baik, dia bisa menjaga harga dirinya sendiri. Begitu beruntungnya Rey bisa mendapatkan istri sebaik dan secantik Delisha.Lelaki itu tak akan pernah mengira bagaimana jadinya bila wanita yang dia nikahi itu adalah Erlin. Mungkin harinya tak akan pernah sebahagia ini.Mata Delisha menyipit ketika melihat Rey yan